Hai, perkenalkan namaku Eltyas Safira Elmas. Aku seorang wanita asal Indonesia yang sudah berumur 27 tahun. Aku wanita yang penuh imajinasi, sehingga orang-orang menyebut ku wanita halu.
Aku gak tahu penyebabnya apa, atau awal nya kenapa aku bisa seperti ini, meskipun begitu aku menyukai diriku sendiri apa adanya. Aku memiliki dunia khayalan yang membuatku merasakan euforia, aku nyaman dan tidak ingin melepaskan nya.
Dunia real ku memang tidak sebaik dengan dunia khayalan. Dunia fana ini begitu kejam terhadap diriku, aku merasa selalu gagal dalam segala hal. Baik itu nasib, pendidikan bahkan rumah tangga.
Aku seorang--- a young widow yang belum punya anak. Iya, aku baru saja bercerai sekitar 1 tahun yang lalu. Perceraian itu membuatku dalam keterpurukan, dengan luka yang masih membekas sampai sekarang.
Tapi, aku adalah wanita kuat, meskipun hati ku sakit tercabik-cabik. Aku masih bisa bangkit, masih bisa berdiri di atas kaki ku sendiri. Aku sangat yakin, masa depanku masih cerah.
Ku tuangkan kembali semua imajinasiku dalam aksara, sebuah karya seni yang membuatku bangga. Dunia literasi itu ku tekuni dengan hobi dan bakat. Kadang aku menulis cerita ku sendiri atau hanya sebuah fiksi. Novel-novel yang ku tulis pun cukup terkenal dan menghasilkan banyak cuan. Dari sanalah aku mulai bahagia dengan caraku sendiri, bahkan kebahagiaan mengalir sendiri setiap hari.
Dari sanalah aku ada keinginan untuk mengejar lagi mimpi yang tertinggal, membulatkan tekad untuk pergi dari zona nyaman. Memberi kesempatan kepada diri sendiri untuk mengeksplorasi kemampuan yang ku punya, membuka harapan yang dulu ada, dan menebus kecewa yang menyesakan dada.
_______
Dan saat ini aku benar-benar sudah berada di negeri yang aku impikan, sebuah negara yang terkenal dengan industri K-Pop dan Drakor nya. Hal yang kerap membuat para penggemar musik maupun drama Korea, rela berbondong-bondong mengunjungi negara tersebut untuk bertemu para idola.
Iya, aku sekarang sedang berada di Korea Selatan. Sebuah negara yang memiliki banyak tempat wisata menarik dan menjadi pusat hiburan terkenal di dunia. Aku berdiri di sebuah jembatan yang menampakan keindahan kota yang di kelilingi banyak gedung pencakar langit berteknologi tinggi, gemerlapan lampu malam menerangi seluruh kota begitu memanjakan mata.
Aku sampai di kota Seoul ini, sekitar 2 jam yang lalu dari Bandara Incheon menggunakan kereta api. Saking asyiknya untuk berjalan-jalan di sekitar kota, membuat isi perut ku mulai meronta-ronta meminta jatah. Aku pun mulai mencari restauran terdekat untuk mengganjal perutku yang sudah keroncongan.
Akan tetapi, sebuah kejadian menimpaku malam ini. Aku di cegat oleh 3 pria berbadan besar ketika berjalan melewati jalan tersebut. Keadaan memang cukup lenggang, waktu sudah menunjukan pukul 10 malam. Aku ketakutan, mempertahankan hak milikku dengan sekuat tenaga.
"Tolong ... jangan ganggu a-ku, aku hanya orang asing di sini. A-ku tidak tahu kalau ini kawasan kalian," ucapku terbata-bata, aku begitu ketakutan dengan badan yang gemetar hebat.
"Kami tidak akan menggangu kamu, Nona. Berikan saja barang berharga mu itu. Kami tidak tertarik dengan tubuh mungil seperti mu, apalagi wajahmu yang jelek." kata seorang gangster yang memakai jaket hitam. Wajahnya sungguh menyeramkan. Badannya tinggi besar seperti atlet gulat.
Sebenarnya aku tersinggung dengan perkataan ahjusi itu, badan ku memang kecil dan imut. Tinggi ku hanya 146 cm, tapi wajahku cukup cantik. Orang-orang di desaku malah banyak yang tertarik padaku, jadi benar ya standar kecantikan di Korea itu begitu tinggi. Tapi, aku sedikit tenang kalau mereka memang tidak berminat kepadaku, aku bisa menjaga kehormatan ku dengan baik.
"Halah, apaan kamu ini, wanita ini cantik. Apalagi kalau tutup kepalanya di buka, aku jadi pengen lihat rambut di balik kain itu." Pria di sebelahnya ikut menimpali, badannya lebih kecil dari pria sebelumya. Tapi, wajahnya jauh lebih sangar.
Aku bahkan bergidik melihatnya. Apalagi, sekarang dia tiba-tiba berkata seperti itu. Sedikit rasa tenang itu menguap cepat, berganti dengan perasaan takut yang merajalela.
"Bacot lo, diam. Kita di sini buat malak bukan mau enak-enak." sahut pria yang lainnya, wajahnya terlihat lebih muda dari yang lainnya. Tapi, aura menyeramkan masih ada di raut wajahnya.
Aku terus menggigil ketakutan dengan air mata yang sedari tadi terus berjatuhan, aku memang secengeng itu. Apalagi kondisi saat ini begitu mencekam, andrenalin ku begitu menciut.
"Sudah, gak usah banyak drama. Berikan saja kami uang, kami akan pergi setelah itu." ucap pria itu lagi. Aku tak menjawab, hanya isak tangis yang keluar dari mulutku.
Tentu saja aku tidak akan memberikan uang itu secara cuma-cuma, apalagi uang yang aku pegang itu cukup banyak. Uang itu sudah aku atur, untuk kebutuhan ku selama di sini sampai mendapatkan pekerjaan.
"Mana sini, cepat." Tas ransel ku pun di tariknya dengan kencang, aku sudah mencoba mempertahankan. Tetap saja, tenaga ku kalah besar dengan dia.
"Ck, banyak juga uang gadis ini. "
"Tolong, jangan di ambil uang saya. Itu uang buat biaya hidup saya selama disini." rengek ku dengar air mata bercucuran, mencoba mengambil kembali tas ranselku.
"Kami tidak butuh uang banyak manis, hanya butuh seratus ribu won aja." ucap pria bertubuh besar dengan entengnya.
seratus ribu won \=1,85jt dan itu banyak, bukan sedikit. Uang segitu bisa buat biaya makan aku selama seminggu di sini dengan menu hemat. Apalagi, uang itu aku cari dengan susah payah selama menjadi penulis novel daring.
"Oh, ternyata uang kamu cukup banyak juga. 500 ribu won. Kita ambil 450 ribu won aja, 50 ribu won nya untukmu." ucapnya kegirangan, dia terus mencari keberadaan uang yang lain.
