NovelToon NovelToon

Mafia Bucin

bab 1

Seorang pria dan wanita sedang di mabuk asmara kala itu. Tanpa memperdulikan hal sekitar keduanya terus bergulat satu sama lain.

"Bagaimana bisa sesempit ini? " pria itu meremas dengan penuh hasrat bagian belakang wanita itu.

Kemudian ia mengangkat tubuh wanita tersebut ke atas meja rias, dan tak mau menunggu lama lagi. Pisang yang masih tegak nan panjang itu pun ia masukan kembali.

wanita itu terus meracau atas rasa nikmat yang ia dapatkan.

Pria itu bertambah semangat dengan mendengar suara sang wanita. Ia memaju mundurkan pisangnya masuk dengan sempurna dengan ritme yang cepat.

"Bisakah aku keluar saat ini?" lenguhan demi lenguhan mereka bersautan seolah dunia hanya milik mereka berdua.

Kedua sejoli yang sedang memadu niimat itu akhirnya terkulai lemas akibat permainan mereka yang begitu panas. Tak di sadari ternyata seorang pria dengan setelan jaz berwarna hitam, dengan tubuhnya yang tegap dan gagah sudah menunggunya di ruang tamu yang sempit itu.

Ya, Marco Galo. sedang menunggu dengan tatapan murkanya.

Setelah selesai bergulat, seseorang mengetuk pintu kamarnya, dengan kesal dan pria yang bernama Stive itu keluar dari kamarnya.

Baru saja keluar, Marco sudah menodongnya dengan satu buah senjata api di tanganya. Stive terkejut dan mengangkat kedua tangannya ke atas.

"Apa kau sudah bosan untuk hidup. Bisa bisanya kau dengan enak bercinta dengan wanita dan aku menunggu mu.? Kata Marco tanpa menurunkan senjata di tangannya.

"Santailah sedikit, aku sedang melakukan kebutuhan biologis ku. Lagi pula kau tak memberitahu ku jika kau akan datang." Stive menyalakan rokok dan mengisap dan menghembuskan asapnya ke udara.

"Siapa dirimu hingga berani mengatur ku?" setiap kata yang keluar dari bibir Marco selalu saja penuh dengan penekanan.

"Mana barang aku yang cari? Apa kau juga belum bisa menemukanya?" Tanya Marco lagi. Dan kini Stive sudah mematikan rokoknya karena panik.

"Aku masih berusaha. Terakhir aku mengetahui barang itu berada dimana, tapi ternyata setelah aku mencarinya. Ternyata itu hanya tiruan dan bukan yang asli."

"Tiga hari lagi. Jika kau belum bisa menemukanya, aku akan memotong kelapa mu sebagai gantinya."

Marco berdiri dan melangkahkan kakinya keluar dari apartemen yang menurutnya sangat menjijikan itu. Bagaimana tidak. Stive dan sebenarnya adalah sahabat Marco adalah Playboy yang selalu gonta ganti wanita untuk ia setubuhi.

Saat Marco hendak keluar. Perempuan yang yang baru saja bermain dengan Stive itu mencoba menggoda Marco dengan baju kurang bahan yang menampilkan kedua buah dadanya hampir tumpah.

"Berani kau menyentuh ku? Aku akan membunuhmu saat ini juga." Suara berat Marco membuat wanita itu merinding ketakutan.

Setelah kepergian Marco. Stive menjadi uring uringan. Dia sangat tau watak Marco. Walaupun memang tidak tak tega untuk membunuh dirinya. Pasti Marco akan berbuat sesuatu yang membuat dirinya akan rugi.

"Arrrrggghhh.. sialann." Teriak Stive mengacak rambutnya frustasi.

Stive segera menghubungi suruhanya agar terus melacak dimana barang itu berada.

***

"Apa ini." Monolog  Ruby. Gadis itu mengambil sesuatu yang berada di depan rumahnya, barang tersebut terbungkus oleh tas kain berukuran sedang dan berwarna crem.

