NovelToon NovelToon

Cakar Garuda

1. Di jodohkan.

Keringat berlelehan dari kening pria muda yang sedang berlari mengitari lapangan olahraga. Entah sudah berapa kali dirinya memutari lapangan dan akhirnya memuntahkan cairan kuning yang tidak bisa ia tahan.

Terngiang ucap sang Papa yang tiba-tiba menjodohkan dirinya dengan putri bungsu Pak Ricky yang terkecil. Hatinya resah gelisah karena saat ini dirinya masih belum bisa melupakan kisah cintanya dengan Cahya Saraswati, kekasihnya yang sudah berjalan empat tahun ini namun kandas karena Saras telah 'pergi sangat jauh darinya.'

Mengetahui sahabatnya tengah berada dalam pergulatan batin yang tidak ringan, Bang Gana pun memijat tengkuk Bang Farial.

"Kau baik-baik saja? Apa mau kembali ke mess sekarang?" Tanya Bang Gana.

Bang Farial menggeleng, ia masih ingin bertahan meskipun sampai air matanya berlelehan tak karuan. Nafasnya pun memburu putus sambung.

"Minum dulu Be..!!"

"Baru kali ini aku ribut dengan Papa dan Mama sampai sempat masuk rumah sakit. Apa kehebatan Dindra di banding dengan Saras?? Dindra terlalu kecil, terlalu anak-anak untuk kujadikan istri. Bahkan Dindra masih seumuran dengan Gina adik ku." Jawab Bang Ghi. "Dindra itu manjanya nggak ketulungan." Ucap kecewa Bang Farial pasalnya melihat foto Dindra dari sang Papa saja sudah membuatnya kesal. Foto Dindra yang sedang memakai kostum pohon sudah membuatnya ilfeel seketika.

"Kurasa tidak mungkin orang tuamu sengaja menjodohkan mu dengan wanita lain kecuali beliau tau latar belakang Saras. Mungkin benar Saras adalah wanita yang baik tapi belum tentu Saras akan baik untuk masa depanmu." Kata Bang Gana.

"Kau tak tau Gan, menjalin hubungan selama empat tahun lamanya bukanlah hal yang singkat. Sedikit banyak, aku sudah memahami karakternya." Bang Farial kembali muntah karena emosinya sudah terasa mengkoyak lambungnya.

"Ingat Be. Saras sudah tidak ada lagi, dia sudah pergi..!!"

Dering suara telepon semakin menggoyahkan perasaan Bang Farial, pasalnya ia sudah tau siapa yang menghubungi nya. Mau tidak mau ia segera mengangkatnya.

"Kamu dimana??" Tanya Papa Maliq di seberang sana.

"Lari pagi, Pa." Jawab Bang Farial.

"Kau tau atau tidak, hari ini kita ada acara pertunangan mu dengan Nadindra, anaknya Pak Ricky." Kata Papa Maliq.

"Aku tau. Sudahlah, sebentar lagi aku pulang." Bang Farial mematikan panggilan telepon dari Papanya secara sepihak.

Terlintas dalam ingatannya beberapa bulan yang lalu, saat dirinya masih berada di tanah konflik. Rasa rindu begitu terasa pada wanita yang ingin ia jadikan istri namun di saat dirinya sudah bisa mendapatkan signal komunikasi, Saras sama sekali tidak bisa di hubungi.

Terang saja saat itu Bang Farial meminta rekannya untuk mencari tau keberadaan Saras namun semua nihil tak berbekas.

"Ayo Be.. keluargamu sudah menunggu di rumah..!!" Ajak Bang Gana.

...

Malam itu Bang Farial yang masih setengah hati akhirnya harus mengikuti kata sang Papa. Apalagi dirinya tidak punya pilihan sebab keadaan Mama belakangan ini semakin memburuk.

Papa Maliq menendang kaki putranya karena sejak kedatangannya tadi, putranya itu tidak bergeming.

