Seorang wanita berjalan cepat keluar dari kantornya dengan terburu-buru, semua karyawan di sana menundukkan kepala seakan memberi hormat pada anak pemilik perusahaan yang bernama Hamdani group ini, ia adalah anak tunggal dari pak Hamdani.Gadis yang sangat cantik jelita nan anggun itu bernama Fera anindita putri hamdani.
"Permisi mbak, ini ada meeting nanti di cafe cahaya," ucap seorang wanita yang rambutnya terurai, dia adalah seketaris dari papanya.
"Aduh apa gak bisa papa saya aja yang meeting mbak, saya lagi buru-buru mau ketemu sama teman," ucap Fera menolak.
"Tidak bisa mbak karena pak Hamdani yang menyuruh," ucap wanita itu.
"Papa selalu aja gagalin rencanaku, ada aja yang dia pinta," gumamnya kesal.
"Kamu bisa gantiin saya kan, saya sedang sibuk," ucap Fera.
"Maaf kata pak Hamdani dia akan memantau acara meeting nanti, kalau mbak Fera gak datang dia akan minta mbak Fera untuk menerima hukuman," ucap seketaris itu.
"Apa?" Fera menepuk jidatnya tak habis pikir apa yang papanya lakukan, sampai ia bingung apa yang sebenarnya papanya itu inginkan.
"Baiklah, meetingnya jam berapa," ucap Fera.
"Setelah makan siang,"
"Apa!" ucap Fera matanya membola sempurna.
Drrrt drrtt
Ponsel Fera berdering pertanda ada panggilan masuk, ia pun mengambil ponselnya yang ia letakkan di dalam tas. Menengok sekilas siapa yang menelponnya, ternyata yang menelpon adalah papanya.
"Pa, maksud papa apa sih kenapa meeting ini harus Fera yang memimpin kan ada papa," protesnya.
"Supaya kamu terbiasa dengan pekerjaan di kantor jadi gak nongkrong sama teman kamu yang gak jelas itu," ucap papanya di sebrang sana.
"Gak jelas bagaimana, papa kan sudah tau siapa teman aku pa," ucap Fera.
"Papa tunggu di cafe cahaya jam dua belas siang ya," ucap pak Hamdani lalu mematikan ponselnya.
Fera menghela nafas panjang, kenapa ia harus menjadi anak tunggal sehingga semua pekerjaan yang menurutnya membosankan ini akan di kelolanya suatu saat nanti.
****
Fera kembali keruangan yang biasanya disana papanya memimpin yang akan menjadi miliknya suatu saat nanti, ia sangat menyayangkan nasibnya yang sudah jarang sekali bertemu dengan teman-temannya karena papanya itu. Fera seringkali berpikir kalau ia akan menikah muda biar nanti pekerjaannya di gantikan oleh suaminya.
Tapi papanya selalu bilang kalau membina rumah tangga itu bukanlah hal yang mudah, banyak yang harus dilakukan kalau ia belum siap lebih baik tunggu saja.
Fera melihat jam dipergelangan tanggannya sebentar lagi jam makan siang, lebih baik ia pergi dulu sebelum meeting dimulai.
"Diana saya tunggu di cafe cahaya ya," ucap Fera.
"Mbak Fera mau berangkat sekarang?" Tanya wanita yang di panggil Diana itu.
"Iya saya tunggu kamu di sana, karena saya juga mau cari makan. Nanti kalau papa saya telepon bilang aja udah berangkat ke cafe," jawab Fera.
"Tapi_"
"Tapi apa? Kamu gak percaya sama saya," ujar Fera memotong ucapan Diana.
"Bukan begitu mbak, saya cuma takut aja mbak melakukan kesalahan seperti dua bulan lalu, dimana mbak kabur secara diam-diam saat meeting sehingga pak Hamdani marah besar ke saya," ucap Diana.
"Kamu mau jaminan apa supaya kamu percaya kalau saya tidak akan kabur, jawab!" Ucap Fera.
" Maaf mbak saya percaya kok, biar nanti saya nyusul mbak Fera," ucap Diana.
"Yaudah," ucal Fera lalu ia pergi.
