NovelToon NovelToon

Jerat Cinta Sang Ceo

BAB. 1

Seorang gadis berkulit putih dan rambut panjang sebahu, tengah duduk dengan gelisah menunggu kedatangan seseorang.

Ya, gadis itu bernama Alice.

Saat ini Alice sedang menunggu kedatangan kekasihnya yang baru saja kembali dari luar negeri untuk menyelesaikan studinya.

Setelah dua tahun menanti, akhirnya pujaan hatinya datang untuk melamarnya. Seperti janji yang sudah mereka berdua sepakati sebelumnya.

“Kenapa lama sekali. Padahal dia bilang pesawat tiba pukul tujuh lewat tiga puluh menit. Dan sekarang, sudah melebihi jam tersebut,” gumam Alice sedikit kesal.

Tidak mungkin ‘kan kekasihnya itu sedang membohongi dirinya? Karena Zack selalu memberinya kabar, aktifitas apa saja yang sedang dia lakukan di sana.

“Semoga Zack menyukai hadiah dariku.” senyuman manis terukir dari kedua sudut bibir Alice. Apalagi saat ini di tangan kananya ada sebuah kotak kecil berwarna hitam, hadiah di hari spesial kekasihnya.

Bosan menunggu, Alice mencoba menghubungi Zack. Memastikan apakah kekasihnya itu baik-baik saja atau tidak.

Namun, ponsel Zack yang beberapa saat lalu masih aktif sekarang tidak bisa dihubungi sama sekali.

“Apa-apaan ini? Kenapa malah tidak aktif? Bukankah dia yang menyuruhku datang tepat waktu? Sekarang malah dia yang menghilang seperti di telan bumi.” Alice menggerutu.

Senyum yang beberapa detik lalu terukir, menghilang. Sudah hampir setengah jam lamanya, gadis itu berada di sana seperti orang bodoh.

Bosan menunggu, Alice memutuskan untuk mencari keberadaan Zack, dan masih terus berusaha untuk menghubunginya kembali.

“Eh, tersambung?” gumam Alice. Kedua matanya mengedar kesana kemari sambil menunggu jawaban dari Zack.

Bagi Alice, menunggu adalah sesuatu yang paling membosankan dalam hidupnya.

“Kenapa malah dimatikan!” seru Alice menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas. “Dia benar-benar sudah membuat mood ku hancur hari ini dan—”

Alice tak melanjutkan ujarannya saat dia melihat sosok pria yang begitu sangat di rindukannya selama ini sedang memeluk mesra seorang wanita.

“Zack...”

Tatapan hangat Zack pada wanita itu amat sangat berbeda dari tatapan Zack kala bersamanya.

“Sayang, aku sudah menunggumu sejak tadi. Kenapa lama sekali?” tanya wanita itu dengan nada sedikit manja.

“Maafkan aku honey, pesawatku mengalami sedikit masalah. Jadi terpaksa aku harus menunda penerbangan,” jawab Zack seraya menarik pinggang wanita mendekat lalu mengecup mesra bibirnya.

“Aku sangat merindukanmu, Zack.”

“Me too, honey.” Zack kembali mencium bibir wanita itu, bahkan kali ini lebih gila dari sebelumnya. Tanpa rasa malu mereka melakukan hal itu di depan umum.

Alice tercengang sembari menutup mulutnya tak percaya, saat melihat sosok wanita yang mendapatkan perlakuan begitu lembut dari kekasihnya.

Ya, wanita itu adalah Viona—sahabatnya.

“Zack, please! Jangan lakukan di sini. Aku malu.” Viona menggigit bibir bawahnya sendiri, menahan desa han ketika tangan nakal Zack sudah meraba dan masuk ke dalam kaos tipisnya.

“Lalu kamu mau kita melakukannya dimana, hum?” Zack berbisik lirih seraya merengkuh pinggang Viona.

“Aku sudah memesan kamar hotel. Bagaimana kalau kita pergi kesana malam ini? Aku janji akan memuaskan kamu sampai pagi.” Viona bicara dengan nada berbisik, sengaja memancing sisi liar seorang Zack.

