Mohon maaf ya, atas sebesar-besarnya bagi pembaca yang mau membaca cerita ini harus tunda dulu di S1 nya🙏
Silahkan baca S2 yang sudah di sediakan di lapak novel yang sama.
Monggo mumpung belum tamat🤭.
Maaf atas ketidak kenyamanan nya🙏
Karena ada sesuatu kendala membuat author hari me-revisi kembali🙏
Mohon pengertiannya, terima kasih.
Mohon maaf ya, atas sebesar-besarnya bagi pembaca yang mau membaca cerita ini harus tunda dulu di S1 nya🙏
Maaf jika ada kesalahan atau kesamaan pada season 1 dan dua🙏. Itu ketidaksengajaan, dan merupakan cerita fiksi. Selamat membaca🙏
#Revisi
******
Hari pertama yang sungguh penuh masalah. Bermain-main dengan tikus kecil yang sedang bersembunyi. Ini lah Dilon Devandra, orang yang paling di takuti. Mafia yang mempelajari ilmu dari seorang pria tua.
Ia menghentakkan kakinya mendekati sebuah lorong yang buntu.
"Keluarlah, sebelum aku keluarkan." Diiringi dengan tawaan receh dari mulutnya. Namun beberapa detik kemudian, ia langsung merubah pandangannya tajam ke lorong buntu itu.
"Tidak mau keluar ya? Kau mau bermain-main dengan ku. Baiklah, Stev bantu aku mencari nya." Ujar Dilon kepada Steven di belakangnya.
Orang yang merupakan kepercayaan Dilon. Di beri kesempatan untuk menjadi asistennya dari kecil. Itulah Steven Wiliam.
Stev atau Steven itu hanya mengangguk. Ia tahu seperti apa Dilon, orang yang egois dan keras kepala. Semuanya harus atas kehendaknya.
Steven melangkahkan kakinya menelusuri lorong. Ia berjalan ke arah sudut, lalu berbalik badan. Memberi jarak terhadap kakinya, lalu menggenggam kedua tangannya di belakang.
"Sudah tuan?" Steven di sana.
"Baiklah, bagus Steven! Kau memang cemerlang," Entah apa yang di inginkan pria satu ini terhadap lorong itu.
Perlahan ia berjalan dengan santai di sebuah tong sampah. Kau ingin bermain-main dengan ku ya? baiklah kalo itu yang kau inginkan. Batin Dilon.
Ia membuka tutup tong sampah itu dengan perlahan. Menggesernya dan terus menggesernya ke arah kanan.
Bugh!
Satu tangan meleset memukul wajahnya. Dilon mundur beberapa langkah ke belakang sembari merintih karena pukulan itu. Sedangkan pria itu mencari celah untuk kabur.
Tap...Tap...Tap
Dilon mengejar pria itu yang berlari berusaha kabur darinya. Larinya seperti pencuri handal.
"Berhenti!!" Dilon terus meneriaki pria itu.
Ketika ia hendak meraih punggung pria itu, tanpa sengaja ia menabrak wanita yang hampir tanpa jarak di antara mereka.
Bugh!
"Awww,"
Seketika Dilon menghentikan kegiatannya ketika menatap seorang wanita yang terjatuh. Ia menatap pria itu yang sudah menghilang dari pandangannya.
"Shit! Ini semua salah mu, kenapa kau ada di jalan ini!!" Geram Dilon kepada wanita itu.
"Kau sendiri kenapa ada disini? Ini jalan umum, bukan jalan mu saja!" Ujar wanita itu sembari berdiri dengan terhuyung.
Mata mereka saling berpandangan, kemudian beberapa detik mereka sama-sama memalingkan mukanya kesal. Dilon geram karena kehilangan jejak pria itu.
"Tuan, apa anda baik-baik saja?" Steven datang dengan nafas yang tak beraturan.
"Apa lagi!! Semua nya kacau karena wanita itu!!" Geram Dilon menatap ke arah wanita yang ada di samping Steven.
"Hei tuan, aku disini mau pulang! Bukan mau cari gara-gara, lagi pula kenapa kau menggerutu seperti itu? apa rumah mu habis di masuki oleh pencuri hah!" ujar nya.
"Iya, pencuri kecil yang gesit!" ujar Dilon dengan penuh tekanan. Rahangnya bahkan sudah berdiri tegak sempurna.
"Mam*us, itu yang pantas kau dapatkan." Ujar nya lalu tersenyum meremehkan.
"Hei kau mau kemana?" Tanya Dilon.
"Ke hati mu," ujar nya dengan maksud bercanda.
"Tidak ada pintu yang terbuka untuk mu disini!!" Ujar Dilon memukul dadanya.
"Biarkan aku mencari kuncinya nanti, byee." ujar wanita itu melambaikan tangan sebelum berlari menjauh dari mereka.