Sepanjang perjalanan temannya itu terus menelponnya karena ia tak datang di acara yang seharusnya ia hadiri.
"Hallo Win ada apa?" Tanya Fera.
"Ada apa, ada apa kamu dimana sih ini acaranya udah mau dimulai tapi kamu masih belum datang sampai jam segini," jawab penelpon disana.
"Kayaknya aku gak bisa datang deh, aku ada acara sama papa," ucap Fera.
"Yah kamu ini bagaimana sih Fer, kita udah janjian loh," ucap Temannya itu.
"Yah maaf kamu tau kan kalau papaku sudah bicara harus tidak ada penolakan yang ada aku yang akan di ceramahinnya," ucap Fera,akhirnya dia memutus panggilan sepihak. Dia tau temannya itu kecewa tapi ia tak bisa menolak keinginan papanya itu.
Saat sampai di cafe Cahaya dia memarkirkan mobil miliknya namun saat hendak masuk ke cafe dia di tabrak oleh seorang pria.
brukk
"Aduh, bagaimana sih kalau jalan itu liat-liat dong, gak punya mata apa," omelnya.
"Yang ada mbaknya yang gak liat-liat jalan, udah sedang jalan malah main handphone," ujar pria itu.
"Kamu_"
"Maaf mbak saya sibuk jadi saya gak punya waktu untuk meladeni hal yang tidak penting seperti ini," ujar pria itu lalu pergi.
"Dasar pria aneh bukannya minta maaf malah pergi begitu saja," umpatnya.
****************
Fera melangkah keluar cafe setelah selesai meeting, tak menyangka jika client papanya itu adalah pria yang menabraknya tadi. Dan yang membuat dia tak habis pikir papanya mau melakukan bisnis bareng pria yang menyebalkan itu.
Fera merasa geram sekali pasalnya bukan pertama kalinya dia bertemu dengan lelaki menyebalkan seperti tadi tapi ini yang paling menyebalkan baginya.
"Ada apa sih Fer, kenapa kamu terus bicara seperti itu. Apa salahnya jika papa melalukan kerja sama dengan perusahaannya. Seharusnya kamu seperti dia jadi orang pekerja keras, dan pandai berbisnis bukan nongkrong gak jelas," ujar pak Hamdani.
"Itu lagi yang papa bahas, pokoknya papa harus batalkan." Fera terus membujuk papanya.
"Baik tapi mulai besok kamu harus siap memimpin perusahaan dan tinggalkan teman-teman kamu itu," ucap pak Hamdani.
Fera menghela nafas, dalam hatinya merasa jengkel kenapa papanya itu bersikap keras pada dirinya.
Pak Hamdani menggelengkan kepalanya menghadapi sikap Fera, dia bingung bagaimana menghadapi sikap keras kepala putri semata wayangnya itu.
"Dan satu lagi kamu harus bersikap sopan sama dia jangan seperti tadi," ucap pak Hamdani.
"Udahlah pa jangan bicara terus, Fera capek," ucap Fera lalu melangkah ke mobilnya.
"Fera tunggu! Diana kamu kembali ke kantor nanti saya akan ke sana," ucapnya pada Diana.
"Baik pak," ujarnya.
Pak Hamdani mengejar Fera ke parkiran.
"Fera,"
"Ada apa lagi sih pak?" Tanya gadis itu yang hampir saja masuk tapi ia urungkan karena papanya memanggil.
"Kamu pulang ke rumah, jangan bertemu teman kamu atau papa sita semua fasilitas yang sudah papa berikan," ucap pak Hamdani karena dia tau mau kemana anaknya itu.
"Papa nyebelin banget sih, aku ada janji sama mereka," ucap Fera.
"Yaudah tapi jalan kaki sana jangan pakai mobil atau kendaraan apapun," ucap pak Hamdani.
Fera terlihat seperti sedang berpikir bagaimanapun melanggar ucapan papanya merupakan hal yang tak mungkin ia lakukan.
"Baiklah Fera pulang," ujarnya,ia pun mengalah dan memilih untuk pulang. Fera menggerutu di sepanjang perjalanan karena papanya.
"Fera kenapa pulang-pulang wajahnya di tekuk gitu, ada apa? Apa ada masalah di kantor," ucap bu Hamdani.
