Prolog
Flashback On
Bias cahaya senja merambat masuk di pemilik manik mata kecoklatan itu.
Sesekali ia memejamkan mata, membiarkan sejenak tubuh dan pikirannya di manjakan oleh lukisan alam yang tersaji begitu apik.
Seusai mengajar, Amera selalu menyempatkan diri untuk ke coffee shop favorit nya.
Hanya untuk sekedar melepas penat, dan terkadang ia menghabiskan waktunya untuk mengoreksi tugas mahasiswa, atau sekedar membuang rasa bosan ketika sahabat – sahabatnya tidak bisa di ganggu.
Bukan tanpa alasan dia sangat menyukai coffee shop ini, karena sebagian besar bangunannya menggunakan atap berbahan kaca, dimana cahaya bisa bebas merambat masuk menambah kenyamanan bagi siapapun yang berkunjung.
Terlebih jika pada saat malam hari tiba, suasana akan lebih syahdu. Semua pengunjung sudah barang pasti akan dimanjakan dengan pemandangan langit malam yang romantis.
Aakkhhhhh ini sungguh menyesakkan.
geram Amera dalam hati.
Sesekali ia menepuk dadanya yang terasa sangat sesak. Sehingga mungkin, asupan oksigen yang ada di sekitarnya saat ini, tidak cukup untuknya yang memang sedang dilanda amarah.
Selama beberapa bulan ini dia menghindar demi menenangkan hati dan pikirannya.
Tiba – tiba terusik kembali. Karena beberapa bulan terkahir dirinya merasa dihantui oleh lelaki yang dulu pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya.
Bahkan dulu, ia rela menunggu dengan menanggung rindu karena jarak.
Namun seorang disana tidak pada pihak yang sama, lelaki itu mengkhianati nya.
Tapi, itu semua tidak berlaku untuk sekarang.
Dirinya sudah benar-benar membenci lelaki itu.
Ya, sekarang dia harus berhadapan dengan lelaki yang sebenarnya ingin sekali Amera mencakar - cakar wajahnya.
Lelaki yang setiap hari terus menghubunginya dan tidak berhenti membujuk Amera agar mau menemuinya.
Hingga akhirnya, Amera memutuskan untuk menerima ajakan lelaki itu untuk bertemu dan membicarakan masalah yang terjadi diantara keduanya yang menurut dia hanyalah sebuah kesalahpahaman.
Amera sesekali mengedarkan pandangannya agar bisa terhindar dari tatapan lelaki yang ada di hadapannya saat ini.
"Aku mohon Mey!"
Panggilan sayang yang sedari dulu ia gunakan untuk memanggil Amera lolos begitu saja dari bibirnya.
"Siapa yang kau sebut dengan Mey,?
Aku mual sekali mendengarnya."
Cebik Amera.
“Mey please dengarkan aku dulu!"
Lelaki itu masih tidak bergeming di posisinya yang berlutut di depan Amera.
"Aku ingin kita memulainya lagi dari awal Mey!”
Namun tidak dengan Amera yang sama sekali tidak bergeming dan mulai merasa risih dengan tingkah lelaki yang ada di hadapannya saat ini.
“Dengarkan aku!"
Kini, Amera mempertegas ucapannya. Bahkan terlihat bahu Amera naik turun dengan ritme yang sedikit lebih cepat. Mungkin, karena amarah yang sejak tadi ia tahan - tahan.
"Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi, semuanya sudah selesai. Tidak ada yang perlu kita mulai lagi semuanya sudah berakhir. Bahkan sejak ___"
Suara Amera berubah mejadi parau dan hampir terputus sulit rasanya menstabilkan amarah yang kian memuncak dan seakan ingin meledak.
Ya moment yang seharusnya manis namun berujung menyakitkan mengetahui bahwa pada saat acara pertunangannya lelaki itu tidak hadir dan ternyata lebih memilih pergi berlibur dengan wanita lain.
Amera melepaskan kakinya dari genggaman lelaki itu, dan beranjak dari kursi. Meninggalkan hot chocolate yang mulai dingin dan belum ia sentuh sama sekali.
Seberkas cahaya yang masuk melalui jejeran kaca yang menjulang tinggi, dengan sempurna memantulkan bayangan lelaki yang masih belum bergeming dari posisi semula. Seolah sedang bersembunyi, tertunduk lesu di bawah meja sana.
Seketika itu juga, alam pun sepertinya tahu langit tiba – tiba berubah menjadi gelap. Menghapus senja indah yang berganti dengan derasnya air hujan yang mengalir.