Kucing bodoh mana di dunia ini yang menolak saat di suguhi ikan segar?

Zack adalah pria normal, tentu saja dia akan dengan senang hati menerima tawaran dari Viona.

“Baiklah, kita pergi sekarang,” ucap Zack, menggenggam tangan Viona dan mengajaknya pergi ke hotel.

Sedangkan dari kejauhan, Alice hanya menatap keduanya dengan tangan terkepal tanpa bisa melakukan apapun. Alice tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri di depan banyak orang.

Apalagi memergoki kekasihnya yang sedang berselingkuh. Benar-benar menggelikan! Membayangkannya saja sudah membuat Alice muak.

“Oh astaga! Ingin rasanya aku mencakar wajah mereka berdua. Pantas saja selama ini dia mengabaikan aku dan lebih memilih wanita kerempeng itu!” Alice geram.

Akhirnya, Alice memutuskan untuk mengikuti mereka berdua diam-diam. Sembari mengawasi kemana taksi itu membawa Zack dan Viona pergi.

•••••

Setelah lima belas menit perjalanan, taksi Alice berhenti di depan sebuah hotel. Alice cepat-cepat turun sebelum kehilangan jejak.

Alice mengintai sepasang penghianat itu. Mereka berdua terlihat memasuki sebuah kamar hotel yang sepertinya sudah di pesan jauh-jauh hari sebelumnya oleh Viona.

Tapi, dengan bodohnya, mereka lupa menutup pintunya.

Atau mungkin saja mereka berdua memang sengaja melakukannya? Karena posisi kamar yang mereka tempati berada di ujung dan satu-satunya.

Memikirkan itu membuat Alice semakin muak. Mereka sudah seperti sepasang suami dan istri saja, pikirnya.

“Seharusnya kamu tidak mengikuti mereka. Apa sih yang kamu pikirkan? Sudah jelas bukan, pria brengsek itu tidak mencintaimu lagi?” Alice menghapus air matanya yang sejak tadi mengalir membasahi pipi.

Meski selama ini dia terlihat seperti gadis yang tegar, namun sebenarnya hati Alice sangat lemah dan rapuh.

Alice memutuskan untuk masuk dan mengendap-endap. “Ada dimana mereka, kenapa tidak ada di sini,” gumamnya.

Bukannya mendapat sambutan hangat, Alice malah mendengar suara lak nat yang keluar dari bibir keduanya. Memenuhi setiap sudut ruang kamar.

“Kenapa kamu lebih memilih Alice? Aku yang selalu bisa memuaskan mu di atas ranjang. Bukan dia!” Viona terlihat kesal mengingat pria yang saat ini sedang bersamanya masih menjalin hubungan dengan Alice—sahabatnya.

Padahal, Viona sudah meminta Zack untuk segera memutuskan hubungannya dengan Alice. Tapi, pria itu masih saja mempertahankannya sampai sekarang.

“Berhenti membicarakan wanita itu saat kita sedang bersama!” Zack mempercepat gerakannya. “Selama ini, aku hanya memanfaatkannya saja. Dia selalu menolak jika ingin ku sentuh. Benar-benar kuno sekali cara berpikirnya itu!”

“Kamu yakin karena itu?”

“Ya!” tegas Zack.

Tanpa mereka sadari, sejak tadi Alice mendengar apa yang keduanya bicarakan dengan hati hancur berkeping-keping.

Awalnya, Alice berniat ingin merayakan ulangtahun kekasihnya itu bersama. Namun, semuanya pupus seketika saat melihat dengan mata kepalanya sendiri, Dua orang yang begitu berarti dalam hidupnya, mengkhianatinya.

“Kalian benar-benar menjijikan!” lirih Alice.

Selama ini Alice sudah memberikan semua pada Zack. Kecuali satu, tubuhnya. Alice belum siap melakukannya. Dia hanya sedang menunggu waktu yang tepat.

