13 Januari 1993, aku mulai menulis buku harian ini.
Hmm... dari mana aku harus menulisnya? Oh benar, pertama-tama aku harus memulai dari perkenalan.
Setelah merenung sejenak, aku mulai menggerakkan jariku untuk menulis pengenalan yang harus aku masukkan dalam buku harian.
Namaku adalah Seina, lebih lengkapnya adalah Seina Heatcliff. Tapi aku lebih suka jika seseorang tidak mengetahui nama belakangku.
Mm… kurasa ini sudah benar.
Adapun alasannya... Yah, itu karena aku tidak terlalu menyukai nama belakangku.
Biarkan aku menjelaskan mulai dari itu. Mewarisi nama belakang 'Heatcliff', aku terlahir sebagai putri sulung seorang Count. Namun, tidak seperti harapan banyak orang, aku terlahir dengan tubuh yang lemah.
Ini membuatku tidak dapat melakukan banyak hal, dan orang-orang di sekelilingku mulai memandangku dengan rendah. Bagaimana tidak? Ayahku, Count Bornova Heatcliff adalah seorang pria terhormat yang memiliki kemampuan hebat dalam ilmu pedang.
Di sisi lain, ibuku ‘Alyssa Heatcliff’ juga memiliki penampilan yang luar biasa dan bakat yang tidak lebih rendah dari ayah.
Sejak muda, keduanya memiliki banyak pencapaian dan nama mereka terkenal di seluruh kerajaan Minos. Ini juga sama untuk istri kedua. Itu adalah Countess Emer Heatcliff.
Meskipun sosoknya tidak sebanyak ibu, dia masih tetap luar biasa. Ayah telah mengenalnya sejak mereka berada di tentara dan keduanya sama-sama seorang pendekar pedang.
Namun, saat itu ayah telah bertunangan, jadi dia tidak bisa bebas untuk dekat dengan gadis lainnya. Tapi itu berbeda untuk Countess Emer. Dia tidak mengetahui situasi di pihak ayah dan diam-diam mulai tertarik kepadanya.
Yah, bagaimanapun, ayah memang memiliki wajah yang tampan dan juga banyak bakat. Bahkan tanpa mengenal dia terlalu lama, seorang gadis dapat dengan mudah jatuh hati padanya.
Dan hal inilah yang terjadi pada Countess Emer. Setelah dia menumbuhkan perasaan terhadap ayah, dia mulai mendekatinya. Akhirnya, keduanya mulai saling mengenal.
Namun, karena ayah juga seorang manusia, semakin lama dia dekat dengan seseorang, suatu saat pasti akan terjalin sebuah hubungan.
Dan begitulah... Ayah akhirnya mendapati dirinya mulai mengembangkan perasaan untuk Countess Emer. Namun, itu segera diikuti oleh rasa bimbang dan rasa bersalah. Sebelum Countess Emer, perasaannya terhadap ibu jauh lebih dalam.
Huh, ironisnya, dia tidak bisa mengabaikan sisi lainnya.
Saat itu, dia akhirnya membuat sebuah pilihan, itu adalah pilihan untuk jujur pada keduanya. Tidak tegas bukan? Tentu, berita tersebut mengguncang kedua pihak wanita, ini terutama pada Countess Emer. Bahkan, dia dikatakan telah mengalami depresi yang cukup parah saat itu.
Di sisi lain, ibu dapat mengendalikan emosinya dengan mudah. Tidak hanya itu, setelah ibu mendengar tentang kondisi Countess Emer, ibu bahkan memilih untuk mengalah. Keputusannya ini menciptakan ketegangan dari berbagai pihak.
Ayah, yang menjadi pusat masalah juga sangat tertekan. Pada saat itu, pihak keluarga Countess Emer akhirnya mengajukan sebuah tawaran untuk semua pihak. Tawaran ini juga ditujukan untuk tanda damai sekaligus permintaan maaf.
Bagaimanapun, karena ketidaktahuan Countess Emer, masalah ini akhirnya tercipta. Keluarga mereka tidak ingin menambah perselisihan.
Jadi, mereka mengusulkan untuk menjadikan Countess Emer sebagai istri kedua. Meski ayah merasa bahwa hal ini kurang tepat, ia tetap mendiskusikannya dengan pihak ibu. Ibu tidak terlalu mengkhawatirkannya, asalkan pihak lain tidak keberatan, dia dengan mudah menerima usul tersebut.
Dengan demikian, ayah akhirnya menikahi keduanya.