Bang Farial segera sadar dari lamunannya menatap namanya pada papan poster perhelatan yang hanya bertuliskan namanya saja tanpa foto dirinya maupun calon istrinya.

Lettu Ghiffarial Al Badar dan Nadindra Ajeng Chandrakila.

"Bagaimana, Letnan Farial.. belum di jawab tadi pertanyaannya. Apakah Abang Farial bersedia 'menjalin hubungan' dengan Mbak Dindra?" Tanya MC yang saat itu di wakili oleh Bang Gana.

"Saya bersedia. Tapi keputusan tetap ada pada Dindra, hubungan antara laki-laki dan perempuan yang akan masuk pada jenjang pernikahan tentunya harus di pikirkan secara matang. Pernikahan bukanlah sebuah permainan yang bisa di hentikan begitu saja saat terjadi 'silang pendapat' di dalamnya."

"Silakan untuk Mbak Dindra menjawabnya..!!" Kata Bang Gana yang sebenarnya juga tidak tau bagaimana rupa calon istri sahabatnya.

"Saya juga bersedia." Jawab Dindra singkat saja tanpa ada kata-kata tambahan lain padahal sebenarnya para hadirin menunggu jawaban lebih dari seorang Dindra terutama Bang Farial yang sangat penasaran dengan rupa sang pemilik suara lembut tersebut.

Bang Gana sampai terhenyak bingung sendiri karena jawaban Bang Farial maupun Dindra terdengar begitu terpaksa.

"Ba_iklah, kalau begitu anggap saja pertunangan ini bisa di bilang sukses ya." Kata Bang Gana mencoba mencairkan suasana.

Para tamu undangan bertepuk tangan sebagai apresiasi dari acara 'gagal' tersebut.

Kemudian saat itu Pak Maliq menghampiri Bang Gana kemudian berbisik di telinga sahabat seangkatan putranya itu.

"Hmm.. okee.. ini ada satu permintaan dari Pak Maliq selaku orang tua dari Letnan Ghiffarial. Beliau penasaran apakah di antara mereka ada chemistry tersendiri dan beliau meminta Bang Farial menyematkan cincin pada cari calonnya. Apakah Bang Farial akan menemukan nya??? Silakan para ladies di dalam sana untuk menjulurkan jemarinya. Kita lihat, apakah Bang Farial mampu menemukan jemari lentik Mbak Dindra??"

Para tetua begitu bersemangat, terutama Papa Maliq. Beliau segera menyerahkan cincin pertunangan tersebut pada Bang Farial.

Bang Farial hanya bisa menarik nafas panjang lalu membuangnya perlahan. Ia pun menerima cincin yang sudah di siapkan sang Mama lalu menuju ke arah tirai.

Bang Ghi melihat satu persatu jemari tersebut. Ada yang besar gemuk, ada yang jemarinya pendek. Ada yang kulitnya sedikit gelap tapi jemari dan kukunya indah. Namun dirinya tertuju pada satu jemari lentik, berkulit putih indah terawat serta ada bau parfum yang begitu feminim dan terus terang sedikit menggoyahkan jiwa prianya.

'Lebih baik aku pilih yang lentik putih bersih ini saja. Pak Ricky saja kulitnya gelap. Pasti anaknya pun begitu. Bagaimana wajah bapaknya saja sangar, ya begitu pula wajah anaknya. Kalau aku salah tebak.. bisa jadi mereka bilang aku tak ada chemistry. Batal.. batal dah pertunangan ini.'

Dengan hati-hati, Bang Farial memasangkan cincin pada jari lentik tersebut.

"Yeeeaayy.. inilah yang namanya cinta sejati. Pekik Papa Maliq kemudian berjingkrakan membuka tirai.

Di saat itu, mata Bang Farial dan Dindra saling bertemu. Sungguh kaget hati mereka melihat siapa sebenarnya calon tunangan mereka.