Seolah sedang berlomba mengikuti derasnya butiran air mata yang mengalir deras di pipi cantik Amera.
Mengapa semua ini harus terjadi padaku? Kenapa aku harus memulainya?
Dan bahkan seharusnya ini semua tidak pernah terjadi.
flashback off
Terimakasih telah berkenan membaca karya pertama ku yang masih berantakan ini
Ditunggu Like, Koment dan Votenya ya
Terimakasih💗
Kala itu, disuatu sore yang indah terlihat sepasang suami istri sedang menikmati senja. Pasangan suami istri tersebut tidak lain adalah papah dan mamahnya Amera. Sama halnya dengan papah dan mamahnya ia pun sibuk menikmati semburat sinar senja diatas balkon di depan kamarnya.
Balkon yang ia desain sendiri bertemakan pantai tersebut, tersedia kursi rotan cantik dengan meja bundar di tengah, di sudut balkon yang masih tersisa ruang tergantung Hammock yang setia mengayun raga siapa saja yang berdiam disana bersama terpaan angin.
Tak sampai disitu. Pinggiran balkon pun ia penuhi dengan beberapa pot bunga terutama bunga mawar.
Entah sejak kapan dirinya sangat jatuh cinta dengan bunga yang satu itu.
Ya, ditempat inilah dirinya selalu dimanjakan dengan alam. Ada kesenangan tersendiri bagi gadis cantik ini tatkala melihat cahaya senja yang selalu ia tunggu seusai sang raja siang menguasai waktu. Dari sejak kecil menikmati langit senja menjadi bagian favoritnya.
Dulu, ia sering sekali menikmati senja di atas balkon ini bersama ibunda tercinta.
Sekedar bercerita kejadian di sekolah, ataupun kejadian yang menyebalkan karena dijahili tetangga didepan rumahnya yang kadang tak urung membuat dirinya menangis.
Atau bernyanyi bersama sang mamah, sembari menunggu papahnya pulang bekerja. Dan tak lepas tangan mamahnya selalu membelai rambut panjang dirinya.
Hmmmm rasanya aku ingin kembali ke masalalu.
Batin Amera.
Sampai akhirnya, lamunan yang menerobos masa lalu itu hilang ketika mendengar sayup – sayup canda tawa kedua orang tuanya dibawah.
Dirinya melihat betapa bahagianya papah dan mamahnya di usia pernikahan mereka yang sudah barang pasti bukan seumur jagung lagi. Menurutnya tidak ada lagi pasangan seromantis papah dan mamahnya.
Sambil mengulum senyum Amera diam – diam membayangkan bagaimana kelak ia akan menghabiskan waktu bersama dengan lelaki pilihannya dan menua bersama seperti papah dan mamahnya.
***
Selang beberapa saat kemudian, Bi Siti datang menghampiri pasangan tersebut seraya menyuguhkan secangkir teh dan beberapa camilan untuk menemani pasangan tersebut menghabiskan langit senja diluar rumah.
Keduanya kini asyik mengobrol, bahkan tidak jarang pasangan tersebut saling melemparkan beberapa guyonan dan tak jarang mereka saling bertukar cerita, manakala mereka dahulu bertemu dan akhirnya bisa bersama seperti saat ini, diiringi dengan gelak tawa renyah dari keduanya.
Namun tiba – tiba, tawa mereka terhenti. Keduanya pun dikejutkan dengan suara deru mobil yang datang.
"Siapa yang berkunjung?"
ucap papah Amera sambil menyipitkan mata ke arah gerbang.
Dengan sigap mang Asep bergegas membukakan gerbang rumah megah tersebut.
"Siapa Mang?"
Sahut papah Amera hendak melihat siapa yang bertamu. Namun, Belum sempat mang Asep menjawab, sudah terdengar suara dari belakang.
"Haii__”
Ucap seseorang dibalik tubuh mang Asep.
Ternyata pemilik suara tersebut adalah sahabat karibnya dulu sewaktu dirinya menimba ilmu di sekolah.
"Ya tuhan lihat siapa yang datang?"
Bian pun menghambur ke arah Vino saling merangkul ala lelaki satu sama lain.
Karena rasanya sudah lama sekali dirinya tidak bertemu. Saking asyiknya mengobrol tidak terasa langit senja berwarna jingga pun berganti warna menjadi lebih gelap, menandakan hari mulai malam.
"Sebaiknya kalian makan malam saja disini!"
Seru Bian.
Tanpa menolak keluarga Vino pun langsung menyetujui permintaan sahabatnya itu.
