NovelToon NovelToon

ARSIP KISAH HOROR

Malam Minggu di Rumah Sendiri

Malam minggu ini aku pulang agak larut. Baru saja aku menghadiri acara pesta ulang tahun teman baikku sekaligus kawan satu gengku di sekolah yang merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh belas. Aku akan dicap sebagai pengkhianat jika tidak hadir di pesta malam ini. Perayaan ulang tahun sahabatku yang sudah aku kenal dari sejak sekolah dasar.

Aku sebenarnya tidak terlalu suka dengan pesta yang mengundang orang banyak yang tidak semua orangnya aku kenal. Akan lebih menyenangkan jika berkumpul hanya dengan orang-orang yang sudah akrab saja. Tapi agenda malam ini juga berhasil menyelamatkanku dari rutinitas acara keluarga yang setiap satu bulan sekali diwajibkan oleh orangtuaku. Yaitu berkunjung dan menginap di rumah nenek di desa.

Sebenarnya tidak ada salahnya acara keluarga ini. Dahulu ketika aku masih kecil aku juga merasa senang sekali untuk berkunjung ke rumah nenek yang berada di desa. Aku sungguh menikmatinya bermain bersama anak-anak di kampung. Berlarian di sawah dan bermain air di sungai yang jernih dengan udara pegunungan yang begitu sejuk. Tapi kini aku sudah besar. Sudah tidak relevan lagi untuk melakukan hal semacam itu. Untuk gadis remaja seusiaku tentu saja aku lebih suka untuk berkumpul dengan teman-teman dekatku.

Aku tiba di rumahku sendiri yang sudah tidak berpenghuni karena ditinggal pergi jam 10 malam. Jika papaku di rumah pasti aku kena semprot pulang semalam ini. Rumahku sekarang benar-benar sepi apalagi ART rumahku juga sudah izin dua hari ini untuk pulang kampung karena ada hajatan di keluarganya.

Orangtuaku mengizinkan aku untuk tinggal di rumah sendiri malam ini karena aku bilang kepada mereka kalau sehabis dari pesta ulang tahun dua kawan baikku yang juga sudah kenal dengan orangtuaku akan menginap di rumah untuk menemaniku selama papa mamaku dan juga adik-adikku pergi ke desa. Tapi nyatanya kedua kawan ku itu membatalkan janji mereka karena alasan yang tidak jelas sama sekali. Jadinya untuk malam minggu ini aku akan tinggal di rumah seorang diri.

***

Setelah mengunci pagar rumah dan pintu utama aku langsung saja naik ke lantai dua dimana kamarku berada. Pesta itu membuatku lemas dan kepalaku sedikit pusing. Aku langsung menjatuhkan badanku di atas kasur untuk tertidur.

“Tin…. Tin…. Tin….”, bunyi suara klakson.

Aku terbangun dari tidur yang belum cukup lama. Rasanya masih lemas dan badanku pegal-pegal. Suara klakson mobil yang familiar itu memaksaku untuk membuka mata lalu turun ke lantai bawah untuk membukakan pintu.

Waktu aku menuruni anak tangga, aku yang masih mencoba mengumpulkan kesadaranku sepenuhnya menjadi heran ketika aku melihat jam dinding di ruang tamu. Ternyata sekarang baru pukul 02.00 pagi, pikirku kenapa mereka pulang?

Aku membukakan pintu utama karena memang aku mengunci secara manual dari dalam sehingga tidak bisa dibuka hanya dengan kunci pintu dari luar saja. Setelah pintu kubuka aku melihat keluargaku yang sudah berdiri mematung di depan pintu. Papa mamaku dan dua adikku yang masih kecil. Tanpa berkata-kata mereka langsung masuk ke dalam rumah kemudian masuk ke kamar mereka masing-masing.

“Mobilnya tidak dimasukkan garasi sekalian Pa?”, tanyaku kepada papa.