"Kau????????" Hati Bang Farial mendadak kesal melihat gadis di hadapannya.

"Om-om mata keranjang. Dindra nggak mau nikah sama Om ini..!!!!!" Pekik Dindra kemudian melompat dan menginjak kaki Bang Farial sekuatnya.

"Aawwwhh.. Allahu Akbar.. perempuan macam apa kau ini..!!!!"

"Baang Arrow.. Bang Arfan ini laki-laki yang pernah Dindra ceritakan. Yang bocorin perut Dindra." Teriak Dindra menghebohkan seisi ruangan.

"Apa maksudmu????" Tanya Bang Arrow yang sudah menghampiri adiknya.

"Nggak Ar, sumpah. Bukan begitu ceritanyaaaaa..!!!" Jawab Bang Farial panik melirik Arrow littingnya. "Busyeeett.. Perempuan kurang ajar..!! kau berani tuduh saya buat bocor perut kau, kan?? Oke.. Tunggu kau sah jadi istri saya, saya tambal perut kau yang tipis itu..!!"

"Kenapa harus sekarang??? Kalau Om memang berani, sekarang saja..!!" tantang Dindra karena merasa kedua Abangnya pasti akan membelanya mati-matian.

"Eeeehh.. Kau dengar sendiri ya Ar, adikmu sendiri yang menantangku. Jangan salahkan aku kalau perutnya bengkak." ujar Bang Farial menahan gemas.

Bang Arrow segera menarik mundur tangan adiknya. "Mulutmu jangan lancang Din, stop buat Abang sakit kepala..!!!"

Papa Ricky dan Papa Maliq sampai bengong tak paham dengan apa yang terjadi.

.

.

.

.

2. Krisis rasa percaya.

Entah bagaimana ekspresi wajah Bang Farial saat ini. Untung saja pertunangan ini hanya bersifat privat.

"Saat itu saya pulang pertama kali ke daerah Lamongan usai lepas pendidikan militer. Disana saya bertemu bocah culun ini." Kata Bang Farial membuka kisahnya.

Mendengar itu, Dindra sudah ingin naik pitam tapi Bang Arfan mencekal tangannya.

"Posisi saya saat itu, sebagai tour guide wisatawan mancanegara sekaligus ikut teman saya untuk menjaga wilayah tersebut. Si Dindhut dong-dong ini masih SMP. Roknya timbul noda merah, saya tawari pakai jaket saya. Tapi dia marah besar dan menuduh saya mau mengguna-guna dia karena tiba-tiba dia 'berdarah' setelah saya sentuh bahunya saat saya menyapanya tadi. Jelas saya tidak terima. Bukannya minta maaf setelah itu dia menyebarkan foto saya dan bilang saya ini dukun ca*ul."

Para tamu jelas kasihan mendengar cerita dramatis dari Bang Farial. Cerita tersebut sekaligus mengundang rasa geli bagi para tamu undangan namun mereka masih memberi muka untuk si empunya hajat.

Hanya Dindra, kedua Abang dan Papa Ricky yang tidak tertawa mendengarnya saja mengangguk serius, ia membenarkan kisah 'busuk' pertemuannya dengan Bang Farial.

Papa Ricky segera memeluknya begitu pula dengan Bang Arrow dan Bang Arfan.

"Papa minta maaf, Papa yang tidak pandai mendidikmu..!!" Kata Papa Ricky sampai meneteskan air mata.

Sejak kepergian Mama Alma saat kelahiran Dindra, Papa Ricky tidak pernah berniat untuk menikah lagi dan beliau hanya fokus untuk membesarkan ketiga anaknya sendirian.

deg..

Jantung Bang Farial rasanya tersentak. Jelas ia merasa begitu bersalah sekaligus tersadarkan atas kejadian ini. Gadis yang sempat ia benci karena mempermalukan dirinya ternyata adalah gadis yang sangat polos.

