Jodoh, pasti datang. Cepat atau lambat sejatinya manusia hanya menjalani takdirnya.
Hari ini terik matahari terasa sangat menyengat. Aku baru sampai di tempat kost, kepala ku mendadak pusing, bukan karena rutinitas kerja tapi karena persolan paman ku yang menjodohkan ku secara paksa dengan pilihannya.
Akhirnya ku ambil handphone tuk menelpon seseorang yang baru ku kenal. Aku berharap ia bisa membantu ku. Terdengar suara di seberang menjawab salam dengan suara merdunya.
Dalam panggilan telepon
"Assalamualaikum" Ridho menyapaku dengan sumringah.
" waalaikumussalam" jawab ku, sedikit bingung tuk mengucapkan kata kata yang tepat memulai percakapan dengan nya.
Cukup lama aku terdiam sehingga suaranya kembali terdengar bertanya apa tujuan ku menelponnya.
"Hmmmmm.....aku mau ngomong penting, bolehkah??????."
" ooo mau ngomong apa nona Qotrun Nada Zahira?." Ridho kembali bertanya.
Dengan sedikit keberanian aku melontarkan pertanyaan yang mungkin terdengar konyol, akh bodoh amatlah yang penting udah ngomong.
"hmmm......Mas Ridho mau ngak aku ajak nikah?," hah akhirnya terucap juga kata itu, apapun jawaban dari mas Ridho aku terima, di tolak tak masalah di terima alhamdulillah.
"Apa Qotrun Nada yakin.....mas hanya guru SMA honorer dan guru les biasa lho, sedangkan kamu asisten pengacara yang pasti gaji mu lebih besar dan kita baru saja bertemu, apakah kamu yakin aku orang yang baik, hmmmm... aku mau tanya nich, apakah Nada serius jika aku melamar mu akhir bulan ini?????."
Aku tak menyangka jika pertanyaan konyol ku mendapatkan apresiasi yang luar biasa, bahkan akan melamar ku. Ya Allah jika ia jodoh ku dekatkanlah aku dengan cara mu, jika ia bukan jodoh ku berilah aku jodoh yang terbaik.
"Hallo Nada?."
Aku kaget mendengar suaranya, baru sadar sudah melamun.
" Benaran nich mau melamar ku, mas tau kan kalau aku gadis minang, sesuai dengan adat istiadat di kampung ayah dan ibu ku, bahwa pihak perempuan yang mengajukan lamaran dan mas berhak mengajukan uang jemputan berapapun uang mas mau, tapiiiiiiii...," aku sengaja menggantungkan kalimat tuk menunggu reaksi nya.
Ini gadis sungguh aneh ngajak nikah, tapi entah kenapa ya sejak telpon salah sambung ke nomor nya jantungku berdebar tak menentu, akh jatuh cinta pada suara merdunya yang pertama meski waktu itu belum memandangnya.
" Aku yang akan melamar mu, aku yang akan memberikan mu apapun yang Nada inginkan sebagai persyaratan lamaran nanti." Ujar Ridho semangat.
" Akh yang benar mas????" goda Nada iseng menanggapi ucapan Ridho.
" hmmm benarlah, besok kita bertemu ya. Mas, harus ngomong langsung ama Nada perihal ini, kita ketemu di cafe depan tempat Nada kerja ya, aku tau kamu pasti besok sibuk karena banyak jadwal sidang kan?" besok ya jam 3 sore, mas tunggu."
"Ok mas Ridho...makasih ya mas".
