Seorang pria berpenampilan rapi yang dibalut setelan kemeja berwarna hitam memasuki rumah dengan langkah cepat. Menuju ruang makan yang terdapat seorang wanita paruh baya yang sedang membersihkan meja makan.
"Bibi!"
Panggilnya mendekati wanita paruh baya itu yang tak lain adalah pekerja di rumah tersebut.
"Tuan Xavier. Ada yang bisa Bibi bantu?"
Tanyanya ramah saat melihat Xavier menuju kearahnya, seketika menghentikan aktivitasnya.
"Aliesha sudah berangkat ke kampus?"
"Nona Aliesha masih di kamarnya. Sampai sekarang belum keluar. Bahkan Nona melewatkan sarapan paginya."
Katanya menjelaskan, karena pagi tadi hanya ada Tuan dan Nyonya rumah yang berada di ruang makan.
"Anak ini!"
Gumam Xavier yang masih terdengar Bi Frida selaku asisten rumah tangga keluarga Martinez.
"Kalau begitu aku keatas dulu Bi."
Bi Frida tersenyum seraya menganggukkan kepala dan melanjutkan kembali pekerjaan yang sempat terhenti.
Tanpa membuang banyak waktu Xavier mengambil langkah cepat menuju lantai dua tepat dimana letak kamar seorang gadis bernama Xaviera Aliesha Martinez selaku putri bungsu keluarga Martinez.
Kaki jenjang Xavier melangkah dengan mantap menapaki setiap anak tangga bergegas menuju ke kamar sang adik.
Xavier Dariel Martinez, anak sulung keluarga Martinez. Memiliki wajah yang tampan dengan warna rambut dark blonde dilengkapi iris satin grey yang menyorot dingin menambah kesan misterius namun sama sekali tidak mengurangi tingkat ketampanannya. Langkah Xavier terhenti tepat di depan pintu dengan warna purple. Tangannya terulur untuk meraih kenop pintu dan mendorongnya secara perlahan.
Cklek!
Pintu terbuka menampilkan ruangan yang didominasi dengan warna lilac dan seorang gadis yang masih terlelap dalam tidurnya. Xavier melangkah mendekati ranjang mengamati sang adik yang masih tertidur dengan kondisi ranjang yang berantakan. Dengan berbagai buku, kertas-kertas yang berserakan dan laptop yang ternyata masih menyala menayangkan sebuah film di sisi sang adik.
Xavier menghela nafas panjang, menggeleng pelan tidak habis pikir dengan kebiasaan sang adik. Melangkah mendekat menghampiri tempat tidur mendudukkan diri di tepian ranjang yang terdapat Aliesha dengan tertidur menyamping membelakangi kekacauan yang dibuat diri sendiri. Tangan Xavier terulur untuk mengusap puncak kepala sang adik.
"Sayang bangun."
Panggil Xavier lembut berusaha membangunkan Aliesha tapi tidak ada pergerakan dari sang adik. Mungkin bagi Aliesha usapan tangan Xavier seperti pengantar tidur baginya membuat gadis itu semakin terlelap lebih dalam tidurnya. Tidak mendapat respon dari sang adik Xavier beralih mengusap pipi dan sesekali menarik pelan hidung Aliesha.
"Sayang cepat bangun!"
Berharap sang adik akan segera bangun Xavier masih terus mengusap pipi Aliesha. Mendapatkan gangguan dalam tidurnya membuat Aliesha menarik selimut sampai menutupi seluruh wajah masih enggan untuk meninggalkan dunia mimpinya. Melihat hal itu lantas Xavier menyingkap selimut yang menutupi wajah Aliesha.
"Emhh. Kakak jangan menggangguku. Ini masih pagi!"
Rengek Aliesha dengan kesal, alasannya karena dirinya baru saja bisa tidur pukul empat dini hari. Rasanya baru sebentar Aliesha memejamkan mata dan sang kakak sudah mengganggunya.
"Ini sudah lewat 08.00 A.M. sayang. Nanti kamu bisa terlambat bimbingan."
Seperti sebuah alarm tanda bahaya Aliesha dalam sekejap langsung terduduk dengan mata yang terbuka lebar. Menampilkan iris jade green yang terlihat terkejut.
"Gawat. Aku ketiduran!"
Racau Aliesha, masalahnya hari ini adalah jadwal bimbingan juga hampir semalaman dirinya mempelajari materi dan berakhir ketiduran.
Sebenarnya sang ibu sudah membangunkannya pagi tadi tapi entah bagaimana dirinya bisa tertidur kembali. Entah apa yang harus dirinya lakukan, Aliesha bergegas merapikan semua kertas-kertas yang berserakan di sampingnya. Merapikan dengan terburu membuat gerakan tangannya terlihat serampangan.
Xavier yang melihatnya menyentuh tangan sang adik guna menghentikan dari aktivitasnya.
"Kakak saja yang bereskan. Sekarang kamu bersiap."
Mendengar hal itu lantas Aliesha tersenyum, memang sang kakak bagaikan malaikat penolong baginya.
