NovelToon NovelToon

CANDU CANDY

CC1

"Ampun, tolong ampuni aku ...!" jerit histeris wanita dengan mini dress merah, tengah dicekoki minuman yang sudah dibubuhi obat perangsang dosis tinggi.

BRAK!

Meja di hadapan wanita itu di gebrak sekuat hati. Sepasang mata indah menatap tajam wanita yang tengah gemetar ketakutan.

"Apa yang kau tabur, itu yang kau tuai. Sekarang kau nikmati saja hasil dari perbuatanmu!" Gadis cantik itu menyeringai kejam.

...----------------...

Flashback 25 Tahun yang lalu.

Si kembar cantik Candu dan Candy tengah menjenguk adik bayi yang belum lama lahir ke dunia, adik bayi yang merupakan anak dari sahabat kedua orang tua mereka. Bayi lelaki yang sangat begitu menggemaskan, Bisma Gala Sakti.

Candu menatap adik bayi dengan senyuman genit, dikecup nya kedua pipi mahluk mungil nan menggemaskan. Sedangkan Candy mendekati telinga sang bayi, berbisik dengan suara yang masih terdengar.

"Dedek bayi Bisma Gala Sakti, cepat lah besal dan jadilah galda teldepan untuk Kakak Candy, ya!" Candy menautkan kelingking mungil mereka, kemudian mengecup kedua pipi bulat Bisma.

"Kalau dedek bayi Bisma jadi galda teldepan untuk kakak, telus siapa dong yang jadi galda teldepan untuk Candu? Siapa yang akan jadi kesatlia untuk melindungi Candu?" tanya Candu dengan aksen cadel nya yang kental.

"Candu, kamu tenang saja yah. Mulai syekalang, kakak yang akan jadi kesatlia untuk mu. Apapun akan kakak lakukan untuk melindungimu, adikku telsayang telcinta telcelewet!"

"Belalti kakak jadi kesatlia untuk Candu, telus dedek Bisma jadi kesatlia untuk kakak?" Mata Candu mengedip-ngedip lucu.

Candy menggeleng. "Kakak akan jadi kesatlia mu, dan dedek Bisma akan jadi pedang yang setia untuk kakak."

"Tapi, dimana-mana kesatlia itu cowok taukk, bukan cewek!" Candu mencubit pipi tembam sang kakak.

"Bialin, wlek ...!" Candy balas mencubit pipi adiknya.

Para orang tua mereka yang menyaksikan tingkah dari si balita kembar, hanya tertawa geli. Tanpa mereka tau, di kehidupan masa depan yang akan datang, titah dari Candy menjadi kenyataan. Bisma, menjadi garda terdepan untuk si kembar cantik.

Flashback Off.

...----------------...

🍭🍬3 BULAN LALU🍬🍭

Candy menempuh pendidikan di Aussie sudah sembilan tahun lamanya, tahun ini pendidikannya baru saja selesai. Dua tahun belakangan ini gadis cantik itu tidak pulang ke tanah air karena sibuk dengan pendidikan dan pekerjaan sampingan yang dia geluti demi menghilangkan rasa bosan. Rindu yang sudah menggunung, membuat gadis cantik itu merogoh ponsel dan melakukan panggilan video call pada Candu yang memilih menempuh pendidikan di Indonesia.

"Hello, Candu, muach ...!" Candy langsung memberi kecupan pada layar saat panggilan terhubung, pakaian serba hitam membuatnya tampak cantik dan menawan.

"Kak Candy, lama banget baru nongol," Rengek Candu, sang gadis yang memiliki model rambut selalu dikepang dua.

Candu dan Candy merupakan anak kembar identik dari pasangan Calix dan Berryl, kedua orangtuanya merupakan orang terpandang di tanah air mereka. Dua gadis kembar identik itu memang memiliki fisik yang serupa, tapi, tidak dengan sifat dan kepribadian yang mereka miliki. Jika Candu di kenal sebagai anak yang penyabar, pendiam, pemalu serta penakut, berbeda dengan Candy.

Candy memiliki sifat yang agresif, gadis itu tak pernah takut dalam bertindak ataupun sekedar mengemukakan pendapat. Cerdik, alias cerdas dan licik serta ahli dalam mengatur siasat. Juga seorang petarung yang hebat, pemegang sabuk hitam jiu-jitsu.