"Selidiki siapa wanita itu, kau melihat jelas tag nama nya kan?" ujar Dilon dengan seringaian.
"Baik tuan," ujar Steven menunduk hormat.
"Tapi masalah pria itu.." Steven menggantungkan ucapannya.
"Sudah lah lupakan, aku tahu jelas seperti apa pria itu. Yang penting selidiki wanita itu, aku ingin tahu seperti apa latar belakangnya. Seorang wanita yang berani menggoda ku!" Ujar Dilon.
"Baik tuan," ujar Steven.
Wanita itu hanya bercanda tuan, anda jangan di bawa ke hati. Batin Steven menggelengkan kepalanya.
"Ya sudah ayo pulang," ujar Dilon berjalan menuju ke arah mobil.
"Baik tuan, anda ingin pulang ke rumah?" Tanya Steven berjalan mengikuti Dilon.
"Tidak, di apartemen saja. Aku tidak ingin pulang dengan keadaan yang kacau, watak Lia tidak sependiam itu bukan?" Tanya Dilon.
"Ya tuan, saya mengerti." ujar Steven.
Mengerti ya mengerti, lebih baik aku ikut tuan menginap di apartemen dari pada pulang ke rumah nya. Ujar Steven
Selama bekerja dengan Dilon, Steven memang selalu mengikuti Dilon berada. Hingga, tempat tinggal pun harus sama dan saling berdekatan. Tujuannya supaya tak akan menunda-nunda apa yang di perintahkan oleh Dilon.
Di perjalanan, Steven mengambil ponselnya dari saku celananya. Ia memilih satu nomor seseorang yang akan menyiapkan apartemen untuknya dan Dilon.
"Siapkan apartemen tuan di jalan persimpangan block C, atur juga apartemen untuk ku." Ujar Steven
"..."
"Terserah, VVIP!" ujar Steven lalu mematikan teleponnya.
Ia pun segera membuka pintu untuk tuannya, lalu melangkahkan kakinya ke arah kursi kemudi. Mengendarai mobilnya menuju apartemen terdekat.
Mohon maaf ya, atas sebesar-besarnya bagi pembaca yang mau membaca cerita ini harus tunda dulu di S1 nya🙏
Maaf jika ada kesalahan atau kesamaan pada season 1 dan dua🙏. Itu ketidaksengajaan, dan merupakan cerita fiksi. Selamat membaca🙏
#Revisi
******
Beberapa hari kemudian, Pendataan yang telah di rancang Serapi mungkin oleh Steven yakni asisten Dilon pun telah selesai.
ia berdiri dari tempatnya menuju tempat Dilon, sembari membawa berkas data wanita yang ia pinta.
Tok Tok Tok
pintu itu di ketuk dengan pelan dan tidak terdengar buru-buru. Steven pun bergegas masuk setelah mendengar suara Dilon yang menyuruhnya masuk.
Dilon menatap Steven seraya mengerutkan keningnya. Tidak biasanya di tengah-tengah jam kerja Steven datang di ruangannya.
"Ada apa? Apakah ada masalah mengenai suatu hal?" Tanya Dilon.
Steven mengangguk namun tidak menjawab, "Data yang anda minta mengenai gadis beberapa hari yang lalu tuan." Ujar Steven.
Dilon mengerutkan keningnya seraya tersenyum, "Bagus jika kau sudah mendapatinya," ujar Dilon dengan happy.
Steven hanya menggelengkan kepalanya begitu Dilon semangat menyimak data milik wanita itu.
"Saya akan kembali ke ruangan, jika ada apa-apa anda bisa menelpon saya." Ujar Steven.
Dilon tidak menanggapi, membuat Steven hanya menghela nafas berusaha menghilangkan rasa kekesalannya. Ia pun pergi tanpa Dilon tau. Sangking seriusnya membuatnya lupa akan keadaan sekitar.
Ia tersenyum begitu menemukan adegan yang menurutnya menarik di data diri milik gadis itu. Yang bernama Mira.
******
Di sisi gadis itu, ia sedang bekerja di sebuah restoran. Mengelap meja yang telah di pakai oleh pelanggan membuatnya harus menjaga kerapian dan kebersihan restoran tempat ia bekerja.
Tubuhnya bergetar seraya kaget ketika merasakan sebuah tangan menempel di pundaknya.
"Viola! Mengapa kau mengagetkan aku," ujar Mira terkejut.
Viola hanya tersenyum melihat kepanikan Mira. Lalu ia menunjuk ke arah belakangnya.
"Ada yang mencari mu, pergi lah. Biar aku yang membereskan ini.." ujar Viola.
Mira hanya mengangguk, lalu menuju ruangan belakang. Sebelumnya ia bertanya kepada Viola, siapa yang datang menemuinya. Namun malah Viola menggelengkan kepalanya tidak mengenal.
