NovelToon NovelToon

Pesona Pembantu Kecil

Gadis Super Aktif

Arleta melangkahkan kakinya memasuki sebuah rumah yang terbilang cukup sederhana, yang terletak di sebuah gang yang cukup sempit hanya bisa di masuki oleh satu mobil, saat memasuki rumah tersebut ia di sambut dengan pemandangan pecahan beling yang berserakan di mana-mana. "Kebiasaan pasti mereka berantem lagi kalau begini terus rasanya aku ingin minggat saja dari rumah," ujar Arleta dengan memasuki kamar nya.

Arleta baru saja selesai mandi dan berganti pakaian, kemudian ia keluar dari kamarnya dan berjalan memasuki sebuah dapur sempit untuk mencari makan siang. "Sudah ku duga," Arleta menghembuskan nafasnya kasar setelah melihat tidak ada makanan sedikitpun di meja makan, hingga ia pun hanya meneguk air mineral. Arleta mengambil sapu untuk membersihkan pecahan kaca yang berserakan di seluruh ruang tengah.

"Sudah beres lempar melempar mereka langsung pergi, sebenarnya apaan sih yang mereka pikirkan!" gerutunya dengan memasukan beling-beling itu ketempat sampah. "Nasib menjadi anak tiri ya gini."

Setelah membersihkan Rumah Arleta langsung pergi untuk bekerja, Arleta bekerja di sebuah Cafe dan ia menjadi seorang pelayan di sana. Arleta menaiki angkutan umum untuk menuju Cafe tempat kerjanya itu, hingga dalam beberapa menit pun Arleta telah sampai di tempat kerjanya. "Hai Let, masih semangat saja?" sapa seorang pria yang sama seperti dirinya yaitu seorang pelayan.

"Hai juga Kak Bima, pasti dong aku kan selalu semangat," jawab Arleta. Sebelum mengambilnya ia memakai seragam terlebih dahulu.

Tidak terasa siang pun sudah berganti menjadi malam, Arleta pulang dengan berjalan kaki seorang diri, karena menurutnya dengan ia berjalan kaki ia bisa menghemat uang hasil kerjanya. Tetapi jika berangkat sekolah atau berangkat kerja ia selalu naik kendaraan umum supaya tidak terlambat. Arleta mengeluarkan ponselnya untuk melihat jam.

"Huh sudah pukul sepuluh." Arleta melanjutkan kembali langkahnya. Hingga saat ia sampai pada sebuah jalan yang cukup sepi dari arah yang tidak jauh dari sana Arleta melihat seorang pria yang sedang berjongkok di pinggir mobil. Arleta berjalan mendekati mobil itu tanpa rasa takut sedikit pun, ia sudah biasa dengan para preman di sana bahkan mereka berteman.

"Sudah Kak jongkoknya, penuh tuh hahah." Arleta terkikik sambil bergurau, Pria itu mendongakkan wajahnya melihat kearah Arleta seraya berdiri dari jongkoknya. "Kenapa dengan mobilnya?" tanya Arleta. "Bannya tiba-tiba meledak," jawab pria itu seraya memperhatikan ban mobilnya yang terlihat kempes.

"Oh meledak, ada yang bisa aku bantu ga?" tanya Arleta. "Kamu itu bocah mana bisa membantu!" ledek pria itu seraya menatap wajah Arleta.

"Wihh Kakak sembarangan banget, ehh bentar deh kayaknya kalau di panggil kakak tidak cocok, kayaknya cocokan juga di panggil Om ya," ujar Arleta dengan tersenyum yakin hingga membuat pria di depannya mengernyit dengan heran.

"Terserah,Sana pergi tidak baik anak kecil seperti kamu malam-malam di jalan sepi kayak gini," ujar pria itu.

"Aku pulang kerja," tanpa mendapatkan pertanyaan dari pria itu Arleta sudah mengajukan jawaban entah siapa yang menanyakan itu padanya yang jelas gadis itu berbicara sendiri tanpa diminta.

"Aku tidak bertanya padamu! Masih kecil juga, cari kerja itu yang halal jangan jual diri!" pria itu memperhatikan Arleta dari atas sampai bawah.