"Mama tanya aja sama Papa, Ma bisa kan bujuk papa agar aku tidak ke kantor aku capek Ma jika harus berurusan sama semua kegiatan di kantor, harus inilah, begitulah. Pokoknya aku tidak mau menjadi pemimpin baru di kantor Papa," ucap Fera mengadukan apa yang terjadi tadi.
"Mama sudah berulang kali membicarakan ini dengan Papamu tapi kamu tau kan bagaimana sikap keras kepalanya papa," ucap bu Hamdani.
"Iya Mama paksa dong, bujuk Papa pasti jika Mama yang bicara Papa pasti akan luluh," ucap Fera.
"Tapi_"
"Ma bantu Fera, aku tidak mau kerja kantoran jika aku dapat pekerjaan nanti Ma," ucap Fera, iya sejak lulus kuliah dia ingin melanjutkan bekerja sesuai bidang yang ia pilih tapi semua itu seakan sia-sia karena Papanya sangat melarang.
"Maafin Mama ya, Mama tidak bisa bantu kamu," ucap bu Hamdani.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam,"
"Kamu sudah pulang Mas," ucap pak Hamdani pada suaminya.
"Pa_"
"Papa capek mau istirahat, oh ya mulai besok pagi sampai seterusnya kamu ke kantor ya," ucap pak Hamdani pada Fera.
"Tapi besok aku mau ke party teman aku pa," ucap Fera.
"Tidak ada penolakan Fera atau semua fasilitas yang Papa beri akan Papa sita. Kamu tinggal pilih saja," ujar pak Hamdani.
"Sudah turuti saja kata Papa ya, sekarang kamu ke kamar," ucap bu Hamdani, Fera pun menuju kamarnya.
"Jangan terlalu keras sama anak Mas, kamu tau bagaimana dulunya kita ingin mendapatkan anak, semua itu butuh perjuangan," ucap pak Hamdani.
"Kamu bisa tidak usah manjain dia terus, yang ada dia akan semakin keras kepala," ucap pak Hamdani.
"Sikap keras kepalanya juga turunan dari kamu," ucap bu Hamdani lalu pergi ke dapur.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
"Papa kenapa sih selalu aja ngelarang ke temu sama teman padahal dia tau siapa teman aku, malah di bilang gak jelas lagi," gerutunya dalam hati.
Setiap detik, menit dan jam dia mulai jenuh di kamar, ia pun keluar menuju daput tapi tak ada yang bisa di lakukan menghilangkan rasa jenuhnya.
Ia pun memikirkan cara untuk bisa keluar bertemu temannya, hingga ia pun berpikir untuk lewat pintu belakang karena di jam segini papanya pasti ada di kamar jadi dia tidak ketahuan. Ia kembali menuju kamarnya mengganti pakaiannya dan mengambil tas.
Berjalan dengan hati-hati, siapa tau papanya nanti tiba-tiba muncul hingga memarahinya sekali lagi. Saat ia sudah keluar dari pagar rumah, akhirnya Fera bisa bernafas lega karena dia sudah berhasil kabur.
Fera memesan Gojek karena kalau menaiki mobil sendiri pasti akan ketahuan dengan papanya.
"Lama banget sih, keburu Papa keluar lagi," ucal Fera dalam hati dengan perasaan panik.
"Dengan Fera anindita?" Tanya seorang pria yang membawa motor dan memakai jaket berwarna hijua.
"Iya ini gojek yang saya pesan kan," ucap Fera.
"Iya mbak,"
"Udah ayo berangkat ke tempat tujuan ya," ucap Fera lalu lelaki itu menyodorkan helm padanya.
Fera bisa bernafas dengan tenang karena berhasil kabur dari rumahnya.
"Terimakasih ya pak, ini uangnya dan kembaliannya untuk bapak saja," ucap Fera lalu buru-buru pergi masuk ke halaman rumah.
"Akhirnya,"
"Fera, ini kamu?" Tanya seorang wanita muda yang seumuran dengan dirinya.
"Mil, kamu harus bantu aku sembunyi dari Papa," ucap Fera.