(50 ribu won memang cukup buat makan selama 6 hari untuk menu hemat. Tapi, bagaimana aku bisa mengganti uang yang 450 ribu won. Sewa kost-kost an aja udah 900 ribu won yang paling murah. Ya Allah bagaimana ini)
"Ahjusi tolong jangan, itu uang buat makan saya selama 1 bulan lebih. Tolong saya, saya tidak punya siapa-siapa di sini, saya tidak punya tempat tinggal. Kalau uang nya di ambil, saya tidak akan bisa makan, saya mohon."
"Emang saya peduli, enggak!"
Mereka pun pergi begitu saja, membuat air mata ini begitu mengalir deras. Jahat sekali mereka membawa semua uang di dompet ku tanpa tersisa. Aku terduduk lemas saking syok nya.
Dengan badan yang lemas aku mencoba beranjak dan berjalan, mencari rumah makan terdekat. Perutku sakit tak tertahan hingga aku hilang kesadaran.
****
Aku mengerjapkan mata ku ketika siuman, kepala ku terasa sakit begitu juga dengan perut ku yang perih--- belum di isi makanan. Aku menyisir penuh ruangan. Aku berbaring di atas ranjang, di sebuah kamar mewah yang besar. Aku mencoba mengingat kembali apa yang terjadi sebelum ini dan kenapa aku bisa sampai di sini.
(Siapa pemilik kamar ini ya? Kenapa dia membawa ku ke sini?) Astaga aku pun baru ingat, kalau aku jatuh pingsan di jalan setelah di palak oleh para preman tadi.
Ceklek!
Suara kenop pintu di putar, aku pun menoleh ke arah pintu. Aku memandang ke arah sana dengan teliti, aku takut dia yang datang adalah orang jahat. Tapi --- itu bukan orang jahat. Dia--- dia pria tampan yang selalu aku tonton di sosial media. Laki-laki berkulit putih pucat dengan badan tegap, berjalan ke arah ku sambil membawa sebuah nampan di tangannya.
'Dia--- dia itu seperti Suga BTS?' Aku bertanya dalam hatiku, aku pun terkejut bukan main karena wajahnya mirip sekali dengan Suga.
Dia melangkahkan kakinya ke arahku dan di belakang nya ada mereka--- 3 pria dewasa yang selalu di juluki bocah kematian. Wajah mereka mirip sekali dengan Jimin, Taehyung dan Jungkook yang selalu aku lihat di tv atau sosial media.
Apa aku ini mimpi? Kenapa ada member BTS di depanku. Apakah ini efek lapar sehingga aku berhalusinasi? Tapi, masa iya ah ... Jantungku mulai heboh di dalam sana.
"Syukur lah kalau kamu sudah siuman, apa ada yang sakit?" ucap pria yang mirip Suga. Aku speechless, hanya mematung menatap mereka dengan perasaan yang begitu bahagia dan terkejut secara bersamaan.
"Hei! Are you okay?" sekarang yang bertanya adalah Jungkook oppa. Aku masih bergeming tidak mengeluarkan kata sepatah kata pun.
"Apa dia gagu?" tanya Taehyung menatapku penuh selidik, aku merasa awkward dengan posisi seperti ini. Tentu pipiku memerah karena canggung bercampur salah tingkah. Bagaimana bisa aku bertemu dengan member BTS sedekat ini dan dalam kondisi seperti ini.
"Kasih minum dulu hyung, sepertinya dia masih syok." suruh Jimin pada Suga.
Suga pun memberiku segelas air hangat. Aku menegak habis air minum itu, haus! Iya aku begitu kehausan dalam kondisi ini. Dahaga ku pun hilang dengan rasa hangat di perut ku.
'Berarti ini bukan mimpi kan? rasanya kentara sekali.' tanya ku dalam hati
"Siapa nama mu? Dan dimana asal mu? Dari wajah dan penampilan mu, sepertinya kamu dari Asia tenggara ya?" tanya Jungkook. Aku pun mengangguk pelan, bibirku masih terasa kaku untuk mengeluarkan sepatah kata pun.
"Jadi, asal mu dari mana? Dari Indonesia atau Malaysia?" Lagi-lagi aku hanya membisu, ketika Jungkook memberondong ku dengan banyak pertanyaan.
Jungkook pun hanya menghela nafas kasar dengan memasang muka kesal, karena aku hanya terdiam sedari tadi.
Kruk-kruk!
Perutku berbunyi nyaring, membuat aku malu seketika, karena tertangkap basah sedang kelaparan. Aku menunduk menahan rasa malu ini yang sudah di ubun-ubun, bagaimana bisa aku bertemu mereka saat kondisi ku seperti ini. Ini benar-benar memalukan.
"Hahaha .... Jadi ini yang membuat mu terdiam sedari tadi, karena menahan rasa lapar?" Jungkook tertawa begitu nyaring, meledekku. Membuat aku tambah-tambah malu.
"Sudah, diam Jungkook," perintah Suga, Jungkook pun langsung merapatkan bibirnya. Tawa itu hilang terbungkam.
"Makanlah," suruh suga padaku, aku begitu sungkan menerima makanan pemberian nya. Sehingga aku hanya bergeming, namun mataku tetap tertuju pada makanan itu.
"Gak usah sungkan, makanlah. Biar kondisi mu cepat pulih." ucapnya memberi saran. Aku pun mengangguk pelan, dan menerima nampan itu dengan tangan gemetar.
"Kamu kenapa? Tangan mu seperti tremor? Tapi, tadi kata dokter kamu tidak apa-apa hanya lemas saja kurang nutrisi."
'Duh, udah dong jangan bikin malu aku terus Suga, tangan ku gemetar seperti itu bukan karena rasa lapar. Tapi, karena jantungku yang mulai berdebar-debar karena posisi kita yang begitu dekat serta pertemuan dadakan ini, nyaris membuatku hilang kesadaran untuk kedua kalinya.'
"Maaf apa ini mimpi?" Kali ini aku benar-benar membuka suara, tetapi bukan menjawab pertanyaan Suga. Tapi, malah balik bertanya.
"Ternyata kamu tidak gagu, syukurlah," ucap Taehyung menimpali.
"V! Jangan seperti itu, namanya tidak sopan." timpal Jimin mengingatkan. Taehyung hanya berdehem.
"M-maaf kan aku, aku begitu speechless. A-ku kira ini ... hanya sebuah mimpi." ucap ku begitu pelan, seperti gumaman.
"Tidak, ini bukan mimpi, Nona. Kami menolong mu, saat kamu jatuh pingsan di jalan dan membawamu ke rumah Suga hyung " jelas Jimin.
Aku tidak ingat soal aku pingsan, yang aku ingat sampai aku di palak preman. Jadi, mereka yang menolongku, begitu baik mereka ini. Aku begitu bersyukur, Allah mengirim ku 4 malaikat penolong ini. Dan sekarang aku sedang di apartemen milik Suga? Ya Allah mimpi apa aku semalam.
"Terimakasih semuanya karena telah menolongku, tapi ... Apa kalian benar-benar member BTS?" tanya ku dengan suara bergetar. Aku menahan rasa haru.
"Iya, kami member BTS, kamu sedang tidak bermimpi." Taehyung menjawab dengan suara beratnya.
Aku pun tersenyum lebar. "Terimakasih telah menolongku," ucapku dengan tulus.
"Sama-sama," ucap mereka bersamaan.
