NovelToon NovelToon

Setan Perak

Chapter - 0

Apakah salah menjadi seorang pahlawan?

Sewaktu aku masih kecil aku suka sekali membaca buku dongeng pahlawan.

Di sana aku bisa menemukan berbagai macam kisah-kisah heroik mereka. Seperti bagaimana cara mereka mengalahkan musuh-musuhnya. Bagaimana cara mereka membantu orang yang kesulitan. Dan bagaimana cara mereka mendapatkan teman seperjuangan mereka.

Dari sekian banyaknya kisah heroik mereka. Aku sangat suka ketika melihat aksi mereka yang berhasil mengubah musuh-musuhnya menjadi seorang teman. Tidak peduli mau seberapa jahat atau licik musuhnya. Sang Pahlawan pasti akan terus menyakinkan mereka dan menghentikan mereka dari setiap perbuatan yang salah. Dan menurutku itu sungguh epik sekali.

Sejak saat itu aku sangat mengagumi para pahlawan-pahlawan itu.

Harapan.

Jika aku sudah besar nanti, aku ingin menjadi seorang pahlawan.

Rencana: berpergian mengelilingi seluruh pelosok penjuru dunia, mempelajari hal-hal baru, dan mengalahkan musuh-musuh yang kuat.

Terkadang aku akan mampir ke kota terdekat atau desa terdekat.

Menetap di sana selama dua atau tiga hari mungkin tidak masalah.

Aku juga akan sedikit berbaur kepada mereka, menceritakan setiap perjalanku, dan meninggalkan sedikit kesan kesombongan di sana.

Terkadang aku juga akan menghampiri mereka yang sedang kesulitan. Memberikan bantuan. dan menyelesaikan semua masalah mereka.

Aku juga akan dengan senang hati mendengarkan setiap keluh kesah mereka, lalu memberikan sedikit saran di akhir.

Terkadang aku akan ini. Aku akan itu. Dan aku akan......

Terlepas dari semua itu. Ada satu hal yang sangat ingin aku lakukan. Yaitu: pergi menyelamatkan mereka yang sedang tertindas.

Tentunya jika si korban adalah seorang wanita. Aku akan datang di waktu yang tepat, menunjukkan aksi heroik di sana. Dan dia menjadi terdiam, masih ketakutan. Sesudahnya pipinya memerah, dan benih-benih cinta mulai nampak jelas di sana.

Besoknya kami sering menghabiskan waktu bersama-sama. Pergi makan, membeli keperluan sehari-hari, dan bekerja. Layaknya seperti sepasang kekasih.

Dan aku juga tidak lupa untuk meluangkan waktuku untuk teman-temanku.

Bukankah hidup kamu akan terasa menyenangkan jika di kelilingi banyak teman dan seorang kekasih? Kurang lebih, itulah yang telah aku pelajari dari buku dongeng pahlawan.

Aku sangat mengharapkan itu.

Dan kalau bisa aku ingin hidup di kelilingi banyak wanita. *Pfft*. Maaf aku memiliki pemikiran yang korup.

Kesimpulan.

Semua itu hanyalah omong kosong yang di pikirkan anak kecil.

*BUG*

Satu tinju keras mengarah tepat di perutku. Aku mulai mengeluarkan cairan putih dari mulutku. Melingkarkan tanganku di sekitar perut. Dan terjatuh lemas ke bawah tanah. Di sana aku masih mengerang kesakitan.

Namun setidaknya sekarang aku sudah terbangun. Tersadarkan dari sebuah khayalan bodoh yang tidak akan pernah bisa tercapai pada kenyataan yang sebenarnya.

Memang betul, lamunan itu akan terasa nikmat ketika kamu memejamkan mata. Tapi tidak begitu kamu membuka matamu, karena yang sedang menantimu hanya ada kenyataan yang kejam di sana.

“Dasar bodoh! Gila! Aneh!” Gumam ku. Mengutuk diriku sendiri yang terlalu berlarut-larut terjebak di dalam mimpi yang tidak pasti.