Kedua metra Ruby melebar dan ia juga menutup bibirnya yang hendak ikut membulat dengan satu telapak tangannya.

"Apa aku tidak salah lihat.?" Walau Ruby dari anak konglomerat. Ia juga terkejut melihat benda yang sangat berharga itu berada di pinggir jalan rumahnya.

Ia segera mengantongi barang tersebut ke dalam sakunya yang cukup besar, gadis itu menaiki motor trail nua kembali dan segera masuk rumah. Oh tidak ini lebih jika di katakan rumah. Lebih tepatnya rumah ini mirip dengan istana.

"Dari mana kamu Ruby.?" Baru juga masuk, Ruby sudah di todong dengan pertanyaan yang selalu sama oleh sang ibu tiri.

"Apa kau bosan hidup? Mengapa selalu ikut campur urusanku? Ingat.! Kau buka ibu ku.!!" Ruby berucap sadis kepada ibu tirinya.

Tak memperdulikan lagi apa yang wanita itu katakan padanya, Ruby berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Sampai di kamar Ruby melepaskan jaket hitam, dan kini hanya meninggalkan tangtop di tubuh ramping semampai itu, Ruby merogoh saku dan mengambil barang yang baru saja ia temukan itu. Dengan tubuh yang sudah di rebahkan, Ruby melihat lihat lagi benda tersebut.

"Kalau ini di jual. Bukankah aku bisa pergi dari rumah ini.?" Monolog nya. Dengan memandangi benda yang tampak berkilau itu.

"Aku harus mencari pembeli yang tepat." Gumamnya dalam hati.

Ruby meletakannya kembali ke dalam saku celananya.

Merasa tubuhnya sangat lengket Ruby berjalan ke arah bathroom, gadis itu melepas semua pakaian, setelah melihat celana dalamnya Ruby pun berdecih.

"Cih sialan. Gara- gara mendengar yang lagi bercinta jadinya begini kan, basahlah celana dalam ku." Decihnya.

Ruby merendamkan tubuhnya ke dalam air hangat, ia merasa sangat nyaman dan tenang, namun ada yang mengganjal. Entah mengapa hasratnya tiba-tiba datang. Jemari Ruby menjamah tubuhnya sendiri dari kedua gundukan yang berukuran sedang itu ia jamah. Sampai perut dan akhirnya sampai di bagian paling intim milik Ruby.

Ruby melenguh akibat ulahnya tanganya sendiri. "Ohh my God ini memalukan, tapi aku menginginkanya." Gumamnya dalam hati.

***

Marco kembali ke meja kerjanya. Ia tampak marah dan murka karena benda yang cari dengan susah payah malah hilang entah kemana. Pria iru melonggarkan dasinya yang terasa sesak di leher.

Benda itu adalah sebuah berlian. Peninggalan ratu inggris yang sudah berumur puluhan tahun, dengan susah payah ia mendapatkan dan saat ini malah tak tahu keberadaan nya. Bukan masalah uang yang sudah berapa banyak ia keluarkan.

Marco menuang wine ke dalam gelas , ia rasa dengan meminum wine dapat sedikit meredakan amarahnya.

Tok tok tok

"Masuk." Ucap Marco dari dalam pintu.

"Maaf pak ada yang perlu bapak tanda tangani."  Kata sang sekretaris yang bernama Bella

Bella sengaja sedikit membuka dua kancing kemejanya agar belahan dadanya terlihat oleh Marco, wanita mana yang tak mendambakan Marco. Dia tampan, gagah dan kaya raya semua wanita di kantornya pun menginginkan di jamah oleh jemari Bossnya itu. Walau terkenal dengan kejam dan keji itu tak mengurungkan niat para wanita tersebut untuk tetap mendekati Marco.

