Sudah setahun ayahku pergi meninggalkan aku, ibuku lebih dulu 6 sebelum ayahku menyusul.
Kesedihan ku, segera ku tepis, karena aku harus bertahan hidup, warisan rumah sederhana dan ladang setengah hektar, itulah harta satu-satunya yang kumiliki.
Setiap hari aku menjalani hidup layaknya seorang petani, pagi berangkatlah kebun, sore pulang sambil membawa sayuran untuk di jual, setiap hari aku menitipkan sayuran kepada Bu Maria.
Kacang Panjang, terong, kemangi, serei dan daun selasih, itulah hasil dari kebunku, sedangkan pisang, singkong dan ubi jalar, hasilnya buat ku makan sendiri untuk menghemat beras.
Di sungai dekat kebun, aku juga menanam jebakan untuk ikan atau udang, aku belajar dari ibuku untuk menganyam bambu agar bisa buat menangkap ikan atau udang.
Kalau mujur dapat 2 ekor ikan dan beberapa ekor udang, atau kepiting, tapi kadang juga tidak apa-apa.
Soal makan aku tak kuatir, jadi aku bisa menabung sedikit demi sedikit, lewat BRI rekening untuk anak-anak.
di umur 10 tahun, aku harus bisa hidup, beberapa warga mereka mengusulkan agar aku di masukkan ke panti asuhan di kecamatan, tapi aku tidak mau, Yoh aku sudah baca, berhitung dan menulis, pikirku.
Setiap bulan ada beras bagi orang miskin, lumayan 15 kg, cukup lah untukku selama 1 bulan, udang dan ikan sungai adalah lauk yang hampir setiap hari aku makan.
Jika tidak dapat ikan dan udang di sungai,, biasanya aku makan asin, atau beli 2 ekor ikan tongkol atau kembung, daging sapi aku tak sanggup beli.
Jika tak punya uang, aku makan telur ayam atau potong ayam sekalian, toh ayamku sangat banyak, terkadang aku jual sebagian.
Soal listrik, aku berhemat menggunakannya, apalagi cuma 450 wat, tiso bulan hanya 50 ribu jadi aku masih sanggup bayar.
Soal pergaulan, sungguh menyedihkan, karena tidak ada yang berteman denganku, bahkan sepupu ku menjauhiku, tapi aku tidak masalah.
Walau pun murah, aku mampu beli handphone, hasil tabunganku berbulan-bulan, padahal uang sumbangan kematian ayah dan ibu, masih utuh mu simpan dalam tabungan.
Untuk kepasar hanya saat mau beli kaos atau celana dan pakaian dalam saja.
Oh ya di halaman rumahku, penuh dengan serei dan kemangi serta daun selasih, belakang rumah kandang ayam dan toilet.
Sumur ku ada di dapur, sudah di kasih beton oleh ayahku, jadi aku mandi di belakang rumah yang yang sudah buat ayahku dulu, ada pipa penghubung ke bak mandi jadi tidak perlu mengangkat air.
Itulah sekelumit kehidupan ku, gadis kecil yang hidup sendirian.
Walau sendirian, aku menjalani hidup dengan baik dan berusaha selalu tetap bersyukur, dan beruntung selama beberapa hidup sendiri, aku tidak pernah sakit, kadang aku berpikir konyol tapi ada benarnya.
Aku tak pernah jajan, makan bakso saja sebulan 2 kali, sisanya aku makan yang alami, ikan saja selain di goreng aku rebus atau aku panggang.
Semua itu di ajarkan ibu dan ayah, dari usia 7 tahun aku sudah membantu ibuku, usia 8 tahun aku selalu kebun dan belajar bertani, walau hanya sekedar melihat-lihat atau membantu seadanya.
Aku bertani, mengandalkan ingatanku, dan mengikuti bekas kebun ayahku, dan akhirnya aku bisa, badanku berubah karena keadaan, beruntung kebunku tidak jauh, jadi pagi selesai sarapan, aku berangkat dengan membawa bekal.
Gubuk kecil peninggalan ayahku cukup membuat ku tidak kehujanan, ada panci untuk ku sekedar merebus pisang, singkong atau ubi jalar jika hujan dan minum Teh tawar, kadang jika hujan sampai sore, aku pasti tidur di kebun, dan paginya pulang bawa sayur sebelum ibu Maria ke pasar.
