" Ummi, Ran berangkat dulu ya. Lho, Abi mana Ummi. Tumbenan kok belum kelihatan."
Kieran pagi itu harus menuju kantornya lebih pagi dari biasanya karena katanya ada klien yang harus ditemui dan minta Kieran menangani kasusnya secara langsung.
Ya, Ran setelah lulus dari mengejar pendidikan dan mendapat gelar Master Hukum di strata dua nya mendirikan sebuah kantor jasa hukum yang ia namai Abinawa & Co. Di sana ia juga menangani segala hal yang berkaitan dengan perusahaan milik sang ayah yakni ADIS yang sudah didirikan lama oleh seorang Kai Bhumi Abinawa.
" Abi udah berangkat dari tadi. Hari ini ada rapat pagi juga. Kamu kok tumbenan udah jalan juga, biasanya agak entaran," jawab Kirana.
" Aah gitu to, pantesan. Iya, Ran ada janji temu sama klien. Kliennya minta ketemu lebih pagi. Ya udah Mi, Ran jalan dulu ya. Kembar berarti juga udah berangkat ke sekolah bareng Abi ya?"
Kirana mengangguk sambil tersenyum ke arah putri satu-satunya nya. Kirana memiliki 4 orang anak yang dilahirkan secara dua kali saja. Kelahiran pertama kembar laki-laki dan perempuan. Mereka adalah Kieran dan Kaivan. Dan kelahiran kedua berjarak 17 tahun, mereka dinamai Kemal dan Kamil. Jadi sekarang adik dari Kieran baru berusia 10 tahun. Sedangkan Kaivan saat ini berada di kota Malang mengelola cabang ADIS yang berada di sana.
Kieran yang lebih sering dipanggil Ran itu segera menuju ke mobil setelah berpamitan kepada sang ibu. Ia harus cepat. Janji ketemu klien kali ini dimulai jam 07.30. Padahal kantor pengacara yang ia buat itu biasanya buka pukul 08.00. Namun klien memohon untuk bertemu lebih awal karena pukul 09.00 nanti dia harus bekerja yang mana pekerjaan itu tidak dapat ditinggalkan.
" Eiissh, sebenarnya siapa sih kliennya. Ini tumbenan banget minta ketemu lebih awal. Kan aku jadi buru-buru gini. Haaah," gerutu Kieran sepanjang jalan menuju kantor.
Beruntung pagi ini jalanan lumayan lenggang, jadi ia pun bisa sampai kantornya lebih awal dari jam janjian dengan klien. Ran langsung memarkirkan mobilnya depan kantor. Saat hendak turun, ia melihat seorang yang berdiri disamping mobil, sekilas dari postur tubuhnya Ran seperti kenal dengan orang itu. Tapi dia menepis dugaannya dan segera untuk turun.
" Selamat pagi, apakah Anda yang sudah membuat janji temu dengan kantor Abinawa & Co."
Sreeet
Pria itu membalikkan tubuhnya, dan tersenyum lebar ke arah Ran. Seketika itu juga Ran membuka mulutnya lebar-lebar. Rupanya dugaannya tidak salah, pria itu adalah pria yang sangat ia kenal. Kenal baik malah.
" P-pak Raga? Anda Pak Raga kan? Bapak ngapain di sini? Tunggu, apa bapak yang mau cerai itu?"
" Hello Kieran, lama tidak ada kabar ya? Bagaimana kabarmu?"
" Halah Pak, serius napa pak. Bapak bercanda kan. Bukannya Pak Raga belum lama nikah ya. Aaah udah saya speechless, mari masuk dulu."
Raga hanya tersenyum simpul mendengar cara bicara Ran yang tidak berubah dari masa sekolah dulu. Ia pun mengikuti Ran yang membawanya masuk ke dalam kantor. Ran mempersilakan Raga untuk duduk dan mengambilkan secangkir teh. Setelah itu Ran juga ikut duduk, tapi ia masih belum bicara apapun. Dia terlebih dulu mengamati wajah pria yang tidak lain adalah mantan gurunya dulu di SMA.