Yah, itu dulu.
Dari sinilah aku masuk.
Sebagai keluarga besar, Countess Emer dan Ibu tanpa diduga sangatlah rukun. Bahkan, ia sangat mengagumi ibu. Itu sama baik di depan maupun di belakang. Hanya saja, itu semua menjadi rapuh setelah keduanya melahirkan.
Aku, yang terlahir dengan fisik lemah tidak memiliki bakat dan kekuatan untuk menjadi seorang pendekar pedang. Selain penampilan yang aku warisi dari ibuku, aku tidak memiliki hal lain untuk di banggakan.
Di sisi lain, adik perempuanku "Ava", yang merupakan putri dari Countess Emer, diberkati dengan bakat dan penampilan yang sama baiknya dengan ibunya. Hal ini mendorong beberapa pihak untuk membuat perbandingan pada kami berdua.
Tidak hanya para bangsawan, bahkan para pelayan seringkali membanding-bandingkan kelayakan kami dalam keluarga. Hal ini tentu saja tidak lepas dari pengetahuan ayah.
Hasilnya, kasih sayang yang dia berikan mulai condong kepada Ava. Bagaimanapun, tidak ada yang bisa diharapkan dari orang sepertiku. Ditambah, ayah tidak memiliki seorang putra. Ini hampir seperti situasi yang tak terhindarkan.
Pada awalnya, aku tidak terlalu memperhatikannya. Mungkin karena aku masih kecil pada saat itu, jadi aku tidak menyadarinya berkat bujukan ibu. Dan hal ini terus berlanjut hingga aku berusia empat belas tahun.
Pada saat itu, aku merasakannya ... Garis tipis yang ada berkat keberadaan ibuku, garis itu, garis yang menjaga kehidupanku benar-benar terhapus setelah kematiannya. Dan ini semua terjadi karena sebuah kecelakaan.
Atau itulah yang mereka katakan ...
Namun, aku hanya membutuhkan beberapa bulan untuk mengetahui kebenarannya. Dikatakan bahwa mereka diserang saat sedang dalam perjalanan. Alasannya tidak diketahui, dan aku juga tidak bisa memastikannya.
Tapi satu hal yang aku yakini, sesuatu yang penting telah diambil dari ibuku.
Aku masih mengingatnya dengan jelas. Hari itu, saat aku melihat mayat ibuku, sebuah perasaan yang tidak bisa dijelaskan memenuhi diriku. Tubuhku panas, namun juga kedinginan. Nafasku berat, dan otakku kesulitan untuk berjalan.
Apakah aku harus menyesal karena membiarkan dia pergi bersama rombongan? Mungkin tidak.
Bagaimanapun, masa depan bukanlah sesuatu yang bisa diketahui oleh seseorang. Jadi, siapa yang seharusnya disalahkan adalah orang-orang yang melakukan penyerangan.
Apa pun itu, dari sanalah garis hidupku berakhir. Sejak saat itu, aku merasa benar-benar telah ditinggalkan. Ayah selalu menatapku dengan matanya yang dingin, sedangkan Countess Emer memiliki tatapan kasihan.
Aku membenci hal ini. Siapa dia? Kenapa dia harus mengasihaniku?
Namun bukan itu yang membuatku sangat tidak senang. Ini adalah sisi lain, di pihak Ava dan para pelayan, bahkan juga para bangsawan. Sulit bagiku untuk menjelaskannya ... Bagaimanapun, tatapan mereka padaku sungguh tidak menyenangkan.
Itu bahkan terasa seperti penghinaan dan penghinaan. Ditambah lagi, tidak ada seorang pun yang mengambil tindakan, apakah itu ayah maupun Countess Emer. Jadi, aku hanya bisa menahannya.
Lambat laun, tatapan mulai berkembang menjadi bisikan, itu bahkan terus tumbuh menjadi cemoohan, kemudian penghinaan dan penghinaan yang lebih besar. Ironisnya, tidak ada satupun hal yang bisa aku lakukan terhadapnya.
Aku tidak memiliki kekuatan. Aku juga tidak memiliki bakat seperti anggota keluarga lainnya. Apakah aku menyesal? Itu, aku tidak tahu. Bagaimanapun, bukan keinginanku untuk dilahirkan dengan tubuh yang lemah dan sakit-sakitan.
Jadi, aku hanya bisa terdiam dan menahan setiap penghinaan yang datang.
Bagaimanapun, kejayaan Countess Alyssa telah berakhir, dan putrinya, Seina, tidak memiliki kemampuan untuk mengikuti rekam jejaknya.