Tak terasa, saat ini sudah lebih setahun ayah dan ibuku pergi meninggalkan aku, teringat kenangan waktu bersama ayah dan ibu.
Hari ini aku baru saja pulang dari pasar, aku baru saja membeli bibit kacang panjang dan terong, karena hasilnya sudah mulai berkurang, jadi sebagian lahan sudah ku bersih kan, apalagi jati ini cuacanya hujan, pasti tanahnya lembut.
Keesokkan harinya, saya berangkat ke kebun ku, dengan membawa bibit dan bekal ku.
Tiba di Gubuk, aku langsung berganti pakaian dan mengambil alat-alat tempurku, cangkul kecil dan pipa besi tajam di ujungnya, peninggalan sang ayah,untuk melubangi tanah.
Aku menanam bibit kacang panjang dengan penuh sukacita, sambil mendengarkan musik di handphone ku.
Jam 4 sore semuanya sudah selesai, aku ke sungai untuk melihat perangkap ku, ternyata setelah 2 hari, 5 perangkap ku, cukup banyak hasilnya, aku bersyukur, karena, seminggu aku panen hanya sedikit, jadi aku tidak keluar uang untuk beli ikan asin.
Selesai dari sungai, bahkan aku sempat mandi, walau hanya sekedar, yang penting sudah segar dan baju ganti ku tidak terlalu kotor saat pulang ke rumah.
Tiba gubukku, hujan tiba-tiba turun, dengan sangat deras, aku langsung bersiap untuk menginap, karena pasti jalanan akan licin, lagian aku sudah kirim pesan ke Bu Maria bahwa aku tidak panen.
Aku bersihkan ikan mujair sekitar 10 ekor, begitu juga udang, ku rendam dengan jeruk dan garam, dan ku panggang udang ku rebus, agar besok pagi tidak ada yang busuk.
Dengan mantel hujan aku keluar dari gubuk dan memetik cabe, kemangi, tomat dan serei serta jahe, dan buat sambal.
Aku rebus singkong dan ubi jalar beberapa biji, cukup buat aku makan malam.
Sejam beraktivitas dalam gubuk, akhirnya makanan ku selesai dan siap untuk di santap.
Hujan deras terus mengguyur gubukku, untung angin tidak terlalu kencang, jadi lampu minyak tidak mati, Porno perapian terus ku tambah kayu, agar tetap menyala.
Petir seolah sedang pesta dangdutan, yang begitu berisik dengan suaranya yang begitu besar menyertai malam ku.
Saat aku hendak mengambil jaket bekas ayahku, jariku terkena paku hingga terluka.
Dengan penerangan seadanya, aku melihat Darahku terserap kedalam Cincin warna hitam peninggalan ibuku.
Badanku terasa hangat, sambil melihat luka di jariku, rasa hangat dan menenangkan membuat ku tertidur, sambil bersandar, aku memang biasanya tidur jam 8 malam.
Jadi tidak heran jam segitu aku sudah mengantuk, aku mengambil jaket, karena mau tidur di bale-bale yang cukup buat tidur 1 orang.
Dalam tidurku aku bermimpi bertemu kedua orang tua ku, aku bahagia bisa melihat mereka.
Namun hal itu ternyata mimpi biasa, aku seolah berada di dunia lain, hingga ayah dan ibuku terasa sangat nyata.
Aku berbicara dengan mereka sama seperti aku bicara dengan manusia pada umumnya atau saat mereka masih hidup.
"Selamat datang Putriku, sapa Ibuku.
"Selamat datang Putriku, sapa ibuku saat aku berjumpa.
Aku kaget, karena ibuku sudah meninggal setahun setengah, aku lihat di sampingnya ada seorang laki-laki dan itu ayahku.
"Ibu... Ibu.. Jawab ku sambil gemetar.
"Ia Putriku, ini ayah dan ibu, kami sudah lama menunggu mu disini, apa kabarmu nak? Tanya ibuku.
"Kinan baik-baik saja, hanya selalu kesepian, aku bekerja sangat keras agar bisa terus hidup, tidak ada yang mau bersahabat dengan ku, bahkan saudara sepupu menjauh, kataku kepada ibuku.