Akhhhh, aku menarik nafas lega syukurlah kalau mas Ridho mau di ajak nikah, meski baru sekali bertemu dengannya entah kenapa aku malah ngajaknya menikah, padahal beberapa teman semasa kuliah dan teman dari berbagai asosiasi kantor advokad dan pengacara yang aku kenal banyak yang ingin melamar ku, padahal jika aku berkaca aku tidaklah begitu cantik, dengan tinggi badan 150 cm dan berat badan 45 kg, wajah ku oval, bola mata coklat, alis mata yg tipis, bulu mata lentik, bibir tipis dengan warna merah alami, karena aku jarang sekali memakai lipstik, hidung yang tidak terlalu mancung,dan kulit sawo matang, yang sehari hari aku selalu memakai baju kaos longgar dan celana levis yang tidak terlalu ketat agak longgar sedikit karena memakai kerudung sedikit simple aja dan tidak rumit aku sangat menyukai sepatu sendal dengan tinggi hak nya 3cm tapi aku berpenampilan berbeda di lingkungan kerja yang mengharuskan ku memakai pakaian formal, dan memakai pakaian syar'i di lingkungan keluarga besar ku yang berdarah minang.
Di kantor, saat ini aku sangat sibuk, yaa konsentrasi ku sangat fokus di depan laptop, sejenak aku menarik nafas dan membuang kasar aku lelah tapi mau bagaimana lagi semua harus selesai hari ini. Karena esok kasus ini akan di sidangkan, dan aku harus menyerahkan pada atasan ku tuk menjadi bahan kajiannya di persidangan esok karena sekarang klien kami adalah orang yang harus kami bela di persidangan karena kasus yang menjeratnya. Sungguh tidak adil ia harus menjadi kambing hitam, sedangkan orang yang seharusnya mendekam dalam penjara tuk mempertanggungjawabkan perbuatannya masih bebas berkeliaran.
Kami satu tim saat ini sangat fokus dalam mencari bukti yang otentik dan akurat, alhamdulillah kerja kami selama dua bulan ini membuahkan hasil, kinerja kami sangat memuaskan bagaimana tidak kami sudah mendapatkan bukti bukti dari beberapa orang saksi rekaman cctv dan bukti otentik lainnya.
Alhamdulillah, akhirnya kelar juga merevisi berkas kasus ini. Aku segera menyusun lembar demi lembar kertas yang di print satu persatu dan sudah aku di jilid.
Aku melangkahkan kaki ku ke ruangan atasan ku, aku mengetuk pintu ruangan pimpinan tempat ku bekerja.
Setelah menyerahkan berkas kasus pada atasan ku dan berdiskusi panjang lebar tentang kasus yang kami bahas akhirnya dengan tarikan nafas yang sangat lega aku keluar dari ruangan pimpinan syukurlah pak pengacara puas dengan revisi yang aku buat.
Aku segera kembali ke ruangan ku tuk membereskan semua berkas berkas yang sedikit berantakan, akhirnya beres juga. Aku mematikan komputer kantor tapi sebelumnya semua file sudah pasti aku save dulu di file dokumen.
Aku meraih tas ku dan mengunci ruangan, teman teman ku satu ruangan udah pulang duluan.
"Hallo....assalamualaikum. Nada!."
Aku mendengar sapaan khas mas Ridho, ya ia menelpon mungkin tuk memastikan apakah aku udah pulang kerja dan memenuhi janji kami tuk bertemu.
" Ya mas, aku bentar lagi nyampe kok. Udah lama nunggu ya?."
"Hmmm.....lum lama juga kok."
" Ok.. ..aku tunggu ya."
"Ya..." Jawab ku singkat.
Tak butuh lama aku nyampe di cafe tempat kami janji bertemu.
Ku lihat ia melambaikan tangannya. Aku menghampiri dengan tersenyum, dan menyapanya.
" Maaf ya mas lama, maklum banyak kerjaan yang harus di revisi." Aku memulai percakapan.
" Tak apa, kamu mau pesan apa Nada?."
"Aku kwetiau goreng aja," jawab ku singkat.
Mas Ridho memanggil pelayan cafe memesan makanan kesukaan ku.
"Nada...apa kamu serius dengan ucapan mu semalam, kamu bersedia menjadi istri ku, aku hanya lah seorang guru di bandingkan dengan mu tentulah gaji ku tak seberapa."
"Mas....aku serius lho, aku ngak mau menikah dengan orang yang tak aku kenal dan ini adalah perjodohan yang paman rancang tuk niat terselubungnya. Aku merasa ada rencana di balik perjodohan itu, aku lebih baik memilih menikah dengan mu meski kita baru mengenal satu sama lain. Entahlah aku yakin mas, adalah jodoh ku, dan aku melihat kejujuran dan ketulusan di mata mas Ridho."