Dengan gerakan cepat Aliesha beranjak dari tempat tidur menuju ke kamar mandi yang ada di sudut ruangan. Melenggang masuk sebelum menutup pintu Aliesha menyempatkan diri untuk berbalik menatap sang kakak.
"Kakak yang terbaik."
Senyum Aliesha menghiasai wajah cantiknya sebelum benar-benar masuk kedalam dan menutup pintu kamar mandi.
Xavier hanya menggeleng pelan seraya tersenyum tipis. Senyum yang memang tidak banyak di perlihatkan ke orang lain terkecuali jika itu adalah adiknya, Aliesha juga keluarga Xavier sendiri. Tangan Xavier dengan cepat merapikan kekacauan yang ditinggalkan sang adik. Tangan Xavier begitu cekatan merapikan berbagai kertas yang di butuhkan Aliesha untuk data bimbingan hari ini.
Bagaimana Xavier bisa tahu apa saja yang dibutuhkan oleh Aliesha karena sudah jelas yang membuat data bimbingan pembahasan adalah Xavier sendiri. Dimulai dari mencari tema data yang akan menjadi topik data untuk skripsi, merangkum hingga pembahasan serta hasil akhir dari tugas itu sendiri. Semua yang mengerjakan adalah Xavier dan tentu saja didampingi oleh Aliesha. Harus diperjelas bahwa Aliesha hanya menemani sang kakak saat mengerjakan tugasnya. Karena bagaimanapun Aliesha harus mengetahui sebagian besar dari apa yang menjadi tema data dalam pembahasan tugas studi skripsinya.
Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Xavier untuk membereskan semua kekacauan Aliesha. Nyatanya Xavier sudah memisahkan mana yang akan dibawa dan menyimpannya.
Xavier beranjak berdiri untuk mengambil tas di atas meja belajar Aliesha yang ada di seberang ranjang tidak jauh dari pintu. Memasukkan semua yang dibutuhkan sang adik termasuk laptop juga ponsel. Setelah dirasa semua sudah lengkap Xavier berjalan kearah pintu tidak lupa membawa tas sang adik sebelum keluar dirinya berhenti sejenak menatap kamar mandi.
"Sayang Kakak tunggu di bawah!"
"Iya. sebentar lagi aku selesai."
Mendapat jawaban dari sang adik, Xavier mulai melangkah pergi meninggalkan kamar tidak lupa menutup kembali pintunya.
Aliesha baru saja menyelesaikan acara mandinya. Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Aliesha untuk mandi dikarenakan memang sedang musim dingin dan juga karena mengejar waktu.
Cklek!
Pintu kamar mandi terbuka, melangkah keluar mengenakan jubah mandi Aliesha terlihat lebih segar dari sebelumnya. Melangkah cepat menuju lemari pakaian untuk mencari pakaian yang akan dikenakan hari ini. Pilihannya jatuh pada celana jeans navy panjang dan atasan sweater dengan warna senada untuk melindungi diri dari cuaca disaat musim dingin. Kembali melangkah masuk ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Aliesha tipikal perempuan yang memang lebih suka berpenampilan casual dibanding kearah feminim untuk gadis seusianya.
Keluar dengan pakaian casual Aliesha menuju meja rias yang ada disisi lemari pakaian untuk merapikan rambut dan sedikit merias wajah. Membiarkan rambut panjang sewarna caramel ikal bagian bawah yang dibiarkan tergerai. Memoles bibir dengan pelembab tidak lupa memakaikan cream wajah sebagai pelengkap juga menyemprotkan parfum sebagai penutup.
Walaupun tidak berdandan nyatanya Aliesha memang sudah terlihat cantik juga manis. Dengan bibir tipis bagian atas dan sedikit tebal di bagian bawah yang merah alami, hidung mancung juga bulu mata lentik dibingkai wajah tipikal kecil membuatnya terlihat cantik terkesan manis ditambah dengan binar iris jade green Aliesha yang membuatnya terlihat seperti boneka hidup. Hanya saja Aliesha tidak suka menonjolkan penampilannya karena lebih suka berpenampilan biasa.
Dirasa penampilannya sudah sempurna Aliesha bergegas turun untuk menghampiri sang kakak yang sedang menunggunya. Melangkah dengan cepat menuruni setiap anak tangga menuju ruang makan.
Terlihat Xavier yang sedang duduk terfokus menatap layar ponsel dalam genggaman. Mendengar derap langkah mendekat Xavier beralih menfokuskan pandangan ke sumber suara. Tersenyum menatap Aliesha yang semakin mendekat.
"Sudah siap! Duduklah. Kakak meminta Bibi untuk membuatkan sarapan untukmu."
Di meja makan terdapat segelas susu hangat dan sepiring sandwich di hadapan Xavier. Aliesha tersenyum manis menghampiri Xavier. Menarik kursi disebelah sang kakak dan mendudukkan diri dengan tangan kanan terulur meraih segelas susu hangat. Xavier hanya memperhatikan sang adik dalam diam.