"Kami tahu perjuangan mu nak, maafkan ayah dan ibumu, karena meninggalkan mu, diusia yang masih sangat kecil, jawab ayahku.
"Ini sudah takdir, Kinan tidak menyalahkan ayah dan ibu, toh Kinan masih bisa hidup dengan baik, walau mesti bekerja keras, jawabku pada orangtua ku, sambil meneteskan airmata.
"Putriku, ibu hanya ingin memberitahu satu hal padamu, mungkin terdengar tidak masuk akal, tapi inilah kenyataannya, dan ibu maupun ayah mu baru tahu.
Raga ayah dan ibu memang sudah mati, tapi jiwa kami belum, kami berada di dalam Cincin Hitam yang ibu berikan padamu, dan saat ini juga kamu berada disini.
Kami di berikan kesempatan oleh sang Pencipta untuk pergi ke suatu tempat yang mana kami juga tidak tahu, dan menurut sang pencipta, kami bisa menemuimu 500 tahun kemudian, dalam perhitungan di tempat yang akan kami tuju, tapi disini hanya 25 tahun.
Hari ini, ayah dan ibu akan pergi dari sini, apapun yang ada didalam Cincin ini, Sang Pencipta sudah memberikan nya kepada mu.
Setelah kami pergi, bukalah kotak berwarna Emas di atas meja itu, bacalah kertas di atas meja itu sebelum kamu membuka kotak itu.
Kertas itu hanya kamu yang bisa membacanya dengan meneteskan darahmu, saat ini kamu tidak akan melihat apapun isi tempat ini, kami juga seperti itu, karena sang pencipta memberikannya hanya untukmu, ucap Ibuku
"Ayah, ibu, Kinan mau ikut dengan kalian saja, tubuh Kinan terasa sangat lelah, tidak ada teman ngobrol dan bermain, Kinan sangat kesepian, hanya ibu Maria yang bisa di ajak bercerita walau hanya sebentar, ibu warung juga sangat ketus saat Kinan datang membeli ikan asin atau kerupuk.Bawalah Kinan bersama dengan kalian, ucap ku sambil menangis.
"Putriku sayang, belum waktunya kita bersama-sama lagi, ayah dan ibu mohon agar kamu menjalani hidup dengan baik, jangan harapkan kebahagiaan dari orang lain, ciptakanlah kebahagiaan sendiri, kami yakin Kinan bisa mendapatkan kebahagiaan sejati.
Ayah dan ibu akan melihat mu dari tempat kami berada, dan bila saatnya tiba, kami pasti datang dan berkumpul denganmu, hanya 25 tahun, ucap Ibuku yang kini tubuh nya dan ayah sudah hampir tak terlihat.
"Putriku, waktu kami sudah habis, ingat baik-baik pesan kami, tinggalkan desa ini setelah kamu merasa siap, soal sepupu mu, biarkan saja, berhati-hati lah, karena dalam beberapa hari ini mereka akan datang ingin merebut lahan ini dan juga rumah kita.
Jika kamu mampu pertahankan, silahkan, jika tidak mampu pergilah dari desa ini, dan kembalilah, simpan sertifikat tanah ladang dan rumah kita, selamat tinggal Putriku, tunggu ayah dan ibu kembali, ucap ayahku dan akhirnya mereka menghilang.
Aku hanya bisa menangis merasakan kesedihan, karena melihat pergi, tapi hati kecilku berbicara agar aku tetap semangat.
Aku coba menguatkan hatiku agar tidak berlarut-larut dalam kesedihanku, aku harus bangkit, agar saat ayah dan ibu kembali, aku sudah sukses.
Aku berdiri dan berjalan ke arah meja batu yang diatasnya terdapat 1 Kotak berwarna emas, di bawahnya terdapat 1 lembar kosong, aku ingat omongan ibuku, lalu aku melukai jariku dan meneteskan darahku.
Kertas itu bercahaya dan munculah tulisan yang mengatakan bahwa aku Pewaris Sah dari Cincin Hitam, yang saat ini berada di jariku.
"teruntuk pewarisku"
Saat ini kamu berada di dalam Cincin Hitam milikku, yang merupakan Pusaka tertinggi di Alam Semesta, Cincin ini kuberikan kepadamu lewat Kakek buyutmu, hingga Jatuh ke tanganmu.