Dan Marco adalah pria dewasa yang penuh dengan birahi juga. Bahkan kejantanannya pun langsung menegang ketika melihat buah melon sang sekretaris yang menyembul keluar.

Marco berjalan mendekati Bella dengan memutar mutar wine yang ada didalam gelas cantik itu.

"Kamu mencoba menggoda saya dengan pakaian kamu seperti itu.?" Marco semakin mendekat dan Bella semakin berjalan mundur karena takut.

"Tidak perlu takut. Tidak akan ada yang menyakitimu," ucapnya lagi tersenyum seringai.

Satu jari Marco menyentuh bagian dada Bella. Gadis itu menahan gugup sampai menggigit bibir tergoda.

"Kenapa? Jangan menahannya, saya lebih suka kita sama-sama menikmatinya."

bab 2

"Mau di atas atau di bawah.?" kini bukan jemari Marco lagi yang menjamah, namun satu buah senjata api yang sudah ia todongkan ke arah sekertaris nya.

Seketika keringat dingin muncul membasahi wajah cantik itu, melihat Marco yang dengan santai bermain dengan senjata api di tangan nya.

"Maaf pak. saya tidak akan mengulanginya lagi."

"Baguslah. saya masih bisa memaafkan mu hari ini tapi tidak untuk esok hari. saya akan langsung membunuh mu tanpa perasaan dengan tangan ku sendiri."

"Baik pak. Dan juga terimakasih untuk kesempatan yang pak Marco berikan. saya janji tidak akan mengulanginya lagi.." sahut Bella dengan tangan yang sudah gemetar.

"Keluarlah."

"Baik pak. Saya permisi."

Marco masih dapat memaafkan Bella karena dia adalah sekertaris yang sangat setia kepadanya. Jika tidak mungkin Marco sudah menembaknya sejak dulu, karena terlalu berani menggoda dirinya.

**

Disi lain Ruby yang baru saja selesai mandi langsung mengganti baju dengan baju tidurnya dengan motif kuromi kesukaannya.

Ruby memgambil minuman bersoda dari dalam lemari es mini yang berada di kamarnya itu lalu kembali berkutik dengan laptopnya.

"Aahhh segarnya" kata Ruby saat menegak minuman soda yang sangat kuat.

Ruby mencari nama pengusaha-pengusaha sukses yang menjadi pesaing bisnis ayahnya atau bahkan musuh ayahnya, bahkan Ruby juga mengecek nama-nama mafia yang di layat laptopnya, ia harus mencari pembeli yang bagus bukan untuk harga uang tinggi dengan barang yang temu di pinggir jalan tadi.

Ruby tertarik dengan satu nama yang ia temukan di salah satu deretan nama mafia yang ada di dalam layar laptopnya.

"Marco Galo.?" Ucap Ruby pelan. Lalu segera mencari tau identitas tentang Marco Galo.

Seorang pengusaha sukses yang mendudukinya peringkat no satu di dunia perbisnisan, Marco Galo juga di kenal sebagai Pria dingin dan misterius dan juga killer karena tak pernah terdengar rumor jika dia berkencan dengan wanita, bahkan tak banyak juga yang mengatakan bahwa Marco Galo memiliki kelainan atau bisa di sebut menyukai sesama jenis.

"Masa sih ganteng-ganteng suka sesama jenis? Tapi boleh juga, aku akan mencobanya dari dia terlebih dahulu."

Ruby mencoba mengubungi nomer yang tertera disana untuk urusan bisnis, yang tak lain adakah nomer ponsel Stive sang asisten dari Marco.

Ruby meminta untuk hari dimana mereka bisa bertemu, yang bahkan Stive menyanggupi untuk malam ini juga, karena feeling Stive barang yang di akan di tawarkan oleh Ruby adalah barang yang saat ini ia cari.

Ruby dan Stive berjanjian untuk bertemu di salah satu bar dengan ruangan yang khusus, Ruby berganti baju lagi karena awalnya dirinya sudah akan beristirahat.