" Jangan melihat saya begitu Ran? Muka saya kelihatan tua kah?" ucap Raga sambil meminum teh yang disajikan.
" Eish, Pak Raga nggak ada kelihatan tua-tuanya. Saya muridnya bapak sudah kelihatan menua tapi Pak Raga nggak tuh. Ini masih jadi misteri. Kenapa wajah guru-guru tuh kayaknya nggak nambah tua gitu. Dan wajah murid lah yang boros. Aah lupakan itu Pak, jadi serius Bapak mau cerai. Sekarang coba ceritakan permasalahannya."
Raga mengambil sepucuk surat dan memberikannya kepada Ran. Dari kop suratnya Ran tentu tahu bahwa itu adalah surat gugatan yang dikeluarkan oleh pengadilan agama. Dengan hati-hati ia mengeluarkan isi surat dan membacanya secara seksama.
Mata Ran membulat sempurna saat membaca inti dari surat itu. Sebuah alasan dimana istri dari Raga meminta cerai. Ia lalu melihat ke arah Raga. Pria itu terlihat tenang dan tidak menampilkan ekspresi apapun.
Masih sama seperti dulu, Araga Yusuf Satria tidak pernah bisa ditebak dari raut wajahnya. Dia merupakan seorang guru yang terkenal dikalangan para murid karena memiliki wajah yang tampan. Tinggi tubuhnya sekitar 180cm, memiliki rambut lurus, mata berwarna coklat, hidung mancung, dan kulit yang putih. Sungguh perpaduan yang bagus. Bahkan para murid wanita dulu merasa bahwa Raga lebih cocok menjadi seorang artis dari pada menjadi guru.
" Pak, ini serius digugat karena ini? Maaf kalau Ran kurang sopan. Bapak serius impoten aah maksud Ran adalah bapak mengalami disfungsi ereksi?"
" Dia bilang begitu, ya anggap saja begitu."
Ran amat sangat terkejut mendengar jawaban Raga yang begitu datar. Pria itu sepertinya terlihat acuh dengan gugatan sang istri yang ingin meminta pisah.
" Pak, Ran tanya ya. Apakah Pak Raga serius mau bercerai? Apa bapak tidak ingin menyangkal ini? Sekarang juga kita ke dokter dan memastikan kesehatan alat reproduksi Bapak. Kita bisa melawan ini di pengadilan nanti."
Entahlah, saat ini Ran merasa sedikit kesal dengan situasi ini. Raga terlihat sangat santai dan pasrah digugat oleh istrinya. Dianggap sebagai pria yang impoten, sepertinya ia pun juga tidak keberatan. Ran jadi merasa curiga, sebenarnya permasalahan apa yang ada pada rumah tangga Raga dan istrinya yang baru terjalin 6 bulan itu.
Ran tentu tidak lupa bagaimana dia dan teman-temannya dulu menghadiri pernikahan Raga. Terlihat sekali pasangan itu saling mencintai. Meskipun dari rumor yang beredar mereka belum lah berpacaran lama, tapi keputusan menikah langsung dibuat oleh mereka.
Sebagai murid yang pernah diajar oleh Raga, Ran tentu senang melihat guru yang dikenal baik dan tidak neko-neko itu menikah dengan wanita yang dicintainya. Setidaknya itu yang Ran dan teman-temannya lihat saat itu.
" Apa Pak Raga memang mencari saya untuk menangani kasus Bapak?"
" Ya, saya mencari kamu. Punya murid seorang pengacara hebat tentu saya ingin kamu membantu saya untuk berpisah dengan dia. Bagaimana, apa kamu bisa membantu saya Ran?"
Degh!
Ran melihat sorot mata yang berbeda dari tadi. Ia seperti melihat ada sebuah kesedihan yang dipendam. Ran beranggapan bahwa pria yang ada di depannya itu sepertinya masih mencintai istrinya. Tapi agaknya si istri tetap menginginkan untuk pisah.