Plakk. Arleta memukul lengan Pria itu dengan kencang. "Dasar bocah berani kamu memukul saya!" pria itu merasa kesal karena Arleta begitu lancang kepadanya.

"Dengar ya Om, aku bukan kerja jual diri ingat itu! aku kerja halal super duper halal," jelas Arleta dengan menyimpan kedua tangannya di pinggang, bukannya membuat pria itu takut iya malah merasa gemas sendiri melihatnya, gemas dalam artian ingin menjitak gadis di depannya.

"Om asal Om tahu ya kalau berlama-lama di jalan sini ngeri tahu suka ada yang... Ihhhh," Arleta menakuti pria itu dengan tipu muslihatnya yang sama sekali tidak menggentarkan pria itu.

"Hey gadis aneh saya tidak takut." pria itu melirik gadis disampingnya dengan aneh karena ia baru kali ini menemukan gadis yang seperti itu.

"Masa?" tanya Arleta dengan wajah mengejek, Arleta mengelilingi tubuh pria yang tegap itu dengan mengetuk-ngetukan telunjuknya di dagu, "Om!" Panggilnya dengan mencolek dagu pria itu.

"Apaan sih!" pria itu terlihat risih dengan kelakuan Arleta yang begitu berani kepadanya.

"Om itu tampan," Arleta menggantung ucapannya dengan tersenyum memperhatikan ketampanan pria di depannya.

"Emang," ujar pria itu dengan percaya diri.

"Sepertinya aku suka deh sama Om." Canda Arleta.

"Kamu kira saya percaya!" ucapnya dengan menyentil dahi Arleta.

"Awwss, Om... jangan jahat-jahat dong kalau jadi orang!" Arleta memegang keningnya. "Mau di tolongin gak?" tawar Arleta lagi.

"Emang kamu bisa nolongin saya?" pria itu merasa ucapan Arleta hanya main-main hingga ia tidak mempercayainya. "Bisa dong sebentar." Arleta bersiul untuk memanggil sesuatu "Witwiww."

"Kamu manggil setan?" pria itu mengerutkan keningnya heran. "Iya setan tiga dimensi," jawabnya dengan santai.

Tiba-tiba dari arah semak-semak muncul lima orang berandalan atau lebih tepatnya preman yang dari tadi memperhatikan pria itu dan mobilnya.

"Jadi kamu gerombolan preman yang menyamar!" tuduh pria itu kepada Arleta dan Arleta hanya tersenyum unjuk gigi.

"Ngapain kamu panggil kita Let?" tanya salah satu preman itu.

"Haha Bang Ciprut aku tau kau pasti mau ngebegal kan?" tanya Arleta dengan wajah tidak bersahabat.

Preman yang di panggil Bang Ciprut itu hanya diam seraya menghunuskan tatapan tajam kepada Arleta. "Iya semuanya gagal gara-gara kamu!" kesal Bang Ciprut. "Loh kok aku!" sewot Arleta.

"Ya kalau kamu gak datang kita sudah selesai ngebegalnya dari tadi!" preman itu terlihat kesal karena Arleta sudah menggagalkan aksinya.

"Dasar gila! sudah aku bilang kalian jangan ngebegal lagi!" Arleta mencubit lengan kelima preman itu. "Ampun Let ih kamu mah jahat banget sama kita!"ujar preman yang lain. "Terserah kalian saja!"

"Ada apa Let?" tanya Bang Ciprut lagi. "Aku tahu ini pasti kerjaan kalian kan yang membuat ban mobilnya bocor!" Para preman itu menganggukkan kepalanya seraya mendikan mata.

"Karena kalian yang berbuat kalian juga yang harus bertanggung jawab, Cepat ganti ban nya!" titah Arleta dengan tegas. "Iya Let." Seperti kerbau yang di cocok hidungnya mereka langsung menurut.

"Cuma ada ban, alat-alat untuk memasangnya tidak ada," kata pria yang hampir dibegal itu.

"Om tampan tenang saja mereka itu punya alat-alatnya." Para preman pun mengganti ban mobilnya dengan yang baru meskipun mereka begitu kesal tetapi mereka juga menuruti apa yang Arleta minta. "Kamu tidak menjebak saya kan?" tanya pria itu dengan penuh curiga.