Aku melihat papaku yang berjalan tertunduk dengan langkah terburu-buru menjawabnya dengan menggelengkan kepalanya. Aku melihat mamaku yang sudah ambruk di tempat tidur. Terlihat kalau mereka sangat lelah sekali. Aku tak akan menanyakan alasan mereka kenapa pulang selarut ini dari perjalanan yang biasanya kami lakukan. Setidaknya tidak saat ini. Aku juga sudah tidak melihat kedua adik laki-laki kembarku yang ketika masuk rumah langsung berlari menaiki anak tangga menuju ke kamar mereka di lantai dua yang bersebelahan dengan kamarku.

Ingin segera kembali tidur aku pun langsung saja kembali mengunci pintu.

***

Tiba-tiba aku kembali terbangun. Aku mendengar suara pintu kamarku dibuka. Aku memang tidak pernah mengunci pintu kamarku sewaktu tidur. Aku menoleh ke arah pintu. Rupanya papa mama dan juga adik-adikku masuk ke dalam kamarku. Mereka berdiri mematung memandangiku. Aku melemparkan senyum kepada mereka. Dalam batinku apa yang mereka lakukan mendatangiku di waktu tidur? Apalagi mereka baru saja pulang.

Kemudian aku perlahan mulai sadar. Saat sekilas melihat mereka aku melihat juga pintu kamarku yang ternyata masih tertutup rapat. Kemudian aku pandangi lagi keluargaku itu. Setelah melihat mereka dengan seksama rupanya aku dapati wajah mereka putih pucat. Dan setelah lebih lama lagi aku memandangi mereka aku sama sekali tidak mengenali wajah-wajah mereka. Siapakah mereka sebenarnya? Mereka bukanlah keluargaku.

Aku ingin berteriak tapi tidak bisa. Tubuhku menjadi terbujur kaku. Aku juga tidak bisa bergerak. Aku tidak kuat lagi bertahan di situasi ini. Mataku terpejam pingsan setelah melihat mereka berempat, orang asing itu menyeringai menyeramkan kepadaku.

***

Terdengar suara keributan. Sepertinya ada orang-orang yang sedang beradu mulut. Kegaduhan itu membangunkanku. Setelah terjaga aku langsung bangun dari tempat tidur lalu membuka jendela kamarku. Aku ingin sinar matahari menerangi gelap ruang kamarku yang beberapa waktu lalu masih teringat dengan jelas memberikan rasa takut yang luar biasa kepadaku.

Dari jendela kamarku aku bisa melihat keributan itu berasal dari tukang sayur yang motornya jatuh sedang beradu argument dengan bapak-bapak tua yang sedang bersepeda. Sudah ada beberapa orang yang menengahi permasalahan mereka.

Aku melihat halaman depan rumahku. Mobil keluarga tidak ada di sana. Itu artinya semalam tidak ada yang pulang setelah aku. Hanya aku sendiri yang berada di rumah ini.

Aku pun memastikannya dengan menghubungi keluargaku yang kini tengah berada di rumah nenek di desa. Dengan sangat jelas terkonfirmasi melalui video call mereka baik-baik saja sedang sarapan bersama.

Katering Gaib

Rangga dan Dilman dua kakak beradik yang kini tengah dipusingkan dengan urusan mencari katering untuk acara 100 hari meninggalnya ibu mereka. Yang membuat pusing bukanlah di catering mana mereka akan memesan makanan untuk hajatan tersebut. Tapi yang menjadi persoalan adalah masalah waktu yang mepet karena hari H acara adalah besok malam. Katering mana yang sanggup menerima pesanan dadakan untuk porsi 1000 orang tamu undangan dalam waktu satu hari saja?

“Mbak Rianti itu gimana? Harusnya dia kalau mau membatalkan apa yang menjadi tanggungjawabnya paling tidak jangan mendadak seperti ini memberitahunya”, kata Rangga yang terdengar marah dengan kakak perempuannya.

“Di grup WA keluarga sudah jelas, semua sudah dibahas, sudah seminggu yang lalu rencana dibuat matang, tidak ada yang menyangka kalau bakalan seperti ini”, lanjut Rangga.