Saat aku akhirnya berusia pertengahan empat belas, aku mulai merasa sesak. Aku tidak tahan untuk tinggal satu mansion dengan mereka. Jadi, aku berbicara pada ayah untuk membiarkanku tinggal di tempat yang jauh dari kediaman utama.
Aku tidak begitu penasaran dengan reaksinya, karena dia bahkan tidak repot-repot memandangku saat menyetujuinya.
Untungnya, dia masih menempatkan seorang pengawal wanita untuk mendampingiku sebagai pelayan. Namanya adalah Millie.
Awalnya, aku tidak terlalu peduli dengan keberadaannya. Namun, karena dunia luar jauh lebih sulit dari yang aku bayangkan, aku meminta dia untuk mengajariku banyak hal. Dan aku bersyukur akan keberadaan Millie di sisiku.
Bagaimanapun, hari-hari yang kuhabiskan di tempat baru cukup baik. Perasaan yang diberikan padaku benar-benar berbeda dengan yang kurasakan di rumah besar itu.
Di sini, di desa Reum, aku memiliki tetangga yang ramah, Millie yang kuanggap sebagai waliku, dan aku mengangkat seseorang untuk menjadi adikku.
Berbicara tentang seorang anak yang kuangkat sebagai adikku, dia sebenarnya adalah seorang gadis yatim piatu.
Dengan izin Millie, aku membuatnya tinggal di tempatku. Sebagai catatan, namanya adalah Rin. Dia adalah seorang gadis yang satu tahun lebih muda dariku dan memiliki kekuatan khusus. Yah, meskipun dia masih belum bisa menggunakannya.
Pada saat itu…
“Hoo~ apa ini? Apakah itu buku harian? Atau kamu sedang menulis novel lagi? ...Hm? A-apa ini? Kenapa kamu menyebutku dalam buku— aak!”
Tak.
Aku menutup buku harianku dan mengetuk dahi Rin dengan ringan.
“Ck. Kamu selalu cerewet. Juga, tidakkah kamu berbicara dengan tidak sopan kepadaku? Sudah berapa kali aku mengatakan, panggil aku kakak perempuan! Hm?”
“Uuh~ maaf kakak... tapi aku terlalu penasaran.”
“Ck. Aku akan mengingatkanmu, jangan terlalu terbawa oleh rasa ingin tahu. Ada beberapa hal di dunia ini yang tidak boleh diketahui seseorang begitu saja.”
“Eh~ kalau begitu, coba sebutkan apa itu?”
“Heh, misalnya ... madam Veve selingkuh dengan Mr. Bernard.”
“... A-apa!? Apakah itu serius?”
Aku mengangkat bahu.
“Bagaimana menurutmu? Jika kamu terbawa oleh rasa penasaranmu dan akhirnya pergi untuk memastikan hal itu ... Jika pernyataanku barusan benar, apakah kamu pikir kamu bisa merahasiakannya? Dan jika kamu tidak bisa … huhu~ aku benar-benar ingin tahu apa yang akan terjadi padamu ...”
“... A-apa yang akan terjadi padaku?”
“Aku tidak tahu. Mungkin kamu akan berakhir di dalam karung dengan tubuh terpotong-potong? Atau mungkin … tubuhmu masih utuh tapi dikubur hidup-hidup? Siapa yang tahu?”
Sekali lagi, aku mengangkat bahu.
“...”
Rin terdiam saat dia memiliki ekspresi ketakutan di wajahnya. Melihat tanggapan ini, aku merasa puas.
“Seina, bercandamu terlalu berlebihan. Rin, jangan terlalu memikirkan apa yang dia katakan.”
“... J-jadi, itu semua … hanya bercanda, kan? Fiuh~ ha ha kamu benar-benar berhasil menakutiku, kakak perempuan. Hampir saja aku percaya bahwa madam Veve dan Mr. Bernard berada dalam hubungan gelap.”
“...”
“... Um, Rin, mengenai hal itu, banyak orang yang sudah mengetahuinya loh.”
“... Eh?”
Millie mengangguk dan berbicara dengan serius.
“Ya, banyak rumor dan saksi mata yang telah mengetahui perselingkuhan mereka.”
“...”
Di tengah desa Reum, Provinsi Heatcliff, di samping ‘Penginapan Mr. Baram’, ada sebuah kedai yang di bangun pada sebuah pohon besar.