"aku berani bersumpah aku tidak menjebak mu Om tampan," ujar Arleta seraya tersenyum manis.

"Perkenalkan nama saya Kendrick Zarkey biasa dipanggil Ken," pria itu mengulurkan tangannya.

"Nama aku Arleta Anindya." Arleta menjabat tangan itu dengan tersipu malu, pipinya pun terlihat memerah bahkan ia tidak bisa diam.

"Let kamu cacingan?" tanya Bang Ciprut.

"Apaan sih cepat kerjain!" sewot Arleta.

"Aku tahu Om itu supir taksi online kan?" tanya Arleta dengan so tahunya. Ken hanya tersenyum dan itu membuat Arleta semakin yakin kalau Ken adalah supir taksi online.

Bersambung.

Kehidupan Arleta

Bang Ciprut merasa Arleta itu sangat bodoh dalam menilai orang. "Dasar bodoh di lihat dari penampilannya saja dia itu orang kaya!" gerutu Bang Ciprut dan diangguki oleh ke empat anak buahnya.

Bukk. Arleta melempar sandalnya tepat di punggung Bang Ciprut. "Jangan ngegosip kalau tidak aku akan!" ancaman Arleta pun terhenti karena Bang Ciprut langsung memotongnya. "Iya Let," mereka pun telah selesai memasang ban mobil itu.

"Sudah selesai," ujar Bang Ciprut. "Kamu mau di antar pulang gak, Let?" tanya bang Ciprut.

"Emm nanti kalian minta ongkos lagi!" ujar Arleta.

"Enggak Let paling aku minta makanan hihi," Bang Ciprut yang terlihat sangar itu malah menggemaskan jika sedang berbicara dengan Arleta.

"Biar saya saja yang mengantar Arleta," ucap Ken," Ahh iya, sama Om tampan saja," ujar Arleta.

"Jangan Let nanti kamu di apa-apain lagi sama dia!" Bang Ciprut terlihat khawatir saat Arleta bersama dengan orang yang baru dikenal.

"Jangan khawatir, saya jamin dia akan pulang dengan selamat, ini kartu nama saya kalau kalian tidak percaya," Ken memberikan kartu nama itu kepada Bang Ciprut.

"Oke,Hati-hati Let,"

"Iya Bang," Arleta dan Ken pun memasuki mobil sedangkan Bang Ciprut ia memperhatikan mobil itu sampai tidak terlihat, Kemudian mereka memasuki semak-semak lagi.

Di dalam mobil Arleta terus memperhatikan Ken dengan tersenyum dan membuat Ken salah tingkah karena Arleta tidak bergerak sedikit pun saat memperhatikannya.

"Arleta kamu kenapa?" tanya Ken.

"Ehehe tidak," jawab Arleta dengan cengengesan, padahal aslinya dia sedang mengagumi ketampanan pria di depannya.

"Rumah kamu di mana?" tanya Ken lagi supaya Arleta tidak memperhatikannya terus menerus.

"Di itu," ucap gadis itu dengan menunjuk jalan di depannya, saat mobil baru saja melaju beberapa meter.

"Di mana yang jelas dong!" ujar Ken dengan meninggikan suaranya membuat Arleta tersentak dan mengerjapkan matanya.

"Di...di...ja..jalan Jambu," Arleta berbicara dengan gelagapan.

Arleta hanya diam dan mengalihkan pandangannya ke jendela mobil sedangkan Ken ia melirik Arleta yang tidak memperhatikannya lagi. Ada rasa kasihan di hati Ken dan ia juga merasa bersalah telah membentak Arleta tapi mau gimana lagi itu adalah cara supaya Arleta tidak memperhatikannya terus menerus.

Ken memberhentikan mobilnya setelah mereka memasuki sebuah gang yang begitu sempit, Arleta pun turun dari mobil dan mengucapkan terima kasih kepada Ken.

"Terimakasih Om sudah mengantarkan ku," ujar Arleta dengan tersenyum dan diangguki oleh Ken.

