"KAK NISA MAU KEMANA?"
Teriakan itu membuat gadis yang baru genap berusia tujuh belas tahun ini seketika menoleh, kemudian perlahan menurunkan kaki satu kakinya yang sudah naik ke jendela kamarnya.
Annisa merotasikan bola matanya, seraya menghembuskan napas beratnya. "Kamu itu kebiasaan banget deh masuk kamar orang enggak pake ketok pintu dulu. Enggak sopan itu namanya," ucapnya kesal pada adik perempuannya.
"Iya aku minta maaf," Alesha memang terlihat merasa bersalah, tapi tetap saja ia selalu mengulangi kebiasaan buruknya itu. "Tapi Kak Nisa mau kemana? Kok manjat jendela? Bukankah tadi Kakak bilang sedang tidak enak badan..."
"Sssttt..." Annisa langsung memotong pertanyaan-pertanyaan Alesha. "Harusnya aku yang tanya, ngapain kamu ke kamarku tanpa mengetuk pintu? Bukankah seharusnya kamu pergi kajian sama Abi dan Umi?"
"Aku baru saja dapet jadi enggak bisa ikut kajian malam ini, dan tadi sebelum berangkat Ummi memintaku untuk menjaga Kakak." Alesha tak ingin kakaknya lolos begitu saja dari pertanyaannya, sehingga ia mengulang pertanyaannya kembali. "Lalu kakak sendiri?"
"Bukan urusanmu!" jawab Annisa ketus, ia berbalik dan manjat keluar dari jendela kamarnya.
"Loh Kakak mau kemana?" tanpa pikir panjang Annisa menyambar hijab yang tersampir di kursi belajar kakaknya, kemudian ia melompat mengejar Annisa. "Kak Nisa tunggu!"
Annisa berlari semakin cepat, celana pendek yang dikenakannya membuatnya mudah untuk melompat dan melewati pekarangan ibundanya. Berbeda dengan adiknya, gadis kecil yang usianya baru menginjak lima belas tahun itu nampak kesulitan dengan gamis panjangnya, ia bahkan beberapa kali tersandung-sandung.
Namun Alesha tak menyerah, ia tak akan membiarkan kakaknya keluar dari rumah apa lagi dengan pakaian super mini seperti itu. "Kak Nisa, tunggu!"
Annisa menoleh sekilas, sesaat sebelum ia melompat pagar belakang rumahnya. Ia tersenyum penuh kemenangan karena yakin Alesha tak mampu menghentikannya. "Dewi fortuna betul-betul sedang berpihak kepadaku." Annisa bergegas melangkah memasuki taxi online yang sudah ia pesan sebelumnya.
Kemenangan yang tadi ia rasakan langsung berubah, saat secara tiba-tiba Annisa menahan pintu mobil saat Annisa hendak menutupnya. "Kak Nisa tidak bisa keluar dengan pakaian seperti ini, Abi dan Ummi pasti akan marah besar, dan Kakak akan dapat dosa besar," ia berusaha keras menarik Annisa keluar dari mobil.
Alesha pun berhasil membuat kakaknya keluar dari mobil, meski dengan wajah yang begitu marah. "Aku sudah tujuh belas tahun, aku berhak menetukan langkahku." Ia mengungkapkan bahwa selama ini dirinya sudah benar-benar lelah terus menerus di atur dan di kekang oleh kedua orang tuanya dan aturan di pesantren tempatnya menimba ilmu.
Karena kebetulan ia sedang libur, ia memanfaatkan kesempatan ini untuk bisa melihat dunia luar, gemerlapnya kota Jakarta yang selama ini hanya ia lihat di internet.
Ya, di setiap kesempatan Annisa selalu mencuri-curi kesempatan untuk berselancar di dunia maya, ia juga memiliki satu teman dekat bernama Angel. Yang kini mengundangnya untuk datang ke pesta ulang tahun saudaranya, di hotel berbintang lima.
Angel mengatakan bahwa pesta tersebut akan di selenggarakan sangat meriah, hanya anak-anak paling keren yang di undang le acara tersebut. Melihat cara berpakaian Anggel yang selalu di pamerkan di sosial mediannya, tentu Annisa berpikir akan menanggalkan gamis yang selalu di kenakannya.
"Istighfar Kak Nisa...!" seru Alesha.