Orang luar desa mungkin akan menyebutnya ‘kedai pohon’, atau ‘kafe pohon’, tapi kedai tersebut memiliki nama [Elisa Pane].
Karena itu memang sebuah pohon yang dibangun dan dijadikan kedai, tempat tersebut cukup nyaman. Tentu saja, kekurangannya adalah ruang untuk ditempati banyak orang. Paling banyak, itu hanya dapat menampung 20 hingga 30 pelanggan.
Saat ini, aku masuk ke Elisa Pane.
Dari ambang pintu, aku melihat seorang gadis cantik. Dia tampak berusia 16 tahun, itu satu tahun lebih muda dariku. Rambut pirangnya yang panjang tampak lengkap saat dia memiliki mata biru yang dalam, di samping itu, kulitnya juga seputih susu.
Itu benar-benar tampilan cantik dari seorang gadis muda.
Melihat tingginya yang hanya 150 cm saat dia berdiri di tengah orang-orang dewasa, aku tidak bisa menahan senyum.
Aku melangkah ke dalam kedai dan mengambil kursi kosong. Seorang wanita paruh baya yang menjadi pemilik kedai berjalan ke arahku dan menyapaku dengan hangat.
“Seina, kamu di sini. Apakah kamu ingin memesan yang biasanya?”
Aku mengangguk.
“Tentu, madam Rhea. Ini seperti yang biasa.”
“Tolong tunggu sebentar.”
Dengan itu, madam Rhea berjalan kembali dapur untuk menyiapkan pesananku.
Hari ini, Millie sedang pergi ke kota. Jadi tidak ada yang memasak di rumah. Aku? Aku tentu bisa. Bahkan keterampilanku bisa dibilang cukup mengesankan.
Namun, yah, selalu ada seorang pemalas di dunia ini yang tidak akan bergerak tanpa diberi imbalan.
Aku mengarahkan pandanganku kembali ke gadis itu. Di sana, dia melambaikan tangannya dan melerai kata-katanya, saat melanjutkan.
“Seberapa luar biasa itu? Aku akan memberitahumu, ini mengubah seluruh perspektifku tentang keyakinan. Sebagai orang yang percaya...”
Gadis ini…
Aku hanya bisa mengerutkan kening pada topik yang dia bahas. Itu membahas tentang keyakinan, sebuah agama.
Apakah dia sedang berdakwah? Tapi sejauh yang aku tahu, dia tidak memiliki seorang dewa untuk di anut. Yah, meskipun itu juga berlaku untukku.
Meski ada banyak agama yang menyembah para dewa di dunia ini, tidak semua orang akan memiliki agama atau dewa yang mereka percaya.
Bagaimanapun, keberadaan para dewa belum dapat dipastikan kebenarannya. Juga, seseorang tidak bisa percaya dengan mudah terhadap sesuatu tanpa secara langsung. Meski begitu, ada beberapa orang fanatik yang akan membual bahwa mereka pernah melihat dewa.
Aku? Tentu saja aku tidak mempercayai semua pernyataan itu. Ada banyak penipu yang melakukan penipuan untuk menghasilkan uang di dunia ini.
Kemungkinan bahwa orang-orang seperti mereka sedang berbohong tidaklah nol. Namun, jika keberadaan yang maha kuasa seperti itu memang ada, orang biasa seharusnya tidak akan sanggup untuk melihatnya.
Bahkan, aku membayangkan bahwa seseorang mungkin akan meledak menjadi kabut darah hanya karena satu hembusan nafasnya. Bagaimanapun, kedudukan manusia biasa dengan entitas yang disebut ‘Dewa’ sangatlah berbeda.
Tapi ini hanyalah pemikiranku.
Saat itu, Rin melanjutkan narasinya.
Dengarkanlah, tidakkah itu menakjubkan? Bisakah kamu bayangkan betapa laparnya aku setelah lima hari? Aku kehilangan pekerjaanku dan dipecat oleh manager yang tidak berguna itu. Aku tidak bisa menemukan pekerjaan bahkan setelah menghabiskan tabunganku.
Selama lima hari, aku kelaparan, dan hampir tidak bisa meninggalkan tempat tidurku. Aku hampir mati! Tahukah kamu bagaimana rasanya? Oh, semoga Dewa memberkatimu dan tidak pernah membiarkanmu mengalaminya.
Pada saat itu, aku tidak tahan dengan pikiran mati seperti ini. Aku datang ke Sidness untuk mencari keberuntungan, dan aku harus menemukan sesuatu. Saat itulah, aku melihat potret Saint Navy di dinding.