“Mana ada catering yang mau menerima pesanan buat satu kampung hanya dalam waktu 1 malam saja?”, tutur Rangga yang masih kesal.

“Besok kalau Rianti datang kamu jangan marah-marah sama dia. Apalagi sampai jadi tontonan banyak orang. Tidak perlu lagi kita bertengkar. Kita semua sudah dewasa bukan anak kecil lagi”, ucap Dilman kakak tertua dalam keluarga itu.

“Kita usaha dulu saja. Semoga ada catering yang mampu membuat 1000 porsi dalam waktu satu malam”, lanjut Dilman.

Rianti yang sudah disepakati mendapat tugas untuk mengurus catering di acara 100 hari meninggalnya ibu mereka tiba-tiba membatalkan kesepakatannya dan melemparkan tanggungjawabnya kepada saudara-saudaranya. Sebenarnya tidak menjadi soal jika ia memberitahukan hal itu kepada Dilman beberapa hari sebelum acara. Tapi yang menjadi masalah Rianti memberitahukan kepada Dilman hal itu satu hari sebelum hari H. Dilman sendiri meski kecewa dengan sikap dan keputusan adiknya itu harus menerima dan tetap tenang supaya acara besok malam tetap berjalan lancar sesuai yang direncanakan. Dilman juga maklum dengan sikap Rianti karena memang suami Rianti yang tidaklah mudah untuk diajak berkompromi.

Kini Dilman dan Rangga yang sejatinya kebagian tugas mengurus tempat acara dan tamu undangan mau tidak mau harus berpartisipasi dalam mencari catering yang akan digunakan untuk menjamu kurang lebih 1000 tamu undangan yang akan hadir di acara doa bersama memperingati 100 hari meninggalnya ibu mereka.

***

Sudah berkali-kali Dilman dan Rangga berputar-putar mengelilingi kota mereka untuk mencari catering yang sanggup menerima orderan mereka. Banyak nama-nama catering yang tertera di media sosial, di reklame iklan, dan rekomendasi dari teman-teman mereka yang mereka datangi. Catering-catering itu memang benar adanya, tapi mereka tidak bisa menyanggupi pesanan 1000 porsi hanya dalam waktu 1 malam.

“Maaf ya mas, maaf ya pak, saya terus terang saja memang tidak sanggup. Takutnya kalau saya malah hanya janji-janji saja nanti kalian yang kecewa, tidak berani ambil resiko”, kata ibu seorang pengusaha catering.

“Ya sudah buk kami pamit, semoga kami masih bisa mencari yang lain”, kata Dilman.

“Mau cari dimana lagi mas? Catering yang barusan kita datangi itu adalah yang terakhir dalam list kita”, kata Rangga kepada Dilman.

Mereka berdua masih termangu di dalam mobil di waktu sore yang sudah hampir habis dimana waktu seakan memburu mereka.

“Alhamdulillah”, ucap Dilman.

“Kenapa mas?”, tanya Rangga.

“Lihat. Itu ibu-ibu catering yang tadi sedang berjalan ke arah mobil kita. Syukurlah, semoga dia berubah pikiran dan mau membantu kita”, kata Dilman yang melihat ibu pengusaha catering yang tengah berjalan ke arah mereka.

***

Rangga dan Dilman melanjutkan perjalanan. Ibu pengusaha catering yang terkahir mereka temui memberikan sebuah harapan dimana di sebuah desa yang terletak di perbatasan kota ada seorang nenek-nenek yang membuka jasa boga dan sudah kerap bekerja sama dengan pengusaha-pengusaha catering di kota apalagi jika ada pesanan dalam jumlah banyak dan mendesak. Inilah yang menjadi harapan bagi Rangga dan Dilman untuk menyelamatkan acara besok malam sekaligus menjaga nama baik keluarga mereka.

Pas waktu magrib Rangga dan Dilman tiba di kampung itu. Terlihat suasana di desa itu sepi. Tidak banyak orang-orang yang mereka jumpai.