"Apaan sih, ngapain kamu harus sembunyi dari om Hamdan," ucap Milani
Fera pun menceritakan semuanya yang terjadi pada sepupunya itu.
"Apa,Maaf Fer aku gak bisa bantu karena kamu tau sendirikan bagaimana Papa kamu itu," ucap Milani.
"Lalu aku harus apa Mil," ucap Fera.
"Udah kita masuk dulu yuk, sebentar lagi mau magrib," ujar Milani.
"Fer lebih baik kamu turuti saja perintah Papa kamu, percuma kalau kamu menolak pasti akan menimbulkan masalah besar," ucap Milani seraya meletakkan segelas air minum di hadapan Fera.
"Aku tidak bisa Mil, sulit sekali aku itu kan mau jadi..."
"Apa, gak usah aneh-aneh deh karena kemauan kamu yang gak masuk akal itu yang membuat om Hamdan mendidik kamu dengan keras seperti ini," ucap Milani.
"Mil,"
"Kamu tinggal bilang aja, lagian menjadi petualang dan tinggal di tengah hutan itu aneh," ucal Milani.
"Kan banyak para petulang," ucap Fera.
"Iya Fer, tapi ada satu alasan kamu yang tak masuk akal," ucap Milani.
"Fer bekerja di kantor itu memang tidak mudah tapi cuma kamu harapan Om Hamdani," sambung Milani.
Fera terdiam kalau ia menuruti keinginan papanya rasanya dia seperti di penjara.
"Sholat Magrib yuk, bentar lagi kita sambung cerita kita," ajak Milani, Fera mengangguk.
Di tempat lain pak Hamdani merasa heran padahal sejak pulang tadi sampai hari sudah malam Fera tak kunjung keluar kamar.
"Sudahlah tidak usah ganggu Fera dulu, biarkan dia istirahat sebentar lagi waktunya makan juga keluar, apa kamu gak kasihan sama anak kamu," ucap bu Hamdani.
"Bikinin aku kopi sana," Titahnya.
"Yaudah,"
Pak Hamdani harus melakukan sesuatu agar Fera bisa menuruti keinginannya,kalau hanya di ancam saja mungkin ia masih bisa melanggar terus omongan dirinya.
Malam pun tiba, bu Hamdani mengetuk pintu kamar Fera tapi tak ada jawaban. Dia pun mengetuk kembali tapi tetap saja tak jawaban hingga,ia membuka pintu itu karena tidak di kunci namun saat sampai di dalam Fera tidak ada, ia pun mengecek kamar mandi.
"Fera, Fer." Karena tak ada sahutan ia pun kembali keluar dan memberitahukan kalau Fera tidak ada.
"Apa? Pasti anak itu kabur," ucap pak Hamdani, ia pun mengambil ponsel dan memanggil nomor anaknya itu.
Tapi tak ada jawaban hingga beberapa kali telepon pun.
"Bagaimana?" Tanya bu Hamdani.
"Tidak ada jawaban," jawab pak Hamdani.
"Kamu itu terlalu keras sama dia jadinya dia kabur kan," ucap bu Hamdani.
"Sudahlah bentar lagi dia pasti pulang, memangnya dia mau tidur dimana," ucap pak Hamdani.
"Kamu kemana sih malam-malam begini belum pulang," ucap bu Hamdani ia sangat khawatir dengan putri semata wayangnya itu.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
"Siapa sih dari tadi ponsel kamu berdering terus," ucap Milani.
"Papa telepon," ujarnya.
"Tuhkan pasti Papa kamu tau kalau kamu keluar dari rumah,mending kamu pulang sekarang jangan sampai Papa kamu tambah marah bisa panjang urusannya," ucap Milani.
"Males banget harus pulang," ujar Fera.
"Fer, besok kamu bisa ke sini lagi. Kalau kamu marah sama Papa kamu lalu kabur kayak begini lalu bagaimana perasaan Mama kamu, dia pasti khawatir," ucap Milani.
Ucapan Milani benar, Mamanya pasti khawatir tapi kalau dia pulang pasti sampai besok ia akan di omelin sama Papanya tapi jika ia tak pulang pasti semua fasilitasnya akan di sita.