"Sekarang kamu mending makan dulu! Badanmu terlihat lemas begitu, wajah mu juga pucat. Takutnya kamu pingsan lagi," saran Jimin.
Dia memang penuh perhatian, aku sangat suka sikapnya yang lembut dan care itu. Dia memang baik seperti yang di katakan media.
Aku pun mengangguk dan mencoba memegang sendok, tapi tetap tanganku gemetar, sepertinya tanganku masih lemas dan aku masih grogi. Sampai aku tidak bisa makan dengan benar.
"Sudah jangan paksakan, biar aku suapi." ucap Suga, mengambil alih sendok dari genggaman ku. Aku hanya bergeming.
"Sudah, sini kan makan nya," ucapnya lagi sambil mengambil alih mangkuk sup yang tadi aku pegang.
"Kalian semua mending keluar saja, seperti nya dia terlalu grogi banyak orang di sini. Aku yang akan mengurus nya." kata Suga. Dia seperti bisa membaca isi pekiranku.
"Baik hyung, urus dia dengan baik." balas Jimin. "Ayok, Tae, Kokki." ajak Jimin kepada dua dongsaeng nya. Mereka pun keluar kamar meninggalkan aku berdua dengan Min Yoongi.
Jantungku berdegup kencang, aku semakin salah tingkah karena di tinggal berdua oleh Suga.
Suga mulai menyendok satu sup dan mengarah kan ke mulut ku. "Buka mulutmu," ucapnya dengan husky voice yang membuat aku merinding.
Di tambah aroma tubuhnya begitu kuat menusuk indera penciumanku. Kombinasi keharuman parfum Invictus yang menyegarkan, dihasilkan dari perpaduan sempurna aroma Grapefruit dan Jasmine. Aroma aquatic yang intens juga turut tercium membuat aku begitu nyaman dan terlena dengan aroma bubble gum ini.
"Ayok buka mulutnya, tangan saya pegal." Aku pun tersadar dari rasa terpukau terhadap Suga. Aku menurut, membuka mulut dengan lebar. Pipi ku pun memanas karena salah tingkah.
Enak. Makanan nya begitu memanjakan lidah ketika aku kunyah. Dia pecah di dalam mulutku, sensasi kelezatan itu membuat hatiku berbunga-bunga. Aku begitu senang karena perutku mendapat jatah makanan yang lezat.
'Apa Suga yang membuatnya ya?' tanya ku dalam hati.
"Ayo buka lagi mulutnya, jangan terdiam seperti itu." Lagi-lagi aku baru tersadar dari lamunanku, masakan nya membuat aku terbang ke Nirwana saking pecahnya di dalam mulutku.
"B--biar aku saja," kataku. Karena aku sangat tidak enak jika terus di suapi Suga, apalagi jantungku yang sedari tadi berdetak tak beraturan. Aku tidak ingin tertangkap basah karena salah tingkah begini.
"Sudah biar saya saja, tangan mu dari tadi gemetar bagaimana bisa makan dengan benar." Dia tetap teguh dalam pendiriannya.
Aku tidak bisa menolak. Biarkan lah aku di manjakan oleh-nya, kalau aku pergi dari sini belum tentu kan aku bertemu dengan dia lagi. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
"B-baiklah, terimakasih banyak, Min yoongi ssi." Dia hanya mengangguk, dan menyuapiku kembali.
Tidak ada suara di antara kita, hanya ritme jantungku yang berpacu cepat di dalam sana. Akhirnya satu mangkuk sup itu habis, perutku begitu kenyang. Tapi, tak kenyang melihat wajah tampan Suga yang berada di sampingku.
Sedari tadi aku hanya mencuri pandang ke arahnya, menikmati keindahan wajah tampan itu hanya sekilas-sekilas. Hatiku sebenarnya meronta ingin menatap lekat wajah tampan itu begitu dalam, tapi diriku merasa malu jika terang-terangan mengangumi nya. Bisa-bisa dia merasa risih kepadaku, sehingga ku tahan saja keinginanku itu meskipun begitu kewalahan.
"Makanan nya sudah habis, kamu bisa kembali beristirahat. Besok saya akan mengantarmu pulang, untuk malam ini kamu bisa menginap di sini. Waktu sudah terlalu malam untuk mengantar mu pulang."
Aku mengangguk sebagai tanda setuju. "Min yungissi jeongmal gamsahabnida. Saya benar-benar berterima kasih, karena Tuan telah menolong saya."
"Sama-sama, oh iya nama kamu siapa? Dan dimana rumahmu?"
"Nama saya Eltyas, saya dari Indonesia. Saya baru saja sampai ke sini beberapa jam yang lalu."
"Ternyata kamu seorang turis, kamu sudah memiliki tempat tinggal di sini?"
Aku menggeleng pelan. "Aku baru pertama kali ke sini, aku juga belum memiliki tempat tinggal. Setadinya, aku akan mencari penginapan, tapi--- sesuatu malah terjadi padaku." terangku dengan perasaan yang sedih.
"Memang nya apa yang terjadi? Kenapa kamu bisa sampai pingsan di jalan?"
"Tadi a-ku di palak oleh para gangster di jalan. Uangku raib di ambil mereka," ucapku, mataku mulai memanas jika teringat lagi soal tadi yang ku alami.
"Terus kamu pingsan karena syok?"
"Syok dan juga sakit perut, perutku sangat sakit dan kepalaku juga pening. Aku memaksakan untuk berjalan dan aku pun malah tak sadarkan diri."
"Lain kali, kalau kamu datang ke negara lain mending langsung cari penginapan, apalagi waktu sudah malam. Atau kamu bisa mencari angkutan umum. Jangan jalan-jalan sendirian, itu mengundang banyak orang jahat."
"Iya aku salah, seharusnya aku lebih berhati-hati. Kalau anda tidak menolong saya, entah lah bagaimana nasib saya." Aku menunduk lemah, dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Sudahlah, itu semua sudah terjadi dan untunglah kamu tidak apa-apa. Badan kamu udah oke kan?"
"Alhamdulillah saya merasa jauh lebih baik. Maaf telah merepotkan anda Min Yoongi ssi." Min Yoongi hanya mengulas senyum simpul.
"Sama-sama, sudah jangan terlalu di pikir kan. Apa kamu butuh sesuatu? Sebelum saya pamit."
"Em--- saya hanya perlu ponsel saya. Saya ingin menghubungi keluarga saya, yang di Indonesia. Pasti mereka telah menunggu kabar saya dengan khawatir."
"Dimana ponsel mu?"
"Di tas ransel saya."
"Oke sebentar saya ambil kan." Yoongi pergi keluar kamar untuk membawa tas ranselku.
Tidak butuh lama, dia telah kembali dengan men jingjing tas ransel hitam dan membawa koper ku juga.
"Yang ini kan?" Dia menyodorkan tas hitam miliku, aku mengangguk. "Terimakasih," ucapku tulus.
"Iya, ada hal lain lagi yang kamu perlukan?" Aku menggeleng cepat. "Tidak, terimakasih. Maaf telah merepotkan Anda, Min yoongi ssi." Dia pun mengangguk.