Ken memutar arah mobilnya pada sebuah halaman yang berada di sebrang rumah Arleta untuk keluar dari jalan itu, setalah mobil itu melaju cukup jauh, ia baru menyadari kalau tas Arleta tertinggal di mobilnya.

Tadinya Ken akan memutar kembali mobilnya untuk mengantarkan tas itu kepada Arleta, tetapi saat melihat waktu sudah menunjukan pukul setengah 12 malam ia pun mengurungkan niatnya itu dan berniat akan mengantarkannya besok pagi.

Sesampainya di apartemen Ken langsung berganti pakaian setelah itu ia langsung membaringkan tubuhnya di ranjang, sebelum memejamkan matanya ia melihat tas Arleta yang ia simpan di nakas.

"Tas murah," ucap Ken dengan sombongnya.

Ken pun memejamkan matanya setelah memaki dan meledek tas milik Arleta dengan gaya arogannya.

Pagi hari yang cerah sinar mentari menerangi bumi hingga menembus suatu celah jendela yang sudah bolong bolong bekas rayap, seorang gadis terbangun dari tidur nyenyak nya dan mengumpat kesal kepada cahaya yang membangunkannya.

Setelah selesai mengumpat ia berjalan menuju kamar mandi yang berada di dekat dapur karena di rumah sederhana itu hanya memiliki dua kamar mandi.

Ya gadis itu adalah Arleta, setelah selesai mandi ia langsung memakai seragam sekolahnya dengan rapi, sebelum berangkat ia membereskan rumah dan memasak terlebih dahulu sedangkan penghuni rumah yang lain tidak akan bangun sepagi ini mereka akan bangun saat Arleta telah berangkat ke sekolah dan semua pekerjaan rumah sudah selesai, bukankah mereka sangat kejam?

Arleta sarapan dengan memakan masakannya sendiri setelah itu ia berangkat ke sekolah dengan menaiki angkutan umum.

Seperginya Arleta menaiki angkutan umum Ken datang kesana untuk mengantarkan tas Arleta yang tertinggal di mobilnya, ia menunggu di depan gang kecil itu cukup lama, pria itu sengaja menunggu di sana karena ia malas memarkirkan mobilnya di tempat ya g begitu sempit, hingga ia tersadar saat melihat jam yang sudah menunjukan pukul delapan.

Ken baru ingat kalau Arleta itu masih remaja mungkin pagi ini dia sekolah Ken pun membuka tas Arleta dan benar saja di sana terdapat kartu pelajarnya, Ken pun berniat akan menemui Arleta sepulang gadis itu sekolah.

Waktu sudah menunjukan pukul 2 siang Arleta sedang membereskan bukunya dan bergegas untuk pulang.

"Let pulang bareng yuk," ajak Naumi dengan membantu membereskan buku dan peralatan menulis Arleta yang berantakan. Naumi adalah satu satunya sahabat Arleta di sekolah, gadis berisi itu selalu setia menemaninya.

"Memangnya kamu tidak di jemput Kakak mu lagi?" tanya Arleta yang sedang memasangkan tas itu di punggungnya.

"Gak tahu aku, dia tidak pernah bilang kalau mau jemput," ujar Naumi dengan memakan cemilan yang baru saja ia ambil dari tasnya.

"Ya sudah ayo!" ajak Arleta.

Mereka pun berjalan beriringan menuju gerbang sekolah dan saat di gerbang sekolah Arleta tersenyum senang saat melihat Ken yang sedang duduk di kursi bawah pohon yang rimbun.

"Om Tampan!" teriak Arleta dengan girangnya.

"Emang kamu kenal dia Let?" tanya Naumi dengan penasaran. "Iya dong tampan kan?" Naumi hanya mengangguk tanpa bicara apapun karena yang Arleta ucapan memang benar.

Ken berdiri dari duduknya dan ia berjalan mendekati Arleta dengan membawa tas milik gadis itu di tangannya.

"Ini tas kamu," Ken memberikan tas itu kepada Arleta. "Ehh iya tas aku Om dapat dari mana?" tanya Arleta, karena Arleta mengira kalau tasnya itu terjatuh di jalan atau tertinggal di tempat kerjanya. "Tertinggal di mobil,"

"Terima kasih, Om Tampan." Arleta tersenyum unjuk Gigi menampilkan gigi-gigi putihnya yang rapi.