"Cukup Alesha!" bentak Annisa. "Kau tidak perlu merasa sok suci, atau lebih baik dari aku. Aku tahu kau banyak menyimpan alat lukis di lokermu, aku tahu kau lupa menghafal surat Al-Hujurat karena kau keasyikan melukis, dan kau pasti tahu apa hukumnya melukis wajah manusia?"
Annisa mendorong adinya menjauh darinya, kemudian ia kembali masuk ke mobil. Namun lagi-lagi ketika Annisa hendak menutup pintu Alesha menhannya. "Aku ikut," ia mendorong Annisa masuk lebih jauh kemudian duduk di samping kakaknya dengan tenang.
"Apa kita sudah bisa berangkat?" tanya sang sopir taxi yang sedari tadi sudah menunggu mereka berdebat.
"Ya," Annisa mengusap wajahnya kasar, ia sudah tidak punya waktu untuk berdebat dengan adiknya sebab pesta akan segera di mulai.
***
Tiba di hotel Annisa meminta Alesha kembali pulang, tapi Alesha tetap ingin ikut masuk bersama kakaknya. "Kau tidak bisa menggunakan pakaian seperti ini kedalam," ia mencoba menjelaskan bahwa pesta ini bukanlah pesta yang biasa di hadiri bersama orang tuanya.
"Kalau begini?" Alesha melepas hijab dan menggulung gamis yang di kenakannya.
Annisa mengerang, ia tetap meminta Alesha untuk kembali pulang. Tapi handphonenya berdering, Anggel sudah menantinya di dalam, ia juga mengatakan bahwa pestanya akan segera di mulai.
"Terserah kau saja," Annisa sudah tidak punya waktu untuk berdebat lagi dengan adiknya. Setelah membayar taxi berikut dengan tip karena membuat sang sopir menunggu, Annisa bergegas masuk ke ballroom hotel tempat acara tersebut di selenggaran, di ikuti oleh Annisa di belakangnya.
***
Ternyata benar apa yang di katakan Annisa, ini bukan pesta yang biasa ia hadiri bersama orang tuanya. Kepulan asap rokok, suara musik yang memekakan telinga, minuman beralkohol yang bertebaran di mana-mana, dan... Sepasang muda-mudi bersentuhan layaknya sepasangan suami istri, tapi tentunya bukan. Karena dari wajahnya, mereka terlihat seumuran dengan Annisa.
Angel menyambut Annisa dengan ramah dan akrab, seolah mereka teman lama. Wanita berambut pirang itu menoleh ke arah Alesha, tapi Annisa langsung memberi kode agar Angel tidak perlu memperdulikan adiknya.
"Oke," Angel mengangkat bahunya, ia kembali menatap Annisa. "Kau masih ingat dengan pria yang pernah aku ceritakan beberapa waktu lalu? Dia datang..!"
Annisa teriak kegirangan. "Benarkah? Dimana?"
"Tadi di sana," Angel menujuk meja bar. "Ayo kita cari dia," ia menarik Annisa menuju meja bar yang di tunjuknya.
Sembari mengikuti kakaknya dari belakang, mata Alesha terus bergrilya mengamati satu persatu orang yang berada di ruangan itu. Sebetulnya ruangan itu begitu luas dan mewah, namun karena banyaknya orang dan kepulan asap rokok, membuat tempat itu pengap, pikir Alesha.
Ia terus mengikuti Annisa dan Anggel, melewati kerumunan. Semakin mendekat ke arah meja bar, tatapan Alesha terpaku pada seorang pemuda tampan berkulit coklat, duduk di bar sembari menikmati minuman beralkohol yang Alesha sendiri tak tahu jenisnya.
Alesha seperti tak asing dengan pria itu, tapi ia sendiri tak yakin pernah bertemu dengan pria itu. Ia begitu fokus memperhatikan pria itu, sampai-sampai ia tak menyadari kalau jantungnya bedebar begitu kencang.
***
Hai teman-teman...
Terima kasih sudah mampir dan membaca karyaku 😚
Sebelumnya aku mau minta maaf jika tulisan kali ini tidak pas atau kurang berkenan untuk kalian. Aku sudah memperdiksikan sebelumnya, akan bayak pro dan kontra. Tapi percayalah, tulisan ini tidak bermaksud menyinggung pihak manapun dan tentunya di setiap tulisanku terdapat pesan mendalam yang ingin aku sampaikan.