Suara tepuk tangan dan langkah kaki seorang wanita berjalan mendekat, membuat mereka berdua reflek menoleh dan langsung mengakhiri kegiatannya.

“A—alice?” Zack menurunkan paksa Viona dari atas tubuhnya, lalu bangkit. “Sejak kapan kamu ada di sini, sayang?” tanya Zack sedikit gugup seraya menelan saliva nya dengan susah payah.

Zack berharap jika Alice tidak mendengar semua percakapannya tadi. Kalau sampai itu terjadi, bisa dipastikan Alice akan meminta putus dan meninggalkannya untuk selamanya.

Selama ini, Alice adalah ladang uangnya. Bisa dikatakan, Zack menjalin hubungan dengan Alice hanya demi bertahan hidup.

“Mulai detik ini juga kita berakhir dan jangan hubungi aku lagi!” teriak Alice seraya menendang milik Zack.

“Argh, sayang! Apa yang kamu lakukan!” pekik Zack sedikit menunduk memegang bagian bawah perutnya yang terasa sakit luar biasa.

“Rasakan itu! Aku harap dia tidak akan pernah bangun lagi!” Alice memalingkan wajahnya. Kini, tatapannya tertuju pada Viona yang masih diam seakan tak memiliki rasa bersalah sama sekali padanya.

“Zack!” Viona yang tidak tega melihat prianya kesakitan, hendak turun dan membantunya.

Namun, belum sempat Viona melakukannya, Alice sudah terlebih dulu menarik rambutnya. Membuat Viona mengaduh kesakitan.

Alice kemudian menampar pipi kanan kiri Viona berulang kali tanpa belas kasihan.

“Hentikan, Lice!” Viona mendongak, bermaksud membalas perbuatan Alice.

Tapi, lagi-lagi Viona kalah telak karena Alice sudah terlebih dulu mendorongnya, hingga Viona terjatuh di pelukan Zack.

“Itu adalah hukuman untuk pengkhianat seperti kalian!” Alice tersenyum sinis. Dia berbalik dan meninggalkan kedua pasangan itu.

“Alice, tunggu! Kita harus bicara. Ini tidak seperti yang kamu lihat.” Zack cepat-cepat memakai celana pendeknya, berlari mengejar Alice.

•••••

Alice berjalan menuju lift, tanpa peduli dengan teriakan Zack yang masih terus memanggil namanya. “Lihat saja, aku akan membalas perbuatan kalian nanti!”

Terlalu fokus berlari menghindari Zack, membuat Alice tanpa sengaja menabrak seseorang.

“Aww!” Alice mengusap dahinya.

“Kamu taruh dimana matamu itu, hah?!” sentak pria tersebut, menatap Alice dengan tatapan datar dan tajam.

Bukannya meminta maaf pada pria itu, Alice malah fokus pada Zack yang semakin mendekat ke arahnya.

“Kenapa kamu diam saja? Menyingkir lah dari hadapanku. Kamu menghalangi jalanku, Nona!” pria itu mendorong pundak Alice.

Alice menarik tengkuk leher pria itu dan sedikit berjinjit agar posisi mereka sepadan. “Bolehkan aku pinjam bibirmu, Tuan?”

Pria itu membelalak. “A—apa kamu bilang?! Bibir mph...” pria itu langsung terbungkam saat Alice menempelkan bibir mereka.

“Sial! Ciuman pertamaku direnggut wanita asing ini?!” gumam pria itu, namun hanya dalam hati.

BAB. 2

Mata Alice terpejam erat, dengan bibir yang masih menempel pada bibir pria itu. Seolah-olah menganggap ciuman mereka berdua adalah ciuman hangat sepasang kekasih yang sudah lama tidak bertemu.

Padahal yang Alice lakukan hanyalah sebuah kecupan biasa, tidak lebih dari itu.

“Siapa pria yang bersama Alice?” gumamnya. Zack tidak bisa melihat dengan jelas pria yang bersama Alice karena posisinya membelakangi Zack.

Zack langsung pergi begitu saja dengan tangan terkepal kuat.