Aliesha meminum segelas susu itu dalam beberapa kali tegukan hingga habis, diletakkan kembali saat gelasnya sudah kosong. Tangannya beralih mengambil sepotong sandwich yang tersedia dengan dirinya yang beranjak berdiri.
"Kakak ayo berangkat sekarang."
Beranjak dari tempat duduk seraya memakan sarapan pagi Aliesha melangkah menuju keluar rumah. Xavier yang sudah terbiasa dengan perilaku sang adik hanya mengikuti dari belakang dalam diam tidak lupa membawa tas Aliesha. Menasehati sepertinya akan percuma karena Aliesha pasti akan mengulangi hal yang sama. Sifatnya memang sedikit sulit untuk diatur dan sering membuat masalah.
Sebuah BMW i8 Black membelah jalanan yang cukup ramai dengan kecepatan sedang. Menyalip kendaraan lain tanpa ada hambatan. Di jok penumpang Aliesha terlihat mengantuk dengan sesekali menguap. Xavier yang terlihat fokus menyetir melirik Aliesha yang duduk disampingnya. Tangan kiri Xavier mengusap puncak kepala Aliesha.
"Masih mengantuk?"
"Yeah."
"Tidur saja. Nanti jika sudah sampai Kakak bangunkan."
Tanpa menjawab perkataan Xavier Aliesha sudah menyandarkan kepala ke sisi samping. Sedikit merendahkan posisi duduk menyamankan diri hanya untuk terlelap sebentar. Sesaat setelah Aliesha sudah memejamkan mata barulah Xavier manarik tangannya dan kembali terfokus menyetir melajukan mobil.
Xavier tahu bahwa Aliesha pasti begadang semalaman untuk mempelajari materi bimbingan hari ini. Terlihat dari wajah cantik Aliesha yang kelelahan. Dalam sebulan ini Aliesha mengejar tugas skripsi yang sudah tertinggal dari teman-teman satu tingkatnya. Karena sebagian besar dari mereka sudah menyelesaikan studi atau menunggu kelulusan. Yang paling rendah hanya menyelesaikan tahap akhir studi.
Tidak membutuhkan waktu lama bagi Xavier untuk melajukan mobil menuju Universitas. Jarak antara Westminster menuju ke Universitas London hanya membutuhkan waktu dua belas menit jika jalanan tidak mengalami kemacetan. Mobil Xavier kini sudah berhenti tepat didepan pintu gerbang. Beralih menatap Aliesha yang masih terlelap Xavier mengusap pipi Aliesha untuk membangunkannya.
"Sayang sudah sampai."
Merasakan sentuhan di pipi Aliesha membuka mata, menegakkan posisi duduk melihat sekeliling. Setelah kesadarannya sudah kembali terkumpul Aliesha segera melepas seatbelt berniat untuk turun dari mobil tidak lupa sebelah tangan meraih tas ranselnya.
"Mau Kakak jemput?"
Gerakan Aliesha terhenti, kembali menatap Xavier.
"Hari ini Kakak tidak sibuk?"
"Hari ini Kakak tidak terlalu sibuk. Selesai jam berapa, nanti Kakak jumput?"
Aliesha menggelengkan kepalanya pelan.
"Tidak perlu. Nanti Aku minta jemput supir atau naik taxi saja. Lagi pula Aku tidak tahu bimbingannya selesai jam berapa."
Bukannya tidak mau tapi Aliesha hanya merasa selalu merepotkan Xavier. Padahal Xavier sudah tinggal terpisah sejak dirinya bekerja di kepolisian tapi pagi ini menyempatkan diri datang ke rumah hanya untuk dirinya.
Karena Xavier mengetahui sebagian besar aktivitas Aliesha walaupun sudah tinggal terpisah nyatanya komunikasi keduanya masih terjalin dengan sangat baik. Lebih tepatnya Xavier yang selalu menghubungi untuk menanyakan keadaan atau hanya sebatas menanyakan keseharian Aliesha.
"Hm. Belajar yang rajin, jangan membuat masalah."
Aliesha tersenyum menganggukkan kepala sebagai jawaban.
"Terima kasih untuk tumpangannya."
Kata Aliesha sebelum benar-benar keluar dari dalam mobil. Xavier hanya tersenyum simpul menanggapi candaan Aliesha.
Blam!
Aliesha tersenyum tipis dan melambaikan tangan sebelum berbalik melangkah pergi menuju kawasan Universitas.
Deru knalpot berbunyi menandakan mesin mobil yang sudah menyala, siap membelah jalanan yang terlihat cukup ramai. Xavier mengendarai BMW i8 Black dengan kecepatan sedang meninggalkan gerbang Universitas setelahnya bertambah tinggi melaju di jalan raya.
...*...
Aliesha berjalan pelan memasuki kawasan kampus yang sudah ramai mahasiswa yang berlalu lalang. Pandangannya beralih menatap arloji yang melingkar indah di tangan kanannya. Tidak lupa dengan tas ransel yang tersampir di belakang punggung.