Ridho yang mendengar pernyataan Nada, tersenyum sekilas tanpa Nada ketahui, sejak pertama kali mendengar suara Nada, entah mengapa ada rasa yang berbeda, detak jantung berdebar tak menentu, dan sekarang di dekat Nada, debaran itu semakin tak menentu. Ridho menjadi salah tingkah, ia harus menetralisir debaran jantungnya.
Entahlah aku sendiri juga heran dengan apa yang aku ucapkan. Dari mana keyakinan itu muncul kalau pria di hadapan ku ini adalah pria yang baik. Semua itu terpancar dari binar matanya, mata yang menatap ku dengan binar cinta, jujur aku masih belum merasakan hal itu yang ada dalam pikiran ku saat ini adalah bagaimana aku terlepas dari jeratan perjodohan paman ku.
"Selamat menikmati hidangannya mbak, terimakasih atas pesanannya." Ucap pelayan cafe dengan suara yang lembut pada saat menghidangkan makanan tuk ku.
"Terimakasih mbak." Aku tersenyum menjawab sapaan santun sang pelayan.
" Ayo mas, kita makan dulu ya, maklum aku lapar banget tadi siang cuma makan cemilan doang." Aku mengajak mas Ridho makan, karena pada saat aku datang makanan pesanannya sudah terhidang. Ia sengaja menunggu pesanan ku datang, tuk saat ini kami makan dulu, selain perut ku lapar aku juga harus mempersiapkan energi ku tuk berdebat dengan paman, karena dari sekian banyak sepupunya ibu ku, paman ku yang ini sangat pintar tuk bersilat lidah.
Saat ini kami sudah berada di rumah paman ku di daerah Depok. Aku dan mas Ridho duduk berdampingan di sofa ruang tamu, nyambi menunggu paman yang katanya lagi sholat maghrib. Alhamdulillah tadi di jalan kami sudah sholat maghrib.
"assalamualaikum Nada." Paman ku menyapa.
"waalaikumsalam ma'enek." Aku menjawab salam dari paman ku, ya aku memanggil paman ku dengan sebutan ma'enek karena memang itulah panggilan tuk adek laki laki saudara dari ibu.
Aku melihat tatapan mata paman ku ke arah mas Ridho dengan tatapan tak suka.
Aku dan mas Ridho segera berdiri dan meraih punggung tangan dan menciumnya penuh takzim tanda hormat pada orang tua.
"Siapa laki laki itu?." Tanya paman to the point.
"Calon suami Nada." Aku menjawab dengan singkat.
"Apa maksud kàmu Nada...kamu jangan seenaknya saja mau menikah dengan orang lain, mnek sudah mencarikan jodoh tuk kamu, dan kamu harus setuju karena mnek bertanggung jawab mencarikan kamu jodoh karena itu tugas ninik mamak, apa kamu faham." Paman ku berujar dengan ketus dan sikapnya sangat mengintimidasi ku.
Tuk sesaat aku diam.
"Maaf mnek, Nada menolak perjodohan itu." Akhirnya aku mengeluarkan suara setelah tadi diam beberapa saat.
Mnek Samsul langsung berdiri dan ia menunjukkan jari telunjuknya di depan wajah ku, kemuadian dengan posisi kedua tangannya di pinggang. Aku melihat raut wajahnya yang tiba tiba menjadi memerah akibat emosi tingkat tinggi mendengar penolakkan ku.
" Dasar anak ngak tau di untung, di cariin jodoh bukannya berterimakasih tapi menolak, memang kamu ngak sadar, berkaca dulu, coba lihat apakah kamu itu cantik, kamu ngak sadar umur mu itu udah 27 tahun, kamu lihat sepupu mu yang lain udah pada nikah dan udah pada punya anak."