Cincin ini, merupakan sebuah Dimensi yang berdiri sendiri, dimana kamulah Penguasa nya, dalam dimensi ini, bisa hidup seperti di duniamu, kamu bisa membuat apapun kecuali menciptakan Hewan dan manusia.
Selain itu, didalam Cincin ini, telah ku berikan harta yang tidak bisa manusia di dunia ini maupun Alam manapun dapat menandinginya, syaratnya, jangan menjadi orang sombong dan tamak serta angkuh.
Jika ada orang sombong, tamak dan angkuh, balas lah dengan elegan, agar mereka sadar bahwa masih ada yang lebih tinggi dari mereka.
Balas lah kebaikan orang yang tulus kepadamu, berlipat-lipat agar mereka tahu bahwa ketulusan akan selalu mendapatkan penghargaan.
Aku juga membekali kamu dengan berbagai ilmu pengetahuan, ketrampilan dan pertahanan agar kamu bisa melawan siapapun yang jahat kepada mu, tapi ingat jika bisa menghindar lebih baik menghindar, apalagi jika hal sepele.
Di dalam Kotak itu ada 3 Pill yaitu Pill Pengetahuan, artinya kamu akan memiliki tingkat kecerdasan 100 kali dari manusia biasa,
Pill Keterampilan, Pill tersebut adalah ekstrak dari Ketrampilan Formasi, Alkemis, Tabib dan Menempah.
Pill Kekuatan, Pill ini akan memberikan mu, ilmu beladiri tertinggi di seluruh alam, dan bisa merebut seluruh tubuhmu saat terluka, baik luka dalam maupun luar.
Barang yang lain, ada 2 botol Giok berisi air Surgawi dan air kehidupan, didalam Cincin ini terdapat 2 mata air ini, dan tidak habis berapa pun banyaknya yang kamu ambil.
Minumlah kedua cairan itu terlebih dahulu, setelah itu telanlah ketiga Pill itu secara berurutan.
Teteskan darahmu pada lambang formasi pada kotak itu, maka kotak itu akan terbuka.
Setelah semua tahapan selesai, maka seluruh Ruang Dimensi ini akan sah menjadi milikmu
Jika sudah mengerti, silahkan laksanakan, aku akan menemanimu,
Selesai membaca isi lembaran itu, kertas itu pun berubah menjadi butiran dan menghilang.
Aku ikuti seluruh pesan yang telah kubaca tanpa ada keraguan, aku merasakan begitu lama sangat lama prosesnya, dan ternyata aku sudah melakukannya selama lebih dari 10 tahun.
Saat aku tersadar, yang kupikirkan, aku berada di gubukku, dan bagaimana tanamanku.
"Jangan kuatir, kamu berada disini baru 2 jam di dunia luar, dan lagi hujan deras dan petir masih berdendang, jawab suara misterius itu.
Ketika mataku benar-benar terbuka, aku melihat suasana yang begitu mengagumkan, istana yang luas dan hamparan bunga yang indah.
"Ini semua milikmu, dan mulai sekarang kamu Penguasa nya disini, untuk masuk kesini, cukup pikirkan kata masuk, sedangkan jika ingin keluar, pikirkan kata keluar.
Dan jika kamu ingin mengeluarkan barang yang kamu mau, cukup sebutkan barang nya, atau kamu bisa datang dan mengambilnya sendiri.
Jika ada yang ingin kamu sampaikan silahkan, ucap suara misterius itu.
"Dimanakah Ayah dan Ibuku? lalu bagaimana cara aku menggunakan harta ini, apalagi saya masih kecil, tidak akan ada orang yang percaya jika harta ini adalah milikku? Ucap ku bertanya.
"Ayah dan ibumu, adalah manusia terpilih karena ketulusan hati mereka, dan kesetiaan mereka kepadaku sebagai penciptanya.
Untuk masalah penggunaan harta ini, bisa kamu pelajari baik-baik, ambilah beberapa benda berharga dalam ukuran kecil, semisal emas, ambilah sekiranya saat di jual hasilnya bisa kamu gunakan sehari-hari.