Bahkan papa nya dulu sempat menyebut Candy dengan sebutan psikopat cilik. Itu karena sewaktu TK dulu Candy pernah menjambak rambut temannya hingga lepas dari akar. Hanya karena sang teman menggunduli rambut boneka barbie milik Candu, yang menyebabkan sang adik kembarnya itu menangis. Apapun yang berhubungan dengan Candu, selalu membuat Candy bersikap dengan penuh emosional. Bagi Candu, sang kakak adalah ksatria nya, dan bagi Candy? Sang adik adalah segalanya.

"Ada apa dengan ekspresi wajah mu itu, hah? Kamu mirip banget sama bapak-bapak yang kalah judi online." Kelakar Candy kala melihat wajah sang adik yang tampak sendu.

Candu terkekeh, gadis itu menarik nafas panjang. Tak henti matanya menatap wajah sang kakak dari layar ponsel, bibirnya mengulas senyuman tipis. Sedangkan Candy meneliti setiap jengkal penampilan adiknya yang tampak dari layar.

"Rambut mu terlihat berkilau, seperti menggunakan wig. Ah, saking berkilau nya, mata ku sampai silau," ucap Candy tiba-tiba dengan sorot mata nya yang dingin.

"Hmm, wig apanya sih, Kak? Ini rambut asli loh, bagus gak? Apa aku terlihat cantik? Aku banyak menghabiskan harta orang tua kita demi mendapatkan rambut yang berkilau ini," jawab Candu tenang.

Candy diam, hening, tak merespon sedikitpun. Matanya kembali sibuk meneliti penampilan sang adik, wajahnya datar, sorot matanya bagai bongkahan gunung es.

Diamnya sang kakak membuat tubuh Candu gemetar, sebisa mungkin gadis berkepang dua itu menyembunyikan kegugupan nya.

"Ya, kau cantik. Sangat cantik, Candu ku." Candy berusaha untuk tersenyum.

Candu tersenyum lebar, tapi, di bawah sana ... tangannya mencubit kuat perut ramping demi menjaga air matanya agar tak menetes. Gadis itu tak ingin sang kakak tau bahwa dirinya kini sedang tidak baik-baik saja.

"Kak, aku tidur dulu ya, hari ini aku sedikit lelah." Pamit Candu, mengeluarkan satu-satunya jurus ampuh untuk menghindar dari jeli nya mata sang kakak.

"Hmm ... begitu kah?" Candy menghembuskan kasar nafasnya. "Baiklah, tapi ... sebelum itu, tunjukkan dulu senyuman terbaikmu."

Candu menatap layar, ada getar di matanya saat menatap sang kakak. Gadis berkepang dua itu berusaha menyembunyikan sesuatu dengan menunjukkan senyuman manis dengan jari telunjuk di dagunya.

"Ah, kau ini membuat aku tercandu-candu. Ok, goodnight, have a nice dream. Bye, muach ...!"

Candy memutuskan panggilan video, meletakkan ponsel pada meja di hadapannya sembari menghembus nafas panjang dengan kedua tangan mengepal dan rahang yang menegang.

Gadis berpakaian hitam itu menyandarkan tubuhnya di sofa, menatap pria yang tengah berbaring di sisinya.

"Apa Candu baik-baik saja?" tanya Bisma kala melihat wajah Candy yang menahan amarah.

"Tentu saja tidak. Make-up nya terlalu tebal hari ini, gadis tengil itu menyembunyikan sesuatu di wajahnya." Candy kembali meraih ponselnya, menggulir layar demi mencari kontak kakak sepupunya, Reby.

Tak ingin membuang waktu, gadis itu segera menelfon. Tangannya bergetar, tanda ia sudah tak sabar.

"Hello, Ndy? Tumben nelpon malam-malam begini, ada apa?" suara Reby terdengar serak, tampaknya sang kakak sepupu baru bangun dari tidurnya.

"Apa aku mengganggu mu, Kak?" tanya Candy.

"Tidak, bicara lah," jawab Reby.

"Apa yang terjadi dengan Candu?" tanya Candy, suasana mendadak hening.

Reby mengatur pelan nafasnya. "Kamu sudah mengetahui nya?"

"Sudah sejak lama aku mengetahui ada yang tidak beres dengan anak itu, hanya saja aku berusaha menghargai kemauannya. Kakak tau kan, dia tidak ingin aku melindunginya lagi."