Dengan setelan yang seperti biasa ia kenakan, celana panjang jeans hitam dan ia hanya memakai bra sport dengan di tutupi jaket kulitnya, Ruby menggeber motor trailnya menuju bar.

Ruby berjalan memasuki bar, yang dimana Stive sudah menunggu di dalam sana.

Ceklek

Seseorang membukakan pintu untuk Ruby segera masuk.

"Apakah anda tuan Marco?" Tanya Ruby yang tak percaya dengan apa yang ia bayangkan jauh berbeda.

"Bukan, saya asistennya." Dan benar saja bahwa tebakan Ruby benar adanya.

"Mengapa bukan tuan Marco sendiri yang menemui saya?"

"Saya yang bertanggungjawab atas semuanya hal tentang tuan Marco." Ucap Stive tak sabar untuk melihat barang yang ia inginkan.

"Maka kalau begitu saya tidak jadi menjual barang yang sudah saya bawa kalau bukan beliau yang datang sendiri." Ruby menegak wine yang sudah Stive siapkan.

"Boleh saya melihat barang yang nona bawa untuk memastikan?"

"Tidak. Saya hanya akan memperlihatkan jika yang datang kesini adalah tuan Marco seorang diri. Karena saya ingin membuat penawaran dengan beliau."

Stive merasa geram dengan gadis di hadapannya itu, ia merasa muak dan tak berarti, ingin rasanya ia langsung merampas barang yang benar-benar sudah berada di hadapannya.

"Anda jangan pernah berfifkir untuk merebut barang ini dari saya, karena saya tidak akan membiarkan itu terjadi." Kata Ruby yang seolah tau isi dalam fikiran Stive.

"Sialan, mengapa dia seperti mempunyai indera ke enam." Gumam Stive dalam hati.

"Dan jangan berfikir bahwa saya mempunyai indera ke enam." Lagi lagi Stive di buat tertegun oleh pemikiran gadis di hadapanya ini, bagaimana bisa gadis itu selalu tau isi fikiranya.

"Ok. Baiklah, jika itu kemauan nona yang ingin langsung bertemu dengan tuan Marco, maka saya akan membuatkan janji untuk pertemuan kalian berdua untuk selanjutnya."

"Terimakasih, kabari saya jika tuan mu sudi menemui saya." Jawab Ruby dengan meneguk setengah gelas wine lagi sebelum ia pergi meninggalkan Stive.

"Gadis muda itu cukup sialan tapi aku rasa dia juga begitu pintar." Dumel Stive setelah Ruby benar-benar pergi.

Saat Ruby baru saja keluar dari bar, Marco baru saja tiba di bar tersebut, dan pada akhirnya membuat mereka berdua papasan secara tidak langsung, namun Ruby tak mengetahui jika itu adalah sosok Marco.

Marco yang mempunyai insting yang tajam pun menoleh ke arah gadis yang baru saja melalui dirinya, tapi hanya sesaat, Marco kembali melanjutkan langkahnya dan masuk ke dalam bar.

"Apa kau benar-benar menemukan barang itu?" Kata Marco dengan khas suara beratnya lalu duduk di tempat yang duduki Ruby baru saja.

"Gadis itu ingin bertemu dengan mu secara langsung, baru dia akan menyerahkan barang tersebut, sepertinya dia ingin membuat penawaran dengn mu. Oh.. iya dia baru saja keluar dari bar ini, apa kau tidak bertemu dengannya?"

"Apa mungkin gadis tadi yang melalui saya dengan pakaian serba hitam tadi?" Gumam Marco dalam hati.

"Apa kau bertemu dengannya.?" Tanya Stive lagi karena Marco masih terdiam.

"Saya belum pernah bertemu dengannya, bagaimana saya tau gadis itu seperti apa."

"Jadwalkan pertemuan saya dengannya malam ini, saya menginginkan barang itu secepatnya."