Di saat aku terhanyut dalam pikiranku sendiri, sebuah langkah kaki mulai mendekat tepat di depan wajah aku.

“Yo, Pahlawan kesiangan!” Kata orang itu yang menjambak rambut aku sekuat tenaga dan mengangkat tinggi kepala aku. “Aku benar-benar tidak menduga kalau kamu memiliki mental sekuat baja! Sungguh meresahkan! Biarkan aku melihat kamu putus asa! Jadi, cepatlah... Putus asa! Putus asa! Putus asa! Dan berputus asa lah di hadapan aku!” Juga orang itu mulai melototi aku dengan tajam, dan menabur teror di sekitarnya.

“Seram!!” Gumam dua orang di samping kami. Lalu mereka tertawa terbahak-bahak di sana.

Setiap kali aku di seret ke tempat ini, ada sebuah pemikiran yang terlintas dalam benakku.

Kenapa aku harus mengalami semua ini? Apakah aku pernah mengganggu hidup mereka? Tentu tidak 'kan? Dan apa salah jika aku menolong mereka yang tertindas?

Berulang kali aku memikirkannya, namun tak ada satupun jawaban yang bisa aku dapatkan.

Ini adalah tempat dimana orang terkuat yang akan berkuasa.

Tempat dimana semua kekerasan dihalalkan. Dan kamu juga tidak dapat melakukan apa pun yang kamu mau secara bebas, dan ini hampir seperti burung yang terkurung di dalam sangkarnya.

Namun di sanalah tempat aku di lahirkan. Dan aku juga tidak punya hak untuk mengeluhkannya.

“Sekarang apa yang akan kita lakukan?”

“Kita cukup melakukan yang seperti biasa!”

“Kamu yakin? Bukankah selama ini tidak ada yang berhasil?”

“Aku tidak berfikir seperti itu.” Laki-laki itu mulai mendekati empat orang yang ada di belakangnya. “Ini hanya masalah waktu sampai mentalnya benar-benar hancur. Bahkan bagi orang yang seperti dia.”

Laki-laki itu menghentikan langkahnya tepat di depan mereka berempat. Menatap tajam mereka dan membawa teror di sana. Beberapa detik kemudian suara pukulan keras yang berbunyi “BUG!” menggelegar ke seluruh tempat ini. Dan yang menjadi korban adalah salah satu dari mereka berempat. Di mata mereka juga mulai terpancarkan rasa takut yang luar biasa.

“Memilih. Mati!? Atau, Hidup?!” Kata laki-laki itu penuh ancaman.

“Ah, tidak! Itu terjadi lagi!” Gumam ku.

Awal mula semua ini bisa terjadi adalah karena waktu itu aku yang mencoba menyelamatkan orang yang sedang tertindas. namun semua itu berakhir gagal dan aku babak belur.

Anehnya teman-temanku ikut terseret juga ke dalam masalah ini, dan nantinya mereka akan di beri dua pilihan tepat seperti yang sedang terjadi pada saat ini.

Mati artinya jika kamu terus berurusan dengan diriku maka kamu akan mati. Pergi artinya jika kamu pindah ke tempat yang jauh maka kamu akan di ampuni.

Tentu aku tidak bisa menyalahkan pilihan yang mereka buat. Karena jika tidak, mereka semua akan benar-benar mati di waktu ini juga.

Namun semua ini benar-benar terasa begitu menyakitkan. Bahkan jauh lebih sakit dari semua memar yang ada pada diriku.

Aku sudah berulang kali mengalami peristiwa ini. Di seret mereka ketempat persembunyian. Di hajar hingga babak belur. Menyeret temanku dan membuatnya menjauhiku. Dan terakhir, aku berakhir berputus asa seorang diri.

Meski begitu masih ada beberapa orang yang mengharapkan aku untuk bangkit. Tapi tak lama kemudian, mereka akan berakhir di tempat itu lagi, menjauhi diriku lagi, dan aku kembali berputus asa.