"Hmmm." Dehem Ken.

"Let aku pulang duluan ya sudah ada yang jemput nih," ujar Naumi dengan menunjuk sebuah motor yang dikendarai seorang pria di pinggir jalan.

"Yahh kamu gimana sih Nau tadi saja memaksaku untuk pulang bareng sekarang kamu ninggalin aku!" Arleta mengerucutkan bibirnya dan membuat Naumi bingung.

"Sudah, kamu biar saya antar saja," ujar Ken dan tentu saja itu membuat Arleta bahagia.

"Ahh benarkah?" tanyanya, Ken hanya berdehem mengiyakan.

"Yasudah Naumi kamu pulang sana!" usir Arleta dengan menggerakkan tangannya tanda mengusir.

Arleta masuk ke dalam mobil Ken, kali ini ia tidak memperhatikan Ken seperti tadi malam, saat ini ia lebih memilih memainkan ponselnya dengan asik tanpa menghiraukan Ken yang sedang menyetir.

Di tengah-tengah perjalanan ponsel Arleta berbunyi tanda ada yang menelpon ternyata itu adalah Naumi. "Halo Nau ada apa?" tanya Arleta.

"Let kata Bu Delis tugas matematika harus di kirim sekarang," ujar Naumi di balik telepon.

"Apa... Kenapa harus di kumpulkan sekarang?"

"Kan besok itu pelajarannya, tetapi besok kan sekolah libur karena tanggal merah," jelas Naumi.

"Hiss baiklah Terima kasih Nau." Arleta menutup telponnya seraya menyimpan ponsel tersebut kedalam saku bajunya.

"Om nganterin akunya jangan ke rumah ya ke danau saja," pinta Arleta.

"Mau ngapain kamu ke danau? Bukannya kamu mau mengerjakan tugas kenapa harus di Danau?" tanya Ken.

"Ya karena kalau di rumah gak konsen nanti nilai ku jebol lagi,"

Ken melajukan mobilnya menuju danau yang di sebutkan oleh Arleta, danau itu terletak di pinggiran kota danau yang masih asri belum terjamah oleh tangan-tangan jahil manusia airnya sangat jernih bahkan tumbuhan hidup subur di sana.

Disana juga terdapat bunga-bunga dengan berbagai jenis dan warna harumnya semerbak menggelitik hidung Arleta dan Ken yang baru saja menuruni mobil.

Arleta berlari menuju sebuah kursi yang berada di pinggir danau kemudian ia mengeluarkan sesuatu dari tasnya dan ternyata itu adalah makanan ikan yang sengaja ia beli beberapa hari yang lalu.

Ken mengikuti Arleta ia mengernyitkan dahinya saat melihat Arleta berjongkok di pinggir danau dengan tertawa,ternyata saat ia dekati Arleta sedang memberi makan ikan mas.

Ikan-ikan itu saling berebut makanan yang di berikan oleh Arleta membuat Arleta gemas melihatnya apalagi saat salah satu dari ikan itu meloncat dengan menjulurkan siripnya terlihat sangat bahagia saat Arleta menaburkan kembali makanan ikan itu.

Ken tersenyum samar melihat itu ia berasa menjadi seorang ayah yang sedang mengasuh anaknya, Ken begitu pokus memperhatikan ikan-ikan itu dan Arleta, sampai ia lupa waktu hingga sebuah telepon membuyarkan pokusnya, kemudian Ken mengangkat telepon itu.

"Ya,Halo,"

"Mohon maaf Tuan, sekarang anda sedang di mana apa anda akan menghadiri rapat atau tidak?" tanya seseorang di sebrang telepon sana.

"Ahh iya hampir saja aku melupakannya, tunggulah dalam beberapa menit aku sampai di sana!"

"Baik Tuan." Setelah menelpon Ken pun berpamitan kepada Arleta karena ia ada urusan pekerjaan jadi tidak bisa menemani Arleta untuk mengerjakan tugasnya.