"Malam ini? Dia baru saja pergi, aku tidak tau dia akan datang lagi atau menunggu sampai besok."

Stive merogoh sakunya untuk mengambil benda pipih itu lalu membuat panggilan kepada Ruby.

Ruby pun menepikan motor trail nya karena merasa ponselnya berbunyi.

"Aku baru saja pergi dan kau sudah menelepon ku?" Ucap Ruby sedikit kesal.

"Kau ingin bertemu dengan tuan Marco? Maka datanglah malam ini di hotel King kamar 2001. Sekarang juga"

Tut.

Stive pun mematikan panggilannya sepihak.

"Apa dia sedang mempermainkan diriku? Aku baru saja pergi lalu tiba-tiba Marco meminta untuk bertemu? Oke jika itu mau kalian. Maka aku akan menuruti permainan ini." Kata Ruby kembali memakai helmnya dan melaju ke tempat yang sudah di janjikan.

Setelah memarkirkan motornya, Ruby melangkah masuk ke dalam hotel King lalu menuju kamar 2001 tanpa bertanya duku kepadanya resepsionis. Karena hotel ini milik ayah Ruby. Jadi gadis itu sudah paham betul tata letak hotel tersebut.

"2001." Kini Ruby telah tepat berada di depan pintu dengan nomer kamar 2001. Tanpa aba-aba lagi Ruby segera membuka pintu kamar itu, anehnya suasana kamar yang gelap karena lampu yang padam membuat Ruby menjadi siaga dengan dirinya.

Ruby melangkah dengan pelan dengan senjata api yang sudah ia genggam dalam tanganya untuk berjaga-jaga jika tiba-tiba ada penyerangan terhadap dirinya untuk merebut barang yang ada di dalam kantong jaketnya.

Klek.

"Anda tidak perlu takut sampai harus mengeluarkan senjata api mu." Ucap seseorang dengan suara yang serak dan berat, lalu Lampu di atas nakas samping ranjang tempat tidur berukuran king size itu menyala, memperlihatkan seseorang yang sedang duduk dengan memangku satu kakinya dia atas.

Ruby sempat tertegun kala melihat pria di hadapannya itu begitu tampan dan gagah, dengan sorot mata yang tajam yang bahkan membuat hati ruby berdesir saat melihatnya.

bab 3

"Apa anda tuan Marco?" Tanya Ruby yang langsung duduk di sisi ranjang dengan memangku satu kakinya.

"Mengapa kamu ingin bertemu denganku secara langsung?" Tanya Marco tanpa basa basi.

"Bukankah barang yang bagus harus bertemu dengan tuanya secara langsung?" Bahkan Ruby berani meminum minuman milik Marco saat ini.

Marco terlihat kesal dengan sikap gadis di hadapannya ini, kalau saja bukan karena barang yang ia inginkan, mungkin Marco juga tidak sudi untuk bertemu.

"Cepat perlihatkan barang yang kau bawa. Karena aku tidak suka bertele-tele." Bahkan tatapan tajam Marco tak membuat Ruby sedikit pun bergetar.

Ruby mengambil sesuatu dari saku jaket kulitnya yang berwarna hitam, sebuah kantong kecil yang langsunh dapat Marco percaya bahwa itu adalah berlian yang hilang punya dirinya.

"Dari mana kau dapat barang sebagus itu?"

"Ohh.. bahkan aku belum memperlihatkan, mengapa tuan dapat tau isi di dalamnya?" Tanya Ruby menyelidik.

"Berapa yang kamu mau?" Marco tak suka basa basi.

"Bukankah kita baru saja bertemu? Mengapa ingin sekali langsung pergi." Entah mengapa tatapan tajam Marco semakin membuat Ruby ingin mendekat.

"Bukankan sudah saya katakan bahwa saya tidak suka bertele-tele." Marco mengeluarkan sebuah kartu hitam lalu memberikannya kepada Ruby.