Dan sekarang aku sudah memutar perulangan ini yang ke sepuluh kalinya. jadi intinya aku akan terus-menerus mengulang perulangan itu setiap kali aku punya teman baru. Bukankah itu kejam!

Meski badanku terasa lemas, aku mencoba membangkitkan diriku, dan menyandarkan punggungku di tiang beton di dekatnya.

“Saya pergi!” Meski tergagap karena rasa takut yang luar biasa. Akhirnya salah satu temanku memberi pilihannya.

“Bagus.” Balas orang itu, melirik sejenak ke arahku lalu kembali kepada target berikutnya.

Di sana aku hanya bisa pasrah ketika melihat temanku pergi menjauhi diriku.

Kalau dipikir-pikir, aku di kutuk begitu memutuskan untuk menjadi seorang pahlawan di dunia yang tidak begitu bersahabat dengan diriku yang lemah.

Ahh, seandainya saja aku tahu cara memutar kembali masa kecil keemasan? Aku pasti akan memperbaiki diriku, dan tidak ikut campur lagi dengan urusan orang lain.

Tapi itu tidak mungkin, secara fisik atau sebaliknya.

“Saya pergi!”

“Bagus!”

“Hahahahahaha!”

Tapi...... sudahlah.

Kali ini aku benar-benar sudah lelah dengan semua ini.

Jadi biarkan aku...

Mati.

Akhirnya peserta ketiga untuk pergi.

Aku benar-benar telah menyerah hingga ke dasarnya.

Warna mataku mulai terasa begitu kosong, sampai tidak menyisakan sedikit pun bias cahaya di sana.

Tubuhku juga mendadak menjadi pucat, dan mulai sulit untuk digerakkan.

Dan itu sudah seperti tanda kehidupan itu sendiri yang benar-benar menghilang dari sana bagaikan sebuah mayat.

Dan aku...

Mati.

*Melapor bahwasanya individu bernama Argus telah memenuhi persyaratan.*

*Memulai penilaian*

*Berhasil*

*Selamat. Dengan demikian individu bernama Argus telah resmi menjadi kontraktor.*

chapter - 01

Pagi hari itu, aku memulai aktivitas seperti biasa. Mengenakan seragam dan pergi ke sekolah.

Ketika aku melihat sekeliling, aku juga dapat menemukan mereka-mereka yang sangat antusias untuk pergi ke sekolah. Mencari apa pun yang mereka inginkan. Tentunya dengan mata yang penuh semangat, di tempat yang disebut sebagai sekolah.

Di sana kami akan sering berlomba-lomba mendapatkan nilai tertinggi. Berlatih keras demi memenangkan berbagai kejuaraan ekskul di luar sekolah. Dan Mendapatkan banyak teman di sana.

Kurang lebih, seperti itulah cara kami beraktivitas di setiap harinya.

Namun suasana itu langsung hancur begitu aku mulai dekat dengan sekolah.

“ARGUS. KELUARLAH! KAMI DATANG KE SINI UNTUK MENGHANCURKAN MU! JIKA KAMU TIDAK KELUAR MAKA KAMI AKAN MEMPORAK PORANDAKAN SEKOLAH INI!”

Aku melihatnya, ada banyak sekali orang-orang geng motor sedang berdiri di depan sekolah kami. Dan tak jauh di sana ada juga para siswa-siswi yang tertahan. Mereka sangat takut untuk masuk ke dalam sekolah.

“Bos... Itu orangnya!” Seru salah satu dari mereka.

*BUG*

Sebelum sempat mengatakan sepatah kata, sebuah tinju sudah di arahkan tepat kepada orang itu. Lalu dia melesat begitu jauh, sangat cepat, dan menancap di batang pohon.

“Dasar sialan!”

“Pengecut kau!”

Aku langsung mengernyit mendengar cemoohan terakhir mereka. “Bukankah itu kalian, suka main keroyokan untuk satu orang?”

“Berisik!”