Sejak duduk di bangku SMA, Candu memang secara khusus meminta pada orangtuanya untuk dipisahkan dari sang kakak. Sudah cukup baginya, sejak TK hingga duduk di bangku SMP, sang kakak selalu terlibat perkelahian hanya demi melindunginya dari para perundung.

"Apa kau ingin kembali menjadi ksatria nya?" tanya Reby.

"Menurut mu aku harus diam lagi? Malam ini, gadis itu benar-benar terlihat kacau. Dia pikir, dia bisa membodohi aku dengan senyuman palsunya?" gigi Candy bergemeretak.

"Malam ini aku belum sempat bertemu dengannya, apa dia se-kacau itu?" tanya Reby.

"Jangan banyak bertanya, Kak. Aku paling tidak suka dengan hal yang bertele-tele. Sejak kapan dia di-bully lagi?" desis Candy.

"Entahlah sejak kapan, kamu tau kan? Adikmu itu begitu handal dalam menyembunyikan segala hal, tapi, jika boleh aku menebak ... sepertinya dia di-bully sejak kalian berpisah di bangku SMA. Dan, tentu saja hal itu masih terjadi hingga sekarang," jelas Reby.

"Adikmu itu bulan lalu datang ke klinik ku, meminta resep obat penenang dan juga obat tidur. Gadis manis itu beralasan ingin menghadiahkan untuk sahabatnya, padahal aku tau, obat itu untuk dirinya sendiri," sambung Reby.

Candy dengan saksama mendengarkan penjelasan dari sang kakak sepupu yang tinggal satu rumah dengan adiknya.

"Kak, pergilah ke kamar Candu. Lihat bagaimana kondisinya, aku khawatir," pinta Candy.

"Tenanglah, Candy. Tidak akan terjadi apa-apa padanya," gumam Reby.

"Aku tidak butuh ditenangkan! Turuti saja permintaan ku, Kak! Aku yang lebih tau bagaimana Candu. Anak itu, benar-benar terlihat kacau ... bahkan dia memakai wig, pasti terjadi sesuatu dengan rambutnya ...!" gusar Candy.

Terdengar berat nafas di ujung telepon, Reby yang masih mengantuk, dia sama sekali tak bisa berkutik. "Wig?--Baiklah, aku akan ke kamarnya."

Candy segera memutuskan panggilan telepon ketika permintaannya dituruti. Meletakkan ponselnya kembali di atas meja, kemudian melemparkan pandangan matanya pada Bisma yang sejak tadi menatapnya.

"Apa ada perintah untuk ku, Tuan Putri?" tanya Bisma yang mendongakkan kepalanya. Pria itu lekas duduk, kala melihat ada yang tak beres dari ekspresi wajah Candy.

"Bereskan semua barang-barang ku dan pekerjaan ku, lusa kita pulang ke tanah air. Ada sesuatu yang Candu sembunyikan dariku dan itu merupakan masalah yang besar!" desis Candy.

Bisma mengangguk paham dan lekas bangkit, bergegas berkemas dan mengurus segala sesuatu untuk perjalanan pulang ke tanah air.

Sedangkan di sebuah Mansion, Reby memasuki kamar yang dipenuhi nuansa merah jambu. Kening Reby sempat berkerut kala pintu kamar Candu, belum di kunci padahal sudah pukul sebelas malam.

Ditatap nya tubuh Candu yang tengah berbaring dengan posisi miring membelakangi nya. Reby mendekat, dipegangnya kening sang adik sepupu, berharap gadis penurut itu baik-baik saja.

Atmosfer kamar tiba-tiba panas, dada Reby sesak. Jantungnya berpacu cepat saat menyadari ada yang tak beres dengan Candu, baginya gadis itu terlalu hening.

"Candu ...!" Pekik Reby saat melihat buih-buih putih yang mengalir dari sudut bibir Candu.

*

*

*

CC2

"Candu?" seorang pria berparas tampan mendekati Candy yang tengah duduk menikmati segelas wine di penerbangan Business class.

Candy menurunkan kacamata hitamnya, menatap pria yang menyapanya dengan ekspresi datar.

Temannya Candu ya? batin Candy.