Ekor matanya mencari-cari sosok ibunda dari Nadindra dan ternyata ia melihat paras wajah Dinda begitu mirip dengan mendiang sang ibu.

'Cantiknya paras Ibu Halmahera, mungkin inilah rasa cinta yang begitu kuat hingga Pak Ricky enggan untuk menikah lagi. Beliau tahan menduda demi membesarkan anak-anaknya.'

"Itu Mamanya Dindra. Mungkin jika mamanya masih ada. Dindra akan lebih pintar sebagai seorang wanita, tapi apalah daya saya ini. Dalam keterbatasan, ada hal-hal yang tidak berani saya ajarkan hingga lalainya saya membuatnya sebodoh ini." Kata Papa Ricky penuh sesal. "Rial.. sekarang kamu sudah tau keadaannya. Seperti katamu, menikah hanya sekali dan tidak bisa 'putus' hanya karena sebuah perkara. Kamu pun tau, Dindra mungkin tidak layak.. maafkan saya yang terkesan memaksa. Niat saya tidak jauh dari 'mencari bantuan perlindungan' bagi putri saya Nadindra. Sekarang saya kembalikan padamu, Letnan Ghiffarial. Jika ingin membatalkan segala sesuatunya. Masih belum terlambat..!!"

Nadindra terdiam, sebenarnya perasaannya gelisah tapi perlahan ia pun menyadari 'ada yang salah' dengan dirinya.

"Bismillahirrahmanirrahim..!! Di hadapan semua yang hadir dan di hadapan Pak Ricky, Letnan Arrow, Letnan Arfan. Saya.. Ghiffarial Al Badar tidak akan mundur dalam hal apapun untuk pertunangan ini. Saya akan segera melanjutkan proses pengajuan nikah dan menikahi Nadindra Ajeng Chandrakila setelah proses tersebut selesai." Janji Bang Farial di hadapan semua orang.

"Terima kasih." Jawab Papa Ricky terbata menahan tangisnya.

Melihat segala yang terjadi, ini adalah kali pertama dirinya melihat tangis sang Papa juga kedua Abangnya.

"Papa nangis?" Tanya Dindra pun ikut terbata. Bang Arrow dan Bang Arfan memilih menjauh dari adiknya. Sebagai Abang, tentu mereka sedang menahan pedihnya sendiri.

"Nggak, Nak. Papa bahagia.. sangat bahagia dan percaya bahwa Farial akan membantu Papa untuk menjagamu."

Dindra menggeleng, ia paham maksud sang Papa.

"Bang Arrow sudah menikah, kau tidak mungkin ikut dengannya apalagi ikut dengan Bang Arfan yang masih bujang." Kata Papa Ricky.

"Biar Dindra jaga Papa disini..!! Dindra janji tidak akan nikah dan tidak akan kemana-mana..!!" Ujar Dindra sembari terisak karena dirinya sudah tidak sanggup menahan air matanya.

Papa Ricky mengarahkan wajah Dindra agar bisa menatapnya. "Dindra sayang Papa atau tidak??"

"Sayang."

"Kalau begitu menikahlah dengan Bang Farial, ikutlah ke timur bersamanya. Papa baik-baik saja disini. Kau tau, Papa ini tentara..!! Bisa kapan saja mengunjungimu..!!" Bujuk Papa Ricky.

Dindra histeris. Hari yang awalnya hanya ingin mendekatkan Bang Farial dengan Dindra, kini malah berubah menjadi hujan tangis. Tidak ada rencana juga tidak ada persiapan apapun.

Papa Ricky mendorong Dindra agar segera mendekati kedua Abangnya. "Ayo cepat minta restu dari Bang Arrow dan Bang Arfan..!!"

Ucap ancam dari Papa Ricky terlalu membekas dalam hati Dindra. Ia takut jika Papa Ricky tak lagi sayang padanya. Demi sang Papa, akhirnya Dindra mendekati kedua Abangnya meskipun semua terasa begitu berat.