"Let saya pamit dulu ya karena ada urusan pekerjaan,"

"Iya Om gak papa, Terima kasih ya sudah mengantar Let ke sini,"

"Iya sama-sama Let,"

Seperginya Ken, Arleta langsung membuka bukunya untuk mencoba mengerjakan latihan yang di berikan oleh gurunya tetapi semua cara telah ia coba tetap saja ia tidak bisa mengerjakan latihan itu, bahkan ia menggerutu kesal karena soal yang di berikan guru tidak sesuai dengan yang ada di contoh.

"Nah ini yang bikin aku sebal, kenapa harus beda coba kan pusing jadinya!"

Kemudian ia mencoba mencari cara atau jawaban di internet tetapi tetap saja tidak ada yang cocok dengan latihan soal yang ia punya dan pada akhirnya Arleta pun menyerah ia akan bersikap bodo amat jika mendapatkan nilai jebol lagi.

"Oke ibu guru tercinta yang membuat kepalaku pusing aku akan mengerjakan soal ini semampuku dan sebisaku dengan caraku sendiri, aku tidak perduli jika kau akan memberikanku nilai yang bisa menggelinding," gerutunya.

Akhirnya Arleta mengerjakan soal itu dengan caranya sendiri entah benar atau tidak hanya gurunya lah yang tahu. Arleta berniat akan membuat Rumus Matematika sendiri tetapi setelah ia pikir-pikir kembali itu akan membuatnya tambah stres.

"Oke tugasnya sudah aku kirim, selamat menilai Bu," Arleta memasukan buku-bukunya kedalam tas.

Arleta membaringkan tubuhnya di kursi panjang itu dengan menatap matahari sore dan tiba-tiba ia teringat akan Ibu kandungnya sehingga membuat ia tersenyum samar dengan semua yang Ibunya itu lakukan.

Yang Arleta tahu dulu ia adalah anak yang sangat bahagia karena keluarganya selalu mendukung dan memanjakannya tetapi setelah terjadinya perceraian kedua orang tuanya karena sebuah perselingkuhan, saat itu mereka hidup berkecukupan sebelum Ayahnya selingkuh dengan wanita yang sekarang menjadi ibu tirinya entah bagaimana caranya membuat hak asuh Arleta di berikan kepada sang Ayah. Ya sebenarnya ia tidak tahu apa penyebab ibunya pergi tetapi dari penjelasan sang Ayah kalau wanita itu pergi karena selingkuh.

Ibu tirinya itu dulu sangat baik tetapi setelah ayahnya bangkrut membuat mereka selalu bertengkar setiap hari dan itu sukses membuat Arleta tidak betah di rumah. Hingga semua kejadian itu membuat ia menjadi gadis yang harus membanting tulang di usianya yang masih remaja, saat ini Arleta berusi 18 tahun ia masih duduk di bangku sekolah kelas 12 SMK. Bahkan Arleta menghidupi keluarga itu dengan hasil bekerjanya menjadi seorang pelayan Cafe, Ayahnya sekarang tidak bekerja pria itu hanya menghabiskan waktunya dengan berjudi, mabuk-mabukan dan setiap pulang kerumah Ayah dan Ibu tirinya itu akan bertengkar habis-habisan tetapi anehnya setelah pertengkaran itu mereka hanya akan menghabiskan waktunya seharian di kamar entah apa yang mereka lakukan hanya mereka dan tuhan yang tahu.

Ibu kandungnya pergi entah kemana bahkan sampai sekarang Arleta tidak pernah bertemu dengan wanita itu.

Arleta tersadar dari lamunannya tanpa terasa ia sudah di Danau beberapa jam, Arleta bergegas pulang untuk berganti pakaian karena setelah ini ia akan berangkat kerja.

Sesampainya di rumah Arleta tidak melihat satu pun orang di sana terkadang ia bingung mereka itu tinggal satu rumah atau tidak bahkan mereka pernah tidak bertatap muka selama berhari-hari padahal mereka berada dalam satu atap yang sama, tetapi Arleta tidak memusingkan itu ia bersikap bodo amat dengan semua ini malah ia sangat lega jika tidak bertemu dengan Ayah dan ibu Tiri nya.

Bersambung.