*BUG* *BAG* *BUG*

Sebelum sempat mereka mendekatiku, aku sudah melancarkan tinjuku lebih dulu yang membuat mereka meluncur jauh di sana, begitu cepat, dan menancap sejajar di batang pohon yang sama satu persatu. Dan itu sudah seperti kamu melihat seorang profesional bermain di permainan dart.

Jika aku perhatikan mungkin jumlah mereka ada sekitar seratus orangan. Ada pun juga dengan kendaraan motor mereka yang berjumlah sekitar lima puluh. Jika di simpulkan, mungkin mereka menggunakan sistem boncengan berdua dalam satu kendaraan untuk menuju ke tempat sekolahku.

Jujur, mereka benar-benar gigih sekali! Hampir setiap harinya mereka mengirimkan banyak orang hanya untuk mengkroyok aku. Apakah mereka tidak punya kerjaan lain?

Ketika aku sudah berhasil membersihkan geng motor itu, akhirnya kami semua bisa masuk ke dalam sekolah dan memulai aktivitas kami kembali. namun saat aku hendak masuk tiba-tiba langkahku terhenti ketika melihat orang yang saat ini sedang berdiri di hadapanku.

Namanya adalah Pak Teguh. Kira-kira dia berusia empat puluh tahunan. Dan dia juga sedang mengenakan seragam guru pada umumnya hitam dan putih.

“Argus, berapa kali aku harus katakan untuk tidak berkelahi di sekitar sekolah!?”

Ah. Akhirnya aku kena ceramah lagi.

Jadi intinya, aku akan berada di situasi seperti ini, setiap kali aku berkelahi di sekitar sekolah. Tentunya jika aku mau aku bisa saja pergi dan mengabaikannya. Namun anehnya aku tidak merasa risih sedikit pun dengan situasi aku saat ini.

Dan kurang lebih aku juga sudah tahu kemana inti dari ceramah ini.

Seperti.

Janganlah kamu berkelahi dengan sesamamu! Jika ada yang jahat kepadamu jangan sesekali kamu membalas, dan biarkan mereka mendapatkan ganjarannya sendiri! Dan jadilah orang yang sabar!

Tentunya dari ketiga poin tersebut, aku hanya akan mempraktekkannya kepada orang yang benar-benar tepat, dan itu sama sekali tidak berlaku bagi mereka para berandalan. Juga menurutku mereka wajib di lawan.

“Apa kamu paham sekarang?”

“Iya”

Setelah berakhirnya sesi ceramah dari Pak Teguh, aku lekas pamit dengannya, bersalaman mencium tangannya. Lalu pergi memasuki sekolah.

Mungkin sudah sekitar lima belas menit lamanya aku tertahan oleh Pak Teguh. Dan saat aku melihat sekeliling tak ada sedikit pun tanda-tanda kehidupan di sana. Jadi aku mulai berpikir bahwa mereka semua telah masuki kelas. Namun tidak setelah melihat sosok bayang yang berada di depan pintu sekolah.

“Argus. Seperti biasanya kamu selalu sibuk di pagi hari!” Kata dia yang mengulurkan tangannya.

Namanya adalah Jack. Kira-kira tinggi kami sama, sekitar 165 centimeter. Memiliki kulit rada gelap. Dan mempunyai tubuh yang seimbang, tidak kurus dan tidak gemuk juga.

Aku lekas menghampiri dia, memberikan tanganku di sana “TOS” sebagai tanda salam pertemuan kita. “Tidak, mereka saja yang terlalu gigih.”

Ada sedikit tawa yang dia keluarkan di sana, namun itu tidak di arahkan kepadaku melainkan kepada para berandalan yang selalu gagal untuk mengeroyok diriku.

Setelah sedikit basa-basi di sana. Kami langsung memasuki gedung sekolah, melepas sepatu, lalu pergi menuju kelas kami.

Dalam seminggu terakhir ini. Ada dua hal yang benar-benar tidak aku ketahui.

Pertama: Aku yang tiba-tiba mempunyai kemampuan manusia super yang entah dari mana asalnya.