“Mau tanya siapa?” kata Rangga.

“Itu saja”, jawab Dilman menunjuk ke seorang nenek-nenek yang sepertinya hendak pergi ke surau lengkap sudah mengenakan mukenanya.

Dilman pun langsung turun dari mobil untuk menghampiri nenek-nenek itu.

“Permisi mbah, mau numpang bertanya”, ucap Dilman dengan lembut.

“Mau tanya apa mas?”, jawab nenek-nenek itu.

“Saya ke sini mencari rumahnya Mbah Robiah yang sering berjualan kue di pasar”, kata Dilman dengan seksama.

“Kamu mau pesan makanan?”, tanya nenek-nenek itu.

“Iya mbah”, jawab Dilman.

“Saya mbah Robiah penjual kue di pasar yang kamu maksud”, kata nenek-nenek itu.

“Syukurlah mbah”, ucap Dilman.

“Sekarang kamu ke rumah mbah dulu saja”, ucap mbah Robiah.

Sesampainya di rumah mbah Robiah.

“Mau pesan apa dan berapa jumlahnya”, tanya mbah Robiah.

“Nasi kotak sama snack 1000 porsi mbah”, ucap Dilman.

“Untuk kapan?”, tanya mbah Robiah.

“Acaranya besok malam mbah habis isya”, terang Dilman.

“Coba sekarang kamu tuliskan di kertas ini rinciannya”, pinta mbah Robiah.

Setelah menerima catatan dari Dilman mbah Robiah pun mengajukan harga untuk pesanan itu dan mewajibkan Dilman untuk membayar uang muka yang akan digunakan untuk membeli bahan-bahan dan kebutuhan lainnya. Dilman yang sangat berterimakasih masalahnya bisa terselesaikan langsung saja membayar lunas biayanya.

“Sama tuliskan alamat kamu ya nak. Besok sore biar cucu mbah yang antarkan pesanannya ke rumah kamu”, kata mbah Robiah.

“Siap mbah” karta Dilman.

“Terimakasih ya mbah sudah membantu saya dan keluarga saya. Karena keadaan yang tidak terduga kami harus memesan catering dalam jangka waktu yang mepet. Untung ada mbah Robiah yang mau menerima pesanan kami. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih mbah”, ungkap Dilman.

“Sama-sama nak. Mbah juga senang masih bisa menolong orang lain. Kalau cuma 1000 porsi saja meski dalam waktu satu malam bagi mbah itu urusan kecil”, kata mbah Robiah.

***

Dengan wajah sumringah yang sudah tidak tegang lagi Dilman menghampiri Rangga yang menunggu di dalam mobil enggan untuk diajak ke rumah mbah Robiah.

“Kita sholat magrib dulu Ngga”, ajak Dilman.

“Kita sholat di POM bensin aja ya mas”, ajak Rangga.

“Kenapa nggak di masjid sini saja?”, kata Dilman.

“Di POM bensin saja, di sini ngeri hawanya kaya di kuburan, sepi”, ucap Rangga.

***

“Jadi gimana mas? Mbah Robiah mau menerima pesanan kita?”, tanya Rangga.

“Mau dong Ngga. Malahan kata dia kalau cuma 1000 porsi itu masih urusan kecil”, jelas Dilman.

“Meski cuma 1 hari?”, tanya Rangga.

“Meski cuma 1 hari”, jawab Dilman yakin.

“Untunglah kita. Aku sendiri agak sedikit ragu tadi waktu ibu pengusaha catering yang memberikan alamat mbah Robiah kepada kita bilang kalau sudah seminggu lebih mbah Robiah tidak berjualan di pasar”, ungkap Rangga.

“Oh itu. Tadi aku juga sempat nanya. Katanya ia memang baru saja sakit. Tapi syukurlah sekarang sudah sembuh. Namanya juga sudah tua paling cuma kelelahan saja”, jawab Dilman.