Ya, dengan usaha besar, aku berhasil bangkit, berlutut di depannya, dan berdoa memohon bantuannya. Saat itu, aku masih menjadi seorang yang percaya pada ‘God of Craftsmanship’, tetapi apa yang tidak dilakukan seseorang yang kelaparan? Selain itu, tidak ada salahnya, kan?
Lima menit setelah aku selesai berdoa, seorang teman lama mampir dan melihat keadaanku yang memprihatinkan. Dia sendiri tidak punya uang, tapi dia mengingatkanku bahwa aku menyewa lampu minyak tanah untuk digunakan pada malam hari. Depositnya 350.000 dial dan seluruhnya 700.000 dial.
Ya Tuhan, aku benar-benar lupa! Dengan bantuan temanku, aku mengembalikan lampu dan menggunakan uang pengembalian itu untuk membeli roti dan beberapa bahan makanan yang murah.
Roti itu dingin dan lembap, seperti baru saja disiram dempul. Dan bahan makanan yang aku beli telah berkurang kualitasnya, tapi itu tetaplah makanan terlezat yang pernah kusantap di masa itu.
"Hadirin sekalian, aku terlahir kembali sejak hari itu! Dan sekarang, aku juga mendapat pekerjaan baru untuk hari ini, dan besok, saat istirahat, aku akan menyalakan lilin di Katedral Saint Navy terdekat!"
Saint Navy adalah malaikat wanita yang disebutkan dalam Alkitab Gereja Dewi Frostia. Dia adalah salah satu malaikat penjaga kota di Sidness.
Aku mengamati mata biru Rin yang berbinar antusias saat aku bangkit dari kursiku dan berjalan menuju bar.
Di sana aku melihat Luke, putra madam Rhea, yang bekerja sebagai bartender sedang memoles gelas dengan kain. Dia melirik ke arah orator di meja bundar dan terkekeh.
“Rin tidak pernah bisa diam, selalu saja bicara.”
Di usia pertengahan dua puluhan, Luke memiliki janggut tipis berwarna coklat tua yang melingkari mulutnya, dan rambutnya dengan warna yang sama diikat ke belakang dengan ekor kuda yang artistik dan kasual.
Aku duduk di bar dan bertanya sambil tersenyum.
“Apa menurutmu dia mengatakan yang sebenarnya?”
“Siapa tahu? Bukankah kamu kakaknya? Kamu juga yang membawanya pulang ke desa, ha ha.”
Luke mengangkat bahu dan tertawa.
“Kamu sendiri pasti pernah mendengar pepatah, ‘Lebih baik mempercayai ular daripada Sidnessian’. Sebelum dia tinggal bersamamu, bukankah dia berasal dari sana?”
Provinsi Sidness dan Heatcliff keduanya berasal dari selatan. Aksen mereka mirip, tetapi provinsi pegunungannya lebih mirip dengan Ledon.
Aku merenung sejenak.
“Aku rasa bukan itu keseluruhan pepatahnya. Aku rasa ada lebih dari itu.”
Mata coklat Luke berbinar geli saat dia menjawab.
“Kamu benar. Pepatah itu lebih panjang dari yang kamu kira. Percayalah pada orang Heatcliff daripada Sidnessian. Percayalah pada ular daripada Sidnessian, tapi jangan pernah percaya pada penduduk pulau.”
Pulau-pulau tersebut mengacu pada kepulauan Laut Timur di sebelah barat Kekaisaran Timur. Ini adalah salah satu koloni yang ada di seberang laut kerajaan ini. Penduduk pulau sering berperan sebagai preman dan penipu di Kerajaan Minos ini.
Tanpa menungguku bertanya lebih jauh, Luke melirik Rin yang masih terus mengoceh.
Dengan nada mengejek, dia berbisik.
“Jika dia benar-benar mengalaminya, dia pasti tidak tahu kalau potret Saint Navy tidak pernah ada di kamarnya.”
“Lalu milik siapa?”
Aku bertanya dengan geli.
Luke berusaha menahan tawanya.
“Rin mengatakan dia tinggal di Kamar 504 waktu itu. Aku sebelumnya sering mengunjungi Muraille di Quartier Street Sidness. Gambar di kamar itu adalah salah satu pelacur paling terkenal di Sidness beberapa tahun lalu, Rozanne.