Aku akui bahwa diriku sangat ingin mengetahui dari mana asal usul kekuatan ini. Namun saat aku sedang mencari jawaban itu, tiba-tiba pikiranku teralihkan akan sesuatu. Dan itu mengenai keluarnya tanggapan yang biasa-biasa dari pihak sekitar menyangkut diriku saat ini.

Normalnya manusia pasti akan merasa takut dan curiga jika harus berhadapan dengan sesuatu yang asing bagi mereka.

Namun jika aku perhatikan secara seksama, tidak ada sedikit pun tanda-tanda tersebut di wajah mereka, yang ada mereka seperti sudah terbiasa dengan peristiwa yang sedang aku alami saat ini.

Dan menurut aku itu benar-benar aneh.

Yang kedua: Aku sama sekali tidak bisa mengingat apa pun itu, kecuali pada tujuh hari terakhir ini.

Meski samar-samar. aku sangat yakin sekali. dan aku juga bisa pastikan bahwa diriku bisa mengingat apa saja yang sudah aku lakukan pada dua atau tiga tahun belakangan ini. Seperti aku akan menghabiskan waktu luang untuk pergi memancing atau bermain game setiap harinya.

Namun yang ini berbeda, aku benar-benar tidak dapat mengingat apa pun itu. Dan itu benar-benar bersih seperti kertas kosong.

Dan anehnya, setiap kali aku bertanya kepada orang di sekitar tentang diriku. Mereka seperti ngeles atau mencarikan alasan untuk tidak menjawab pertanyaanku. Tentunya tanpa ada tanda-tanda di sengaja di sana.

Sebenarnya apa yang sedang terjadi?

Di saat aku tenggelam ke dalam masalah-masalahku, seseorang di sebelah aku mencoba menyadarkan diriku.

“Argus, kamu mendengarkannya”

“I-iya, tadi kamu mau bilang apa?”

Akhirnya kami tiba juga di ruang kelas kami. Kami memasukinya dan langsung menuju bangku kami masing-masing. Dan juga kami kebetulan duduk bersebelahan di barisan paling belakang.

“Kenapa kamu tidak bergabung ke grup para Hunters? Aku yakin kamu bakal bertemu dengan orang-orang berkekuatan super seperti dirimu di sana?” Tegasnya.

“hm...” Balasku, mengabaikannya. dan lekas duduk di kursiku.

“Sangat tidak baik jika kamu terus-menerus menghiraukan setiap kondisi di sekitarmu.” Tegurnya.

“Benar. Ada baiknya kamu jika kamu membekali diri dengan pengetahuan yang ada di sekitarmu. Karena itu akan bermanfaat bagimu suatu hari nanti.” Jelasnya.

“Akan aku usahakan.” Aku meletakkan tangan dan kepalaku di atas meja.

“Jadi kalian datang lebih awal?”

“Iya” “Betul”

Sekarang ada dua orang yang bergabung dalam percakapanku dengan Jack. Mereka adalah Gahana dan Giri.

Giri memiliki tubuh sedikit gemuk, tinggi 156 centimeter, dan mempunyai kulit putih di sekitarnya.

Sedangkan Gahana mempunyai tubuh kurus namun jangkung, tinggi 175 centi, dan memiliki kulit putih di sekitarnya.

“Jadi, siapa sebenarnya para Hunters itu?”

Saat aku melontarkan pertanyaan tersebut, mereka tak sempat menjawab setelah melihat seorang guru masuk ke ruangan kelas kami.

“Kelas akan segera di mulai. Kembali ke tempat duduk masing-masing.”

Akhirnya kelas di mulai.

****

Pukul 10:30. Di sekolah.

“Kyah!”

“Ini nyatakan! Dan bukan mimpi!”

“Aku tahu kalau ini akan terjadi. Tapi siapa sangka beliau sendiri akan ke sini.”

“Nona Bella!”