***

Rumah masa kecil mereka sudah tertata rapi untuk acara habis isya memperingati 100 hari meninggalnya almarhumah sang ibu. Sore menjelang magrib Dilman dan Rangga menunggu dengan cemas catering pesanan mereka yang telah dijanjikan akan dikirim setelat-telatnya sore hari beberapa jam sebelum acara dimulai.

Di teras rumah Dilman dan Rangga menghabiskan berbatang-batang rokok tanpa berbicara satu sama lain menunggu kedatangan catering Mbah Robiah diantarkan ke rumah mereka.

Tepat waktu magrib akhirnya yang ditunggu tiba juga. Seorang pemuda yang mengaku sebagai cucu mbah Robiah datang dengan membawa pesanan catering yang sudah dijanjikan. Rangga dan Dilman membantu cucu mbah Robiah yang datang sendiri dengan mobil baknya untuk menurunkan 1000 pesanan lalu dibawa masuk ke dalam rumah.

Rangga dan Dilman harus bekerja keras karena kebetulan di waktu magrib itu di rumah mereka tidak ada orang lagi karena semuanya sudah berangkat ke masjid.

“Kateringnya sampai kapan mas?”, tanya Rianti kepada Dilman.

“Tadi pas adzan magrib. Untung masih ada aku dan Rangga yang menunggu di rumah”, jawab Dilman.

***

Setelah acara tahlilan dan doa bersama selesai para tamu undangan pun pulang. Mereka juga membawa bekal berupa nasi kotak dan snack yang sempat membuat gusar tuan rumah pemilik acara hajatan dalam menyediakannya.

“Kok masih banyak yang sisa mas kateringnya?”, tanya Rianti.

“Sebenarnya undangannya cuma 978, aku bulatin saja jadi 1000. Sisanya bisa kita makan sendiri. Sama bisa kita kasihkan lebih ke orang-orang yang sudah bantu-bantu di sini”, jawab Dilman.

Semua orang di malam itu dibuat tercengang dan takut. Ketika mereka membuka makanan catering dari acara itu. Bukanlah nasi dan ayam atau pun jajanan snack yang mereka terima. Tanah, dedaunan kering dan bunga kantil adalah isian di dalam kotak putih yang mereka bawa pulang. Dan yang lebih membuat mereka tambah seram adalah aroma bau kuburan yang begitu kentara ketika mereka membuka kotak tersebut.

Beberapa hari kemudian setelah diselidiki rupanya Mbah Robiah si penjual kue di pasar yang memang sering menerima pesanan catering dalam jumlah yang banyak sudah meninggal dari beberapa minggu yang lalu.

Sekolah Terakhir

“Berangkat dulu ya”,

“Assalamualaikum”,

Julia berpamitan kepada ibunya untuk berangkat ke sekolah.

“Waalaikumussalam”

“Dihabiskan sarapannya”,

Balas ibu Julia yang sedang sibuk mengurus si kecil yang masih bayi.

Seperti biasa setelah keluar dari komplek rumahnya Julia menunggu angkot di pinggir jalan yang akan mengantarkannya ke tempatnya bersekolah. Gadis remaja kelas IX SMP itu juga sedang menunggu sahabatnya yang juga bersekolah di sekolah yang sama. Mereka juga tinggal di komplek perumahan yang sama. Julia mengira ia sudah terlambat makanya ia berangkat buru-buru. Tapi sampai di pinggir jalan tempat biasa ia dan teman baiknya itu menunggu angkot ia masih sendirian.

Julia tolah-toleh menunggu temannya kenapa masih belum datang, padahal waktu sudah mulai siang. Tentu ia tidak mau terlambat masuk sekolah karena akan ada sanksinya. Ia semakin cemas apalagi setelah angkot yang biasa mereka tumpangi telah datang. Melihat kendaraan umum itu dari jauh Julia menghubungi temannya lewat chat tapi tidak berbalas.

Tidak kunjung mendapati temannya datang Julia akhirnya memutuskan untuk berangkat sendiri.