Aku pun langsung mencari-cari ponsel ku di tas, tapi ponsel itu sama sekali tidak ku temukan. 'Kok, gak ada ya. Apa aku lupa menyimpan nya. Ah, enggak kok, aku jelas-jelas menyimpangnya di tas ini.'
Aku mulai panik, aku pun mulai meng ubrak-abrik koperku juga. Tapi, ponsel ku tetap tidak ada di sana.
Kenapa?" Min Yoongi bertanya, karena melihat wajahku yang panik. Sedari tadi dia berdiri di depan ku, belum pamit pergi.
"Ponsel ku tidak ada, " jawab ku lemah. Air mataku yang sedari tadi tertahan di pelupuk mata, akhirnya tumpah juga.
"Bagaimana-bagaimana ini?" Aku mulai terisak, rentetan masalah benar-benar menyerbu ku hari ini. "Bagaimana aku bisa bertahan di negeri ini, bagaimana. Sedangkan uangku saja sudah raib semua. Hiks ... hiks." Aku terus menangis sejadi-jadinya.
"Coba cari dengan benar," saran Suga. Aku menggeleng pasrah. "Tidak ada di manapun. Aku telah mencari nya." jawab ku pasrah.
"Apa iya?" Suga pun mulai membantu mencari, dia menggeledah tas, koper dan akhirnya keluar kamar. Dia mencari ponsel ku di luar sana.
Aku terus menangis, rasanya begitu sakit. Bagaimana aku bisa kehilangan miliki ku yang berharga, semua itu aku dapatkan dari kerja keras sampai berdarah-darah. Dadaku begitu sesak, aku benar-benar pasrah akan segalanya.
Suga datang kembali menemuiku, dia begitu pengertian. "Sudah jangan lagi menangis, besok aku akan mengantarmu ke bank. Semoga uangmu masih menjadi milikmu," ucapnya. Aku mendongakkan kepalaku, menatap wajah nya. Dia tidak berbohong ada ketulusan dari sorot mata nya.
Aku pun mengangguk penuh haru, aki bersyukur masih ada orang yang peduli kepada ku. Apalagi orang itu adalah Suga --- idol yang ku suka.
Kami saling bertatapan, seakan bisa berkomunikasi lewat tatapan mata.
To be continued
Pagi sudah menyapa, setelah menjalankan shalat subuh--- aku hanya berdiam diri di atas ranjang dengan duduk di tekuk. Aku termenung memikirkan kembali akan nasibku.
Semalaman aku tidak bisa tidur, karena terus kepikiran soal ponselku yang hilang. Di ponsel itu terdapat m-banking yang uangnya lumayan besar. Dan semua uang itu aku simpan di sana, aku hanya menukarkan sebagian uangku dan itu pun sudah raib karena di palak oleh para preman.
Aku benar-benar tak berdaya, aku bingung dengan apa yang harus aku lakukan sekarang. Apalagi kartu ATMnya tidak kutemukan juga, aku semakin pesimis kalau uang di rekening ku bisa raib juga.
Tok ... tok .... Suara pintu terketuk. "Boleh aku masuk?" ucap seseorang di balik pintu. Suara itu bisa ku tebak, suara unik jenis tenor yang indah itu adalah milik Park Jimin.
"Iya, masuklah. Jimin ssi. " sahutku dengan suara yang cukup parau.
Pintu itu pun terbuka, Pria berwajah manis dan cute itu timbul dari balik pintu. Aku pun memasang wajah yang lebih ceria. Aku tidak mau memasang muka sedih ku pada siapapun.
"Hai. Selamat pagi," sapanya lembut.
"Pagi juga Jimin ssi." sapa ku kembali dengan ramah.
"Kau hebat bisa mengenali suara ku," kata Jimin dengan terkekeh kecil.
Aku sedikit menyunggingkan senyuman. "Jelas dong aku tahu, suaramu itu unik Jimin ssi. Semua orang bisa dengan mudah mengenali suara indah mu itu." jelas ku dengan jujur.
Jimin pun tersenyum, senyuman nya manis sekali. Panggilan mochi memang sangatlah cocok dengan wajahnya yang manis dan imut.
"Kamu bisa saja, tenyata kamu pintar gombal, ya." ucapnya, kemudian tertawa kecil.
"Aku gak gombal kok. Ini fakta." jawabku dengan senyuman yang tak kalah manis dari dirinya.
"Ah ... sudahlah, mari kita sarapan. Yang lain sudah menunggu." kata Jimin, pipinya sedikit memerah. Sepertinya dia cukup salah tingkah. Makanya dia langsung mengalihkan pembicaraan.
Aku pun mengulas senyum."Baik, terimakasih Jimin ssi." ucapku dengan anggukan kecil di kepala.
"Ya udah ayok." ajaknya. Aku pun turun dari ranjang. Kami lantas berjalan beriringan ke luar kamar.
Di meja makan sudah ada Taehyung, Jungkook, sedangkan Suga masih sibuk mondar-mandir untuk menyiapkan makanan. Aku pun berjalan ke arahnya dan menawarkan bantuan.
"Ada yang bisa aku bantu, Min Yoongi ssi?" ucapku.
"Tidak perlu, kamu duduk saja." titah nya. Aku sebenarnya merasa tidak enak, aku ingin membantu. Tapi, raut wajah Suga begitu serius jadi aku tidak bisa membantah nya.
"Baik," Aku menjawab dengan suara yang pelan.
Aku pun duduk di kursi dekat Taehyung.
Tak lama kemudian Suga pun ikut duduk di kursi utama, tepat di samping kanan ku. Jadi aku duduk di antara Taehyung dan Suga, sedangkan di depanku ada Jimin dan di sebelahnya Jungkook.
Aku kesannya seperti Putri yang di kelilingi oleh 4 pangeran tampan. Jujur posisi ini membuat aku sangat awkward sekaligus salah tingkah.
Menu sarapan pagi ini adalah nasi goreng kimchi dan telur dadar. Untuk buah-buahan nya ada semangka dan susu pisang sebagai minuman tambahan. Terlihat simple sih, tapi sangat menggugah selera makan ku.
"Mari makan!" ajak Suga seperti meng instruksi. Ketiga dongsaeng nya pun langsung mengambil makanan silih berganti, begitu juga Suga. Sedangkan aku tampak ragu untuk mengambil makanan, aku hanya menelan saliva ku dalam.
"Makanlah, tenang semua makanan yang di pasak Suga hyung itu halal." ucap Jimin memberi tahu. Dia sepertinya memperhatikan raut wajahku yang tampak ragu.
"Iya, kamu gak usah sungkan dan malu pula." Jungkook ikut menimpali.
Aku pun tersenyum kikuk, karena tertangkap basah. Raut wajahku sepertinya begitu kentara di lihat mereka.
Namun aku masih saja bergeming, belum ada keberanian mengambil makanan di depanku. Secara tiba-tiba Suga pun mengambil piringku, dia lantas mengisinya dengan nasi goreng kimchi dan beberapa potong telur dadar.
"Makan, jangan banyak berpikir." suruh Suga, sambil menyimpan makanan di depanku. Dia pun langsung menyantap makanannya yang sudah di alas tadi.