"Hhhh. Syukurlah tepat waktu!"
Aliesha mempercepat langkah kakinya menuju gedung fakultas hukum. Saat ini jam menunjukkan pukul 08.55 A.M. karena biasanya jam pembelajaran akan dimulai pukul 09.00 A.M. menyesuaikan dari masing-masing fakultas dan jadwal bimbingan Aliesha hari ini akan dimulai pukul 09.00 A.M. tepat.
Beberapa hari yang lalu dirinya mendapat jadwal menerima bimbingan yang di share lewat grup dari akun Universitas. Hari ini yang akan menjadi dosen pembimbing Aliesha adalah Dosen baru. Aliesha melangkah dengan pelan menyusuri koridor mencari-cari dimana letak ruangan Dosen pembimbing barunya. Terlihat beberapa mahasiswa berkumpul di depan ruangan yang terletak di ujung paling sudut gedung Fakultas Hukum. Aliesha bergegas mendekat untuk melihat ke atas papan nama yang bertuliskan Dr. Reynard Rexton R.
"Sepertinya ini ruangannya!"
Gumam Aliesha melihat beberapa mahasiswa yang sibuk dengan kegiatan masing-masing di tempat duduk yang tersedia. Mengamati sekeliling Aliesha mencari tempat duduk yang masih kosong untuk dirinya. Melangkahkan ke kursi paling ujung karena hanya kursi itu yang masih tersisa. Aliesha hanya duduk terdiam sambil mengeluarkan makalah untuk di pelajari kembali.
Jujur saja Aliesha seperti orang asing dikarenakan semua mahasiswa yang mengikuti bimbingan hari ini adalah juniornya. Tidak ada satupun dari mereka yang Aliesha kenal. Sepertinya hanya dirinya sendiri yang senior di sini. Aliesha bukan tipe orang yang mudah bergaul karena nyatanya selama menjadi mahasiswa di Universitas London dirinya tidak memiliki satupun teman, yang benar-benar bisa menjadi teman. Mungkin hanya sebatas saling mengenal sesama satu fakultas.
Karena Aliesha memiliki alasan tersendiri kenapa menutup diri. Karena terlalu fokus dengan pemikirannya Aliesha sampai tidak memperhatikan keadaan sekitar. Terdengar derap langkah seseorang, ketukan sepatu pantofel dengan marmer menjadi alunan yang menghiasi setiap langkah cepatnya. Seorang pria berpenampilan rapi dengan tubuh tegap dan wajah datar melangkah semakin mendekat. Semua mahasiswa yang melihat kedatangannya beranjak berdiri untuk menyapa, terkecuali Aliesha.
"Selamat pagi Mr. Reynard."
Sapa semua mahasiswa dengan serentak. Reynard, selaku yang disapa hanya menganggukkan kepala sekilas sebagai respon. Aliesha yang tersadar dari lamunannya melihat semua mahasiswa yang berdiri membelakanginya.
Cklek!
Reynard melenggang masuk kedalam ruangan di ikuti seorang mahasiswa perempuan. Mahasiswa yang lain kembali ke tempat duduk masing-masing. Aliesha yang tidak tahu apa-apa hanya bisa terdiam memperhatikan.
"Yeah. Mr. Reynard memang sangat tampan!!"
Bisik tertahan salah satu mahasiswa perempuan yang duduk paling dekat dengan Aliesha.
"Tentu saja. Apalagi tatapan matanya!! Kyaa, bikin jantung berdebar-debar."
Kata perempuan yang duduk di sebelahnya masih dengan suara pelan.
"Terlebih saat berbicara! Suaranya, seakan melelehkan semuanya!!"
Kata perempuan yang sama dengan wajah berbinar yang kentara. Tentunya masih banyak lagi kata-kata yang mereka berdua bisik-bisikkan yang menurut Aliesha terkesan berlebihan lebih tepatnya salah satu dari gadis itu yang terlihat sangat bersemangat. Dilihat dari interaksi keduanya mungkin mereka adalah teman dekat.
Aliesha tidak terlalu memikirkan kehebohan kedua gadis yang duduk disebelahnya itu.
'Memangnya setampan apa sampai memuji seperti itu!'
Aliesha melihat arloji di tangannya, bertanya-tanya kapan bimbingan akan dimulai. Masalahnya dirinya baru pertama kali mengikuti bimbingan dari Dr. Reynard Rexton R.
"Ekhm. Maaf menyela. Kalau boleh tahu bimbingannya dimulai jam berapa?"
Aliesha tersenyum tipis menatap gadis di sebelahnya, karena ini sudah lewat dari jam yang dijadwalkan.
Kedua gadis yang sedang sibuk mengobrol mengalihkan pandangan kearah Aliesha. Keduanya berpenampilan rapi dengan atasan blouse lengan panjang dan bawahan straight pants, hanya modelnya saja yang berbeda.
"Baru saja dimulai."