Ran menjadi iba dengan mantan gurunya itu. Ia sudah menangani beberapa kasus perceraian dan dia bisa melihat bahwa terkadang ada beberapa pihak yang tidak ingin berpisah namun harus melakukan itu. Dan yang Ran lihat dari Raga juga sejenis itu.
" Baik, saya akan bantu Bapak. Saya akan membantu Bapak untuk membuktikan bahwa Bapak tidak seperti yang dikatakan."
" Ran, saya hanya ingin ini cepat selesai. Jadi bisakah kita melewati tahap mediasi dan langsung pada putusan pisah?"
" Ya?"
TBC
Raga pamit undur diri, ia mengatakan bahwa sebentar lagi akan mengadakan ulangan harian untuk murid-murid nya jadi ia harus segera sampai disekolah. DIS atau Dewantara Internasional School adalah tempat dimana dia mengajar. Itu juga tempat dimana Ran sekolah dulu mulai dari SD hingga SMA.
" Haah, sepertinya ini akan mudah. Setidaknya ia mendapatkan apa yang diinginkan."
Raga bergumam lirih. Ia lalu menyalakan mobilnya dan segera pergi meninggalkan kantor pengacara milik Ran. Bagi Raga memilih Ran sebagai pengacaranya sepertinya adalah pilihan yang tepat. Ia bisa lebih mudah dalam meminta bantuan.
Tidak sia-sia juga dia mencari tahu soal kantor itu. Nama Abinawa yang ia dapatkan tentu langsung menjadikan sebuah petunjuk. Siapa yang tidak mengenal nama itu, bahkan pemilik sekolah dimana tempat ia bekerja juga memiliki hubungan pertemanan yang baik dengan keluarga Abinawa.
Tapi sebenernya bukan itu masalahnya. Alasan sesungguhnya bagi Araga memilih Kieran sebagai pengacaranya ya karena Ran adalah muridnya dulu. Dia merasa nyaman saja ketika Ran lah yang menangani kasusnya. Terlebih alasan istrinya meminta cerai adalah karena dia impoten.
Rasanya Raga tidak malu saat Ran mengetahui hal tersebut. Dari masa sekolah Ran adalah murid yang baik. Dia juga acuh terhadap urusan orang lain. Dan meskipun keluarganya adalah keluarga kaya, anak itu tetaplah rendah hati dan mau bergaul dengan siapa saja. Ini lah yang membuat Raga yakin mempercayakan kasusnya kepada Ran.
" Impoten? Haah, mengapa juga bisa begitu," gumam Raga lirih sambil melihat kebawah. Melihat benda miliknya yang berada tepat di antara dua paha. Ia menggelengkan kepalanya pelan, rasanya tidak menyangka jika impoten menjadi alasan dirinya akan bercerai.
Araga membuang nafasnya kasar. Ia tidak tahu mengapa dirinya seperti itu. Padahal ia yakin miliknya baik-baik saja. Setiap pagi pun selalu beraksi layaknya pria normal pada umumnya. Tapi ketika melihat tubuh istrinya, benda miliknya itu tidak beraksi apapun. Dan ia sama sekali tidak punya keinginan untuk menyentuh.
" Mas, aku menikah denganmu juga karena ingin mendapatkan nafkah batin. Tapi sampai berbulan-bulan menikah kamu tetap tidak bisa memberikannya. Kenapa mas? Apa ada yang salah dengan mu?"
" Maaf."
Ya, hanya kata itu yang muncul dari bibir Raga saat istrinya menanyakan tentang dirinya yang tidak juga melakukan tugasnya sebagai suami di ranjang. Dan pada akhirnya Rena mengajukan gugatan untuk bercerai. Sekarang wanita itu bahkan sudah pulang ke rumah kedua orang tuanya. Jadi bisa dikatan saat ini mereka sudah pisah rumah.
Raga juga sudah mengembalikan Rena kepada ayah dan ibunya. Karena dulu dia meminta baik-baik maka ia pun mengembalikan dengan cara baik-baik pula.