Saat ini. di kelasku. sedang terjadi sebuah kehebohan yang luar biasa, nampaknya itu juga berlaku untuk kelas yang lain. Jika di perhatikan itu sudah seperti mereka sedang melihat seorang artis yang terkenal.

Hampir semua orang memandang keluar jendela hanya untuk melihatnya, ada yang merasa terharu, ada yang terpesona, dan ada juga yang ingin meminta tanda tangannya.

Akibat dari kebisingan itu, aku harus merelakan waktu tidurku, membangunkan diri dari tempat dudukku, dan harus melihat berbagai fenomena aneh tersebut di depanku.

Karenanya juga aku menjadi sedikit penasaran untuk melihat sumber kegaduhan itu.

Di sana terdapat dua orang yang sedang menuju ke sekolah kami. Yang satu laki-laki dan yang satunya lagi perempuan. Lalu beberapa detik kemudian, aku merasa seperti mata kami saling bertemu.

Namun aku sama sekali tidak peduli dan kembali untuk tidur.

“Kamu lihat yang barusan! Aku yakin tadi dia melihat kesini!”

“Aku juga merasa seperti itu.”

Di tengah kehebohan si duo itu, tiba-tiba seluruh kelas menjadi hening ketika mendapati wanita yang sudah nangkring di jendela kelas kami.

“Halo. Namaku Isabella! Bukankah kamu Argus! Lama tidak jumpa, nak!?”

Aku hanya bisa tercengang mendengar suara itu dari belakang kepalaku secara langsung.

chapter - 02

Kesan pertamaku ketika melihat dia dari jarak yang dekat, “Sungguh cantik.” Aku sangat setuju dengan mereka-mereka yang berpendapat seperti itu.

Jika aku perhatikan mungkin dia berusia sekitar 20 tahunan. Dan kira-kira tingginya mungkin sekitar 175 centimeter.

Dia memiliki rambut hitamnya menjuntai panjang di sana. Meski tidak terlihat rapih atau berantakan. Menurutku itu terlihat garang dan keren.

Matanya sedikit tajam, hidung sedikit mancung, dan dia mempunyai kulit putih bersih di sekelilingnya.

Di tambah lagi, dengan pakaian yang begitu minim itu, dia juga dengan sengaja menunjukkan aset-aset yang luar biasa miliknya. Seperti body yang ramping dan bemper depan belakangnya yang full hot di sisinya.

Pastinya setiap pria akan tergoda jika melihat secara langsung keindahan itu. Sungguh wanita yang berdosa!

Namun itu tidak berlaku untuk diriku.

“Maaf, kamu siapa?”

Di sana dia langsung mematung. Tubuhnya menjadi memucat, dan ada genangan air di sudut-sudut matanya. Namun itu tidak berakhir lama, selang lima detik dia kembali sadar.

“Ini aku Isabella! Ingat. Dulu sewaktu kamu masih kecil kita sering menghabiskan waktu bersama. Seperti bermain, jalan-jalan bersama, dan melakukan berbagai macam-macam semua yang menyenangkan.” Katanya dan terus menyakinkan aku untuk mengingat semua kejadian itu.

Entah mengapa aku merasa seperti dia sedang memiliki motif yang tersembunyi. Kalau melihat dari caranya yang begitu memaksa sangat mungkin orang lain akan berpendapat seperti itu. Dan sebelumnya dia juga menunjukkan respon yang sama seperti yang orang lain tunjukkan tentang diriku. sangat meresahkan.

Dan kalau pun semua yang dikatakannya memang benar, aku sangat yakin aku bisa mengingat semua moment penting itu.

“Oh, begitu! Kamu wanita simpanan ayahku! Tapi sekarang aku sedang sibuk. Aku tidak punya waktu untuk meladeni kamu. Jadi, maaf!” Kemudian, aku langsung menempelkan kembali tanganku dan kepalaku di atas meja, dan tidur.

“Ayolah! Jangan terlalu dingin kepadaku!” Isabella terus-menerus merengek di belakangku meminta sedikit perhatian dariku.