"Wah ... Aku hampir tidak mengenalimu, style mu sangat berbeda hari ini, terlihat strong-- by the way, kamu sedang apa? Kenapa berada di penerbangan Aussie-Indo? Bukannya kuliah mu belum selesai? Apa kau mengajukan cuti lagi?" Serentetan pertanyaan diberikan oleh pria yang belum Candy ketahui namanya.

Candy hanya diam, tetap mempertahankan wajahnya yang datar.

"Hey, kenapa kamu diam saja? Kamu lupa padaku karena aku menjadi jauh lebih tampan? Ayolah, kita baru satu semester tidak bertemu, masa kamu melupakan aku begitu saja? Pria yang selalu mengejar cintamu sejak masa SMA ini bisa patah hati loh," cicit pria itu.

Lagi dan lagi, Candy hanya diam. Sedangkan Bisma menatap tajam dari sebrang. Pria itu melepaskan seat belt dan lekas berdiri.

"Duduklah di kursi mu, biarkan Nona ini istirahat. Bukankah sikapmu ini sangat mengganggu? Terlebih kita sedang berada di Business class," tegur Bisma yang berdiri tepat di belakang pria tersebut.

"Apakah kamu terganggu, Nona?" pria itu tersenyum, menunggu jawaban Candy.

"Lumayan," jawab Candy, sembari menaikkan kembali kacamatanya. Wajahnya tak berubah, datar.

Pria tampan itu tampak tersentak, jawaban nan singkat itu tidak seperti jawaban yang dia pikirkan. Yang ada dipikirannya, Candu akan menjawab ....

'Tentu saja tidak.' sembari memberi permen kesukaan nya, itulah Candu yang ia kenal selama ini. Candu yang selalu merasa tidak enakan bahkan hanya untuk sekedar menolak. Candu si gadis lemah yang selalu membuatnya berdebar, si gadis lemah yang merupakan cinta pertama nya.

Aneh! Apa aku ada berbuat salah padanya? batin pria itu sembari meminta maaf pada gadis yang di kira cinta pertama nya, kemudian berlalu.

"Apa kepalanya terbentur sesuatu?" gumam pria berparas tampan itu penuh heran.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di kursi samping kemudi, entah sudah berapa puluh kali Candy memeriksa ponselnya. Sejak malam ia meminta Reby untuk mengecek Candu, sejak itu pula kakak sepupunya tak bisa dihubungi. Gadis itu yakin ada sesuatu yang tak beres.

Setelah menempuh perjalanan panjang, Candy tiba di mansion megah milik kakeknya, bersama panglima perang yang selalu berada di sisi. Bisma selalu mengikuti kemanapun Candy pergi.

"N-nona Candy?" Alex, orang kepercayaan yang sudah mengabdi lebih dari tiga puluh tahun pada keluarga Candy, tercengang ketika melihat kepulangan sang Nona muda.

"Papa dan mama ada di rumah, Mr. Alex?" tanya Candy.

"Ada, Nona. Tapi ...." Alex menggantungkan ucapannya.

"Jika ragu, tidak perlu bicara. Biar aku sendiri yang mencari tau apa yang sudah terjadi di mansion megah ini." Sinis Candy sembari berlalu masuk, dengan Bisma yang mengekor di belakangnya.

Calix dan Berryl nyaris membeku saat melihat Candy mendadak muncul dari ruang tamu. Pulang tanpa kabar, tentu saja membuat mereka selaku kedua orang tua kaget bercampur senang, juga sekaligus tegang.

Calix dan Berryl menghamburkan pelukan, memeluk putri mereka dengan segala kerinduan yang membuncah. Begitupun Candy, tapi, gadis itu buru-buru melepaskan pelukan.

"Di mana Candu?" Candy mengedarkan tajam pandangannya.

"C-candu ...." Berryl tiba-tiba terbata, air matanya berlinang.

Perasaan Candy tak enak, apalagi menatap kedua bola mata indah milik sang mama yang sudah sembab, dan sudah jelas itu pasti karena Candu.

"DI MANA CANDU?!" Candy bertanya dengan suara lantang.

"Kak, Candu, Kak. Mama harus bagaimana?" Berryl semakin tersedu, suaranya kian serak.

Candy menatap tajam sang papa, Calix menarik lembut tangan putrinya, membawa Candy duduk terlebih dahulu. Calix mengusap lembut pundak sang anak, tangannya bergetar. Pria paruh baya yang masih terlihat tampan di usianya itu, mulai bercerita sambil sesekali meraup kasar wajahnya.