Aku cukup terkejut dengan yang dilakukan Suga, sikapnya memang tidak bisa di tebak. Dia memang irit bicara, tapi sepertinya dia tidak suka dengan orang yang ngeyel--- seperti aku contohnya barusan. Di tawari beberapa kali, tapi tetap aja terdiam. Aku merasa gak enak, aku memang se introvert ini.
"Min Yoongi ssi, jal meogeo sseoyo!" (Terimakasih makanannya Tuan Min Yoongi)
Aku menundukkan sedikit kepalaku sebagai tanda hormat dan terimakasih padanya.
"Ye." Dia hanya membalas begitu singkat.
Aku pun mulai ber do'a dengan khusuk sambil menadahkan kedua tanganku. Setelah itu ku santap makanan itu dengan khidmat.
________
"Biar aku saja yang mencuci piringnya Min Yoongi ssi." Aku berinisiatif menawarkan bantuan.
"Gak perlu, kamu pergi mandi saja. Kita siap-siap untuk pergi ke Bank. Biar ini semua di bereskan oleh Maid." Dia menginterupsi.
Ternyata dia memenuhi janjinya dan tidak lupa. Aku pun merengkuh lantas pamit pergi dari sana.
Semuanya sudah siap, aku memantulkan diriku di cermin panjang. Hari ini aku memakai kemeja putih dengan long dress tanpa lengan warna kuning. Hijab yang ku pakai pashmina berwarna putih. Gaya OOTD yang meneduhkan dengan pilihan warna putih dan kuning.
Aku memakai outpit seperti ini karena salju sudah jarang turun dan musim dingin mulai beralih ke musim semi. Aku memang sengaja pergi ke negeri ini di pertengahan bulan Maret, agar aku bisa menikmati keindahan bunga sakura yang bermekaran.
Aku memakai make up yang minimalis, namun masih terlihat flawles. Sehingga wajahku terlihat fresh dengan menggunakan lipstik berwarna soft dan riasan mata yang hanya berfokus kepada alis serta bulu mata.
Setelah mematut cukup lama di depan cermin dan merasa penampilanku sudah oke. Aku membawa sling bag ku, lantas pergi dari ruangan ini.
Di ruang tengah Suga sudah menungguku, dia sempat tertegun beberapa saat ketika melihat ku. Entahlah, dia itu kagum atau malah sebaliknya karena, raut wajahnya yang dingin membuat aku susah menebaknya.
Dia pun segera mengajakku pergi dan kita hanya pergi berdua saja, karena ketiga dongsaeng nya itu sudah pulang setelah sarapan. Kami berjalan beriringan menuju lift. Kami berada di lantai sembilan di apartemen Hannam the hill.
Aku sekarang sudah duduk manis di dalam mobil SUV milik Suga. Sungguh hatiku merasa sangat bahagia, aku benar-benar tidak menyangka bahwa aku bisa berada di posisi ini.
Apalagi saat ini kita hanya berdua, membuat hatiku melambung tinggi ke udara. Tapi, perasaan itu hanya hinggap sesaat di dada. Pikiranku kembali tak tenang, memikirkan ulang nasibku yang belum tuntas. Aku menghela nafas dalam, mencoba menghilangkan segala praduga buruk di benakku.
Mobil SUV ini keluar dari pelataran elite Hannam the Hill. Melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan. Kami hanya saling terdiam sama sekali tidak ada percakapan.
Aku melihat ke atas langit, pagi ini langit begitu cerah--- megah dengan keindahan nya. Di tambah dengan awan-awan putih yang bertahta, ikut melukiskan keindahan yang sempurna. Hatiku yang gundah cukup terobati dengan mahakarya sang Pencipta.
Akhirnya kami sampai di Sejong, setelah menghabiskan perjalanan satu jam setengah dari Hannam dong. Aku masuk ke dalam Bank dengan perasaan resah, aku terus berdoa dalam hati untuk memberi ketenangan.
'Semoga uangku masih dalam keadaan aman,' aku terus berfikir positif. Sedangkan Suga mengikuti ku dari belakang. Seolah-olah ikut memberi semangat.
Kami menunggu cukup lama, akhirnya aku di panggil juga oleh costumer service. Hatiku mulai bergelayutan, aku berjalan ke outlet dengan pikiran yang campur aduk.
"Ada yang perlu saya bantu, Nona?" tanya customer service di depanku dengan ramah dan full senyum.
Aku mengulas sedikit senyuman, lantas memberikan buku tabunganku.
"Aku ingin minta rekening koran."ucapku tak kalah ramah.
"Baik, mohon tunggu sebentar ya, Nona." kata customer service itu. Aku hanya mengangguk pelan sebagai tanda mengiyakan. Aku pun duduk menunggu dengan perasaan yang tidak tenang. Tak butuh waktu lama Customer service itu memberikan buku tabunganku.
Deg! deg! Suara detak jantungku berdegup kencang. Saat memegangi buku kecil itu. Aku pun mulai membuka nya secara perlahan dengan gerakan slow motion.
Dan ... deg! Mataku terbelalak kaget. Aku refleks menutup mulut ku yang menganga, aku menggeleng pelan melihat rentetan angka-angka di kertas putih itu dengan perasaan yang tertekan.
Kosong! Isi rekeningku tak ada uang sama sekali. Aku seperti di tusuk oleh benda yang sangat tajam dan tepat di jantungku. Sakit, rasanya begitu sakit. Air mataku sudah tidak bisa di kendalikan lagi, dia tergerai bebas dari pelupuk mataku.
Otot-otot kaki ku pun mulai melemas, seolah-olah sudah tak sanggup menopang berat tubuhku. Aku mulai hilang fokus, sampai husky voice itu menggema di telinga ku. Memanggil namaku terus-menerus, sampai akhirnya tubuhku di bawa pergi olehnya.
Dadaku terasa sesak membuat nafas ku terengah-engah, sekuat mungkin aku tahan agar isakan ku tak keluar. Jujur aku begitu terpukul, pundi-pundi uang yang ku kumpulkan bertahun-tahun kini telah sirna tak berbekas. Pikiranku kosong dengan semangat yang perlahan hilang. Kerja kerasku seakan sia-sia, semua harapanku telah sirna meninggalkan rasa kecewa yang begitu besar.
Aku terus di bawa entah kemana, pikiran ku benar-benar sedang tidak waras. Aku hanya menatap kosong dengan derai air mata yang tak henti sedari tadi.
"Menangis lah dengan nyaman, keluarkan semua bebanmu." Suga memberiku ruang untuk aku meluapkan semua emosiku. Aku menangis sejadi-jadinya di balik dada bidang suga.
Kami duduk di kursi taman yang tak jauh dari Bank. Aku terus menumpahkan segala rasa sakit dan kecewa ku tanpa memperdulikan siapapun. Tangisanku pun bertahan cukup lama, sampai membuat aku mulai kelelahan dengan suara yang parau.
"Sudah merasa enakan?" tanya Suga. Aku hanya mengangguk pelan dengan terus menyembunyikan wajah berantakan ku di balik dadanya. Meskipun jarak kita dekat, tapi masih ada jarak. Wajahku tidak tenggelam ke dada bidangnya.