Happy reading, enjoy. ❤
"Hai, Ndra," sapa Anggel sembari mencondongkan tubuhnya untuk memeluk dan mengecup pipi pria yang akrab ia sapa Andra.
Anggel dan saudara sepupunya yang tengah berulang tahun pernah satu tongkrongan dengan Andra, beberapa waktu lalu saat bertemu lagi dengan Anggel, gadis itu mengundang Andra.
Sejujurnya Andra sendiri terlihat tak begitu menikmati pesta ini, beberapa kali ia melihat jam di pergelangan tangannya seolah sedang ada janji dengan orang lain, tapi saat melihat Anggel ia tersenyum ramah untuk menghargai undangan gadis itu.
"Kenalin, ini temanku namanya Nisa. Dan Nisa, ini Andra. Pria yang aku ceritain waktu itu," Angel mengenalkan keduanya.
Dengan ragu-ragu dan tangan yang sedikit gemetar Annisa mengulurkan tangannya, ini adalah kali pertamanya ia menjabat tangan seorang pria yang bukan mahromnya.
Maklum saja, selama ini Annisa tinggal di lingkungan pesantren. Ayahnya bisa di bilang seorang ulama, sehingga peraturan mengenai batasan interaksi dengan lawan jenis begitu ketat.
"Aku Andra," pria itu menjabat tangan Annisa dengan mantap, kemudian ia melongok ke belakang punggung Nissa.
Andra tersenyum pada gadis manis yang berada di belakang Nisa. "Hai," sapanya. "Kenapa kau bisa masuk sini?" tanya bingung, karena sepengetahuannya anak di bawah umur tidak boleh masuk.
Alesha yang sedari tadi memperhatikan Andra, begitu terkejut dengan sapaannya. Wajah pria itu semakin dekat dengannya, dan seketika ia teringat pada salah satu lukisannya. Alesha pernah melukis wajah Andra, tapi ia sendiri tak ingat mengapa ia bisa melukisnya padahal Alesha yakin ini adalah kali pertamanya mereka bertemu.
"Dia adikku," jawab Annisa buru-buru sebelum Andra menduga ia menyelundupkan anak di bawah umur. "Aku tidak bisa meninggalkannya di rumah sendirian, jadi tadi aku minta Anggel untuk membolehkannya masuk, tapi aku janji dia tidak akan membuat masalah."
Anggel mengakat bahunya. "Ya begitulah, untung saja security di sini tidak begitu cerewet," ia duduk di bar dan memesan minuman. "Kau mau minum apa?" tanyanya pada Annisa.
Annisa nampak berpikir sejenak, ia tidak ingin terlihat cupu di depan Anggel dan pria tampan ini. "Samakan saja denganmu," akhirnya Annisa menjawab, ia sendiri pun tak tahu jenis-jenis mimuman yang ada di pesta seperti ini.
Tepat setelah sang pelayan pergi membuat minuman mereka, pesta di mulai. Baik Anggel maupun Andra sama sekali tak berniat beranjak, mereka memilih untuk menyaksikan ceremony tersebut dari tempat duduknya.
"Ini punyamu," Anggel mengulurkan segelas brandy pada Annisa.
Lagi-lagi Annisa nampak ragu untuk menerima minuman tersebut, sebab begitu minuman tersebut terulur aroma alkohol langsung menyerbak di hidungnya. "Terima kasih," tapi karena lagi-lagi tak ingin di anggap cupu, ia pun menerimanya.
Melihat Annisa memegang gelas berisi alkohol, Alesha langsung bereaksi keras. "Kak Nisa, jangan! Ini haram, Abi dan Ummi pasti marah besar kalau sampai tahu kakak minum alkohol," ia tidak bisa lagi menutupi rasa ketakutannya, kakaknya sudah terlalu jauh melangkah. "Ayo kita pulang, Kak Nisa!" ajaknya.
Tak ingin Anggel dan Andra mendengar protes adiknya, Annisa menarik Alesha menjauh dari mereka. "Kau ini bisa diam tidak?" ia melepaskan cengkraman tangannya. "Aku baru saja punya teman yang keren, kau malah mau mengacaukannya."