Bagai tersambar petir, itulah yang Candy rasakan saat papanya menjelaskan bahwa adiknya kini dalam kondisi koma. Gadis itu menangis dan mengamuk sejadi-jadinya, langkahnya tergesa-gesa menuju kamar sang adik.

Candu, sebenarnya kehidupan seperti apa yang kau jalani tanpa aku di sisimu? Batin Candy sembari melangkah dengan berurai air mata.

Kamar yang sunyi tanpa pemilik nya, diobrak-abrik oleh sang kakak. Mencari apapun yang bisa dijadikan petunjuk. Bisma pun turut membantu Candy, memeriksa satu persatu laci per laci yang ada di kamar Candu.

"Candy," panggil Bisma.

Gadis itu lekas menoleh dan mendekati Bisma yang memegang sebuah buku bewarna pink, warna kesukaan sang adik. Dengan kasar Candy menyambar, dibacanya setiap lembar dengan air mata yang berlinang. Candu, adiknya tersayang, sungguh begitu malang.

Candu, tubuhmu pernah kedinginan karena di guyur berkotak-kotak susu basi. Kulitmu pernah melepuh karena di sundut panasnya api rokok. Punggungmu nyaris remuk karena bertubi-tubi dilempari bola kasti. Dan kini, mahkotamu terkoyak karena di perkosa lelaki biadab? batin Candy pilu.

Gadis itu mematung, kakinya lemas, tubuhnya merosot pada dinginnya lantai. Ada yang tersayat di dalam dada, rasanya bercampur aduk. Perih, sedih, sakit, marah dan kecewa. Semua bercampur menjadi satu.

Candy menangis sejadi-jadinya, tangannya meremas setiap lembaran kertas yang ia baca. Matanya di penuhi benci dan juga dendam.

Sembari terisak gadis pemilik mata indah itu berteriak. "Aku akan menghancurkan kalian semua ...!"

Kedua orang tua nya yang sejak tadi mematung di ambang pintu, kini ikut masuk. Mengambil buku harian yang ada dalam genggaman tangan sang putri, membacanya perlahan-lahan. Tubuh Calix dan Berryl berguncang, hancur, saat mengetahui fakta yang terjadi pada putri mereka tercinta.

"Putri kita, Lix. Putri kita ... Bagaimana ini bisa terjadi pada anak sebaik itu? Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Berryl terisak, jantungnya hampir meledak, sesak.

Calix mendekap sang istri, berusaha menenangkan belahan jiwanya. Meskipun, ia sendiri butuh ditenangkan.

"Kenapa Candu menyembunyikan hal ini dari kita, Lix? Kenapa?!" Berryl menepuk-nepuk dadanya yang kian sesak.

Candy menghembus kasar nafasnya. "Mama kira, semudah itu bagi Candu untuk bercerita? Kita semua tau, adikku itu seperti apa. Tidak mudah bagi seorang anak yang lahir dari keluarga terpandang nan berpengaruh untuk bercerita akan hal-hal seperti ini. Jika pun dia bercerita, Mama mau apa? Melaporkan pada pihak berwajib? Iya kan? Lalu, berita pun tersebar dimana-mana. Mama kira, mudah untuk membungkam para awak media? Itu yang Candu hindari, Ma. Kenapa? Selain malu, hal itu juga akan menjadi aib bagi keluarga besar kita. Saham kita akan terjun bebas. Jutaan jari orang-orang tak bermoral akan menunjuknya sebagai anak yang mencoreng nama keluarga. Mama berharap, anak yang penakut dan selalu merasa tidak enakkan itu mau untuk bercerita? Buang jauh-jauh pikiran itu, Ma. Aku tau adikku seperti apa. Adikku yang baik itu, tidak akan pernah mau merepotkan orang tuanya ... Dia akan lebih memilih memendam semuanya dari pada kalian harus menanggung malu dari pandangan orang-orang. Ma, Pa ... sudah sejak dulu Candu di bully, mentalnya entah sudah serusak apa. Pasti banyak aspek yang dia pikirkan, sehingga memutuskan untuk tidak speak up ... Bagi kita orang awam sih, mudah saja kan, tinggal speak up dan mencari jalan keluar. Tapi Candu? Orang seperti dia itu harus lebih diberi perhatian, bukan pembicaraan ya, melainkan pendekatan. Agar apa? Agar dia percaya dan mau bercerita."