Kedua orang tua Rena sempat marah kepada Raga, tapi ia hanya diam dan tidak melakukan pembelaan apapun. Biarlah dirinya yang disalahkan atas gagalnya pernikahan ini.
Ckiit
Mobil Raga sudah berada di tempat parkir khusus guru. Ia tersenyum lebar ketika memandang gedung sekolah. Ya, murid-murid adalah salah satu penghiburan buat dia ketika tengah merasa kesuh dengan permasalahan yang ia hadapi.
" Selamat pagi Pak Raga, tumben ini baru datang?" sapa salah satu security.
" Iya Pak, tadi saya ada keperluan, jadi. Izin terlambat. Ya sudah pak saya masuk dulu ya."
Raga membalas sapaan itu dengan ramah, ya dia memang terkenal sangat ramah. Hal tersebut sudah diketahui oleh semua orang yang ada dilingkungan DIS. Apalagi Raga juga lumayan lama mengajar di sana. Ia mulai mengajar di DIS dari umurnya 23 tahun, dan sekarang umurnya sudah 36 tahun jadi Raga sudah berada di sekolah itu selama 13 tahun lamanya. Maka dari itu orang-orang jelas mengenal Raga dengan baik.
" Jadi, apa kamu beneran bakal pisah Ga?"
" Ya begitu lah."
Saat ia baru sampai di ruangannya, seorang rekan guru menghampiri Raga. Tito, dia adalah guru matematika yang lumayan dekat dengan Raga. Meskipun Tito baru 5 tahun bergabung di DIS, hubungan mereka memanglah sangat baik. Keduanya sering melakukan banyak kegiatan bersama salah satunya mendaki. Memiliki hobi yang sama membuat mereka cepat akrab. Usia mereka berdua juga tidak terpaut jauh yakni hanya 3 tahun. Raga lah yang lebih tua dari Tito.
" Apa nggak mau di omongin dulu gitu? Tapi mau apa juga yang diomongin kalau begitu."
" Doi udah nggak mau sama aku. Ya udah, kabulin saja maunya dia. Lagi pula aku beneran nggak bisa ngasih apa yang dia mau."
Tito hanya mendesahkan nafasnya kasar, ia tahu seperti apa temannya itu. Jika memang Raga sudah memiliki keputusan yang pasti, ia pun tidak akan bisa berkata apa-apa. Tapi satu hal yang pasti bahwa ia tahu temannya adalah orang yang baik.
" Aku percaya sama kamu Ga, karena aku tahu siapa kamu."
" Thanks To. Ya udah aku ke kelas. Anak-anak hari ini ulangan."
Tito menganggukkan kepalanya kecil. Tapi setelah Raga menghilang dari kantor guru, ia mengepalkan tangannya erat. Rasanya ia ingin marah sebenarnya terhadap istri Raga. Hanya saja Tito menahannya. Lagi pula itu urusan rumah tangga mereka, yang mana jelas tidak bisa ia campuri.
Ada sedikit rasa sesal dari diri Tito. " Kamu orang baik Ga, kamu pria yang baik. Tapi kenapa harus nikah sama wanita model begitu. Kelihatan aja mukanya kalem tapi beuuh kelakuannya bikin ngelus dada."
Tito bicara sendiri, ia mengusap wajahnya kasar lalu berdecak. Namun detik selanjutnya ia meyakini bahwa apa yang terjadi memang sudah menjadi bagian perjalanan hidup sang teman. Padahal Tito adalah orang yang paling bahagia saat Raga menikah. Tapi ternyata semua tidak sesuai yang dibayangkan.
Toto pun siap menjadi saksi nantinya jika dibutuhkan dalam persidangan, namun Raga menolak, dia hanya ingin pisah secara baik-baik tanpa adanya adu urat. Raga tidak mau hubungan akan menjadi rusak. Jadi biarlah dia yang menjadi objek kesalahan di sini.
" Semoga kamu mendapatkan wanita yang baik Ga. Kau orang baik, jadi aku yakin kau pun akan mendapatkan pendamping yang baik juga. Haaish anak itu, kesal kali aku dibuatnya karena terlalu baik sama orang."