"Tapi kak, ini sudah terlalu jauh. Abi dan Ummi pasti akan sangat marah besar..." tubuh Alesha gemetar, ia tidak dapat menyembunyikan rasa takutnya.
"Abi dan Ummi tidak akan marah kalau kau tidak mengadu!" sergah Annisa.
"Lalu bagaimana dengan Allah? Dia maha melihat apa yang kita semua lakukan, dan apa yang kakak lakukan itu dosa besar.."
"Tau apa kau tentang dosa?" Annisa langsung memotong kalimat Alesha. "Nerakaku bukan urusanmu, dan surga belum tentu jadi tempatmu. Kalau kau tidak suka, silahkan kau pergi dari sini. Dari awal aku sudah menyuruhmu untuk pergi!"
Di tengah perdebatan mereka tiba-tiba saja Andra datang. "Apa ada masalah?" ia menatap kedua gadis muda itu secara bergantian, seolah memastikan tak ada masalah serius di antara mereka berdua.
Annisa menggeleng. "Tidak ada, Alesha hanya sedikit pusing tapi sudah tidak apa-apa." dustanya dengan lancar. "Sebaiknya kita kembali duduk."
Andra melirik sekilas pada Annisa yang berlalu menuju meja bar, kemudian tatapannya beralih pada Alesha. "Tempat ini tidak cocok untuk anak kecil sepertimu, sebaiknya kau pergi saja ke cafe depan. Tempat itu cocok untukmu," tawa Andra seolah mengejek Alesha, pria itu kemudian bergabung kembali dengan Annisa.
"Kemana Anggel?" sekembalinya ke meja bar, ia tak melihat temannya itu.
"Tadi pacarannya datang, dan tentu saja dia pergi dengan pacarnya," jawab Andra seraya duduk di sebelah Annisa. "Apa kau keberatan jika hanya berdua saja denganku? Karena sepertinya adikmu juga mau pergi," ia memberi kode pada Annisa jika adiknya tengah berjalan menuju pintu keluar.
Annisa langsung mengikuti tatapan Andra, ia tersenyum senang melihat adik perempuannya pergi. "Bagus, akhirnya pengganggu itu pergi."
Andra mengangkat minumannya. "Mari kita bersulang!"
Annisa terdiam sejenak menatap gelas Andra, tapi kemudian ia menggambil minumannya dan membenturkan ringan di gelas Andra. "Mari," ucap Nissa. Ekspresi wajah Annisa tidak bisa bohong ketika cairan itu masuk ke mulutnya, rasanya begitu aneh dan getir di lidah.
"Nanti lama kelamaan kau akan terbiasa," ucap Andra yang langsung menyadari perubahan wajah Annisa, ia kembali menuang alkohol di gelasnya dan menambahkan kembali ke gelas Annisa.
Benar apa yang di katakan oleh Andra, pada tegukan kedua, ke tiga dan seterusnya rasa alkohol tersebut tidak seburuk saat pertama kali. Lidah Annisa mulai terbiasa dan bahkan ia mulai menikmatinya.
Lambat laun Annisa bukan hanya mulai menikmati alkohol yang ada di tangannya, tapi juga menikmati obrolan serunya bersama Andra, terlebih ketika Andra mengajaknya untuk berjoged bersama para tamu undangan yang lainnya.
Ia setuju dengan pendapat Angel yang mengatakan jika Andra adalah pria paling keren dan luar biasa. Dia bukan hanya tampan, tapi juga memiliki pengalaman yang luas, hal ini bisa terlihat dari cerita-cerita seru yang dia ceritakan sepanjang obrolan mereka.
"Annisa, kau cantik sekali," Andra menatap Nisa lekat-lekat sembari membelai wajahnya.
Kalimat itu begitu melambungkan hati Annisa, sebab belum pernah ada pria yang mengatakan itu pada dirinya. Jangankan mendapatkan pujian seperti itu, dekat dengan seorang pria saja ia sama sekali belum pernah. Andra yang pertama kali menyentuhnya, memujinya, menatapnya begitu dalam dan lembut, dan membuat degup jantungnya berdebar kencang.
"Sepertinya aku menyukaimu," Andra mencondongkan tubuhnya, mencium bibir manis Annisa.