Jawab gadis yang duduk paling dekat dengan Aliesha, gadis cantik dengan rambut panjang.
"Kamu baru mengikuti bimbingan Mr. Reynard?"
Tanya gadis disebelah gadis berambut panjang. Memiliki wajah sama cantiknya dengan potongan rambut sedikit lebih pendek dari temannya.
"Ya."
"Pantas saja tidak tahu. Yang datang paling awal itu yang akan melakukan bimbingan lebih dulu. Begitu seterusnya."
Jawab gadis berambut yang lebih pendek.
"Jadi begitu."
Aliesha mengangguk mengerti, kembali lagi pada aktivitas masing-masing.
'Tunggu. Itu artinya aku yang paling terakhir!'
Sedikit terkejut saat Aliesha menyadari apa yang terjadi dan merasa tidak percaya karena dirinya yang datang paling terakhir. Rasanya Aliesha ingin sekali menjerit dan menangis dalam waktu bersamaan.
'Tahu begini lebih baik datang nanti saja.'
Aliesha sedikit menyesal, merasa sedikit kesal karena dirinya masih sangat mengantuk dan melihat semua mahasiswa yang sedang menunggu membuatnya ingin menghilang saja. Terlebih ada sepuluh lebih mahasiswa dan sebagian besar dari mereka adalah perempuan hanya ada lima mahasiswa laki-laki.
Menghela nafas lelah, entah berapa lama Aliesha harus menunggu. Dengan perasaan kesal Aliesha memilih beranjak berdiri dan melangkah pergi dari sana.
...*...
Duduk bersandar di rak buku Aliesha memutuskan untuk menunggu di perpustakaan. Tentu saja dirinya memilih tempat paling ujung yang sepi. Mengeluarkan laptop, memilih daftar film yang ingin diputar. Karena menurutnya waktu akan cepat berlalu jika dirinya sudah menonton film atau K-drama kesukaannya.
Video berputar menayangkan K-drama series Big Mouth dengan volume pelan. Aliesha terlihat menikmati acara menontonnya. Tidak terasa waktu sudah berlalu begitu cepat.
"Hoamhh."
Aliesha melihat arloji yang ternyata waktu baru berlalu satu jam lebih.
"Sepertinya tidur sebentar tidak masalah!"
Aliesha mematikan dan menutup laptop, menyandarkan kepala ke sisi rak buku mencari posisi yang nyaman. Beruntungnya Aliesha memilih tempat paling ujung yang tidak banyak mahasiswa datangi. Karena sebagian besar yang tersimpan di rak sekitar bukan buku tentang pendidikan. Perlahan Aliesha mulai memejamkan mata membiarkan dirinya kembali terlelap untuk sebentar.
BRUK!!
Terdengar suara buku yang terjatuh membuat Aliesha terbangun dari tidurnya. Aliesha mengintip dari sela-sela rak buku yang berjajar di hadapannya terlihat seorang gadis yang kesulitan ingin mengambil buku di rak bagian atas.
Aliesha beranjak dari duduknya menghampiri gadis itu. Berdiri tepat di samping gadis itu Aliesha mengangkat pandangan, mengambil buku yang diinginkan gadis tersebut. Setelah sudah mendapatkannya Aliesha menyodorkan buku itu pada sang gadis.
"Terima kasih."
"Sama-sama. Lain kali minta bantuan orang lain karena buku-buku di sini cukup tebal. Jika jatuh diatas kepala pasti sakit!!"
Aliesha menatap gadis itu yang tersenyum mengangguk sebagai respon.
"Sekali lagi terima kasih."
Aliesha tersenyum tipis, berbalik Melangkah ke tempatnya semula. Memasukkan laptop kedalam tas dan bergegas menuju ruangan Reynard.
Saat sudah sampai di depan ruangan Reynard Aliesha menghampiri kedua gadis yang tadi duduk di sebelahnya yang sibuk merapikan barang-barang mereka. Karena hanya kedua gadis itu yang masih berada di sana.
"Apa bimbingannya sudah selesai?"
Aliesha bertanya saat sudah di depan kedua gadis itu. Melihat arloji yang menunjukkan pukul 11:34 A.M. Aliesha terlihat bingung karena baru berlalu dua jam.
"Oh. Kamu yang tadi! Iya sudah selesai."
Jawab gadis berambut lebih pendek, keduanya sudah bersiap akan pergi.
"APA!"
Aliesha tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
"Lalu dosen!"
"Mr. Reynard baru saja pergi."
Jawab gadis yang sama mengerti maksud dari ucapan Aliesha. Terdiam di tempat pikiran Aliesha tidak tahu sudah hilang kemana.
"Hi. Hello!"
Masih dengan gadis yang sama mengibaskan tangan di depan Aliesha.
"Ya!!"
Aliesha tersadar dari lamunannya kembali menatap keduanya.
"Kamu baik-baik saja?"
"Ya."
Aliesha berusaha tersenyum tipis walaupun otot wajahnya terasa kaku.
"Kalau begitu kita pergi dulu."