Tito berdoa tulus dalam hati. Ia mengenal Raga dengan sangat baik. Meskipun belum lama, tapi ia selalu mengharapkan Raga memiliki pendamping yang baik nantinya.
TBC
Ran mengusap wajahnya kasar ketika membaca seluruh surat gugatan yang diberikan oleh Raga. Ia sungguh tidak menyangka bahwa gurunya itu menderita disfungsi ereksi atau kata populernya adalah impoten.
" Ekhem, Pak Raga kan sehat ya. Masa iya sih doi impoten. Apa jangan-jangan ada masalah lain. Tapi nggak mungkin kan istrinya ngegugat dengan mencari-cari alasan yang tidak ada? Sebenarnya ini semua bisa dibuktikan kalau ada keterangan medical check up dari dokter, tapi Pak Raga nggak mau melakukannya."
Ran bergumam pelan sambil membolak-balik kertas itu. Sebagai pengacara ia merasa ada yang janggal dengan ekspresi wajah mantan gurunya itu. Ia pun bertekad untuk kembali menanyakannya kepada Raga.
Ran mengingat beberapa bulan yang lalu, dimana ia dan teman-temannya menghadiri pernikahan Raga dan Rena. Dua orang yang duduk di pelaminan itu terlihat sangat bahagia dan saling mencintai. Wajah sumringah keduanya menampilkan rasa puas karena berhasil hingga tahap pernikahan.
Raga bahkan tidak melepaskan pandangannya dari wajah cantik sang istri. Terlihat sorot mata mereka yang saling memancarkan rona cinta dan kasih sayang. Maka dari itu, Ran merasa amat sangat terkejut mendapati Raga sebagai kliennya.
Ran mencoba melihat akun sosial media milik Raga dan juga istrinya. Pada akun milik Raga, masih ada beberapa foto mereka berdua. Tapi di akun miliki Rena sudah tidak ada satupun. Dan sebuah story dibuat oleh Rena di instagramnya.
" Jika sudah tidak bisa dipertahankan, buat apa? Semua tidak sesuai seperti awal yang dijanjikan. Bukan sekedar materi tapi hal lain juga menentukan sejauh mana bahtera ini akan berlayar."
Meskipun kata-katanya tidak menjelaskan, tapi Ran tentu tahu dan paham maksud yang terkandung di dalamnya. Kalimat yang Ran garis bawahi yakni, ' bukan sekedar materi,' itu benar-benar merujuk pada ketidakmampuan Raga dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang suami di atas raga.
" Arggghhh, why oh why. Kenapa harus impoten sih, dan kenapa harus ,mantan guru gue!" pekik Ran di ruangannya.
" Bu Kieran ada apa Bu? Siapa yang impoten?"
Sorang pria yang bernama Alif melongok ke ruangan Ran karena suara yang Ran munculkan lumayan keras hingga terdengar sampai ke luar. Alif Wicaksono, dia adalah mahasiswa hukum semester 6 yang saat ini magang di kantor hukum miliknya.
" Aah nggak Lif, bukan siapa-siapa. Oh iya Lif, apakah Pak Doni dan Bu Prita belum datang kah?"
" Belum Bu, katanya hari ini mereka bertemu dengan klien dulu baru ke kantor."
Doni Arganta dan Prita Anggia, mereka berdua adalah teman satu kampus Kieran. Bertiga sama-sama menempuh progam magister hukum di Universitas Nusantara dan sepakat untuk mendirikan sebuah firma hukum bersama. Dan dengan kesepakatan itu akhirnya terbentuk lah Firma Hukum Abinawa & Co. Awalnya Kieran menolak menggunakan nama Abinawa, tapi Doni dan Prita mendesak. Bagaimanapun nama Abinawa sudah mempunyai banding yang kuat, jadi akan mempermudah dalam pengoperasian firma hukum yang mereka dirikan.