"Maaf mnek, Nada tau dan sadar diri. Nada tidak secantik sepupu Nada yang lain, tapi harap mnek tau, apapun keadaan diri Nada jangan pernah menghina, karena apak dan amak tak pernah berkata kasar seperti yang mnek ucapkan. Dan harap mnek tau apapun yang menyangkut keputusan dalam hidup Nada bukan urusan mnek, karena yang paling berhak memutuskan perjodohan adalah apak, karena beliau orang tua kandung Nada, yang memberikan kasih sayang dan cinta, yang memberikan pendidikan, karena beliau yg bekerja keras membesarkan anak anaknya".
Aku menarik nafas, dan membuangnya pelan. Aku melihat ke arah mas Ridho yang hanya diam melihat dan mendengar perdebatan aku dan paman.
"Apa hebatnya laki laki ini, cuma guru honorer, yang gajinya ngak seberapa, ngak sepadan dengan kamu Nada, kamu seorang asisten pengacara, apa kamu ngak malu punya calon suami yang tak ada apa apanya itu."
Mnek berujar dengan sangat marah pada ku, dan Nada bicaranya dengan intonasi suara yang tinggi.
"Nada ngak peduli, meskipun Mas Ridho hanya guru honorer, Nada tetap akan menikah, meski mnek tak meretuinya, karena tak berpengaruh, cukup restu dan doa dari apak dan beliau yang punya hak jadi wali nikahnya Nada."
Aku balik menimpali semua perkataan paman. Aku tau perkataan ku mungkin sedikit kasar tapi sudah lah aku juga capek berdebat trus.
Untuk sesaat suasana hening, dari arah ruang keluarga, istri paman menghampiri dengan membawa nampan berisi tiga gelas minuman dan setoples kue kering.
Mintu (panggilan pada istri paman saudara laki laki dari ibu), menghidangkan teh untuk ku, dan gelas kopi tuk mas Ridho dan satu gelasnya tuk paman. Mintu duduk di samping paman ku, dan melirik mas Ridho, tatapan matanya tertuju dari ujung rambut sampai ujung kaki sekilas melihat penampilan mas Ridho yang saat itu memakai kemeja putih berlengan pendek dan celana kain berwarna coklat tua.
"Nada. Kami bermaksud baik menjodohkan kamu dengan seseorang yang kami pilih. Namanya Nopriandi, ia pedagang sukses, toko pakaiannya ada tiga, di blok A, kawasan Tanah Abang. Percayalah hidup mu tak akan kekurangan materi menikah dengannya, menikah dengan guru honorer apa ada jaminannya hidupmu bahagia...apa sih yang kamu pandang dari laki laki di samping mu." Mintu berkata memberikan pendapatnya bahwa pilihan mereka yang terbaik.
"Maaf, mintu. Nada tetap pada pilihan Nada sendiri, Nada yakin ia akan jadi suami yang baik tuk Nada." Aku tetap teguh dengan jawaban ku menolak perjodohanku, aku melirik sebentar ke arah mnek dan mintu ku lihat raut wajah mereka yang memerah.
Suasana hening kembali.
"Mintu....Nada pamit dulu ya, Nada lelah, mau istirahat." Aku berniat pamit tuk pulang tapi tangan ku di tepis oleh mas Ridho.
"Paman...bibi...saya minta maaf. Jika kedatangan saya tak di harapkan tapi saya tetap pada pendirian saya memohon izin dan restu tuk meminta kesediannya menerima lamaran saya, karena meski saya baru mengenal Nada, tapi saya berniat menikahinya.
Beberapa waktu yang lalu saya sudah menelpon ayahnya Nada dan menyampaikan niat saya tuk melamar, beliau berpesan pada saya tuk menemui paman, karena Paman adalah keluarga dari almh ibunya Nada. Saya tau mungkin saya tak sebanding dengan Nada. Tapi saya berjanji akan membahagiakan Nada."
Mas Ridho berujar panjang suaranya yang lembut dan tutur kata yang sopan menyampaikan semua maksudnya, tetapi tiba tiba paman berbicara dengan Nada suara yang tinggi membuat suasana makin tegang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!