" Aku bukan anak haram...hiks..hiks ''
teriak gadis kecil itu seraya mengusap air matanya yang terus mengalir.
" Tata anak haram...anaak haram.. tak punya bapak''
Ledek beberapa anak kecil pada gadis kecil itu dengan terus mengatakan kalimat anak haram.
'' aku punya ayah.. hiks..hiks''
'' Dimana coba, orang ibu kamu aja pel**ur '' teriak gadis berbaju biru pada gadis kecil itu yang terus menangis.
''Aku bukan anak haram... aku punya ayah.. aku punya ayah. '' Tata terus meracau dan berteriak hingga mengalir butiran bening dikedua pipinya.
'' Tata.. Tataaa.. bangun nak bangun.'' teriak seorang wanita yang terus menggoyangkan tubuh mungil Tata.
Tata pun mulai membuka matanya dan saat dia melihat sosok wanita yang dihadapannya Tata langsung memeluk tubuh itu dan kembali menangis.
'' Bu Tata bukan anak haram kan bu ? Tata punya ayah kan Bu... hiks.. hiks..'' Tata mengeluarkan kata-kata itu dan terus menangis pada pelukan wanita itu.
Ratih, wanita dalam pelukan Tata yang merupakan ibu dari Tata hanya terdiam.
'' Buu kenapa ibu diam, jawab Bu!''
Isakan Tata semakin menjadi, saat Ratih hanya terdiam dan tak menjawabnya.
''
''haaah.. ( Ratih menghela nafas dalam) iya Tata kau punya ayah, tapi maafkan ibu yang tidak bisa mengenalkannya padamu, maafkan ibu Ta'' Jawab Ratih dengan getir.
Tata diam ia tau Ratih masih tak sanggup untuk menceritakan padanya tentang laki-laki yang telah mencampakkannya.
''Bu."
'' Iya ta. ''
'' Apa ibu bisa berhenti bekerja dari dunia malam.'' Tata kini menatap wajah cantik Ratih. Walau usia Ratih sudah 39 tahun tapi wajahnya masih terlihat cantik dan anggun. Karena dia memang harus merawat wajahnya.
'' Ibu juga ingin Ta, tapi tak semudah itu lepas dari tangan Madam Lauren. '' kini tangan Ratih mulai mengelus rambut hitam Tata.
'' kenapa ibu memilih kerja ditempat hiburan malam ? ibu kan bisa kerja ditempat lain?'' Tata melepas pelukannya dan duduk diatas kasur tempat tidurnya yang tergeletak dilantai kontrakan itu.
'' Jika waktu bisa terulang ibu juga enggan menginjakkan kaki pada tempat itu.'' Ratih mendudukkan pantatnya disamping Tata. Dan menatap lurus dengan tatapan kosong.
Tata melihat wajah ibunya dan kembali memeluk tubuh Ratih.
'' buk kita pasti bisa terlepas dari dunia gelap ini, Tata janji akan membantu ibu agar telepas dari ikatan Madam Lauren.''
Ratih kini membalas pelukan Tata dan mencium ujung kepala Tata.
''iya Taa.''
Tata tau bahwa ibunya menjadi seorang penghibur malam bukan karena keinginannya, tapi karena ketidak sengajaannya yang bertemu dengan Muna teman Ratih yang terlebih dahulu masuk dunia malam.
Tata yang kini berusia 20th. ia tidak tau siapa ayahnya dan bagaimana rupanya. Karena Ratih hanya menceritakan bahwa sebelum masuk dunia malam, ia sudah menikah saat usianya masih muda yaitu ketika usianya 18 tahun. Dan saat ia melahirkan Tata, laki-laki itu atau lebih tepatnya ayah Tata meninggalkannya dan memilih pergi dengan wanita lain. Yang mana ini adalah awal kehidupan malam Ratih.
Menjadi seorang penghibur malam dan menemani para lelaki hidung belang. Percaya atau tidak walau Ratih sudah 20 th menjadi seorang penghibur malam. ia hanya bersedia menemani ngobrol dan minum para lelaki malam itu.