Suga pun memberiku sapu tangan miliknya, dengan cepat aku menghapus sisa-sisa air mataku yang basah di area pelupuk mata dan pipiku.
"Tunggu sebentar, aku akan kembali." kata Suga. Aku hanya mengangguk pelan tanpa menjawab secara langsung perkataannya.
Aku menyembunyikan wajahku di balik sapu tangan itu, aku mengintip sedikit ke arah Suga yang melenggang pergi.
Malu! Sungguh malu rasanya. Aku tadi menangis histeris di samping Suga. Meskipun keadaan taman masih lenggang, orang-orang juga hanya sedikit yang berlalu lalang. Tetap saja aku sangat malu, aku malu dengan apa yang aku lakukan tadi.
Aku benar-benar tidak bisa menjaga image ku dengan baik, tapi apa boleh buat. Aku memang serapuh ini, pikiranku benar-benar buntu. Entah apa yang harus ku perbuat sekarang.
Aku tenggelam dalam pikiranku, sampai tidak sadar kalau Suga telah kembali sambil memberi ku satu cup es krim rasa coklat.
"Makanlah, semoga mood mu lebih baik." kata Suga. Dengan rasa sungkan aku menerima es krim itu. "Gamsahabnida," ucapku dengan suara pelan dan parau.
Kami pun menikmati es krim coklat itu dengan keheningan, kami tenggelam dengan pikiran masing-masing.
"Sudah cukup tenang?" tanya Suga membuka keheningan. Aku hanya mengangguk pelan.
"Apa yang akan kamu lakukan sekarang?" tanya Suga membuka obrolan kembali.
Aku menggeleng pelan."Aku tidak tahu, pikiranku masih buntu." Aku menjawab dengan suara yang masih parau.
"Memangnya tujuan kamu ke Korea itu untuk apa?" tanya Suga, dia membuka banyak pertanyaan kali ini.
"Untuk mengejar mimpiku yang tertinggal." ucapku lemah. Rasanya terlalu sesak jika harus membahas nya sekarang.
"Mimpi apa? Dalam bidang apa? Kamu sudah punya rencana sebelumya?" Suga terus memberondong ku dengan banyak pertanyaan.
Awalnya aku tidak ingin menjawab. Akan tetapi, melihat wajahnya yang tengah menantikan jawabanku, aku pun luluh.
"Aku datang ke Korea untuk menjadi penulis yang sukses dan terkenal. Contohnya seperti penulis Lee Ji Eun. Aku sangat termotivasi oleh nya. Rencana awalku pergi ke Seoul dan mencari pekerjaan sesuai keahlian ku di sini. Tapi, kenyataan nya semuanya sudah kacau." tutur ku. Aku menahan keras agar tidak kembali terisak.
"Kita memang tidak tahu akan sebuah musibah yang melanda kita. Tapi, kamu harus mencoba untuk ikhlas. Di balik masalah yang terjadi pasti ada hikmahnya." ucap Suga memberi pedoman.
"Aku tahu, tapi ini begitu sulit untukku. Apalagi kerja kerasku selama ini sangat sia-sia." ucapku dengan suara yang parau. Aku menunduk lemah meratapi nasibku yang malang.
"Kamu bisa memulainya dari bawah."
"Tidak mudah bagi seseorang seperti aku. Untuk sampai ke tahap ini saja, aku berjuang mati-matian."
"Lalu, kamu akan menyerah begitu saja, begitu?"
Aku menggeleng cepat. "Tidak, aku tidak ingin menyerah. Tapi, aku juga bisa apa. Semua yang ku punya telah hilang. Aku di sini hanya orang asing yang tidak memiliki sanak saudara. Bagaimana aku bisa bertahan?" Aku mulai terisak lagi, nasib ku benar-benar menyedihkan.
"Aku akan membantumu, jika kamu ingin kembali berjuang." Kata-kata Suga membuat Isak tangisku langsung terhenti seketika.
Aku memasang muka tanda tanya padanya.
"Aku akan membantumu mengejar mimpimu itu." terang Suga. Raut wajahnya datar tapi mata sabit itu menyimpan ketulusan.
Mataku berbinar.
"Benarkah? Aku tidak salah dengar?" tanyaku dengan rasa antusias yang tinggi.
Suga menyungging senyum simpul. "Iya." ucapnya mantap.
Aku refleks menganga tak percaya, mataku melebar saking terkejutnya. Aku speechless, menatap Suga dengan binar bahagia.
Aku lantas berdiri dan merengkuh sopan kepada Suga. Aku begitu kegirangan.
"Terimakasih, terimakasih. Anda benar-benar malaikat penolong saya. Min Yoongi ssi." ucapku dengan suara yang riang.
"Iya-iya. Sudah duduk lagi." jawabnya. Aku pun kembali duduk di sampingnya.
"Tapi, sebelum aku mendapatkan pekerjaan yang cocok, for your field. Kamu bisa bekerja untuk ku."
"Untuk Min Yoongi ssi?" Aku kembali di buat kaget.
"Iya, untukku. Aku butuh koki di rumahku. Kamu bisa masak kan?"
"Eu--- soal itu aku cukup mahir tapi hanya masakan khas Indonesia saja. Kalau soal makanan Korea atau Chinese, hanya sedikit yang aku bisa."
"Tidak apa-apa. Kamu bisa sambil belajar. Lagian, aku hanya butuh orang yang bisa menyediakan makanan untukku. Aku tidak pemilih soal makanan, yang penting rasanya lezat dan halal."
"Kalau begitu aku akan mencoba yang terbaik, Min Yoongi ssi." ucap ku antusias. "Tapi---" Aku mengjeda ucapanku.
"Kalau untuk tempat tinggal, kamu bisa tinggal bersamaku." Dia memotong perkataan ku, seolah-olah dia tahu apa yang ingin aku katakan. Dan tebakan dia memang benar.
"B-bersama anda?" Aku terkejut bukan main. Baru mendengar saja pikiran ku sudah kemana-mana.
"Iya, jangan kayak lihat setan terkejut nya, biasa saja." ucap Suga, raut wajahnya tetap sama datar dan dingin. Aku pun langsung mengatup rapat bibirku.
" ...." Aku pun terdiam beberapa saat. Masih mencerna dengan baik perkataan Suga. Aku benar-benar mendapat Jackpot secara dadakan.
Kesedihan ku yang tadi nyaris hilang begitu saja.
Malah kesedihan itu berganti dengan rasa syukur dan bahagia. Allah benar-benar mampu menyenangkan hamba nya dengan cara-Nya yang sangat tidak terduga. Aku tersenyum haru menatap Suga.
To be continued
Aku menatap Suga dengan penuh kekaguman, dan ternyata Suga menyadarinya. Seketika aku palingkan wajahku ke lain arah, merasa malu karena kena ciduk si empu. Aku pun merasakan tatapan Suga ke arahku, seketika jantung ku mulai aktif berdetak kencang di dalam sana.
Akan tetapi ....
Drt ... drt ... Handphone Suga pun bergetar, sepertinya dia mendapat panggilan telepon dari seseorang. Aku sedikit lega karena timing nya sangat tepat, tatapan Suga padaku kini teralihkan.