“Tunggu”,

Suara yang tidak asing bagi Julia. Tepat sebelum angkutan umum itu kembali melaju sahabat yang ditunggu akhirnya datang.

“Aku kira kamu tidak masuk Din”, kata Julia kepada Dini sahabatnya.

“Aku kesiangan tadi bangunnya”,

Jawab Dini yang nafasnya masih tersengal-sengal karena berpacu mengejar waktu.

“Kamu bawa tumbler nggak Jul? Aku lupa bawa. Minta airnya ya?”, pinta Dini kepada Julia.

Julia pun memberikan botol minuman kepada sahabatnya itu. Terlihat Dini sangat letih dan haus. Begitu nikmat menyegarkan tegukan air putih di waktu yang dibutuhkan.

***

15 menit berlalu Dini dan Julia sampai di sekolah mereka. Beruntung mereka tidak datang terlambat.

“Aku ke WC dulu ya Jul”, kata Dini.

“Aku temani ya”, kata Julia.

“Tidak usah. Nanti kalau masuknya telat setelah guru sudah masuk kelas kita bisa dikira datang terlambat”, alasan Dini karena mereka berdua duduk satu bangku.

“Okay masuk akal. Tapi kamu tidak apa-apa kan Din? Kamu pucet banget”, tanya Julia.

“Nggak pa-pa Julia. Ini cuma capek saja”, pamit Dini meninggalkan Julia ke WC.

Jam pertama sudah dimulai. Guru sudah masuk kelas. Mata pelajaran pertama pagi ini adalah matematika yang merupakan mata pelajaran kesukaan Julia dan Dini.

“Ada yang belum datang?”, kata ibu Guru.

“Julia, teman kamu mana?” tanya ibu Guru yang melihat kursi Dini menjadi satu-satunya kursi yang kosong.

“Sedang ke toilet Buk”, jawab Julia.

Satu jam pelajaran sudah hampir selesai tapi Dini juga belum masuk ke kelas. Julia benar-benar khawatir. Ia memutuskan untuk menyusul Dini. Julia izin ke toilet untuk mencari sahabatnya.

Julia mencari Dini di seluruh toilet sekolah. Tapi hasilnya nihil. Ia tidak menemukan Dini. Bahkan ia juga memeriksa WC laki-laki. Tapi tetap saja tidak ada Dini di sana. Karena melihat kondisi terakhir Dini yang tampak sakit akhirnya Julia memutuskan untuk pergi ke UKS sekolah. Siapa tahu Dini memilih untuk beristirahat di sana.

Julia ke UKS sekolah. Di sana sepi tidak ada seorang pun. Tidak ada guru dan juga tidak ada siswa. Setelah mengecek ruangan itu sepenuhnya Julia pun ingin segera pergi ke tempat lain untuk mencari Dini. Atau siapa tahu sekarang sahabatnya itu sudah masuk ke kelas.

“Julia”,

Belum juga sampai keluar pintu UKS Julia mengurungkan niatnya untuk pergi. Suara yang memanggil namanya itu jelaslah suara Dini meski terdengar sedikit creepy.

“Kamu dimana Din?”, tanya Julia.

“Aku di sini”, jawab Dini.

Julia menghampiri Dini yang ternyata tengah berada di ruang kamar UKS. Ia mendapati sahabatnya itu terbaring lemas di tempat tidur. Tampak wajahnya yang makin pucat. Wajahnya pucat pasi dengan lingkaran mata yang menghitam. Badannya dingin. Terlihat kondisi Dini semakin tidak baik.

“Tadi aku kemari kamu kok nggak ada Din?”, tanya Julia.

“Baru saja aku dari toilet Jul”, ucap Dini.

“Julia, aku minta maaf ya kalau selama ini banyak salah ke kamu. Aku juga mau berterimakasih sama kamu sudah mau menjadi sahabatku, teman baikku”, ungkap Dini yang tiba-tiba merubah suasana menjadi biru.

“Kamu apa-apaan sih Din, kaya sudah tidak mau sembuh saja”, jawab Julia.