Candy mengusap air mata yang membuat wajah surga dunia akhirat nya basah. Di kecup nya pipi sang mama, di kecupnya pipi sang papa.

"Pa, Ma ... tenanglah, aku akan membalas mereka semua. Papa dan Mama hanya perlu fokus menemani Candu. Jangan sampai saat dia terbangun, dia kembali menyakiti dirinya lagi. Kini, kesembuhan Candu menjadi tanggungjawab kalian sepenuhnya. Sementara itu, menghancurkan mereka, akan menjadi tanggungjawab ku-- dan ingat, tidak ada yang boleh ikut campur dengan apa yang akan ku perbuat," peringat Candy, sorot matanya sangatlah tajam.

Calix dan Berryl mengangguk paham, menurut tanpa protes, meskipun tau sang putri akan melakukan hal-hal yang diuar batas. Sebagai orang tua dari anak perempuan yang kehidupannya telah dihancurkan, apalagi yang kini bisa mereka harapkan? Selain kesembuhan sang anak dan kehancuran dari para manusia-manusia biadab?

"Jika kamu membutuhkan bantuan Mama, kamu langsung beritahu Mama ya, jangan sung-"

"Aku butuh kekuasaan, Ma. Aku butuh harta kalian yang berlimpah ruah. Kita lihat, apa yang bisa ku beli dan ku perbuat dengan uang!" sela Candy cepat.

"Kuras habis harta Mama, Ndy. Mama rela melakukan apapun demi kalian berdua, hancurkan mereka semua sampai tulang belulang nya remuk ...!" desis Berryl.

"Off course...!" Candy menyeringai.

Bisma menggenggam erat jemari Candy, berusaha menenangkan gadis yang tengah dikuasai amarah.

Candy memandang Bisma lekat. "Pulanglah ke tempat orang tua mu, Bisma. Mulai sekarang, permainan akan sangat berbahaya. Kau tidak perlu terlibat lagi dengan apa yang akan ku lakukan. Kau tidak perlu menemani ku lagi dalam berpetualang. Kau tidak perlu melindungi ksatria mu ini dari apapun dan tidak perlu menjadi garda terdepan di manapun lagi. Pergilah, lupakanlah janji kanak-kanak yang pernah aku buat. Mulai hari ini, aku akan bermain sendirian."

"Pulang?" Bisma tersenyum miring. "Aku adalah pedang mu, sampai kapanpun aku akan menjadi pedang yang tidak akan pernah patah. Aku tidak akan pulang, aku akan menemanimu bermain sampai titik darah penghabisan!" Tolak Bisma kala Candy memintanya pergi dan melupakan janji kanak-kanak yang pernah dibuat gadis itu.

Candy memutar malas kedua bola matanya. "Sudah berani membantah perintah ku ya, Anak Kecil?" Candy menepuk kasar bokong Bisma, hingga pria itu tersentak.

Begitupun dengan Berryl dan Calix yang beradu pandang. Bumi bagai berguncang saat melihat liarnya putri mereka kini.

Bisma mengusap-usap bokongnya yang terasa panas. Pria itu menyipitkan kedua matanya. "Terus, pembalasan apa yang ingin kamu lakukan sekarang?"

Candy menatap Bisma, kemudian menatap kedua orang tuanya. Sudut bibirnya terangkat satu. "Mulai sekarang, aku akan menjadi Candu."

*

*

*

CC3

"Mulai sekarang, aku akan menjadi Candu."

Kata-kata yang diucapkan Candy membuat tiga orang dewasa yang berada di ruangan itu tersentak.

"Maksudnya gimana, Ndy?" tanya Papanya.

"Masa kuliah Candu masih satu semester lagi kan, Pa?" Alih-alih menjawab, Candy malah balik bertanya.

Calix mengangguk. "Lalu?"

"Aku akan berganti posisi dengan Candu," jawab Candy.

"Wait wait wait ... Maksudmu, seperti penyamaran identitas?" Bisma memastikan.

"Yess ..! Pinter ...!" Candy mengedipkan sebelah matanya.

Bisma tertegun, meneguk kasar ludahnya, tenggorokan pria itu mendadak kering saat membayangkan apa yang akan dilakukan Candy nantinya.

"Apa itu gak terlalu bahaya, Ndy?" Berryl tampak cemas.