Fera menghela nafas lalu menatap Milani, dia yakin kalau Milani juga takut pada Papanya karena beliau adalah Omnya sendiri, om yang paling galak di antara saudara-saudara papanya yang lain.
"Mil kamu yakin tidak bisa bantu aku," ucap Fera, dia berharap-harap cemas.
"Maaf banget aku benar-benar tidak bisa membantu kamu, begini saja kamu turuti keinginan Papa kamu gak lama kok, bertahan saja selama satu minggu nanti kamu juga akan terbiasa," ucap Milani.
Fera memejamkan mata, sekilas ia berpikir tentang ucapan Milani.
"Yaudah aku coba dulu tapi_" kalimatnya di jeda karena memang benar-benar tak sanggup.
"Fer, aku tau ini sulit tapi, ayolah jika aku anak tunggal seperti kamu, mungkin Papa aku akan memaksa juga aku untuk mengelola bisnisnya," ucap Milani.
"Baiklah akan aku coba selama satu minggu," ucap Fera.
Seketika hatinya sudah merasa lega karena mendapat solusi dari Milani, walaupun tetap saja dirinya tak bisa menghindari pekerjaan papanya.
"Yaudah aku pulang, takut Papa malah nyariin ke teman-temanku lagi," ucap Fera.
"Kamu yakin kan mau pulang," ucap Milani.
"Iya aku yakin," ucap Fera.
Ia pun berpamitan lalu memesan taksi online menuju rumahnya, rasanta jantungnya berdegup dengan kencang seolah tau apa yang akan terjadi sebentar lagi.
"Sudah sampai neng!" Ucap supir taksi itu.
"Iya terimakasih ya pak," ucapnya setelah membayar ia pun turun.
kemudian ia membuka gerbang ternyata belum di gembok, sepi sekali rumahnya biasanya jam segini security ataupun asisten rumah tangganya masih berada di luar rumahnya tapi hari ini tidak ada sama sekali. Lampu rumah masih menyala pertanda sang tuan rumah masih belum tidur.
Jantungnya semakin berdetak kencang, ia memberanikan diri untuk membuka pintu utama tapi ternyata masih belum terkunci juga.
Ia pun berjalan pelan menuju kamarnya, berharap lolos dari omelan papanya malam ini.
Namun....
"Darimana kamu jam segini baru pulang, pergi tidak pamit!" ucap pak Hamdani turun dari tangga.
"Papa," gumamnya pelan.
"Darimana kamu anak gadis jam segini baru pulang, apa kamu masih bertemu dengan teman kamu itu," ucap pak Hamdani.
"Enggak Pa, aku dari rumah Milani," ucap Fera.
"Milani? Lalu kenapa tidak pamit dimana adab kamu padahal di rumah masih ada orang tua," ucapnya lagi.
"Tadi Papa sama Mama kan tidak ada," ucap Fera.
"Oh ya!"
"Pa aku_"
"Mulai hari ini jangan pernah keluar kemana-mana selain ke kantor," ucap pak Hamdani.
"Pa aku tuh bukan tahanan, jangan seenaknya bikin aturan Pa." Fera sangat kesal dengan Papanya kenapa bisa berlebihan seperti itu.
"Papa juga akan bilang ke Milani untuk menyuruh kamu pulang jika ke rumahnya saat malam hari," Imbuhnya.
"Fera akan ke kantor Papa tapi_"
"Tapi apa?"
"Hanya satu minggu setelah itu Fera tidak akan pernah lagi untuk ke sana," ucap Fera melanjutkan kalimatnya yang terjeda.
"Baik kalau itu mau kamu," ucap pak Hamdani lalu pergi.
Fera menghela nafas lega karena Papanya tidak marah besar tapi ia masih kesal saja dengan aturan berlebihan papanya, dari kejauhan bu Hamdani melihat putrinya dan sedikit tidak terima dengan apa yang suaminya itu lakukan tapi ia tidak bisa apa-apa selain menyuruh putrinya itu untuk sabar.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Keesokan paginya, ia telah bersiap memakai pakaian terbaik untuk ke kantor. Walaupun ia tak ingin sekali melakukan hal ini.
"Sarapan dulu sayang," ucap bu Hamdani.