"Sekarang? Oke Aku akan kesana sekarang." Begitulah kira-kira percakapan Suga yang dapat ku dengar.
Sedari tadi aku tetap diam dan memalingkan wajahku yang memerah, karena malu telah terciduk olehnya.
"Saya akan ke gedung Hybe. Kamu mau pulang atau mampir ke tempat lain?"
"P-pulang?" tanyaku yang tidak tahu maksud nya.
"Iya, pulang ke apartemen." ucap Suga menegaskan.
Mendengar penuturan nya membuat aku salting, pulang? Seolah-olah aku sudah tinggal lama bersamanya, seketika hatiku pun tantrum kegirangan.
"Em .... Pulang aja." ucapku, dia hanya tersenyum. Meleleh rasanya melihat senyumnya.
***
Kini kita sudah berada di basemen apartemen Hannam the hill, tepatnya aku masih berada di SUV milik Suga.
"Saya sedang buru-buru. Kamu bisa ke apartment sendiri kan?" tanya Suga. Aku pun mengangguk.
"Ini kunci aksesnya." Suga menyodorkan key card kepadaku. Aku mengambil key card itu dengan rasa sungkan.
"Saya akan tiba nanti malam, untuk cemilan kamu ambil saja di lemari pendingin."
"Em .... Baik, Sugassi. Gamsahabnida. Suga hanya mengangguk, aku pun segera turun dari mobil.
Aku merengkuhkan badan ke arah Yoongi di dalam sana, sampai mobil SUV itu pergi. Setelah itu berjalan menuju ke lift.
"Huft ...." Aku melemparkan badanku ke atas ranjang. Aku tersenyum lebar sambil menatap langit-langit kamar.
"Kok bisa aku sekarang ada di sini? Tinggal di sini bersama Suga BTS? Untung sekali aku ini. Aaa ...." Aku berteriak kegirangan sambil berguling di atas ranjang.
Setelah asyik seperti itu beberapa saat, aku pun beranjak dari ranjang dan berjalan ke arah balkon.
"Wah, daebak. Pemandangan nya indah sekali," ucap ku yang terpukau dengan keindahan sungai Han dari balkon kamar.
Tapi, itu hanya sesaat ketika. Tes! Air mataku menetes tiba-tiba. "Aku rindu mamah." gumam ku dengan air mata yang terus menetes, sedangkan pandanganku masih ke arah sungai Han.
"Mereka pasti khawatir." ucap ku lagi dengan tangisan yang sudah pecah ruah. "Hiks .... Mamah. Dede rindu mamah." ucapku tersedu-sedu.
Aku terus menangis dengan sesak di dada, aku benar-benar cengeng jika ingat mamah di kampung. Hatiku sakit, hampir saja impianku gagal. Aku terus terisak, meraung, tersedu-sedu--- menangisi nasibku yang hampir kacau.
Ting! Tong! Suara bel membuat tangisan ku berhenti.
"Siapa ya?" ucapku dengan suara serak. Aku langsung menghampus kasar sisa-sisa air mataku.
Aku berdiri, berjalan ke luar kamar. Dengan langkah pelan aku menuju ke pintu utama. Aku sedikit memicingkan mataku dengan tanda tanya di hati.
'Bukannya suga oppa bakal pulang malam ya?' aku bertanya dalam hati. ' Ah ... pasti bukan Suga oppa, Suga oppa kan bisa aja langsung masuk dengan password pintu.'
Aku lantas segera mengecek monitor CCTV indoor. Di luar sana ada seorang kurir pesan antar yang sedang menjinjing dua keresek.
"Kok, ada ojol? Aku kan gak pesan makanan? Yaelah, ini kan rumah Suga." gumamku, lalu berjalan untuk membuka pintu.
"Atas nama Nona Eltyas?" tanya ojol itu. Aku hanya mengangguk.
"Ini pesananan nya, Nona. Silahkan di tandatangani!" kata ojol itu, sambil memberikan dua keresek putih padaku dan tanda terima. Aku pun melakukan perintahnya.
"Terimakasih." ucapku. Dia mengangguk ramah dan berlalu pergi.
"Kok atas nama aku? Suga sengaja kali ya?" Aku terus bertanya-tanya pada diri sendiri.
Aku simpan ke dua keresek putih itu di atas meja makan. "Kok, wangi ya. Kayak ayam goreng." Aku pun mengintip sedikit ke dalam keresek putih itu.
"Widih ... ayam goreng kesukaanku." ucapku kegirangan. Aku pun langsung cemberut. "Ini kan pesenan Suga, kenapa aku yang seneng. Ke geeran banget, belum tentu ini buat aku."
Setelah beradu argumen dengan diri sendiri, aku memilih untuk mengambil air dingin.
"Ah ... jauh lebih baik." kataku setelah menegak satu gelas air dingin. Akan tetapi, mataku terus menatap ayam goreng di keresek itu. Refleks aku pun menelan salivaku dalam.
"Ah ayam goreng kenapa kamu minta di eksekusi sih," dumal ku dengan raut wajah memelas.
"Ini yang satu nya apa sih?" Aku merasa penasaran dan ku intip lagi keresek satunya."Omo. Bungeoppang." ucapku dengan riang, tapi lagi-lagi aku cemberut.
"Kenapa harus pesen makanan pas dia nya gak di rumah sih." ucapku kesal. "Masa aku harus nunggu sampai dia pulang, keburu kelaparan dong." Aku terus mendumal.
"Aku kan bukan tipe orang yang selalu makan tanpa izin, apalagi dia udah baik. Aku gak mungkin gak sopan kan, uh ... menyebalkan. Ayolah perut tahan." Aku terus bergumam tanpa henti, sesekali aku menjilati bibirku.
"Makan aja gak usah malu." Aku terperanjat langsung menoleh ke asal suara, dan di sana ada Suga yang menatapku. Pipiku langsung memerah.
"Kenapa diam? Ayok makan, gak akan kenyang cuman dilihatin doang." ucap Suga. Aku masih saja terdiam, jujur aku sangat malu dalam posisi ini. Kenapa aku sampai gak sadar kalau Suga datang.
Suga berjalan ke arah wastafel dan mencuci kedua tangannya dengan sabun. Kemudian dia mengambil dua piring--- aku terus memperhatikan gerak-gerik Suga sampai dia berjalan ke arahku, aku pun segera memalingkan wajah ke lain arah.
Suga menaruh dua bungkus nasi yang dia bawa lantas di taruh ke masing-masing piring, lalu di berikan satu kepadaku.
"Katanya orang Indonesia kalau makan ayam harus pakai nasi ya?" tanya Suga. Aku mengangguk antusias.
"Iya, karena kalau belum makan nasi artinya belum makan." ucapku dengan kekehan. Ternyata Suga juga ikut terkekeh.
Kiyowo sekali melihat gumi smilennya. Aku terdiam beberapa saat.
"Makan, mumpung masih hangat." Suga mengintrufsi. Aku masih saja bergeming.
"Apa perlu saya menyuapimu lagi?" kata Suga membuat aku langsung menggelengkan kepala.
"Em ... t-tidak perlu Sugassi. Aku bisa makan sendiri." aku menjawab dengan wajah terus menunduk.