"Pakailah sesuka hatimu, dan berikan barang itu kepada ku sekarang juga.!"

"Kau fikir aku miskin? Ketika kau memberiku uang aku langsung pergi begitu saja? Ciihh.! Aku jadi menyesal bertemu dengan mu." Ruby hendak melangkah keluar karena kesal dengan sikap Marco yang memandang dirinya rendah.

"Baiklah. Katakan apa yang kamu mau.!" Ucapan Marco menghentikan langkah Ruby yang baru saja akan membuka pintu.

"Saya sudah tidak berniat." Sarkas Ruby langsung membuka pintu dan melangkahkan kakinya keluar.

Suara sepatu bot nya membuat lorong yang sepi itu serasa menggema.

"Gadis sialan, berani-beraninya bermain dengan ku." Marco mengepalkan kedua tanganya lalu menegak wine yang Ruby tuang.

"Sialan. Bahkan aku meminum bekas bibirnya.!" Marco semakin murka.

"Berikan saya informasi tentang gadis yang baru saja menemui saya malam ini! Saya ingin secepatnya.!" Kata Marco kepada seseorang dalam sambungan panggilannya.

Ruby memakai helmnya dan langsung menyalakan mesin motornya lalu dengan diameter yang tinggi Ruby mengebut di jalanan agar cepat sampai di rumahnya lagi.

"Ruby.!" Panggil ayah Ruby yang tak lain adalah Yohanes Stine Grey.

Namun Ruby tak menggubris panggilan sang ayah dan langsung menaiki anak tangga menuju lantai dua, dimana kamarnya berada.

"Anak itu benar-benar membuatku pusing." Keluh Yohanes dengan memijit pelipisnya dengan tangannya sendiri.

"Sekarang kamu tau kan bagaimana nakalnya anak itu, aku sudah berusaha menjadi ibu yang baik untuk Ruby, tapi dia tak pernah menganggap diriku ada dalam rumah ini." Ucap ibu tiri Ruby yang bernama Melani Leimena.

"Sabarlah sedikit lagi sayang, mungkin dia masih terpuruk atas kepergian mendiang ibunya." Yohannes berusaha menghibur Melani.

"Aku selalu sabar selama ini asal kamu tau, tapi aku juga manusia biasa Yohanes." Melani juga meninggalkan Yohanes seorang diri.

Yohannes mengambil benda pipih dari dalam sakunya lalu mengeklik tombol memanggil kepada seseorang.

"Bolehkah saya meminta bantuan anda?"

"Boleh tuan. Dengan senang hati saya akan membantu, jika itu bisa saya lakukan." Sahut seseorang dengan suara khas beratnya.

Yohannes tersenyum lalu memutuskan panggilan tersebut.

Dengan menghembuskan nafasnya kasar Yohanes berjalan menuju kamarnya, menyusul sang istri kedua karena istri pertamanya sudah meninggal dunia, Yohanes menatap sekilas pintu kamar Ruby saat ia melewati kamar anak semata wayangnya itu.

Rubu melempar tubuhnya ke atas ranjang .

"Dia fikir dia siapa? Sampai memberiku begitu banyak uang, aku anak konglomerat dan sebenarnya tidak butuh uang juga, aku tinggal meminta kepada ayah ku jika aku mau." Monolog Ruby di dalam kamarnya.

Ruby melepaskan jaketnya, meninggal sport bra yang ia pakai berwarna hitam pada tubuh rampingnya, Gadis itu berjalan ke arah balkon dengan mengambil satu batang rokok untuk ia hisap.

"Lebih baik aku memikirkan pertandingan besok, hadiahnya juga lumayan banyak walau tidak sebanyak pria itu berikan." Ruby kembali ke dalam untuk merebahkan dirinya, ia merasa hari sangat lelah.

Di sisi lain Marco mendapatkan pesan yang memperlihatkan foto seorang gadis dengan perawakan kecil dan tinggi semampai.