"Abaang, bolehkan Dindra dekat dengan Bang Rial?" Tanya Dindra pelan.

Bang Arrow yang paham bagaimana watak littingnya di luar kepala, jelas tak mengalihkan pandangan dari pria tersebut.

"Sumpah demi apapun, Riaaaall..!! Sampai kau membuat adik ku menangis atau bahkan sampai terluka, aku sendiri yang akan menanganimu..!!!!" Ancam Bang Arrow. "Bukan ingin kami membuatnya terlihat seperti ini. Kami besar tanpa bimbingan seorang ibu, kami hanya besar dari perjuangan seorang ayah yang merangkap sebagai ibu. Jika Dindra tidak bisa memuaskan hatimu, katakan padaku. Aku Abangnya yang akan mendidiknya, tapi tolong jangan kasar padanya karena aku tidak pernah sanggup untuk marah karena keadaan kami yang tidak pernah mendapatkan didikan ibu. Dan kau.. jangan pernah menikahinya atas dasar rasa kasihan. Kami bukan makhluk yang pantas untuk di kasihani..!!"

Bang Farial beranjak kemudian berdiri berhadapan dengan Bang Arrow yang masih memeluk Dindra.

"Karena seluruh keluarga sudah menyaksikan, perkara sudah sampai seperti ini, anggaplah apa yang kita lakukan hari ini adalah bentuk khitbah. Saya membatalkan pertunangan ini, dan di hari ini.. saya mohon ijin untuk langsung menikahi Nadindra." Kata Bang Farial.

"Bagaimana Pa?" Tanya Bang Arfan mewakili Bang Arrow yang sudah tidak sanggup berucap lagi.

Papa Ricky bersandar dan sejenak memejamkan mata. "Lanjutkan..!!"

...

Usai akad nikah. Dindra masih enggan berdekatan dengan Bang Farial. Wajahnya masih cemberut dengan sisa sembab dan tangis di wajah.

"Barang apa yang harus di kemasi. Biar saya bantu..!!" Kata Bang Farial menawari bantuan.

"Tidak ada, Dindra bisa sendiri. Nggak usah sok baik deh, Om." Tolak Nadindra.

"Saya memang baik, saya juga sudah menjadi suami kamu sekarang..!!" Jawab Bang Farial.

"Nggak akan, Om nggak usah mimpi mau jadi suami Dindra. Dindra sudah ada gandengan." Dindra sibuk menarik kopernya sambil menahan hujan tangis.

"Kalau sudah menikah, nggak ada lagi gandengan donk, Din..!!"

"Terus????? Om melarang Dindra punya gandengan, sedangkan Om sendiri pasti punya gandengan di luar sana. Dindra nggak bo*oh, Om. Apalagi Om abdi negara."

"Kau jangan asal jeplak aja kalau bicara. Jangan karena kau kecewa dengan satu laki-laki lalu kau pukul rata pada laki-laki lain..!!! Abdi negara hanya soal profesi, tentang hati.. kami pun punya rasa." Jawab Bang Farial.

"Tidak ada yang sebesar cinta Papaku..!!"

"Saya memang bukan anak kandung Pak Maliq dan istrinya, saya juga bukan kakak kandung Gina. Tapi saya tau, bahwa saya juga terlahir dari seorang wanita. Itu sudah cukup alasan bagi saya untuk tidak menyakiti hati wanita." Ucap tegas Bang Farial.

"Ujar pria yang ingin menjebak wanita." Gumam Dindra masih tidak percaya.

"Lelaki macam apa yang sudah menghancurkan hatimu?" Tanya Bang Farial lagi.

.

.

.

.

3. Mencoba untuk tenang.

Dindra kembali melanjutkan kesibukannya. Jujur dirinya masih setengah hati untuk ikut dengan Bang Farial. Jika saja bisa memilih, ia tidak ingin meninggalkan sang Papa tapi sebagai seorang wanita, jelas dirinya harus menyadari kedudukannya saat ini.