"Iya Ma," ucapnya lalu mengambil roti dan selai yang sudah siapkan.
"Bagaimana kamu sudah siap kan untuk hari ini, Mama tau kamu masih tidak mau kan tapi apapun alasan kamu untuk menolak Papa pasti dia akan terus memaksa kamu untuk tetap memimpin perusahaan Hamdani group," ucap bu Hamdani.
"Iya Ma, sudah ya Fera mau mau berangkat," ucap Fera lalu beranjak pergi setelah menyalami tangan Mamanya.
Ia pun mengeluarkan mobilnya, dirinya bukan tidak mau semua fasilitasnya di sita tapi dia takut jika papanya akan berbuat nekat seperti beberapa tahun yang lalu.
Drrrt drrrt
"Iya Hallo..."
"Hei Fer,kamu semalam bilang kalau pergi ke rumahku," ucap suara seseorang di sebrang telepon sana, tadi Fera langsung mengangkat saja tanpa melihat siapa yang menelpon, saat di lihat rupanya itu dari Milani.
"Hallo... ih jawablah Fer," ucap Milani.
"Iya mau bagaimana lagi, emang semalam aku habis dari rumah kamu kan Mil," ucap Fera.
"Kamu tau tadi subuh Om Hamdan menelponku dan mengomeliku, dia juga menyuruh aku untuk terus menasehati kamu supaya membujuk kamu terus untuk memimpin perusahaannya," ucap Milani.
"Lagian kenapa kamu harus jujur sih, ini itu sama aja kamu yang melakukan kesalahan, aku yang kena getahnya juga," sambungnya.
"Ya mau bagaimana lagi, aku tidak tau harus jawab apa, jadi aku jujur saja," ucap Fera.
"Kamu ada dimana?" Tanya Milani.
"Dijalan!" Jawabnya.
"Yaudah aku matikan panggilannya ya, hati-hati jangan sampai nabrak entar aku juga yang ikut dimarahi sama tuan Hamdani," ucap Milani.
"Iya ya bawel," ucap Fera lalu mereka berhenti berbicara.
Fera terus menyetir, dia menikmati pagi yang indah ini. Melihat kendaraan berlalu lalang, padat dan terkadang macet.
"Kalau saja aku punya kakak seperti Milani mungkin hidupku akan lebih baik dari ini," gumamnya dalam hati tapi mau bagaimana lagi jika takdirnya memang ia harus menjadi anak tunggal.
Terkadang ia bingung kan sepupunya banyak, mereka juga punya kakak ataupun adik, kenapa papanya tidak memberikannya pada mereka saja kan itu lebih baik.
Ditempat lain pak Hamdani sudah keluar dari kamarnya, dia menanyakan keberadaan putrinya karena tidak kelihatan.
"Kemana Fera Ma?" Tanya pada sang istri.
"Fera sudah berangkat kan kamu sendiri yang menyuruh dia ke kantor," jawab sang istri.
"Oh baguslah ternyata dia mau juga berangkat," ucap pak Hamdani.
"Kamu kenapa sih memaksa Fera lebih baik kamu biarkan saja dia dengan apa yang ia suka, karena bisa jadi dia sangat tertekan," ucap bu Hamdani.
"Lalu aku harus apa? Menjual perusahaan itu, kamu tau kan kita hanya punya Fera. Dia satu-satunya anak kita dan dia juga penerus perusahaan Hamdani group, kalau bukan dia siapa lagi," ucap pak Hamdani.
"Iya aku tau, tapi kamu seakan menekan dia Mas, itu dampaknya tidak baik buat dia," ucap bu Hamdani.
"Dia itu sudah dewasa Ma, sudah waktunya mengenal dunia bisnis bukan nongkrong gak jelas, keluar malam gak jelas, Tidak ada gunanya yang ada buang-buang waktu," ucap pak Hamdani.
"Ngomong sama kamu sama aja kayak bicara sama batu," ucap bu Hamdani, namun suaminya tak menggapi. Ia langsung menuju meja makan dengan makanan yang sudah disiapkan oleh istrinya. Nanti dia juga akan ke kantor untuk menemui putrinya untuk melihat kinerjanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!