“Bagaimana rasanya dikhianati, Zack? Sakit bukan?” batin Alice dengan tersenyum licik.

Bagi Alice ini belum seberapa. Alice pastikan dia akan membalasnya lebih sakit dari ini.

Merasa tindakannya sudah cukup membuat kekasihnya cemburu, Alice segera mendorong dada pria yang berada di hadapannya.

“Lepaskan aku, Tuan!” pekik Alice.

Namun, siapa yang akan menyangka. Jika pria itu malah tidak berniat melepaskan Alice sama sekali.

Ia menarik pinggang ramping wanita yang ada di depannya, kemudian menyatukan kembali bibir mereka berdua.

“Mph…” Alice berusaha memberontak, tapi tidak bisa. Salah satu tangan kekar pria itu menahan tengkuk Alice agar ciuman mereka tidak terlepas begitu saja.

“Dasar pria kurang ajar! Berani sekali dia mengambil kesempatan dalam kesempitan!” geram Alice dalam hati.

Alice pasrah, karena ciuman pertamanya akhirnya diambil oleh pria asing. Pria yang sama sekali tidak ia kenal.

Berbeda dengan pria itu, yang awalnya tidak terima. Sekarang, ia malah merasa candu dengan manisnya bibir Alice. 

“Berhenti, Arthur! Apa yang sebenarnya kamu pikirkan!” batinnya.

Pria itu merutuki dirinya sendiri yang semakin terbuai. Dan anehnya tubuhnya bereaksi dengan sentuhan tanpa sengaja itu.

Arthur, baru saja selesai meeting satu jam yang lalu. Ia sengaja membuat janji bertemu dengan sahabatnya yang kembali dari luar negeri.

Tiba-tiba saja sahabatnya malah membatalkan pertemuan mereka begitu saja tanpa alasan yang jelas. Tentu saja itu membuat Arthur sedikit kecewa.

Tersadar sudah bertindak semakin jauh, Arthur segera melepaskan tautan bibir mereka.

Alice mengatur dadanya yang naik turun akibat perbuatan Arthur. Pria itu tidak memberinya kesempatan sama sekali untuk mengambil nafas.

“Apa kamu sengaja ingin membunuhku?!” pekik Alice.

Arthur mengernyit. “Membunuhmu?” tanya Arthur dan Alice pun mengangguk.

“Untuk apa aku membunuhmu? Kurang kerjaan sekali!” ketusnya.

Ia kembali bicara dengan raut wajah datar tanpa ekspresi dan terlihat seperti pria yang tak bersalah pada Alice.

Arthur menjaga jarak. Ia segera merapikan jasnya, memilih untuk pergi dari sana. Karena sejak tadi ponselnya terus bergetar. 

Sepertinya itu telpon dari ibunya.

Langkah kaki Arthur terhenti saat mendengar teriakan Alice yang menggema.

“Hei, pria kulkas! Kamu harus bertanggung jawab karena sudah mengambil ciuman pertamaku!” seru Alice.

Sungguh, ia tidak terima dan berharap Arthur meminta maaf padanya.

Arthur menghela nafas. “Kamu pikir aku peduli dengan ciuman pertamamu yang tidak penting itu? Lagi pula mana ada ciuman pertama, tapi terasa seperti sudah sangat berpengalaman?” ejeknya tanpa berbalik sama sekali dan kembali mengayunkan kakinya.

“A-apa kamu bilang? Tidak penting?!” pekik Alice. “Bagimu tidak penting tapi bagiku sangat penting! Dasar pria mesum!” Alice  mulai terpancing emosi.

Melihat Arthur yang masih mengabaikannya, Alice melepaskan salah satu high heels nya dan melemparnya ke arah Arthur. Hingga benda tersebut melayang dan tepat mengenai kepala belakangnya.

“Aww!” Arthur meringis menahan sakit dengan mata terpejam sesaat. Ia sudah menebak kalau semua pasti perbuatan wanita gila itu.