Keduanya bergegas melangkah pergi menyisakan Aliesha. Saat keduanya sudah tidak terlihat lagi seketika tubuh Aliesha merosot terduduk, tenaganya seperti lenyap. Dari awal semester baru Aliesha berusaha mengejar skripsinya yang sudah tertinggal, mempersiapkan semua untuk bimbingan hari ini. Tapi nyatanya berakhir berantakan karena kesalahannya sendiri.
Dengan langkah gontai Aliesha masuk ke dalam rumah yang terbilang cukup besar dan mewah. Berjalan dengan langkah malas, wajah yang terlihat lelah menuju arah tangga. Bi Frida yang melihatnya bergegas menghampiri.
"Nona Aliesha sudah pulang. Mau Bibi siapkan makan siang?"
"Tidak. Aku tidak lapar."
Terlihat tidak bersemangat Aliesha melanjutkan langkahnya. Bi Frida merasa aneh karena tidak biasanya Aliesha terlihat murung.
"Nona baik-baik saja?"
"Ya. Aku hanya merasa lelah, ingin istirahat."
"Iya nona."
Tidak ingin bertanya lebih jauh lagi Bi Frida hanya memperhatikan dalam diam.
Menaiki anak tangga demi anak tangga langkah Aliesha berhenti tepat di depan pintu kamarnya.
Cklek!
Blam!
Klik! Klik!
Suara pintu kamar yang terkunci. Aliesha kembali melangkah, melepaskan tas ransel dan diletakkan begitu saja di sisi tempat tidur. Menjatuhkan diri diatas tempat tidur yang cukup besar dengan keadaan tengkurap. Tangan Aliesha meraih salah satu bantal, menenggelamkan wajahnya.
...*...
Hari sudah menjelang sore. Seorang wanita paruh baya berjalan memasuki rumah kediaman Martinez. Berpenampilan sederhana yang dibalut dress dibawah lutut dengan terusan legging, mantel yang menggantung di tangan kiri sedangkan tangan kanan menenteng sebuah tas.
"Selamat sore Nyonya."
"Aliesha sudah pulang?"
Mengangguk sekilas Ashana Martinez menatap Bi Frida selaku ibu Aliesha. Secara wajah tidak terlalu berbeda dengan Aliesha, karena putrinya lebih menuruni paras ibunya di banding sang ayah. Hanya secara fisik Aliesha mirip dengan sang Ayah dari mulai iris mata dan tinggi badan yang terbilang cukup tinggi untuk gadis seusianya. Bedanya Ashana lebih terlihat lemah lembut dengan sifat keibuannya.
"Sudah Nyonya."
"Bibi siapkan bahan untuk makan malam. Saya ke kamar dulu."
"Baik Nyonya."
Rutinitas sehari-hari bagi Ashana Martinez. Walaupun Ashana memiliki kesibukan di luar untuk mengurus Butik miliknya sendiri tapi tidak pernah melewatkan tugasnya sebagai seorang Ibu dan juga istri.
Tangan Ashana terlihat cekatan untuk memotong-motong bahan untuk menu makan malam nanti dengan dibantu Bi Frida.
"Apa Aliesha berangkat ke kampus Bi?"
Ashana menatap Bi Frida sekilas yang masih sibuk dengan masakannya. Dikarenakan pagi tadi ada urusan mendesak di Butik Ashana hanya membangunkan Aliesha.
"Berangkat Nyonya. Nona Aliesha diantar Tuan Xavier."
"Xavier datang ke sini?"
"Iya."
Ashana tersenyum mengetahui kedekatan putra putrinya, walaupun mereka bukan kakak beradik dari ibu yang sama. Terlebih Xavier, sedari kecil Xavier terlihat sangat menyayangi dan selalu menjaga Aliesha.
Perhatian keduanya teralihkan oleh derap langkah kaki yang mendekat.
"Ayah sudah pulang?"
Senyum Ashana mengembang saat melihat sang suami berjalan kearahnya. Gaillard Martinez, pria paruh baya dengan setelan jas kantornya. Bertubuh tegap dengan wajah tegas dan sorot mata yang tajam. Gaillard mengangguk sekilas saat sudah berdiri tidak jauh dari tempat Ashana.
"Ayah mau mandi."
"Iya. Ayah ke kamar dulu nanti Bunda menyusul."
Mendapat jawaban dari Ashana Gaillard melenggang pergi menuju kamar yang berada di lantai dua. Gaillard memang bukan tipikal orang yang suka berbasa-basi. Berprofesi sebagai pengacara di firma hukum yang cukup ternama di Kota London.
"Tolong Bibi lanjutkan."
"Iya Nyonya."
Ashana menghentikan kegiatannya sebelum pergi untuk menyusul Gaillard.
...*...
Di ruang makan terdapat Gaillard dan Ashana yang duduk di kursi masing-masing tanpa adanya Aliesha.
"Dimana Xaviera?"
Gaillard menatap Ashana karena tidak mendapati putrinya.