Ya, itu adalah foto Ruby yang di kirim oleh ayahnya sendiri kepada Marco, karena Yohanes meminta Marco untuk mendekati anak semata wayangnya itu.

Tujuannya tak lain adalah ingin membuat Ruby sedikut berubah lagi menjadi gadis yang baik dan penurut, karena sejak ibu kandungnya meninggal dan ayahnya menikah lagi, Ruby menjadi anak yang seperti tak di ajarkan oleh orang tuanya. Hidup di jalanan seolah sudah menjadi hal biasa bagi Ruby saat ini karena beberapa geng motor yang ia punya.

"Ruby Grey.!" Marco mengucapkan nama Ruby dengan memperlihatkan senyum smirknya.

"Cukup menarik, ternyata saya tidak perlu repot-repot mencari yang bahkan ayahnya sendiri yang menyerahkannya kepada saya." Monolog Marco dengan masih menatap layar ponselnya.

Bahkan Yohanes memberikan nomer ponsel Ruby agar Marco dapat mudah untuk menghubungi Ruby.

Lagi-lagi Marco tersenyum saat melihat mangsanya ternyata dia serahkan sendiri oleh sang induk.

"Maka saya akan sedikit berbaik hati." Monolognya lagi lalu menggesek layar ponselnya untuk membuat panggilan kepada Ruby.

Namun saat panggilan tersambung, Marco hanya diam saja dan tak menjawab salam Ruby dari sebrang telepon.

"Apakah kau adalah orang yang tak punya pekerjaan? Menelepon orang malam-malam begini dan tak bersuara!? Dasar orang gila.!" Sahut rubuh kali mematikan ponselnya agar ia tak terganggu lagi di saat tidur.

Di sisi lain Marco tersenyum mendengar suara gadis itu yang terdengar indah dalam pendengarannya.

"Oh.. apa? Indah? Ada apa dengan saya? Bagaimana saya bisa memuji seorang gadis yang bahkan amsih kecil dan itu hanya dengan saya mendengar suaranya? Apa saya benar-benar sudah gila?" Monolog Marco lagi yang tak sadar bahwa dirinya bisa senyum-senyum sendiri.

***

Saat bangun dari tidurnya Ruby merasa sangat haus, karena tak ingin minum dingin dan air di gelasnya sudah habis, mau tak mau Ruby turun ke lantai bawah untuk mengambil air minum, dengan piyama yang sudah kucel karena ia terus bergerak saat tidur dan rambut yang tak di rapikan, Ruby turun dengan santainya berjalan ke arah dapur, yang tanpa ia sadari sedanga ada tamu yang ingin bertemu dengannya.

"Apakah dia tak punya rasa malu? Turun dengan pakaian yang berantakan dan rambut juga berantakan! Apakah dia tak tau jika dia seperti itu bisa membuat pria lain menjadi tergoda karena pakaian yang ia kenakan? Benar-benar gadis jalanan ya? Baiklah, mari kita lihat siapa yang dapat menaklukkan." Gumam Marco dalam hati.

"Maaf nak Marco, Ruby memang seperti itu sejak ibunya meninggal dunia." Marco hanya tersenyum saat Yohanes mengatakan sedemikian.

"Ruby. Kenapa turun dengan pakaian seperti itu? Hah.!" Tegas Yohanes.

Tapi kini netra Ruby malah salah fokus kepada pria yang tengah duduk dengan wibawanya dengan satu kaki yang di pangku yang berada di samping ayahnya.

"Anda...." Ruby tampak sedikit berfikir dan mengingat sosok yang kini di hadapannya itu.

Dan saat sudah mengingat, Ruby membulatkan kedua netranya laku berjalan menghampiri Marco. Bahkan Ruby tak segan menarik lengan Marco agar pria itu mengikuti dirinya ke suatu tempat dimana tak ada seorangpun di sana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!