“Ops! Sorry, sengaja!” Alice mengambil ancang-ancang dan memutuskan mengambil langkah seribu sebelum pria itu murka padanya.

“Dasar gadis aneh tidak tahu diri!” Arthur berbalik. Namun, ia sudah tidak melihat siapapun disana. “Awas saja, aku akan membuat perhitungan denganmu nanti,” gumam Arthur.

Ia menyentuh bibirnya dan mengusapnya dengan kasar.

Malu, itu yang saat ini sedang Arthur rasakan. Tapi, ia berusaha bersikap seperti biasa. Menganggap kalau tidak terjadi apapun di antara mereka berdua.

Arthur melajukan mobilnya. Tiba-tiba saja senyuman tipis terukir dari sudut bibirnya. Apalagi mengingat ciumannya beberapa saat lalu bersama Alice.

“Sangat manis dan menggemaskan. Ah tidak, dia bahkan sudah membuat bibir seksiku ini terluka.” senyuman Arthur luntur seketika. Ia menyeka darah yang keluar dari bibirnya.

“Saat bertemu untuk kedua kalinya nanti, ku pastikan kamu akan menjadi milikku!” Arthur tersenyum misterius.

••••

Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam lamanya, milik Arthur berhenti di depan sebuah mansion mewah.

Arthur bergegas turun dan masuk ke dalam. Disana sudah ada beberapa pelayan dan bodyguard yang menyambut kedatangannya.

“Selamat datang, Tuan,” ucap mereka bersamaan seraya membungkukkan badan sekilas.

Arthur nampak acuh dan melewati mereka begitu saja. Seperti biasa, itulah yang selalu Arthur lakukan. Tidak ramah dan terkesan dingin.

“Sudah biasa, tidak heran jika tuan Arthur selalu menganggap kita seperti pajangan,” ucap salah satu dari mereka dengan berbisik lirih.

Tentu saja, apa yang mereka ucapkan terdengar sampai ke telinga Arthur. Mereka lupa kalau pendengaran pria itu sangat tajam.

“Apa kamu bilang tadi?! Ulangi sekali lagi.” tatapan tajam membunuh terpancar dari sorot mata Arthur.

“Maaf Tuan, saya tidak berani,” jawab salah satu pelayan pria dengan wajah masih menunduk ketakutan. Sepertinya pria itu sudah memancing harimau yang sedang tidur nyenyak.

“Lain kali, kalau kalian ingin membicarakan aku, lakukan di depan wajahku. Bukan di belakang! Apa kalian mengerti, hah?!”

“Ya Tuan. Kami akan melakukan sesuai perintah anda,” jawab mereka serempak. Membuat Arthur langsung melotot tajam lalu memijat pangkal hidungnya.

“Bagaimana bisa mereka mempekerjakan kalian di sini?!” sentak nya.

“Kami juga tidak tahu, Tuan!” jawab mereka lagi.

Arthur tambah melotot, lagi-lagi mereka menjawab ucapannya tanpa rasa bersalah.

“Mulai besok aku mau kalian memakai rok!” tegas Arthur memerintahkan pelayan dan bodyguard pria memakai pakaian wanita. Lalu pergi dari sana. 

Sontak mereka langsung shock dan saling menatap pada rekan yang berada di sampingnya. “Sebenarnya apa yang terjadi pada Tuan Arthur?”

•••••

Sesampainya di ruang keluarga, Arthur langsung dihujani banyak pertanyaan oleh Vanessa–ibunya.

Wanita itu memang selalu melakukannya setiap hari jika Arthur pulang terlambat. Vanessa masih menganggap Arthur seperti bocah kecil di matanya.

“Sayang, kamu sudah pulang? Kenapa begitu larut malam?”

“Jangan bilang kalau kamu lembur lagi. Tidak ingat makan dan tidak peduli dengan kesehatanmu sendiri?”

“Kalau tiba-tiba kamu jatuh sakit siapa yang repot?!”

Seperti itulah kira-kira sikap Vanessa saat bersama dengan Arthur. Meski Arthur hanyalah putra sambungnya, anak dari mendingan kakaknya.