"Hmm ...." Suga hanya berdehem pelan. Kami pun menyantap makanan dengan keheningan.
"Kamu bisa memasak untuk saya mulai besok." Suga membuka obrolan kembali.
"B-baik Sugassi."
"Malam ini saya akan bermalam di genius lab. Pastikan rumah aman ya, jangan bukain pintu untuk sembarang orang." tegas Suga.
"B-baik Sugassi." ucapku.
"Belajar ya."
"B-baik, saya ... akan belajar memasak dengan baik." ucapku mantap meskipun sedikit gelagapan.
"Bukan itu maksud saya."
"Oh ... b-bukan ya. Hehe." Aku menggaruk kepalaku tak gatal.
"Belajar untuk ngobrol sama saya gak nervous. "
"N-nervous? Hehe. Baik Sugassi, s-saya akan belajar."
"Bagus. Kalau gitu saya pergi dulu." Aku beranjak berdiri dan merengkuh kan badan. "Hati-hati di jalan Sugassi." ucapku.
Suga mengulas sedikit senyuman. Merengkuhkan sedikit badannya dan melangkah pergi. Tak lama dia kembali lagi ke area dapur, aku yang sedang membersihkan sisa makanan lantas menoleh ke arahnya.
"Ada yang bisa saya bantu Min Yoongissi?
Suga memberiku satu paper bag kecil. Aku menatap dengan raut tanda tanya. "Ambil!" suruhnya. Aku pun dengan ragu menerima paper bag itu.
"Gunakan dengan baik." ucapnya lagi. Baru saja aku ingin mengucapkan terimakasih, dia sudah berlalu pergi.
"Duh ... Mr.dingin yang perhatian." Aku berucap dengan tersenyum girang.
Setelah kepergian Suga, aku menyelesaikan aktifitas ku. Lalu, aku pergi ke kamar dengan perasaan yang senang.
"Duh ... Apa ya ini isinya?" gumam ku sambil melihat satu paper bag di hadapanku yang ku simpan di atas ranjang.
Tanpa pikir panjang lagi aku segera membuka isi dari paper bag itu dan seketika aku melebarkan mata. Sebuah handphone keluaran terbaru yang harganya fantastis itu telah aku pegang dengan tangan gemetar.
"Handphone?" Aku menatap haru ponsel pintar di tanganku.
"Terlalu mahal." cicit ku setelah beberapa saat terpaku oleh rasa haru.
"Sepertinya aku akan mengembalikan nya," gumamku. Akan tetapi, rasa penasaran membuat aku membuka layar ponselnya.
"Wah benar-benar bagus dan canggih." ucapku lagi dengan ke antusiasan. Kemudian mencoba ber-selfie.
"Ternyata aku cantik ya?" ucapku yang kini tengah menatap hasil jepretan ku barusan. Baru saja aku ingin menghapus fotonya, panggilan masuk atas nama Suga menyapa fokusku.
"Suga oppa? Jadi nomornya sudah dia save. Aku menghela nafas lantas menggeser dial untuk menerima panggilan.
"Eung, yungissi?" ucapku.
"Tolong ambilkan jaket saya, Eltyas ssi, yang ada di sofa ruang tamu. Saya ada di basemen." titah Yoongi di seberang telpon.
"Ne, saya akan segera ke sana." ucapku. Panggilan telepon pun berakhir.
Aku membawa jaket hitam milik yoongi dengan tergesa-gesa.
"Hati-hati Nona nanti kamu jatuh."
"Ne, gamsahabnida," ucapku tanpa melihat ke asal suara. Dengan gesit aku masuk ke dalam lift dan menekan tombol lantai yang paling bawah.
'Bentar, suara tadi kenapa aku kenal ya. Seperti familiar?' ucapku dalam hati. Aku pun mencoba mengenyahkan.
"Kenapa harus berlari? Santai saja." omel Suga ketika aku sampai di sana.
"M-maaf Sugassi. S-saya kira anda sedang terburu-buru." Aku menjawab dengan nada yang tersendat karena masih sesak setelah berlarian.
"Tarik nafas dalam terus keluarkan secara perlahan." Suga mengintrufsi, aku pun melakukan apa yang dia katakan.
"Huft ...." Helaan nafasku yang dalam.
"Sudah enakan?" Aku mengangguk.
"Lain kali jangan berlarian, santai saja." ucapnya. Aku hanya mengangguk.
"Saya pergi, jaga diri baik-baik di rumah." ucapnya lagi. Lagi-lagi aku hanya mengangguk sebagai tanda mengiyakan.
Suga pun masuk ke dalam mobil, lantas melajukan mobil SUV nya. Aku terus memandangi ke arah SUV Suga yang terus menjauh dari pandanganku.
"Siapa nya Suga?"
"Kamcagiya." ucap ku spontan dengan nada kencang. Ketika suara pria mengagetkan ku. Aku pun membalikan badan ingin menegur siapa lelaki yang mengangetkan ku.
"Seokjin o-oppa?" Aku berucap dengan gugup, setelah menyadari lelaki yang menyapaku adalah lelaki tampan yang berdiri tepat di belakangku.
Seokjin hanya mengulas senyum membuat jantungku berdegup kencang.
'Tampan sangat tampan, pahatan sempurna sang maha kuasa.' Aku bergeming menikmati keindahan yang sempurna di depan mataku.
"Ibwa, gwaenchanh-a?" suara Seokjin membuatku tersadar dari hanyutnya kerterpukauan. Aku pun langsung memalingkan wajahku yang memerah karena malu.
"Hehe. Saya baik-baik saja seokjinssi." ucapku pelan.
"Kamu belum menjawab pertanyaan saya. Kamu siapanya Suga?" tanya Seokjin lagi.
"Em ... Saya chef pribadi nya min-yungi seonsaengnim." jawabku masih dengan degup jantung yang berdemo.
Aku lantas menggeser tubuh ku beberapa meter ke belakang. Aku takut Seokjin oppa mendengar debaran jantungku yang kencang.
Seokjin mengernyitkan dahi nya, karena aku tiba-tiba memberi jarak.
"Tenang, saya tidak akan menculik mu. Jangan terus menundukkan pandanganmu pada saya." ucap Seokjin. Aku hanya terdiam.
"Yeogiyo ...." panggilan Seokjin membuat wajahku terangkat sedikit. Dia berjalan ke arahku membuat aku langsung mendongakkan wajah.
"Y-ye ...." ucapku. Kini aku semakin terpaku Seokjin menatapku dalam.
"Kenapa kamu begitu grogi?" tanya nya. Aku hanya menelan salivaku yang kesusahan.
"Em ... k-kita t-terlalu dekat Seokjinssi." ucapku gugup.
"Kamu cantik. Pantesan Suga memperkerjakan kamu."
"Y-ye?" Aku di buat tercengang dengan ucapan Seokjin. Akan tetapi, Seokjin langsung meninggalkanku mematung di tempat.
"J-jadi suara familiar yang tadi itu suara Seokjin?" ucapku pelan. Mataku tak beralih dari punggung lebar pria tampan yang menyapaku barusan.
To be continued ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!