“Iya Dini, aku juga senang banget punya sahabat kaya kamu. Aku sama teman-teman yang lain sayang sama kamu”, ucap Julia.

“Sudah kamu istirahat dulu biar cepat sembuh”, ujar Julia.

“Iya Julia, aku juga pengen cepat sembuh supaya bisa main sama kamu lagi”, kata Dini.

“Julia, nanti kamu pulang sekolah sendiri ya. Soalnya bapak ibuku sedang jemput aku ke sekolah. Aku izin pulang dulu”, kata Dini kepada Julia.

“Iya Din, kamu istirahat dulu. Aku ke kelas dulu. Nanti jam istirahat aku ke sini lagi. Mau nitip jajan apaan?”, kata Julia.

“Tidak usah repot-repot Jul”, kata Dini.

***

Julia kembali ke kelas. Ia meninggalkan sahabatnya sendiri di UKS. Ia berharap setelah tidur istirahat Dini bisa kembali sehat.

Sesuai janjinya Julia kembali ke UKS di jam istirahat untuk menemani Dini. Ia juga tidak lupa membawakan jajanan kesukaan sahabatnya itu. Tapi ketika sampai di UKS Dini sudah tidak ada di sana. Di UKS juga sepi tidak ada siapa-siapa. Tidak ada guru dan juga tidak ada siswa yang lain. Julia berpikir positif pasti sahabatnya itu telah dijemput pulang oleh orang tuanya.

Jam pelajaran terakhir. Beberapa menit lagi sekolah hari ini akan selesai. Julia sudah tidak sabar ingin cepat pulang untuk selanjutnya berkunjung ke rumah Dini yang sedang sakit.

Datanglah guru BK yang masuk ke kelas Julia di sela-sela pelajaran tengah berlangsung.

“Julia mana?”, tanya guru BK setelah meminta izin.

“Saya Pak”, jawab Julia sambil mengangkat tangannya.

“Rumah kamu satu komplek dengan Dini kan?”, tanya guru BK tersebut.

“Iya Pak, rumah saya satu komplek dengan rumahnya Dini”, jawab Julia.

“Nanti setelah jam pelajaran selesai dari pihak sekolah dan juga perwakilan dari teman siswa yang lain mau ke rumah Dini. Kamu Julia sekalian ikut pulang bareng kami ya?”, pinta guru BK.

“Iya Pak, baik”, Julia menurut.

Julia berpikir baik sekali pihak sekolah dan murid-murid lainnya. Baru sakit sehari saja langsung dijenguk rame-rame. Apa mungkin karena sudah mau lulus ya batin Julia.

***

Rupanya tidak hanya dari pihak sekolah yang diwakili para guru-guru dan juga siswa-siswa teman satu kelasnya saja yang datang menjenguk Dini. Banyak orang-orang asing yang tidak Julia kenal pada hari itu yang juga datang ke rumah Dini.

Tangis Julia pun pecah tak ada yang bisa membendung tatkala ia melihat sahabatnya sudah terbungkus indah mengenakan kain kafan yang putih bersih serta baunya yang wangi.

“Dini kenapa tante?”, tanya Julia sesenggukan.

Ibunda Dini tidak kuasa hanya ingin membalas jawab pertanyaan dari sahabat anaknya tersebut.

“Peluk Dini nak”, hanya itu yang bisa ibunda Dini ucapkan sambil tak kuasa menahan air mata yang selalu kembali keluar berlinang.

Julia memeluk hangat Dini yang sudah tidak bernyawa untuk yang terakhir kalinya. Terlihat wajah almarhumah yang berseri meski telah mati.

***

Senin pagi itu pihak sekolah telah diberitahu oleh salah seorang kerabat dari keluarga Dini jika salah satu siswi mereka telah meninggal dunia. Dini tidak mengalami sakit parah sebelumnya. Anak baik hati itu hanya demam selama dua hari sebelum untuk selamanya kembali kepada pangkuan Sang Pencipta.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!