Heh, bayangkan saja. Rin pernah percaya dia berdoa kepada malaikat dan memohon bantuan, tapi sebenarnya dia berdoa kepada seorang pelacur. Dia bahkan merasa beruntung bisa lolos dari kelaparan. Bahkan sekarang, saat dia mendapatkan pekerjaan baru... ha ha ... Sungguh ironis!”
“Memang,” aku setuju.
Itu pasti adalah pemandangan di luar imajinasi terliarnya. Realitas terkadang lebih aneh daripada fiksi.
Luke kemudian menambahkan, “Selama itu berhasil.”
Luke tidak meneruskan topik itu lebih jauh dan bertanya.
“Apa yang bisa kubantu?”
“Segelas absinthe adas.”
Aku mengetuk meja bar dengan jariku.
“Apakah madam Rhea masih lama?”
“Sebentar lagi ibu akan datang. Bagaimana dengan rasa kaldu yang terakhir kali? 10.000 dial untuk satu porsi, tetapi rasa yang di dapat sangat memuaskan, bukankah itu fantastis?”
“Kamu benar.”
“Haha... sudah kuduga kamu juga akan setuju denganku. Kamu tahu ibu berasal dari daerah utara, kan? Itu adalah masakan khas tempat itu. Dia menyebutkan bahwa namanya adalah kaldu Lemomilo.”
Dengan 10.000 dial untuk satu set makanan lengkap, itu adalah harga yang memuaskan. Namun aku lebih tertarik dengan topik kaldu Lemomilo.
“Apa itu kaldu Lemomilo?”
Luke dengan santai menjelaskan.
“Pemilik restoran, Lemonilo, yang menciptakannya. Dia merebus daging, asinan kubis, dan lobak bersama-sama untuk menghasilkan kaldu yang lezat. Terakhir, dia menambahkan keju dan remah roti. Satu porsi saja sudah bisa mengenyangkan perutmu, dan rasanya cukup bagus. Hasilnya, Lemomilo sekarang kaya dan pindah ke Quartier Street Sidness.”
“Kedengarannya dia memiliki bisnis yang bagus. Oh iya, bukankah Quartier Street adalah tempat yang sangat ramai?”
“Haha, itu benar. Karena itulah dia menjadi lebih kaya dan terkenal di sana.”
Aku mengangguk sambil tersenyum.
“Ini pesananmu.”
Tidak lama, segelas absinthe hijau pucat, yang bersinar menghipnotis, muncul di hadapanku. Itu adalah minuman keras yang selalu aku minum untuk meredakan rasa sakit yang terus muncul di tubuhku.
Itu sudah ada sejak aku masih kecil, dan karena tidak ada dokter yang bisa mengobatinya, aku hanya mengonsumsi obat pereda rasa sakit atau minuman seperti ini meski aku masih di bawah umur.
Aku mengambil gelas itu dan menyesapnya.
Kepahitan yang samar-samar dari rasa menyegarkan menyebar dan meresap ke dalam otakku.
Saat aku menunggu madam Rhea membawakan makananku, aku melihat stoples kaca, selang, katup, roda gigi, dan barang-barang lainnya bertumpuk di samping meja bar.
“Apa ini?”
Aku melirik ke arah Luke dengan penuh rasa ingin tahu.
Luke yang menyeka gelas, dengan santai menjawab.
“Itu ditinggalkan oleh penyewa kamar penginapan Mr. Baram sebelumnya. Dia percaya pada God of Craftsmanship. Dia selalu berpikir dia memiliki bakat dalam bidang mekanik dan telah mengumpulkan banyak barang serupa.”
“... Dimana dia sekarang?”
Aku bertanya, ikut bermain meskipun tahu jawabannya tidak akan menyenangkan.
Luke berhenti selama beberapa detik sebelum menjawab.
“Dia pergi ke pabrik, dan kabarnya dia terganggu saat bekerja dan ditarik ke dalam mesin. Setengah dari tubuhnya hancur.”
Aku tidak bertanya lebih jauh dan berbalik untuk memeriksa bagian-bagian yang setengah dirakit sebelum berpikir keras.
Beberapa detik kemudian, aku meninggalkan kursi bar dan berjongkok di samping meja kasir, mengutak-atik tumpukan itu.
Luke melirikku tetapi tidak ikut campur. Dia hanya memberi tahuku ketika masakan madam Rhea telah siap.
Setelah menyibukkan diri beberapa saat, aku kembali ke kursi bar dan mencicipi menu yang lezat dengan sendok.
Aroma daging yang kaya, rasa keju, asinan kubis yang tajam, dan manisnya lobak berpadu menciptakan cita rasa yang tak terlupakan. Remah roti yang direndam dalam jus adalah permata utama dari hidangan ini.