Dan entah mengapa aku bisa merasakan hawa mengancam di sekitarku? Di sana juga terdapat berbagai macam-macam cemoohan yang di arahkan kepadaku. Seperti, “Dasar pemalas sialan!” “Orang sinting!” “Bodoh!” Setelah aku teliti, ternyata semua orang di kelas marah karena aku mengabaikan Isabella.

Tapi kenapa mereka semua marah kepadaku? Apa ada yang salah dari ucapanku?

“???”

Saat aku sedang memikirkan jawabannya, seorang laki-laki memasuki kelas kami dengan nafasnya yang sudah ngos-ngosan. Dan akhirnya dia berkata, “Nona Isabella. Bukankah sudah aku bilang berkali-kali untuk tidak membuat keributan! Kamu harus sadar dengan posisi mu!”

Di bawah tekanan rasa bersalah itu, hanya ada satu kata yang bisa di ucapkan oleh Isabella, “Maaf!”

Saat ini aku sedang berada di ruangan kepala sekolah bersama Isabella, seorang pria, dan tentunya dengan kepala sekolah itu sendiri.

Juga aku dan Isabella duduk saling berhadapan dengan satu sofa yang berbeda. Sedangkan untuk pria itu, dia masih berdiri tegak di sebelah Isabella. Dan adapun Bapak Kepala Sekolah yang masih antengnya dengan kursi dan meja miliknya.

Oh, benar juga. Pria yang ada di sisinya Isabella bernama Ajag. Berusia 40 tahunan. Dia seorang sekertaris.

Tentunya dengan melihat seragam rapih serba hitam sudah membuatku yakin dengan posisinya tersebut.

Dia juga memiliki tubuh yang lumayan six-pack di sana. Menurutku itu terlihat cocok untuk dia

Rambutnya berwarna pirang, juga kulitnya berwarna putih, mata yang tajam, dan ada sedikit garis keriput di sekitar wajahnya.

Sedangkan bapak kepala sekolah bernama Pak Teddy. Dia berusia 57 tahun. Dia juga memiliki perawakan seperti seorang lanjut usia pada umumnya. Rambutnya yang sedikit beruban. Tumbuh keriput di sana-sini. Dan berbadan besar.

Kalau boleh jujur, aku sangat tidak nyaman berkumpul dengan orang-orang seperti mereka. Apakah aku sudah boleh pergi?

“Apakah kalian datang ke sini hanya untuk membuat kegaduhan?” Kata Pak Teddy, tegas. Membuka percakapan sekaligus menanyakan maksud tujuan mereka.

“Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya. Karena kelalaianku itu sehingga membuat keributan di mana-mana. Sekali lagi saya minta maaf kepada anda, Saya berjanji tidak akan mengulanginya kembali.” Suaranya terasa begitu berat dan ada rasa penyesalan di sana. Meminta pengampunan.

“Hm...” Dengus Isabella.

Jika aku perhatikan, Ajag sudah seperti orang tua yang sedang merawat dengan baik-baik putri kesayangannya.

Pak Teddy meresponnya, lalu memberikan tanda setuju berupa satu anggukan kepala di sana. “Baiklah, mari kita lupakan tentang masalah itu, dan langsung masuk ke intinya” Raut wajah Pak Teddy tiba-tiba berubah drastis, dia menjadi serius, dan sekarang menatap tajam ke arah Isabella. “Apakah kamu ke sini untuk menculik siswa-siswi aku lagi?”

Sejenak Isabella melipat kedua kakinya dengan elegan, Merebah seluruh tubuhnya senyaman mungkin di punggung sofa, Lalu dengan santai dia berkata, “Betul.” Tidak ada sedikit pun rasa takut atau bersalah di sana.

Menculik.....! Tunggu sebentar. Sebenarnya apa yang sedang terjadi di sini?

“Kali ini aku tidak akan membiarkanmu membawa para murid-murid ku lagi. Tak akan aku izinkan kamu menyeret murid-murid aku ke dalam perang. Tidak selama aku masih ada. Mereka masihlah anak-anak yang membutuhkan pendidikan.”