Vanessa sudah menganggapnya seperti putra kandungnya sendiri.

Kematian kedua orang tua Arthur akibat kecelakaan, membuatnya harus merawat Arthur selama ini bersama dengan suaminya.

“Honey, hentikan. Kamu bisa membuatnya menangis,” sahut Grey– suami Vanessa. Pria itu mengusap punggung istrinya dengan penuh kesabaran.

“Tapi Dad, dia–”

“Cukup, Mom! Aku bukan anak kecil lagi. Jadi berhentilah mengkhawatirkan aku!” sahut Arthur memotong ucapan ibunya.

Ia kemudian berjalan menghampiri Vanessa dan bergelayut manja di lengan wanita itu.

“Aku merindukanmu, Mom,” ucap Arthur.

“Mommy juga merindukanmu, sayang,” balas Vanessa sembari mengusap rambut putranya.

“Bukan anak kecil kamu bilang? Lalu setiap malam siapa yang merengek dan meminta istriku untuk menemanimu tidur? Bahkan menepuk-nepuk pantatmu seperti seorang bayi?” sahut Grey kesal.

Karena itulah yang selalu Arthur minta. Jika tak ditemani Vanessa, Arthur tidak akan bisa tidur semalaman.

“Daddy menyindirku?!” pekik Arthur.

Vanessa menggeleng sembari menahan tawa melihat tingkah putranya. Meski sudah berusia dua puluh lima tahun, Arthur masih terlihat seperti bocah di matanya.

BAB. 3

“Jangan tertawa, sayang. Anak kamu yang satu ini benar-benar unik. Kelihatannya saja sudah dewasa tapi sifatnya masih seperti bocah!” celetuk Grey.

Arthur menatap tajam Grey kemudian beralih pada Vanessa.

“Maafkan aku, Mom. Tadi di kantor ada sedikit masalah. Jadi aku pulang terlambat,” ucap Arthur.

Vanesa mengusap rambut Arthur penuh kelembutan. “Mommy tahu, kamu sangat sibuk. Sekarang istirahatlah. Kamu pasti lelah, kan?”

Arthur mengangguk.

“Daddy mau, mulai malam ini dan seterusnya kamu tidur sendiri dan jangan bergantung lagi pada mommy kamu!” sahut Grey.

Arthur menundukkan wajahnya. Nampak berpikir, bagaimana caranya ia bisa tidur tanpa ada Vanessa di sampingnya.

Menyebalkan sekali bukan, kebiasaan buruknya sejak kecil ini. Benar-benar menyusahkan dirinya sendiri.

Sejujurnya Grey tidak tega mengatakan itu pada Arthur. Tapi, mau tidak mau Grey harus melakukannya.

Ditambah usia Arthur yang memang sudah cukup matang untuk menikah.

“Mom, bantu aku bicara padanya.”

Wanita itu menghela nafas seraya menepuk pundak Arthur. “Untuk kali ini Mommy tidak bisa membantumu. Mommy berdoa semoga kamu segera menemukan calon istri yang bisa mengurus mu.” Vanessa menyusul Grey ke kamarnya.

“Mencari istri? Menikah? Berpacaran saja aku belum pernah!” Arthur mengusap wajahnya frustasi.

Hingga terlintas di dalam pikiran Arthur wajah seorang wanita yang beberapa saat lalu ia temui di hotel.

“Gadis bar-bar itu boleh juga,” gumamnya sembari membayangkan wajah Alice.

•••••

Keesokan harinya...

“Pagi, Mom,” sapa Arthur berjalan menuruni anak tangga menuju meja makan. Menghampiri kedua orangtuanya yang sudah menunggunya.

“Pagi, sayang,” sahut Vanessa.

Arthur mencium pipi kanan kiri wanita paruh baya itu bergantian. Lalu mengambil posisi duduk di sampingnya.

Vanessa terkejut melihat lingkaran hitam di bawah mata Arthur. “Sayang, kamu baik-baik saja 'kan? Apa semalam kamu tidur nyenyak?” tanya Vanessa khawatir.