"Bahaya kenapa, Ma?" Candy mengernyitkan keningnya.

"Seperti yang kamu baca di buku harian adikmu, bukannya mereka sangat jahat? Mama takut kamu di aniaya, Ndy." Berryl mengutarakan kekhawatiran nya, membuat sang putri tergelak.

"Maaf, Aunty. Yang ada, mereka bakal jadi perkedel dibuat Candy." Bisma menyengir bagai kuda.

"Maksudnya?" kompak Berryl dan Calix bertanya.

"Apa Mama dan Papa lupa seperti apa diriku? Hmm, sudahlah ... pokoknya Mama dan Papa tenang aja. Serahin semuanya ke aku, kalian berdua fokus saja sama kesembuhan Candu." Gadis cantik itu melempar pandangannya pada Bisma. "Bisma, tolong antarin Mama dan Papa ku ke kamar mereka. Mereka harus istirahat sebelum gantian berjaga di rumah sakit."

"Okay okay, my uncle and my aunty ... let's rest first ...!" Bisma merangkul keduanya.

Sepeninggalan Bisma dan juga kedua orang tuanya, Candy kembali membaca buku harian lain milik adiknya. Lembar demi lembar menyebabkan beragam ekspresi dari wajahnya, senyum, menangis, marah, dan kini gadis itu hening. Lembaran terakhir yang tak ia sangka dan duga, membuatnya tertegun cukup lama.

"Adikku menyukai Bisma?" lirih Candy.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di sebuah rumah sakit, tepatnya kamar VVIP, Candu terbaring lemah di sana, wajahnya pucat.

Candy menggenggam erat kembarannya, sembari menahan sekuat tenaga agar air matanya tak tumpah. Gadis itu melemparkan pandangan ke kakek dan neneknya yang setia menjaga sang adik.

"Grandpa, Grandma ... Sebaiknya kalian pulang dan beristirahat, kakak akan menjaga adek. Papa dan Mama dua jam lagi juga akan kemari untuk bergantian jaga, jadi sebaiknya kalian pulang istirahat. Kakak tau, kalian pasti sangat lelah," saran Candy.

"Lelahnya Grandpa and Grandma tidaklah penting, Ndy. Yang terpenting kini adalah menjag-"

"Menjaga orang sakit juga butuh tenaga, Grandma. Tenaga yang kalian butuhkan itu bisa kalian dapatkan dengan makan makanan yang bergizi dan juga istirahat yang cukup. Adek itu koma, bukan meninggal, adek masih bisa merasakan dan mendengar apa yang terjadi di sekitar. Apa menurut Grandma, adek bakalan senang melihat kalian seperti ini? Pasti adek semakin menganggap dirinya hanya menjadi beban keluarga dan semangatnya untuk bangun semakin hilang."

"Yang dikatakan Candy benar, Sherly. Kita harus pulang, harus istirahat. Besok kita akan kemari lagi." Ucap Bastian sembari mengusap punggung istrinya.

"Tapi, Bas-"

"Gak ada tapi-tapian, Grandma. Jangan mendramatisir keadaan, sebagai dua orang dewasa bukannya kalian harus lebih bijak dari kakak? Kita gak tau kapan adek siuman, tapi, selama menunggu adek siuman ... bukankah perusahaan kita harus tetap berjalan? Akan lebih bagus Grandpa dan Grandma berjaga dari pagi hingga siang, sembari menunggu Mama selesai memimpin perusahaan. Selanjutnya, serahkan pada Papa dan Mama untuk berjaga hingga sore, lalu kakak akan berjaga di malam hari bersama Bisma," sanggah Candy.

Sherly menunduk lesu. "Baiklah kalau begitu, tolong selalu kabari Grandma ya, Candy."

Sherly mengecup kening cucu nya yang tengah tak berdaya terbaring pada ranjang rumah sakit, kemudian berbalik badan menatap Candy. Di peluk erat sang cucu, sembari mengusap punggungnya sebelum meninggalkan gedung rumah sakit.

Sepeninggalan kakek dan neneknya, Candy mengecup hangat kening adiknya. Wajah pucat yang dipenuhi memar itu membuat hati gadis itu pilu, apalagi melihat rambut sang adik yang begitu tipis, bahkan nyaris botak. Entah sudah berapa lama dan berapa banyak rambut Candu mengalami gugur akut.