"Mungkin masih di kamar."
Ashana mencoba menjelaskan. Bi Frida yang sedang menyajikan makanan ikut membuka suara.
"Apa mungkin Nona Aliesha sakit? Tadi sewaktu pulang terlihat tidak bersemangat."
Mendengar perkataan Bi Frida raut wajah Ashana terlihat khawatir.
"Bunda akan ke kamar Aliesha. Ayah makan lebih dulu saja."
"Ayah tunggu."
Ashana mulai melangkah pergi menuju kamar Aliesha dengan terburu. Berhenti tepat di depan pintu kamar sang putri.
Tok! Tok! Tok!
Cklek!
Cklek!
Tangan Ashana mencoba mendorong pintu untuk membukanya tapi ternyata pintu kamar Aliesha terkunci.
Tok! Tok! Tok!
"Sayang ini Bunda. Ayo makan malam dulu!!"
"Bunda duluan saja, aku belum lapar."
"Apa kamu sakit? Sayang buka dulu pintunya!!"
Ashana bertambah khawatir mendengar suara Aliesha yang terdengar berbeda.
"Aku tidak apa-apa Bunda. Bunda dan Ayah saja yang makan lebih dulu."
"Iya, tapi buka dulu pintunya sayang!!"
Hening.
Tidak kunjung mendapat respon dari Aliesha, Ashana bergegas turun untuk menghampiri Gaillard.
"Ayah. Aliesha tidak mau keluar kamar!!"
Dengan langkah terburu-buru Ashana mendekati Gaillard yang ternyata ada Xavier juga di ruang makan, keduanya terlihat sedang berbincang.
"Xavier kapan datang?"
"Baru saja Bunda."
"Aliesha mana?"
Beranjak berdiri Xavier menghampiri Ashana dan memeluknya sekilas.
"Ayah. Aliesha tidak mau keluar kamar. Bahkan kamarnya di kunci."
Ashana menatap Gaillard dengan raut wajah khawatir. Bergegas beranjak dari duduk Gaillard bersiap untuk melangkah tapi gerakannya terhenti.
"Aku saja. Bunda dan Ayah tunggu disini."
"Kamu bujuk Aliesha, Bunda takut dia kenapa-kenapa!!"
"Iya Bunda."
Tersenyum meyakinkan Ashana Xavier melangkah pergi menuju kamar Aliesha.
Tok! Tok! Tok!
"Sayang ini Kakak, bisa buka pintunya!!"
Hening.
Cklek!
Cklek!
Tangan Xavier menggenggam erat kenop pintu, Xavier masih mencoba untuk membuka pintu kamar Aliesha.
"Kakak hitung sampai tiga jika belum dibuka. Kakak akan dobrak pintunya!!"
Kata Xavier yang tidak kunjung mendapat respon dari Aliesha.
"Satu!!"
"Dua!!"
"Ti...!!"
Klik! Klik!
Suara kunci pintu yang terdengar menandakan bahwa Aliesha sudah membukanya. Xavier bergegas membuka pintunya.
Cklek!
Terlihat Aliesha yang masih mengenakan pakaian pagi tadi dengan posisi tidur tengkurap. Xavier melangkah menghampiri Aliesha, duduk di tepian tempat tidur.
"Ada apa, Kamu sakit?"
Aliesha hanya menggeleng pelan sebagai jawaban.
"Bangun dulu. Katakan kamu kenapa?"
Hening.
"Sayang!!"
Tangan kanan Xavier mengusap pelan kepala Aliesha. Iris satin grey Xavier menatap teduh pada Aliesha yang masih pada posisi.
"Sebenarnya ada apa hm! Cerita sama Kakak."
"Hiks. Hiks. Hiks."
Bukannya menjawab pertanyaan Xavier, Aliesha justru terisak pelan dengan tubuh yang bergetar. Xavier yang melihatnya mulai khawatir dengan keadaan adiknya.
"Sayang jangan buat Kakak khawatir!!"
"Sekarang bangun. Cerita sama Kakak kamu kenapa?"
Perlahan Aliesha mulai bangun dari tidurnya. Duduk menghadap Xavier. Bulir-bulir bening terus mengalir membasahi pipi putih Aliesha.
"Hiks. Tadi bimbingannya hiks. Gagal hiks. Hiks."
Aliesha sudah tidak bisa menghentikan isak tangisannya.
"Kenapa bisa gagal. Apa Kamu telat, atau Dosennya tidak ada jadi bimbingannya dibatalkan?"
Tangan Xavier menghapus air mata Aliesha, menatapnya dengan penuh kasih sayang.
"Tadi hiks. Yang mengikuti bimbingan banyak. Yang datangnya paling awal hiks. Yang melakukan bimbingan pertama hiks."
"Lalu?"
Dengan penuh kesabaran Xavier mendengarkan penjelasan Aliesha. Dengan sesekali tangannya menghapus bulir-bulir air mata yang terus menerus mengalir dari iris gade green Aliesha.