Alesha menghempaskan tubuhnya di sofa, ia melirik jam besar yang terpajang di dinding lobby hotel. 'Semoga aku bisa membawa Kak Nisa pulang, sebelum Abi dan Ummi pulang. Atau paling tidak Ummi tidak ke kamarnya, jika mereka sudah pulang,' batin Alesha.
Rasa ngeri menjalari pikirannya saat ia membayangkan bagaimana marahnya kedua orang tuanya jika sampai tahu dirinya dan kakaknya menginjakkan kaki di tempat seperti ini, terlebih mereka berdua tak mengenakan hijab yang sudah begitu melekat sejak balita... Dan di tambah Kakaknya di dalam kemungkinan besar tengah mencicipi minuman berakohol.
Alesha mulai mengatur strategi untuk menyeret Annisa pulang tanpa kakaknya mengungkit soal hobbynya melukis. Tapi ngomong-ngomong soal melukis, sekelebat pikiran Alesha tertuju pada sosok Andra yang tadi mengejeknya.
"Dasar pria menyebalkan?" gumamnya. Bagaimana bisa ia melukis seseorang yang menyebalkan seperti itu? Terlebih ia tak pernah melihat Andra sebelumnya?
Selama ini Alesha melukis orang-orang yang ia jumpai, seperti saat ia menemani Abinya berdakwah. Di sepanjang jalan yang ia lalui menuju lokasi, Alesha selalu duduk di dekat kaca jendela mobil. Dari sana ia melihat orang-orang yang di laluinya, mulai dari pedagang kaki lima, pengamen jalanan yang membawa serta anaknya, hingga para penjual koran. Jadi, sudah pasti Andra bukan salah satu di antara mereka.
Lama ia larut dalam pikirannya tentang Andra, tiba-tiba saja ia melihat pria itu tengah membopong seorang wanita menuju meja resepsionis. Andra berbicang sebentar dengan petugas wanita yang berdiri di belakang meja tersebut, kemudian pria itu meraih sebuah kunci dan membawa gadis itu masuk ke lorong yang menuju lift.
Seketika Alesha menyadari bahwa wanita yang bersama Andra itu kakaknya, ia pun langsung berlari mengejar Andra. "Tunggu!!" beruntung pintu lift belum tertutup, gadis itu berhasil menyelinap masuk bersama Andra dan kakaknya.
"Mau kau bawa kemana kakakku?" bentak Alesha, ia meminta Andra menurunkan kakaknya. "Turunkan kakakku!"
Andra tak menjawab pertanyaan Alesha, ia merotasikan bola matanya dengan kesal. "Kau lagi? Kukira kau sudah pulang."
"Jadi kau berharap aku pulang agar kau bisa mengambil keuntungan dari kakakku?" Alesha tak bisa lagi menahan emosinya yang kian memuncak.
"Hei, jadi kau menuduhku mengambil keuntungan dari kakakmu yang norak ini?" tanya Andra tak terima dengan tuduhan yang di lontarkan oleh Alesha. "Aku rasa kakakmu ini baru pertama kali minum, jadi baru dua gelas dia sudah mabuk sampai tak sadarkan diri. Aku berinisiatif mengantarnya ke kamar hotel sebab aku pikir kau sudah pergi dan aku tidak tau alamat rumahnya."
"Lalu?"
"Apalagi? Sudah jelas aku tidak akan pernah tidur dengan wanita yang tidak aku kenal," ucap Andra. "Kecuali jika dia menginginkannya," sambungnya dengan nada yang sangat kecil.
Namun Alesha masih dapat mendengarnya. "Kau ini benar-benar pria tidak tahu malu," bentak Alesha kembali. "Ayo cepat turunkan kakakku, aku tidak akan membiarkan kau menodai kakakku..."
Kalimat Alesha terhenti saat puntu lift terbuka, Andra melangkah keluar dari lift kemudian menurunkan Annisa tepat di depan pintu kamar yang ia pesan. Pria itu terkejut karena ternyata Annisa masih bisa berdiri, walau dia memang kelihatan limbung. "Berisik sekali kau ini!" ucap Annisa menatap sinis ke arah Alesha,
"Berapa kali harus kukatakan? JANGAN PERNAH IKUT CAMPUR TERHADAP HIDUPKU!!" Bentak Annisa. "Aku tidak takut jika kau mau mengadu dengan Abi dan Ummi, toh mereka tidak akan peduli denganku. Mereka hanya peduli pada anak pungut yang mereka temukan di semak-semak ketimbang anak kandungnya sendiri."