"Saya pulang dulu. Baik-baik kau disini. Kalau kau menurut, saya tidak akan jadi abdi negara yang 'ada di pikiran mu.' " Ucap Bang Farial sebelum pergi meninggalkan Dindra.

***

Tengah malam sudah terlewati namun Dindra belum bisa memejamkan matanya. Bagaimana tidak, Dindra seperti bermimpi sudah menjadi istri orang apalagi dirinya sama sekali tidak mengenal sosok pria yang menjadi suaminya.

Hal yang sama terjadi pada Bang Farial, pria itu pun tidak bisa memejamkan mata. Sekilas ia teringat bayang Saras namun segera di tepisnya dari pikiran.

Detik berganti detik hingga matanya sejenak terpejam dalam buai mimpi. Tak terasa mata yang terpejam itu sudah terlewati dalam beberapa menit lamanya.

Bang Farial terkaget dan terbangun dari tidurnya, ia seakan terlupa dengan mimpinya namun ia merasakan nyeri pada jalur nafasnya. Jam pun menunjuk pukul dua lewat empat menit di pagi buta. Ia segera bangkit dan melakukan sholat tahajud sekedar menenangkan diri.

:

POV Bang Farial on..

'Tuhan, Engkau Yang Maha tau bagaimana mati rasanya perasaanku saat ini. Aku mencintai dia, ku sayangi dia sepenuh hatiku bahkan aku ingin menikahi nya. Jika saja dia tidak pergi, mungkin saat ini aku sudah bahagia dengannya. Namun kini aku berusaha mengikhlaskan segala yang terjadi dalam hidupku. Ku biarkan dia hilang, pergi tanpa bekas karena aku yakin hadiahMu yang telah ku terima lunas tentu akan lebih indah adanya.'

"Jika Nadindra adalah tulang rusukku yang terlepas, maka tenangkan diriku setiap bersama dengannya. Legakan batinku setiap bersanding dengannya. Jadikan aku imam yang bisa memimpin rumah tanggaku, menjadi suami yang bisa mengayomi dan mendidik istriku di jalanMu. Teguhkan pendirianku sebagai laki-laki dan tidak akan pernah goyah meskipun ujianMu silih berganti menerpa kami."

Aku bersujud di atas sajadahku untuk menutup do'aku kali ini. Ku lupakan semua kisah tentang Saraswati. Ku hapus cerita tentang dia yang telah mengisi hariku. Ku anggap dirinya tidak pernah ada dalam hidupku. Kini segalanya telah berganti.. aku adalah suami dari wanita yang telah ku halalkan beberapa jam yang lalu. Kisahku, hariku, hatiku dan jiwaku hanya akan ada dirimu Nadindra Ajeng Chandrakila.

POV Bang Farial off..

-_-_-_-

"Saya mohon ijin membawa Dindra ke tanah timur, Pak..!!" Pamit Bang Farial pada Papa Ricky pagi ini.

Papa Ricky memeluk menantunya. Beliau mengusap punggung Bang Farial. "Papa percaya kamu tidak akan sembrono dalam momong putri saya Dindra. Papa tidak minta kamu untuk sabar, tapi memang kenyataannya seorang pria, seorang suami harus kuat menahan diri dari emosi dan amarah dalam diri." Kata Papa Ricky. "Papa ikhlaskan Dindra berjalan bersamamu..!!"

"Papaaa.. Dindra ikut Papa ya..!!" Ucap lirih Dindra.

"Tidak nak, Papa akan baik-baik saja disini. Papa banyak teman, banyak om-om yang temani Papa di rumah, ada ajudan juga. Cepat pergi..!!" Senyum Papa mengembang. Beliau melepas pelukan Bang Farial lalu beralih memeluk sang putri. Perlahan senyum itu terasa senyap. "Pergilah, Papa tidak akan kesepian." Ucapnya kemudian kembali menatap sang putri dengan senyum yang masih 'belum hilang'.