Dan hal itu terbukti, baru berdiri satu setengah tahun tapi mereka cukup banyak mendapatkan klien. Maka dari itu saat ini Doni dan Prita pun tengah menemui klien mereka di tempat yang mereka sepakati. Biasanya memang di kantor, tapi Ran dan kedua temannya fleksibel juga jika ada yang meminta di luar kantor.
" Alif, kamu nggak kerepotan magang di sini sendiri. Kamu boleh lho kalau mau ajak teman kamu satu lagi." Ran mengatakan itu kepada Alif bukan tanpa alasan. Beberapa klien yang datang ke kantor beberapa waktu terakhir ini, membuat anak itu sedikit kerepotan.
" Apakah boleh Bu? Kalau Boleh saya ada satu teman lagi, dari kemarin dia bingung karena belum dapat tempat magang," sahut Alif antusias.
" Ya, boleh. Hubungi saja temanmu itu."
Wajah Alif langsung sumringah. Pemuda itu bahkan langsung menghubungi sang teman dan memintanya untuk datang besok.
Ran tersenyum melihat Alif yang seperti itu. Meskipun firma mereka baru didirikan, tapi permintaan magang dari beberapa mahasiswa hukum lumayan banyak. Dan Alif salah satu yang beruntung bisa masuk di sana.
Alif adalah mahasiswa yang mendapat beasiswa untuk progam pendidikannya. Maka dari itu Kieran lebih mengutamakan anak itu ketimbang yang lain. Ia selalu ingat kata Abi nya untuk membantu dan memprioritaskan orang yang lebih membutuhkan.
" Baiklah, mari rapikan berkas-berkas dulu. Tapi ngomong-ngomong, ini sudah hampir jam makan siang. Doni sama Prita kok belum balik ya. Mereka juga nggak ngasih kabar."
Sementara itu dua orang yang sedang Ran pikirkan saat ini sedang melakukan akan siang bersama. Doni dan Prita, dia orang itu melepas lelah mereka setelah bergulat dengan klien.
" Huuh, gila. Klien kali ini benar-benar bikin gue pusing," keluh Doni.
" Kenapa emangnya?"
Doni mulai menceritakan perihal orang yang ingin menggunakan jasanya. Sebenarnya ini belum bisa dikatakan klien resmi karena masih sekedar konsultasi. Klien Doni adalah seorang pria yang berusia 35 tahun. Pria itu merupakan seorang anak dari orang kaya. Dia digugat oleh istrinya karena hanya bermalas-malasan di rumah tanpa mau melakukan pekerjaan. Kerjaannya hanya bermain game dan selalu mengandalkan harta dari orang tuanya.
" Jadi maksudmu gimana Don. Tuh laki kagak terima digugat ma bininya?"
" Yoi, gitu Prit. Asli gue males banget kalau ngadepin laki model mokondo gini. Dia ogah di cerai sama bininya. Katanya doi cinta, preeet bener kan tuh laki."
Doni mengomel sepanjang makan siang, sedangkan Prita, ia hanya mendengarkan rekannya itu bicara. Sebenarnya mereka berhak menolak klien jika tidak sesuai dengan hati nurani mereka. Ini salah satu hal yang disepakati oleh Ran, Doni dan Prita. Ketiganya tidak semata-mata mendapatkan uang dalam melakukan pekerjaan, tapi juga harus sesuai dengan hati nurani.
" Mampus kita Don, ini udah lewat jam makan siang dan kita belum ke kantor. Kita juga nggak ngabari Ran lagi."
Plak!
Doni menepuk keningnya kuat. Ia lupa jika Ran termasuk orang yang disiplin. Meskipun mereka berteman, tapi dalam hal pekerjaan mereka harus profesional.
" Buruan balik, sebelum doi melayangkan semburan apinya."
Bukannya takut, tapi memang mereka berdua merasa bersalah. Seharusnya mereka lebih dulu datang ke kantor baru pergi menemui klien. Tapi jika mendesak mereka boleh langsung menemui klien tanpa harus ke kantor asalkan memberi kabar.
Doni dan Prita bergegas untuk kembali ke kantor. Mereka harus siap mendengarkan ceramah panjang dari Kieran Sahna Abinawa.
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!