Dipecat

Pernah terpikir dalam benak Arleta untuk pergi dari rumah itu dan hidup sendiri di luaran sana, tetapi ia juga berpikir kembali jika ia tinggal sendiri di luar sana ia takut tidak akan bisa bertemu dengan salah satu orang tuanya, sekarang saja ia tidak pernah melihat sosok Ibunya itu seperti apa bagaimana keadaannya, apakah wanita itu merindukannya atau wanita itu sudah tidak ingat dengan dirinya, entahlah yang ia pikirkan saat ini hanyalah berjuang dan berusaha untuk mencapai masa depan yang lebih baik.

Arleta berjalan memasuki kamarnya, tidak berapa lama ia sudah rapi dan bersiap untuk berangkat bekerja, Arleta keluar dari kamarnya ia membawa tas selempang di pundaknya dengan tersenyum, ia berjalan menuju pintu keluar. Sebelum sampai di daun pintu, pintu itu sudah terbuka dengan sangat kasar dan di sana nampak Ayahnya dengan wajah tidak bersahabat.

"Mau kemana kamu?" tanyanya dengan suara tinggi. "Aku akan berangkat kerja," jawab Arleta. "Berikan uangmu!" Ayahnya itu mengulurkan tangan meminta uang kepada Arleta tetapi Arleta hanya menggelengkan kepalannya tanpa berbicara sepatah kata pun.

"Mana uangnya! Sini berikan kepadaku!" Ayahnya terlihat memaksa. "Aku tidak ada uang Ayah, aku belum gajian," jelas Arleta.

Tetapi ayahnya itu tidak percaya dengan apa yang Arleta ucapkan, Pria itu merampas tas Arleta dengan kasar dan mengubrak-abrik isi di dalamnya sampai ia menemukan sebuah dompet, dengan kejamnya pria itu mengambil semua sisa uang yang Aeleta punya, tanpa meninggalkan sedikit pun. Sungguh sangat tidak punya hati harusnya ia yang memberi kepada Arleta yang berstatus sebagai anaknya, pria yang di sebut ayah itu lah yang harusnya menjadi tulang punggung keluarga tetap ini malah sebaliknya, di dalam keluarga itu anaklah yang menjadi tulang punggung keluarga.

"Ayah jangan di ambil semuanya itu adalah peganganku, jika ayah mau uang tunggu lah sampai waktu gajian ku tiba!" Bukannya Arleta tidak ingin memberikan uang tersebut kepada Ayahnya hanya saja itu uang terakhir yang ia punya, dan lagi gaji dari dirinya berkerja Part time tidak sebesar gaji para pekerja lain, dengan di terima bekerja saja ia sudah sangat bersyukur karena ada yang mau menerima anak sekolah bekerja.

"Hehh kamu masih kecil tidak baik memegang uang, sudah sana pergi! Cari uang yang banyak!" titah ayahnya dengan mendorong tubuh Arleta keluar dan menutup pintu itu dengan kasar.

Arleta hanya tersenyum sinis mendengar penuturan ayahnya barusan, Arleta berangkat bekerja dengan berjalan kaki karena untuk menaiki angkutan umun sangat lah tidak munkin di saat ia tidak memiliki uang sepeser pun.

Di tengah-tengah perjalanan sebuah kelakson kendaraan roda dua menyapanya dan berhenti tepat di depannya.

"Ayo Let Abang antar," suara seorang pria mengagetkannya. "Bang Ciprut," ujar Arleta dengan tersenyum senang kemudian ia langsung duduk di jok belakang motor Bang Ciprut.

"Tumben kamu tidak naik kendaraan umum?" tanya Bang Ciprut dengan melajukan motornya kembali.

"Aku tidak punya uang, uangku semuanya di ambil oleh Ayah," Arleta berujar dengan sedih.

"Apa Ayahmu merampok uang mu lagi Let?" tanya pria itu. "Haha jangan gitu Bang, emangnya Abang yang suka ngerampok dan ngebegal orang," ujar Arleta dengan terkekeh.

"Let kamu jangan mengajak-ngajak propesiku dong di dalam obrolan ini, Nanti kalau ada yang dengar aku bisa di amuk masa, dan asal kamu tahu ya Let sekarang aku tidak berbuat seperti itu lagi," Bang Ciprut terkekeh mendengar ucapannya sendiri begitu pun dengan Arleta.