Sebagai hadiah untukmu, aku berikan kamu 1 permintaan, asalkan jangan minta kembalikan orangtuamu saat ini, pikirkanlah waktumu hanya 1 menit, ucap suara misterius itu.
"Bisakah saya di berikan uang untuk bekal ku hidup hingga berusia 17 tahun, agar aku tak kesulitan menjualnya, karena aku harus memiliki rekening Bank untuk menyimpan uang, saat ini aku hanya memiliki rekening untuk anak-anak, saldonya sangat terbatas, tapi jika tidak bisa, aku akan mencari cara bagaimana menjualnya, saat aku pergi dari desa ini, Ucap Kinan.
"Baiklah, aku akan mengabulkan permohonan mu, Sekarang pejamkan matamu, saat aku bilang buka baru kamu membukanya, ucap suara misterius itu.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara misterius itu memintaku untuk membuka mata.
"Ambilah, jumlahnya cukup bagimu hidup sesuai keinginan mu, gunakan untuk beli Rumah dan biaya sekolahmu, hiduplah dengan sederhana, pindahlah ke kota dan carilah sekolah disana, belilah rumah kecil, agar kamu mampu merawatnya, katakan kepada siapapun, bahwa orangtuamu berada di luar negeri, saat libur kamu kembali ke sini lagi, agar tidak ada yang curiga dengan Kamu.
Sekarang sudah waktunya kamu kembali ke dunia nyata, aku tidak akan lagi menemuimu untuk saat ini, tapi kita pasti bertemu lagi, ucap suara itu.
Aku terbangun hari sudah pagi, aku melihat cincin ku, terlihat ada perubahan, warnanya kini sudah mengkilap, tapi tetap berwarna hitam, dan lingkaran emas menghiasai puncak cincinku.
Aku merasakan ada sesuatu di saku celana ku, ternyata ada 2 Kartu ATM, Mandiri Platinum dan Mandiri Gold.
Ternyata aku tidak bermimpi, terimakasih pencipta, ucapku bersyukur.
Aku memasak air dan membuat Teh, setelah cuci muka, aku nikmati sarapan singkong dan ubi jalar, serta ikan bakar dan udang.
Setelah melihat semua tanamanku, aku pulang kerumahku, aku mengingat pesan ayah agar menyimpan sertifikat rumah dan ladang.
Tiba dirumah hati sudah siang, aku langsung masuk kamar dan menyimpulkan seluruh dokumen yang ada.
Selesai itu aku mandi dan berganti pakaian, kemudian aku ke kota kecamatan, sekalian kepasar beli ikan dan daging, aku sangat ingin makan daging sapi.
Terlebih dahulu aku ke ATM, aku cek saldo di kedua kartuku, ternyata sangat banyak, ATM Platinum Terdapat 200 milyar, sedangkan yang gold, terdapat 50 milyar.
Terlintas di kepalaku, untuk melanjutkan sekolah, tapi sudah tanggung, lebih baik aku masuk SMP saja, aku belajar pelajaran SD dari internet saja.
Aku putuskan akan pergi dari sini saat teman-teman SD ku lulus, aku masih belum bisa meninggalkan kebunku, kecuali Paman dan sepupuku datang mengganggu.
Tiba dirumah aku langsung masak, karena di pasar aku hanya makan bakso.
Singkat cerita, setelah selesai masak dan mandi, aku langsung menyantap masakan ku, hingga perutku kenyang, akhirnya aku bisa makan daging Sapi.
Beberapa hari kemudian, saat aku hendak berangkat ke kebun, Paman dan beserta istri dan anak-anaknya datang.
"Kinan, seperti kamu ketahui, bahwa kedua orangtuamu sudah meninggal, kami datang menawarkan bantuan kepadamu, Yaitu, kami hendak menjual kebunmu, sedangkan rumahmu biar kita pakai sama-sama untuk uang hasil penjualan kebun biar kami yang pegang, dan kami akan melanjutkan sekolah kamu hingga SMA, bagaimana? tanya Pamanku
"Maaf Paman, rumah dan Kebun itu adalah warisan kedua orangtuaku, sudah cukup warisan Kakek saya di rebut Paman, padahal itu bukan punya keluarga ibu tapi keluarga ayahku, sedangkan uangnya hingga saat ini paman tidak memberikan aku sepeserpun, dan sertifikat tanah itu, paman ambil saat ayahku di rumah sakit, dengan alasan mau menjualnya untuk biaya ayahku di RS, hingga saat ini paman tidak memberikannya padaku sebagai anaknya.