Jika aku tidak pernah membelinya sebelumnya, aku pasti tidak akan percaya bahwa sup seharga 10.000 dial itu akan berisi beberapa potong daging. Itu benar-benar bisa mengisi perut bahkan untuk orang dewasa.
Setelah piring itu kosong, aku mengeluarkan saputangan dan menyeka mulutku. Kemudian, aku berjongkok kembali ke samping bagian yang setengah dirakit dan melanjutkan pekerjaanku sebelumnya.
Sepuluh menit kemudian, aku meletakkan mesin di meja bar.
Di atas mesin itu ada toples kaca, dan di bawahnya ada komponen rumit yang dihubungkan ke dua selang karet.
Aku kemudian meminta segelas air jernih dan menuangkan sisa absinthe, membuat cairan tak berwarna itu menjadi hijau pucat.
Terakhir, aku memasukkan salah satu selang karet ke dalam cangkir.
Luke yang rambutnya diikat ke belakang menjadi ekor kuda, memperhatikan dengan penuh perhatian dan bertanya.
“Apa ini?”
“Penemuanku.”
Aku menjawab sambil menggambar Lambang Suci berbentuk segitiga di dadaku.
“Aku juga percaya pada God of Craftsmanship. Tentu saja, dengan beberapa pencapaian mengesankan di bidang mekanik.”
Aku berbohong.
Kemudian, aku mengulurkan tangan kiriku yang bersarung tangan hitam dan menunjuk ke arah mesin.
“Ini adalah mesin yang inovatif. Efeknya akan melampaui impian terliarmu!”
“Ah~ kakak perempuan, apa yang bisa dilakukannya?”
Rin, yang aku curigai sedang berdoa kepada seorang pelacur, mendekati konter bar dengan membawa sebotol minuman dingin dan ekspresi penasaran.
Aku menjelaskan dengan serius sekaligus bersemangat.
“Ini disebut Instrumen Idiot. Instrumen ini dapat menguji kebodohan dan kecerdasan seseorang.”
“... Sungguh?”
Rin dan Luke tampak skeptis.
Aku dengan cepat merinci ideku.
“Mudah menggunakannya. Tiup ke dalam tabung hingga cairan di dalam cangkir naik ke dalam toples kaca dan membentuk gelembung. Dengan mengamati gelembung-gelembung ini, kita dapat menentukan indeks kebodohan atau kecerdasan yang sesuai.”
Penasaran, Rin berkata setelah mengamatiku.
“Menarik. Seperti yang diharapkan dari kakak perempuanku. Tapi … aku tidak tahu kalau kakak percaya pada God of Craftsmanship.”
Sambil mengatakan itu, dia perlahan mengambil selang karet yang terbuka dan meniupnya.
Cairan hijau muda di dalam cangkir mengalir melalui roda gigi, katup, dan komponen lainnya yang saling berhubungan, naik ke toples kaca di atasnya dan membentuk gelembung kecil.
“Apa yang dikatakan, kakak perempuan?”
Rin bertanya, sangat menantikan hasilnya, sementara orang-orang di dekatku menatap dengan penasaran.
Melihat mereka, aku membentuk senyuman licik.
“Adikku, prinsip-prinsip mesin ini cukup sederhana. Ketika kamu cukup percaya padaku untuk benar-benar menghasilkan gelembung dengan mesin ini, saat itulah kamu membuktikan bahwa kamu adalah idiot.”
Ekspresi Rin membeku, wajahnya segera terbakar oleh rasa malu.
Luke, yang telah memperhatikan dari sampingnya tertawa.
“Lelucon yang luar biasa!” serunya, benar-benar terkesan.
Aku menyeringai pada Rin, menunggu ledakan.
Setelah beberapa detik yang menegangkan, Rin menelan rasa malu dan amarahnya lalu menoleh ke pengunjung yang telah mendengarkan ceritanya.
“Hadirin sekalian, lihatlah apa yang aku temukan! Mesin inovatif! Mesin ini dapat menguji indeks kecerdasan kalian!”
*
Malam hari.
Duduk di mejaku, aku membuka sebuah kotak perunggu usang yang aku simpan di dalam laci.
Dari kotak itu, aku mengeluarkan sebuah arloji model kuno sebelum meletakkannya di mejaku.
Itu adalah salah satu barang peninggalan ibuku. Meski itu rusak, aku tidak pernah menyerah untuk memperbaiki arloji tersebut.