"Maaf Bang karena memang itu kenyataannya, dan aku juga tidak percaya dengan ucapan mu itu Bang,"

"Hahaha gak papa lah untung kamu yang ngomong gitu kalau sampai orang lain akan ku pastikan mereka pulang kerumah hanya tinggal nama!"

"Wahh jahat sekali kamu Bang," Arleta tertawa begitu pun dengan Bang Ciprut.

Bang Ciprut memberhentikan motornya tepat di depan cafe, kemudian Arleta pun turun dan mengucapkan terima kasih kepada Bang Ciprut.

"Terima kasih ya Bang sudah mengantarku,"

"Iya sama-sama Let Abang pamit dulu ya." Bang Ciprut menyalakan motornya dan bersiap untuk pergi.

Seperginya Bang Ciprut, Arleta memasuki cafe itu dengan tersenyum senang, seperti biasa ia melakukan semua pekerjaannya dengan baik di cafe tersebut.

Hari sudah mulai malam dengan semangatnya ia bekerja untuk mendapatkan uang, Arleta sengaja mengambil sip sore karena paginya ia berangkat ke sekolah.

"Let antar ini ke meja 43,"

"Baik Kak,"

Arleta mengambil sebuah pesanan itu dan mengantarkannya ke meja nomer 43, Arleta membawa pesanan satu gelas kopi dan kue di dalam nampan tersebut.

Diperjalanan menuju meja itu tiba-tiba seseorang menabraknya sehingga menyebabkan kopi itu tumpah ke baju orang yang menabrak tersebut.

Byurr Cringgg. Suara gelas yang jatuh itu mengundang semua pengunjung untuk memfokuskan perhatiannya pada sumber suara.

"Oh shit! Kalau jalan itu pake mata dong!" bentak seorang wanita yang menabrak Arleta. "Maaf Tante bukannya yang menabrak saya itu Tante ya?" arleta berujar dengan kenyataan.

"Jelas-jelas di sini kamu yang salah! pake alasan memutar balikan fakta lagi, Mana managernya panggil sini karyawan gak becus kerja kok di pelihara!" teriaknya.

Tidak berapa lama seorang pria datang mendekati mereka dengan terburu-buru. "Mohon maaf Nona pelayan saya sudah berlaku tidak sopan kepada anda," ujar manager itu yang merasa segan terhadap wanita yang jelas-jelas salah.

"Saya tidak butuh maaf yang saya mau, pecat dia sekarang juga!" titahnya dengan melipat kedua tangan di perut.

"Baik kami akan memecatnya sekarang juga,"

"Let mulai sekarang kamu tidak bekerja di sini lagi kamu saya pecat!" manager cafe tersebut dengan gampangnya menuruti apa kata pelanggannya yang salah.

"Loh pak saya tidak salah jelas-jelas Tante ini yang menabrak saya!" Arleta tidak terima karena dirinya memang tidak salah.

"Sudahlah Let pokonya sekarang juga kamu angkat kaki dari sini!" Sebenarnya manager itu tidak tega memecat Arleta, tapi mau bagaimana lagi wanita arogan di depannya cukup berkuasa, jika ia membantah bisa saja usahanya akan di tutup.

Dengan terpaksa Arleta membereskan barangnya dan pergi dari cafe itu ia berjalan kaki menyusuri jalanan yang sudah cukup sepi karena hari sudah mulai malam, hanya beberapa kendaraan yang lalu lalang di depannya.

Arleta begitu bingung apa yang harus ia lakukan kedepannya, mengingat ia sudah tidak memiliki penghasilan, padahal mencari kerja itu sangat susah apalagi dirinya masih sekolah, sebentar lagi ia ujian dan harus membayar biaya ujian. Pendidikannya tinggal selangkah lagi untuk menuju kelulusan tapi jika ia tidak membayar ujian ia tidak akan bisa ikut ujian tersebut.

Kalau saja ia lebih berhati-hati saat bekerja tadi, mungkin esok ia masih bisa bekerja meskipun tadi Arleta tidak salah tapi tetap saja dia hanya orang kecil yang selalu di sepelekan oleh mereka para kalangan atas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!