Gigi Candy bergemeretak, jemarinya gemetar menahan amarah yang kian menjalar, membuat darahnya meletup-letup.

"Kalian akan mendapatkan ganjaran yang setimpal ...!"

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Seminggu kemudian.

Candy melangkahkan kakinya, menelusuri koridor universitas terkenal di kota nya. Universitas di mana Candu mengenyam pendidikan tinggi.

Rambutnya dikepang dua, gaya berpakaiannya pun berbeda dari biasa. Penampilannya nyaris menyerupai sang adik. Di masing-masing antingnya terpasang sebuah alat penyadap suara dan alat komunikasi dengan ukuran super mini, kancing bajunya sudah di ganti dengan Ajax ( kamera mata-mata yang menyerupai kancing baju ) dan terhubung langsung dengan Bisma yang tengah siaga menunggu di dalam mobil. Sebuah mobil yang dilengkapi dengan alat penyadap suara, monitor yang dipenuhi dengan cctv kampus, monitor yang terhubung dengan Ajax, dan juga Insectothopter (drone berbentuk capung).

"Hei teman-teman, lihat lah, itu Candu!" tunjuk Maria.

Sekelompok para mahasiswa dan mahasiswi menoleh, menatap Candy dengan tatapan mencemooh.

"Masih berani dia datang ke kampus?" nyinyir Sabam.

"Urat malunya sudah hilang kali ...!" cibir Maria.

"Tampilannya aja cupu, taunya lacur juga, ha ... ha ... ha ...!" hina Sandra.

Sembari tersenyum sinis, Candy mendekati orang-orang yang tengah mencemooh dirinya, apalagi pelaku yang melempar susu basi pada tubuh adiknya, berada di antara tiga manusia yang terlihat hina di matanya. Di pandangi nya mereka satu persatu hingga gelak tawa mereka berganti hening.

"Kenapa aku harus takut datang ke kampus? Sedangkan orang yang memalsukan nilai seperti mu saja bisa berkeliaran dengan bebas di kampus ternama ini, bukankah begitu, Sabam?" Pernyataan Candy menusuk tepat di dada Sabam, pria itu terpaku.

"Urat malu nya hilang? Begitulah ucapan si penghisap buah zakar para dosen, demi mendapatkan nilai A di beberapa mata pelajaran, kau rela berjongkok di antara selangkangan para lelaki tua. Bukankah begitu, Maria?" sindiran Candy nyaris membuat Maria terhuyung.

"Lacur? Ah, ayolah, bukannya kau menjajakan diri di aplikasi hijau? Tapi, kenapa tarif mu begitu murah di sana? Hanya seratus lima puluh ribu per-jam? Apa karena wajahmu burik, jadi harga isi celana dalam mu juga ke-banting begitu?" Candy menatap Sandra dengan penuh hina.

Candy menghembuskan nafasnya, kemudian tersenyum sinis. "Kalian-kalian ini, bacotnya tinggi sampai nembus angkasa. Kemungkinan untuk introspeksi diri sendiri sangat rendah, tapi merasa paling 'WAH'. Padahal sama-sama sampah. Dasar, Losers ...!"

Candy berjalan, menjauh, meninggalkan mereka yang wajahnya sudah kecut dengan gelak tawa membahana. Gadis itu sangat puas dengan hasil kerja Bisma, dalam hitungan detik pria itu mampu mendapatkan aib dari orang-orang yang mencemooh adiknya.

"Hey, wanita murahan, ikut aku ...!" geram Maria yang sejak tadi mengekor di belakang Candy.

Sabam dan Sandra mencekal kedua lengan Candy, menyeretnya ke gedung olahraga yang tak berpenghuni. Tiga orang yang sudah jelas memiliki niat buruk itu tergelak saat melihat wajah Candy begitu ketakutan. Candy berusaha memberontak.

Sementara itu, Bisma yang standby di dalam mobil mulai panik.

"Candy? Candy ...?!" jerit Bisma di dalam mobil saat melihat video yang terekam dari kamera tersembunyi di baju Candy berguncang tak tentu arah.

Bisma lekas keluar dari mobil, berlari sembari mengecek alat pelacak yang sengaja ia letakkan di dalam tas Candy pagi ini. Pria itu berlari tanpa peduli apa yang ada di sekitarnya, pria itu nyaris menggila.

BRUGH!

*

*

*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!