Bahkan hingga saat ini, paman juga tidak pernah membantuku, aku tidak akan tertipu dengan Paman lagi, rumah dan ladang juga milik ayahku bukan milik saudara ibuku, ucap Kinanti tegas.
"Tapi tinggal kami saudaramu, jadi kami berhak membantuku dalam mengelola keuangan kamu, ucap istri pamanku.
"Lalu, kemana hasil penjualan tanah terdahulu, apa kalian pernah memberiku 1 rupiah dari hasil penjualan tanah itu? Tugas Kinanti.
"Uangnya masih kami simpan, ucap sang Paman yang dia pikir Kinanti bisa di bodohi lagi.
"Kalau masih ada, berarti untuk apa menjual tanah lagi untuk keperluan ku sekolah, pakai saja itu, jawab Kinanti hingga membuat pamannya sadar akan kebodohan nya.
"Biar tabungan kamu jadi banyak, jadi lebih baik di jual saja, mereka katanya mau bayar tanah kamu 150 juta, ucap Pamannya terus merayu.
Dua gak tahu, jika saat Kinanti memiliki uang dan harta melimpah, bila perlu satu desa mereka dia bisa beli.
"Pokoknya aku tidak akan menjual tanah ku, mau harga 1 triliun juga, aku tidak akan menjualnya, sana rumah saya ini, tetap aku pakai sendiri, dan paman tidak berhak mengatur hidupku, cukup sudah kalian menipu ayahku, ucap Kinanti.
"Kinanti...! Kami ini Paman dan bibimu, kami berusaha memberikan kamu hidup yang lebih baik, tapi kamu berbicara kasar pada kami, tanpa kamu setuju pun tanah itu akan tetap kami jual, dan jangan harap kamu akan dapat bagiannya", lantang Pamannya Kinanti.
"Coba saja, jika kalian berani menjualnya, aku akan laporkan ke Polisi, dasar paman tidak diri, pergi kalian dari rumah saya, usir Kinanti.
"Kamu berani mengusir kami, teriak Paman Kinanti.
"Refly, masuk kamarnya Kinanti dan cari sertifikat nya, perintah paman ke anaknya.
Refly dengan Cepat memasuki kamar Kinanti dan membingkai odi lemari, hingga kasur di jungkir balik, tapi yang di cari tidak ada.
" Tidak ada ayah, lapor Refly.
"Eh yatim piatu, dimana kamu menyimpan sertifikat nya? tanya pamannya.
"Memangnya itu milik kalian yang ku curi? Dan apa hak kamu mau menjual tanah ayah saya, kamu itu hanya sepupu ibuku, jika pun ladang saya milik ibuku, kamu tidak berhak mengambilnya dari saya, apalagi ini milik ayahku, apa hubungan kamu dengan ayahku? Bentak Kinanti.
Warga akhirnya datang, mereka setuju jika, pamannya Kinanti yang mengurus semuanya apalagi Kinanti masih kecil.
Tanggapan dari warga, membuat pamannya makin merasa menang, tapi Kinanti tidak menyerah.
"Kinanti, saya yang akan membeli tanah mu, nanti uangnya saya langsung data berikan kepadamu, ucap seorang warga yang ingin membeli tanah Kinanti.
"Maaf, saya tidak akan menjual tanah saya, ucap Kinanti dengan tegas.
"Apakah kamu tidak capek setiap hari ke ladang, kan lebih baik paman kamu yang mengurus mu agar bisa sekolah lagi, rayu calon pembeli itu.
"Aku masih bisa hidup tanpa harus sekolah, dan juga tanpa bantuan pamanku.
Setahun ini buktinya aku bisa hidup, tanpa bantuan pamanku, uang penjualan tanah kami sebelumnya tidak dia serahkan ke saya, bahkan sepeserpun aku tidak merasakan uang itu, bukankah kamu juga yang membeli tanah itu, dan ingat baik-baik aku akan menggugat nya di kemudian hari, dan menuntut adanya persekongkolan diantara kalian.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!