Alesha menelan ludahnya, ia yakin kakaknya hanya berimajinasi karena pengaruh alkohol yang di minumnya.
"Kau tidak percaya? Kau boleh tanyakan kepada Om Gilang, mantan manajer Abi. Dia yang dulu mengurus surat adopsimu."
Alesha menggelengkan kepalanya, air matanya mengalir deras di wajah cantiknya.
"Kau sudah mengambil semuanya dariku, jadi sekarang aku minta kau pergi dari sini. DAN JANGAN PERNAH PANGGIL AKU KAKAK LAGI!! AKU BUKAN KAKAKMU!" bentak Annisa seraya mendorong Alesha menjauh darinya.
Annisa berbalik menghadap Andra. "Maafkan atas gangguan kecil tadi, ayo kita lanjutkan yang tadi," ia bergelayut mesra menggandeng tangan Andra.
Andra mengangguk ringan seraya mengulurkan tangannya untuk membuka pintu hotel, kemudian ia merangkul Annisa memasuki kamar. Andra sempat menoleh kearah Alesha dan memberikannya senyuman penuh kemenangan pada gadis kecil itu.
Untuk beberapa saat Alesha mematung di depan kamar hotel, tubuhnya gemetar dan air mata masih mengalir deras di wajahnya. Tak mudah bagi dirinya menerima apa yang di katakan kakaknya, separuh dari dirinya percaya tapi separuh lagi masih menganggap jika Annisa hanya ngelantur karena pengaruh alkohol.
"Aku harus mencari tahu semua ini," gumamnya, ia berbalik dan pergi meninggalkan hotel menuju kediamannya.
***
Tibanya di rumah, Alesha melihat kedua orang tuanya mondar-mandir di depan pagar, mereka berdua nampak cemas dan bingung karena kedua putri tercintanya tidak ada di rumah.
Hana, sang Ibunda begitu terkejut melihat Alesha keluar dari taxi tanpa menggunakan hijab. "Astagfirullah, Alesha..." ucapnya dengan penuh kecewa dan marah.
"Apa yang terjadi? Dari mana saja kamu? Kenapa kamu keluar tanpa mengenakan hijab? Lalu di mana kakakmu?" Haikal Kamil, sang ayah mendekat dan menghujani Alesha dengan banyak pertanyaan.
Alesha mundur satu langkah karena teringat jika mereka bukanlah orang tua kandungnya. "Maafkan aku hiks..." tangis Alesha kembali pecah.
"Alesha apa yang terjadi?" Hana meraih putri bungsunya kemudian memeluknya dengan erat. "Dimana kakakmu?"
Ingin rasanya Alesha menanyakan prihal asal usul dirinya, tapi ia begitu mengkhawatirkan kakaknya. Alesha tidak ingin pria brengsek itu mengambil keutungan dari kakaknya yang tengah mabuk, saudara kandung atau bukan, Alesha sangat menyayangi Annisa, dia akan tetap menjadi kakaknya selamanya.
"Kak Nisa di hotel." Akhirnya Alesha menceritakan semua yang terjadi pada kedua orang tuanya.
Sebetulnya sebelum ia pulang tadi, Alesha sempat meminta bantuan pihak hote untuk mendobrak pintu. Namun karena Annisa bukan anak di bawah umur dan mereka melakukan atas kemauan sendiri, pihak hotel tidak bisa memenuhi permintaan Alesha.
Tak ada jalan lain selain pulang dan meminta bantuan orang tuanya, Alesha sudah siap menerima kemarahan kedua orang tuanya.
Wajah Haikal merah padam karena menahan amarah dan kekecewaan tapi ia mencoba tetap tenang. "Dimana hotelnya?" ia bergegas mengeluarkan mobil, sementara istrinya menutup dan mengunci semua pintu rumah, kemudian masuk ke mobil.
***
Tiba di hotel mereka menemukan putri sulungnya setengah telanjang di kamar hotel dengan keadaan mabuk, tapi Alesha tidak melihat tanda-tanda keberadaan Andra. "Dimana pria itu?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!