Mata Aliesha sendiri sudah sembab dengan hidung merah, entah sudah berapa lama Aliesha menangis.
"Aku berencana hiks. Menunggu di perpustakaan. Karena Aku hiks. Yang datang paling akhir."
"Tapi setelah hiks. Aku kembali hiks. Ternyata Dosennya sudah pergi hiks. Hiks."
Xavier hanya mampu menghela nafas pelan mengetahui alasan Aliesha sampai mengurung diri di dalam kamar.
"Kalau hari ini gagal, masih ada lain waktu. Kenapa harus menangis!!"
Aliesha menatap Xavier yang tersenyum hangat padanya, berusaha menenangkan dirinya. Tangan Xavier menghapus sisa-sisa air mata Aliesha.
"Sudah jangan menangis. Sekarang bersih-bersih lalu turun. Kita makan malam bersama."
Aliesha menggelengkan kepalanya pelan, isak tangisnya sudah mulai mereda.
"Kalian saja yang makan malam, Aku tidak lapar."
"Kasian Bunda dan Ayah masih menunggu, apalagi Bunda!!"
"Tapi...!"
"Ekhm!!"
Belum juga Aliesha menyelesaikan perkataannya. Suara seseorang mengalihkan perhatian keduanya, Xavier dan Aliesha melihat kearah sumber suara. Terlihat Gaillard berdiri di ambang pintu melihat kearah keduanya.
Aliesha yang melihat Gaillard langsung menundukkan kepala, tidak berani bertatap muka.
"Cepat turun untuk makan malam."
Kata Gaillard dengan suara tegasnya, melangkah pergi begitu saja setelah selesai berbicara.
Xavier kembali menatap Aliesha yang hanya menundukkan kepala, beranjak berdiri dengan mengeluarkan tangan kanannya. Melihat tangan sang kakak Aliesha hanya terdiam.
"Ayo, sudah dipanggil Ayah."
Tidak ada respon.
"Kakak tadi beli cake kesukaanmu, tidak mau di makan?"
Xavier sengaja membelikan cake kesukaan Aliesha untuk menghibur sang adik dari kesibukan studi. Tidak punya pilihan lain pada akhirnya Aliesha meraih tangan Xavier.
"Mau mandi dulu atau langsung ke ruang makan?"
"Aku cuci muka dulu, kalau mandi pasti lama. Sudah ditunggu Ayah juga."
Suara Aliesha terdengar pelan dan serak, mungkin karena terlalu lama menangis.
"Ya sudah Kakak tunggu."
Aliesha beranjak berdiri dan melangkah menuju kamar mandi meninggalkan Xavier.
Melangkah ke arah pintu Xavier bersandar di samping pintu kamar dengan tangan dilipat didepan dada. Sorot mata yang terlihat kosong dengan raut wajah tidak terbaca. Pandangan Xavier hanya menatap ke arah luar jendela kamar Aliesha, entah apa yang sedang Xavier pikirkan.
"Kakak!!"
Mendengar suara Aliesha dalam sekejap ekspresi Xavier terlihat berubah. Beralih menatap Aliesha dengan senyum tipis dan sorot mata teduh.
"Ayo."
"Kakak kenapa! ada masalah?"
Aliesha menatap Xavier dengan raut wajah bingung, sedikit mendongak karena tinggi badan mereka. Aliesha mendapati Xavier yang terlihat tidak seperti biasanya.
Keduanya berjalan beriringan dengan tangan yang saling bergandengan, tangan kanan Aliesha yang terbebas merangkul tangan Xavier yang menggenggam tangannya.
"Bukan apa-apa."
Xavier tersenyum menatap kearah Aliesha. Tangan kirinya yang terbebas terulur untuk mengacak gemas rambut sang adik.
"Yakin bukan apa-apa?"
Aliesha merasa tidak percaya karena dirinya tidak pernah melihat Xavier seperti itu. Yang selalu Aliesha lihat dari sang kakak adalah Xavier yang selalu tersenyum hangat dengan sorot mata teduh saat menatap dirinya.
"Iya. Hanya masalah pekerjaan."
"Alright."
"Apa ponselmu rusak? Kakak hubungi tidak bisa."
"Tidak. Tapi sengaja Aku matikan."
"Kebiasaan."
Xavier mengetuk pelan dahi Aliesha, merasa gemas. Xavier menyempatkan untuk pulang ke rumah karena telepon Aliesha yang tidak bisa dihubungi juga untuk mengantarkan secara langsung cake kesukaan sang adik. Karena khawatir Xavier memutuskan untuk datang dan benar saja Aliesha sedang tidak baik-baik saja karena kesalahannya.
Setelah keduanya memasuki ruang makan Aliesha melambatkan langkah kaki, sedikit merapat pada Xavier untuk menyembunyikan diri.
Terlihat Ashana duduk di salah satu kursi yang paling dekat dengan Gaillard sedangkan Gaillard duduk di kursi paling ujung meja menatap keduanya.
"Akhirnya yang ditunggu turun juga."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!