Pak Teddy terus mengutarakan seluruh pendapatnya untuk menghentikan Isabella.

Eh. Perang?

“Memangnya kamu wali mereka!” Bentak Isabella sekeras mungkin.

“Nona Isabella—”

“Aku tahu.” Potong cepat, Isabella. “Aku yakin anda sudah mengetahui situasi kami saat ini. Sebulan yang lalu di daerah Timur, kami mengalami kerugian besar di mana orang-orang kami gugur dalam perang yang sedang terjadi di sana. Karenanya kelima kerajaan sepakat untuk fokus mencari kandidat yang menjanjikan sebelum memulai penyerangan kembali.”

“Tapi itu tidak baik mengajak anak-anak untuk terjun kedalam perang?”

“Seharusnya anda juga tahu bagaimana cara kami, para Hunters bekerja?”

“Tentang itu...”

“Terlebih lagi, jika peristiwa ini di biarkan berlarut-larut yang ada murid-murid anda akan berubah menjadi iblis.”

Huh. Iblis katamu.

“Tentunya sebagai mantan muridmu aku sangat paham tentang perasaanmu, anda hanya tidak ingin murid-murid mu gugur di dalam perang?”

“Tapi aku bisa janjikan satu hal kepada anda, bahwa kami tidak pernah sedikit pun memaksa mereka yang tidak ingin ikut berperang. Aku berjanji.”

“Jadi... Apakah anda setuju?”

Pak Teddy masih ragu memilih jawabannya.

“Tunggu sebentar. Sebenarnya apa yang sedang terjadi di sini? Pertama kamu tiba-tiba muncul entah dari mana asalnya. Membuat pertemuan. Lalu memarahi Pak Kepsek. Jangan bercanda... Kalau kamu memang ada urusan denganku harusnya dari awal kamu berurusan denganku, bukan kepada Pak Kepsek. Dan juga apa maksudnya ucapan kalian itu. menculik, perang, Para Hunters, dan iblis. Sebenarnya kalian sedang membahas apa?”

Isabella dan Pak Teddy saling menatap terheran-heran. Mungkin ada sekitar 5 detik lamanya mereka menatap. Dan sejurus kemudian...

Isabella tertawa terbahak-bahak. Suaranya benar-benar nyaring, menggelegar ke seluruh ruangan ini, mungkin juga bisa terdengar keluar ruangan. Di sudut matanya mulai sedikit mengeluarkan air mata. Dan dia juga mulai memeluk karena rasa nyeri yang tiba-tiba datang.

Tunggu. Apakah ada yang aneh tentang diriku?

“Nona Isabella, tidak baik jika kamu terus-menerus tertawa. Dan ada sebaiknya jika kamu menjelaskan detailnya kepada dia.”

“Kamu benar Ajag. Tapi aku nggak nyangka kalau masih ada kurin. Pfft.....” Isabella kembali tertawa lagi.

(Kurin adalah sebutan bagi orang yang tidak tahu apapun di tengah maraknya peristiwa yang sedang terjadi.)

(Kata Kurin di ambil dari gabungan kata : Kurang Informasi.)

“Woi....”

Mungkin sudah ada sekitar lima menit lamanya Isabella tertawa. Namun sekarang dia sedikit tenang.

“Baik... sebelum menjelaskan semua yang ingin kamu ketahui. Aku mau bertanya satu hal padamu.”

“Tentu.”

Akhirnya kami bisa memulai pembicaraan yang sebenarnya.

“Karena kamu bersekolah di sini, aku yakin kamu tahu betul seberapa mengerikannya sosok iblis?”

“Aku tahu itu. Lantas ada apa dengan itu!”

“intinya.” Isabella mengubah raut wajah menjadi serius. “Dalam kurun waktu 1 tahun. Kamu akan mati.”

Apa katamu....

Pak Teddy yang ikut mendengarkan juga terlihat sangat prihatin.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!