Aku sudah melakukan berbagai upaya dan bahkan mencari-cari setiap suku cadang untuk mengganti yang rusak, namun aku belum berhasil membenahinya.
“Huu…”
Aku menghela nafas sambil memandangi arloji yang telah ketinggalan jaman itu. Aku ingat ibu mengatakan bahwa dia sangat menyukai desainnya, tapi sampai sekarang, aku tidak tahu bagian mana yang bagus dari benda tersebut…
Klak—
Sebuah suara terdengar.
Aku menoleh ke arah suara, itu adalah Millie yang membuka pintu kamarku.
“Sudah waktunya makan malam, Seina.”
“Mm…”
“Ada apa? Kamu tampak tidak bersemangat.”
“Hm? Ah, tidak apa-apa. Hanya saja … Millie, apa menurutmu yang bagus dari benda ini?”
“Apakah itu arloji favorit Countess Alyssa?”
Aku mengangguk, membenarkan pertanyaan Millie.
Millie memandangi arloji itu, mata birunya yang dalam bersinar dengan rona keunguan. Itu adalah salah satu kemampuannya sebagai pemilik kekuatan khusus, Scan.
Setelah memindai arloji itu, Millie mengusap dagunya dan memilah kata-katanya.
“Mm… dari pemindaianku, tidak ada kekuatan magis pada arloji tersebut. Tapi karena Countess Alyssa sangat menyukainya, mungkin itu dikarenakan hal lainnya.”
“... Hal lainnya?”
“Kamu tahu? Beberapa orang sangat suka mengoleksi barang antik, bukan? Mungkin seperti itu. Bagaimanapun, arloji itu sudah berusia cukup lama, bahkan suku cadangnya hanya bisa di temukan dari arloji lainnya.”
Dengan itu, Millie terdiam sekali lagi.
“Juga, bukankah kamu mengatakan bahwa ada beberapa bagian yang tidak dapat dibuka dengan semua model kunci sekarang? Bukankah itu saja sudah cukup untuk menjelaskan berapa lama usia arloji tersebut?”
“... Ya, kurasa kamu benar. Oh, dan aku melihatnya tadi pagi, tapi aku lupa meminjamnya.”
“Apa itu?”
“Sebuah kunci dan beberapa peralatan. Itu tampaknya cocok dengan bagian ini. Itu ada di Elisa Pane. Aku akan menanyakannya pada madam Rhea besok.”
“Semoga beruntung. Kalau begitu, mari kita ke dapur sekarang. Makan makanannya akan dingin jika kita membuatnya menunggu terlalu lama.”
“Baiklah.”
*
Keesokan harinya.
Aku pergi ke Elisa Pane di sore hari.
Kedai itu ramai seperti biasanya. Tanpa terburu-buru, aku mengambil kursi kosong secara acak dan duduk di sana.
Luke melirikku sebentar dan bertanya.
“Seperti biasa?”
“... Tentu.”
Saat itu, madam Rhea yang keluar dari dapur untuk mengantarkan pesanan melihatku, wajahnya yang lelah langsung menjadi cerah.
“Ah~ Seina, apakah kamu akan makan di sini juga hari ini?”
“Ah, maaf, madam Rhea. Aku sudah makan.”
“Oh, benar. Aku lupa kalau Millie ada di rumah. Nikmati waktumu, Seina~”
“Terima kasih.”
Aku membungkuk sedikit, menyaksikan madam Rhea pergi.
Setelah dia menghilang ke dapur, aku mengalihkan pandanganku ke seorang gadis yang menjadi narator di tengah-tengah orang dewasa.
“Apakah dia sudah lama di sini?”
“Iya. Kedai ini ramai berkat instrumen idiotmu dan omong kosong Rin. Oh, bukankah dia kemarin mengatakan dia mulai bekerja siang ini? Tapi sepertinya dia tidak punya banyak hal untuk dilakukan.”
Aku melirik Luke, yang mengucapkan kalimat itu sambil menyiapkan pesananku.
“Tidak, Luke. Aku rasa kamu sudah lupa, ada banyak hal yang harus dilakukan oleh Rin.”
Luke menghentikan pekerjaannya, mengalihkan pandangannya padaku, dia bertanya.
“... Benarkah? Apa itu?”
Melihatnya tampak penasaran, aku menyeringai.
“Membual kepada orang-orang.”
“...”
Luke sedikit tercengang, baru kemudian ia sadar dan tertawa terbahak-bahak.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!