***
Amera yang sedari tadi memperhatikan tamu tersebut di atas balkon, merasa tidak pernah mengenal sahabat papahnya itu.
ceklek, suara pintu kamar terbuka.
"Sayang,
Marissa menghampiri Amera agar lebih dekat dengan putrinya tersebut.
Ada tamu dibawah, Sebaiknya kamu segera turun ke bawah nak. Kita akan makan malam bersama."
“Baik mah sebentar lagi aku akan menyusul ke sana."
Tutur Amera.
“Ayolah sayang sekarang saja, tidak baik membiarkan tamu menunggu lama."
Marissa sedikit memaksa putrinya agar ikut bersama dirinya.
“Hmmm mamah ini selalu saja."
Ia mencebik kesal pada mamahnya.
Dengan enggan, Akhirnya Amera menuruti perintah mamahnya untuk ikut makan malam bersama.
"Jangan cemberut begitu sayang!"
Marissa mencium putri kesayangnya itu.
Saat menuruni tangga, Amera menangkap pandangan yang sedari tadi sedang memperhatikan dirinya lewat ekor matanya.
Merasa risih dan ingin rasanya ia kembali ke kamarnya. Lelaki tersebut menipiskan senyumnya saat melihat Amera yang terlihat masih bersembunyi di balik tubuh istri sahabatnya tersebut.
"Hai om,tante."
Sapa Amera, ia pun ikut duduk berhadapan dengan mereka.
Canggung sudah pasti ia rasakan.
”Kamu Amera ya?" Tanya Niken.
Amera yang sedang meneguk air minum pun seketika memelototkan mata terkejut.
Untung saja ia tidak menyemburkan air yang sedang ia minum saking terkejutnya.
pasalnya dia sama sekali tidak pernah mengenal wanita yang ada di hadapannya ini. Amera hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban
"iah"
Om dan tante ini siapa ya?
Aku sama sekali tidak mengenalnya, apa aku lupa? Batin Amera
Entah mengapa di awal pertemuan dirnya kurang senang dengan keduanya.
“Wah lihat pah Amera tumbuh dengan sangat cepat dan semakin cantik saja, dulu ketika tante kesini kamu masih sebesar ini Amera."
Niken bertutur seraya mengacungkan ibu jarinya. Tak pelak kejadian itu, membuat papah dan mamahnya tertawa.
Yang benar saja aku disamakan dengan ibu jari?
Gumam - gumam Amera dalam hati.
Obrolan berubah menjadi lebih serius setelah kembalinya Amera ke kamar....
Jangan lupa tinggalkan Jejak ya
Like, dan Vote Please..
Terimakasih 🤗🥰
Amera gadis berparas cantik, yang memiliki manik mata kecoklatan serta bulu mata yang lentik ditambah dengan hidungnya yang bangir serta bibir yang sedikit bervolume menambah kesan sexy.
Amera dikenal sebagai pribadi yang pintar,ceria, sangat supel dan sedikit konyol tak jarang orang yang berada di dekatnya pasti merasa nyaman. Di usianya yang masih terbilang muda ia sudah menjadi salah satu pengajar di universitas ternama Ibu Kota.
Dengan kecerdasaan yang ia miliki rasanya mudah bagi dirinya menjadi dosen bahkan diusianya yang belum genap 22 tahun ini. Oke 'catat' Amera jadi the most wanted juga di kampusnya. Ya apalagi kalau bukan karena parasnya Bu dosen muda yang cantik menawan hati.
Tidak hanya rekan sesama dosen, mahasiswa pun tak luput berlomaba lomba mencuri perhatian si dosen cantik ini. Cita - cita gadis yang akrab disapa Amera ini tidak muluk-muluk Terjun di dunia pendidikan seperti saat ini sudah menjadi tujuannya.
Walaupun sebenarnya mudah bagi dirinya untuk bekerja dimanapun bahkan untuk menduduki jabatan direktur utama ataupun mungkin CEO sekalipun bukan hal yang mustahil. Karena papah Amera mempunyai berbagai kerajaan bisnis yang sangat sukses di kotanya.
Blebeb... blebeb...
suara ponsel beberapa kali berdering, sebagai pertanda benda tersebut ingin segera di perhatikan oleh si pemilik. Namun Amera masih tidak memindakan pandang dari novel kesukaannya yang sedang ia baca saat ini.
Terkadang, tidak jarang Amera membaca novel tersebut berulang – ulang. Dan anehnya ia tidak pernah bosan untuk terus membacanya.
Blebeb... blebeb..
Bunyi ponsel terus berulang hingga akhirnya Amera pun mencari sumber suara yang membuatnya dirinya jengkel.