Dindra pun melangkah dan naik ke atas mobil kemudian membuka kaca mobilnya. "Dindra pergi ya Pa..!!"

"Iya nak, cepat pergi..!!" Papa Ricky melambaikan tangan sembari berlari kecil mengikuti mobil yang melaju pelan hingga sampai pada tikungan. Langkah Papa Ricky pun terhenti. "Hati-hati ya nak, bahagialah selalu bersama Rial..!!" Papa Ricky menurunkan tangannya lalu menunduk. Setetes air matanya pun menitik membasahi pipi.

"Nongkrong di warkop pengkolan yuk Pa. Yang jual mie ayam cantik lho. Janda pa, suaminya baru meninggal." ajak Bang Arfan.

"Apa sih lu, Fan." Tegur Bang Arrow yang juga akan berangkat dengan penerbangan ke wilayah yang sama dengan Bang Farial sore nanti.

"Tauu nih Arfan. Masa begitu sama Papanya. Seharusnya kalau ada janda muda tuh di infokan lebih awal, jangan dadakan begini." Jawab Papa Ricky.

Bang Arrow semakin geram saja setiap mendengar tentang 'wanita lain' di tengah keluarga mereka meskipun sebenarnya Bang Arrow pun menyadari sang Papa Ricky juga membutuhkan pendamping hidup. Sudah terlalu lama Papa Ricky dalam kesendirian. Entah bagaimana Papa Ricky bisa bersabar dalam keadaannya selama ini.

"Jangan sampai Dindra dengar atau dia ngamuk." Kata Bang Arrow mengingatkan.

"Ayo Pa, sumpah jandanya cantik." Bujuk Bang Arfan menghibur Papanya.

"Keterlaluan kamu, Fan. Ayo dah." Sambut Papa Ricky.

//

Dindra menangis sampai dadanya terasa sesak. Usaha keras Bang Farial seakan sia-sia belaka.

"Kalau kamu memang tidak siap ikut dengan saya, tidak apa-apa. Saya akan mengantarmu pulang." Ucap Bang Farial.

Dindra menggeleng. Ia masih terus bertahan dalam keadaannya. "Dindra bukan anak manja. Dindra pasti bisa..!!!!"l Dindra ikut Om..!!" Jawabnya meski dengan tangis sesenggukan.

Bang Farial tetap mengapresiasi usaha Dindra meskipun sebenarnya memang Dindra adalah gadis yang manja.

"Paaa.. Papaaaa.. Dindra sayang Papa."

Bang Farial tersenyum, terbersit rasa gugup dalam hati Bang Farial padahal ia ingin mendekap erat istri kecilnya. Ia teringat sebuah kata.. mungkin benar adanya.. cinta pertama anak gadis adalah ayahnya.

"Sabar, setiap manusia pasti akan mengalami fase seperti ini. Ada pertemuan pasti ada perpisahan, ada suka pasti ada duka. Inilah kehidupan." Ucap Bang Farial. "Butuh sandaran? Ini ada bahu nganggur." Bang. Farial menepuk bahunya.

Dindra menoleh melihat wajah Bang Farial yang terus menatap ke arah jalanan.

"Tidak ada yang punya?" Tanya Dindra lirih.

"Ada." Jawab Bang Farial singkat.

Dindra mengarahkan pandangan ke sisi kanan jalan.

"Nyonya Dindra Ghiffarial Al Badar, pemiliknya." Ucap Bang Farial nampak tenang meskipun jantungnya nyaris berserakan saking gugupnya.

Agaknya mereka melupakan Bang Gana yang sedang duduk di bangku depan mobil.

"Tolong ya manten anyar, aku masih ada disini..!!" Ucapnya jengah karena kekasihnya berada di pulau Jawa. "Bisakah kalian pacaran nanti saja di mess transit..!!"

.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!