“Ya, Mom. Aku tidur dengan sangat nyenyak,” jawabnya. Kemudian menyandarkan kepalanya di pundak Vanessa.

“Bukankah hari ini kamu mau ke makam kedua orang tua mu?” Grey mengalihkan pembicaraan supaya Arthur menjauh dari istrinya. “Titip salam untuk mereka. Daddy tidak bisa datang. Ada meeting penting hari ini.”

“Iya, Dad. Aku tahu kalian sedang sibuk hari hari dan tidak bisa menemaniku,” ucap Arthur.

Setiap satu tahun sekali, Arthur akan pergi ke makam mendiang kedua orangtuanya untuk sekedar melepaskan rindu pada mereka.

Tidak ada yang menemaninya. Bahkan selama ini Arthur selalu pergi sendiri. Miris sekali.

Arthur sadar diri kalau ia hanyalah keponakan Vanessa dan Grey. Bukan darah daging mereka yang harus selalu di utamakan.

“Maafkan kami,” ucap Vanessa dan Grey bersamaan. Mereka merasa tidak enak hati.

Bukannya tidak mau menemani. Kebetulan mereka memang sedang sibuk dengan urusan masing-masing hari ini.

•••••

“Mom, Dad. Aku datang.” Arthur berlutut dan meletakkan karangan bunga di kedua gundukan tanah yang sudah di tumbuhi rerumputan hijau itu.

“Maaf, karena aku baru datang dan mengunjungi kalian lagi hari ini.” bibir Arthur bergetar menahan sesak di dadanya. Air mata yang sejak tadi pria itu tahan akhirnya pecah.

Setiap datang kemari, Arthur selalu mengeluarkan isi hatinya. Entah kenapa, ia selalu merasa lega sekan tidak ada lagi beban yang mengganjal di hatinya.

Kedua orang tua Arthur meninggal saat Arthur berusia lima tahun. Sejak saat itu, Vanessa dan Grey memutuskan untuk mengurus Arthur hingga pria itu tumbuh dewasa seperti sekarang.

Tak jauh dari tempat Arthur berada. Terlihat seorang wanita dengan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya, terus memperhatikan apa yang Arthur lakukan.

“Astaga, siapa pria yang sedang menangis seperti bocah lima tahun di depan makam itu? Benar-benar menggelikan,” cibir Alice.

“Atau jangan-jangan dia ketempelan penghuni yang berada di sini?” gumamnya dengan bergidik ngeri dan mengusap tengkuk lehernya sendiri.

Alice memutuskan untuk menghampiri pria itu. Takut jika terjadi sesuatu padanya. Apalagi, tidak ada siapapun selain mereka berdua.

“Hei, apa kamu baik-baik saja?” Alice menusuk-nusuk pundak Arthur dengan jari telunjuknya. “Sebaiknya kamu pulang sekarang. Terlalu lama berada di sini tanpa memakai jaket bisa membuatmu sakit. Sebentar lagi akan turun hujan.”

Arthur tak bergeming. Sementara Alice, mulai kesal karena di acuhkan oleh pria itu.

“Apa kamu tuli? Aku sedang mengajakmu bicara, Tuan!” pekik Alice.

Mendengar suara berisik wanita itu, membuat Arthur geram. Arthur bangkit dan buru-buru menghapus air matanya.

“Singkirkan tanganmu itu dan jangan pernah berani menyentuhku,” sentak Arthur dengan sedikit kasar.

Arthur menarik nafas panjang lalu menghembuskan perlahan. Kemudian, ia berbalik, hendak menegur wanita itu.

Deg.

Kedua mata mereka saling bertatapan. Merasa pernah bertemu sebelum ini. Suasana canggung pun terasa menyelimuti.

“Kamu?!” pekik mereka berdua bersamaan dengan menunjuk satu sama lain.

Bonus Visual : Jika kurang Sreg bisa bayangkan sesuai imaginasi kalian masing-masing ya...

Visual Arthur

Visual Alice

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!