Hmmmm dimana ponselku? perasaan aku tadi menaruhnya disini.
Gumamnya dalam hati.
Sesekali ia mengedarkan pandangannya ke bawah bantal dengan menggeser sedikit tubuhnya.
Aiiishhh dimana aku taruh ponselku? Sangat menyebalkan sekali.
Seraya berdecak kesal.
Pasalnya baru saja ia menyelesaikan obrolan panjang bersama Rosa sahabatnya dan sekarang ia menelpon nya lagi.
Ternyata benda pipih itu terjatuh dari tempat tidur saking kesalnya Amera akan tingkah sahabatanya yang seharian ini sudah menelpon dirinya berkali – kali hanya untuk menceritakan hal yang menurut dirinya tidak penting.
Ya memang menurutnya tidak penting mendengar cerita Rosa yang hanya seputaran percintaan, apalagi dirinya hanya seorang jomblo.
Bagaimana bisa ia tega mencemari pendengarannya dengan hal – hal seperti itu.
*wkwkwkwkk.
Dan ...
Ya ampun... aku baru ingat sekarang. Tadi setelah memutuskan sambungan dari Rosa, dengan bodohnya aku melemparkan ponsel kesayanganku kesembarang tempat.
Kamu disini rupaya sayang.
Sambil mengelus – ngelus benda pipih kesayanganya itu.
maafkan mommy tadi sempat melemparmu
Layaknya ibu pada seoarang anak, dirinya meminta maaf pada benda kesayangannya itu.
Amera dengan cepat mengambil benda pipih yang tergeletak di bawah sofa dekat tempat tidurnya dan dengan segera mengangkat sambungan telponnya.
***
Sambil berkacak pinggang
”Ada apa lagi si Rosalina Putri ?,kamu itu hobi sekali mengganggu aku.
Bahkan hidupku terasa terguncang, di tengah weekend yang indah ini. Aku meresa kebebasanku direnggut secara paksa oleh mu, tidak bisa merdeka karena ulah mu yang konyol itu. Ada apa lagi Rosa?,
Apa perlu aku mengganti popokmu haaaaaahhhhh?"
Suara Amera melengking masih dengan nada sewot. Ia yang kesal akan tingkah sahabatnya membuat dirinya tidak bisa lagi mengontrol emosinya.
"Oksigen mana oksigen ?"
Amera berujar seraya mengibas ngibaskan telapak tangannya seolah sedang meraup oksigen.
Karena lelah dengan tingkahnya sendiri yang masih menggerutu. Sembari menunggu reaksi Rosa, ia menghempaskan tubuhnya kembali ke sofa empuk yang ada di sebelah tempat tidurnya dengan memijit – mijit pangkal hidung yang tidak terasa sakit sama sekali.
"Ada apa Rosa?
Cepat katakan!"
***
Hening__ tidak ada jawaban dari seberang sana. Amera mengerenyitkan dahi merasa heran.
"Ada apa Rosa cepat katakan,
Aku mau pup ini"
"Rosaaaaaaa..... cepat atau aku tutup telponnya"
Amera kembali khusyuk dengan novel yang ada di gengamannya.
Mengalihkan gusar karena disebrang sana masih diam seribu bahasa.
Wait..
yang nelpon ini Rosa kan? Atau jangan – jangan murid aku yang menanyakan tugas. Mati aku gumam Amera dalam hati.
Ia pun memberanikan diri mencoba mengitip nomor telpon yang tertera di layar ponsel menerka – nerka dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.
Dan
Oh may woooowwww......nomor baru yang tidak dikenal Amera.
Seketika itu Amera berniat untuk menutup sambungan telponnya.
Namun seakan tahu apa yang akan Amera lakukan tiba – tiba.
"Tunggu !"
Suara barithon yang asing,
samar – samar terdengar membuat ia mengurungkan niatnya untuk menutup sambungan telpon.
“Hai ini Amera Prameswari Atmawijaya?"
Ulalala.....
Wajah cantik Amera berubah pucat pasi, antara kaget, dan malu setengah mati tentunya.
mati aku siapakah gerangan pemilik suara Barithon ini .....
**** Haii haiii
Maaf untuk segala kekurangan di novel pertama aku ini ya
Aku sangat sadar betul masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan karena masih tahap belajar yaa, hehe Makdarit “ Maka dari itu”
Like, Komen dan Vote sangat berarti sekali demi keberlangsungan hidup..
Alah maksudnya demi keberlangsungan cerita yang hanya alakadar remahan ini.
Kasih Like dan vote pleaseeee...
Terimakasih..
Love – love diudaara..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!