Membuatnya mau tak mau harus bergegas ke belakang. Ia menatap seorang pria sedang minum membelakanginya. Membuat Mira merasa tidak enak jika menganggu. Tapi apa daya, pria itu sudah menunggunya.
Karena tidak mau membuat pria itu menunggu lebih lama lagi. Mira pun memanggil pria itu.
"Selamat pagi," ujar Mira singkat.
Ia lebih memilih menggunakan kata kalimat yang berupa sapaan dari pada harus mengatakan, "Hai/halo." Itu merupakan sebuah kalimat yang menurut nya tidak pantas di katakan ketika seseorang menunggu dirinya.
Pria itu berbalik badan, sembari memegangi minuman berwarna merah di tangannya. Ia tersenyum, memperlihatkan dua lubang di pipinya. Mira terkejut, siapa yang datang di jam kerja nya hari ini.
"Fian! Mau apa lagi kau kemari," ujar Mira.
Fian tersenyum seraya tau apa yang akan di ucapkan oleh Mira kepadanya. Ia meletakkan gelas nya di meja lalu mendekat ke Mira.
"Kau mau apa, jangan menyentuh ku." Ujar Mira menaruh kedua tangannya di depan dada sembari mundur ke belakang.
Fian terhenti di tempatnya, ia menatap Mira sembari mencincingkan matanya.
"Kenapa? Aku hanya ingin memeluk kekasih ku saja, tidak lebih." Ujar Fian.
"Aku bukan kekasih mu Fian!! Orang mana yang pantas di sebut kekasih jika kekasihnya sendiri selingkuh!" Ujar Mira dengan tajam. Ia mendongak menatap manik mata Fian yang menatapnya dengan sulit di artikan.
"Aku tidak selingkuh sayang, dia hanya sepupu ku." Ujar Fian berusaha menenangkan Mira.
"Oh ya? Jadi kau berharap aku akan memercayai mu? Sepupu mana yang mencium sepupunya sendiri di tempat yang sepi, hm?" Ujar Mira sembari mundur. Ia takut jika Fian akan melakukan kekerasan kepadanya.
"Aku mohon sayang percayalah kepada ku, aku tidak pernah selingkuh dari mu." Ujar Fian mendekat.
Seperti dugaan Mira, ia pun langsung mundur dan ingin mendorong Fian supaya jauh dari nya. Namun nihil, pergerakannya sudah di duga oleh Fian membuat nya harus terjebak di pelukan Fian.
"Berikan aku kesempatan sekali lagi, aku mohon.." ujar Fian dengan sedu. Mira tercengang dengan ucapan Fian. Ingin rasanya ia mencaci maki Fian, namun fakta bahwa Fian telah menyelamatkan ibunya dari kecelakaan harus membuatnya mengurungkan hal itu.
Mira melepaskan pelukan Fian secara perlahan.
"Aku bisa memaafkan mu Fian, tapi ada syarat." Ujar Mira.
"Apa? Asalkan hubungan kita tetap berlanjut aku akan menerima semua syarat mu." Ujar Fian.
"Itu masalahnya, aku ingin mengakhiri hubungan kita dengan baik-baik. Aku mohon, aku ingin bebas dari mu." Ujar Mira.
Fian menggepengkan kepalanya, ia tidak terima jika di putuskan oleh Mira.
"Sayang dengarkan aku, aku tidak mau putus dengan mu. Tujuan ku jauh-jauh untuk menemui mu dan membicarakan ini dengan baik-baik mengapa aku malah di putuskan? Sayang, aku tidak bisa terima jika kau memutuskan hubungan kita." Ujar Fian.
"Tidak Fian tidak, aku bisa menghargai bahwa kau datang kesini untuk membujuk ku. Tapi aku mohon, aku ingin bebas dan tidak terkekang dengan hubungan kita lagi." Ujar Mira dengan serius. Ia menatap dalam mata Fian itu.
"Jika kau mengakhiri hubungan kita ini, kau belum memaafkan ku kan?" Ujar Fian dengan tersenyum getir.
Mira menggelengkan kepalanya, "Aku sudah memaafkan mu. Aku.. aku hanya sibuk! Aku takutnya kau akan marah kepada ku jika aku tidak bisa menghubungi mu." Ujar Mira sedikit menggarukkan kepalanya yang tidak gatal.
"Tidak Mira, jika kau sudah memaafkan ku kau tidak akan pernah memutuskan hubungan kita.." ujar Fian memelas.
"Fian aku mohon mengerti lah, terima keadaan. Aku benar-benar sudah memaafkan mu, aku—"
"Mira, kau di panggil." Tiba-tiba seseorang yang merupakan rekan kerja Mira pun datang. Membuat Mira langsung menoleh ke sumber suara seraya mengangguk.
"Aku akan datang beberapa saat lagi," ujar Mira. Membuat rekan kerjanya itu mengangguk lalu meninggalkan Fian.
"Maafkan aku Fian," ujar Mira meninggalkan Fian.
******
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!