Ratih begitu pintar setiap ada lelaki yang menginginkan tubuhnya ia selalu bisa mengelabuhi mereka dengan obat tidur. Dan alhasil ketika pria itu terjaga ia akan mengira telah melakukan sesuatu bersama Ratih.
***
to be continue.
------------------------
#Rumah Sakit Kasih Ibu.
"Alhamdulillah, akhirnya anak kamu lahir Tih, "ujar Toni, kakak ipar Ratih.
Ratih tersenyum pada sang kakak ipar sebentar lalu kembali memandang bayi mungil yang tertidur pulas di atas dadanya.
Namun dibalik kebahagiaan yang dialami Ratih usai lahirnya bayi kecilnya yang ia beri nama 'Tata Putri Angelia', ada satu hal yang membuatnya sedih dalam kebahagian ini.
Hendrik suami Ratih, yang entah kemana hingga saat ini ia belum menampakkan batang hidungnya.
''kemana mas Hendrik ? kenapa belum datang kemari, apa ada masalah dengan kerjaannya ?'' Gumam Ratih.
Tiga bulan sudah Hendrik tidak pulang. Bahkan saat Ratih hendak melahirkan, Ratih harus berjuang seorang diri tanpa adanya sosok suami yang dicintainya.
Beruntung ada Toni, kakak iparnya yang kebetulan rumah mereka bertetangga yang mau mengulurkan tangannya dengan membawa Ratih ke rumah sakit.
'' Tih, kamu punya uang tidak untuk pembayaran rumah sakit? "tanya Toni pada Ratih.
'' Alhamdulillah mas, saya ada tabungan sekitar juta, insyaallah bisa buat bayar rumah sakit.'' jawab Ratih yang masih sibuk memandangi wajah putri kecilnya.
''Syukurlah kalo gitu, soalnya mas juga gak punya uang.'' ucap Toni pada Ratih.
'' Mas Toni...I-itu Mas sudah ada kabar dari mas Hendrik tidak?'' tanya Ratih mulai mengalihkan pandangannya pada wajah kakak iparnya itu.
Toni menatap adiknya itu penuh kasihan, pasalnya dia juga belum bisa menghubungi Hendrik, sang adik.
''Belum Tih, kamu yang sabar ya. Nanti kalau sudah bisa dihubungi pasti Mas suruh dia kesini kok,"ucap Toni menggebu.
"Iya Mas, "ujar Ratih pelan.
Meskipun dia tidak yakin akan kabar dari Toni, namun tidak mungkin dia mengatakan keberatan hatinya secara langsung.
Ceklek.
Pintu kamar itu terbuka, memperlihatkan seorang dokter kandungan bersama seorang staf rumah sakit.
''Permisi Ibu, sudah waktunyq control ya,'' ucap dokter wanita itu pada Ratih.
''Silahkan dok.''
Toni menyingkir untuk memberi akses pada dokter itu agar lebih leluasa memeriksa Ratih.
Tidak beberapa lama, dokter itu telah selesai melakukan pemeriksaan terhadap Ratih dan Baby Tata.
'' Alhamdulillah kondisi ibu sudah sudah membaik setelah melahirkan putri ibu, dan ibu juga bayinya bisa pulang siang ini. Tapi sebelumnya lengkapi dulu pembayaran untuk biaya bersalin dan lainnya bu !''
''Alhamdulillah. Baik dok, terima kasih dok,"ucap Ratih penuh syukur.
''Kalau begitu kami permisi dulu,"ujar Dokter itu seraya melangkah meninggalkan kamar Ratih.
Ratih menatap pada sosok sang kakak ipar, yang tampak gelisah. Ratih menebak jika penyebab kegelisahan Tono ialah sebab dari istri pria itu, Laras.
Tidak ingin terlalu lama berada di rumah sakit, Ratih meminta Toni untuk sekedar mengurus administrasi.
'' Mas Toni bisa minta tolong, bisa tidak Mas yang kedepan buat bayar biaya persalinan. Uangnya ada di tas itu, tepatnya di dompet wana biru,'' ucap Ratih pada Toni kakak iparnya, seraya menunjukkan tas wanita itu yang teronggok di atas lantai begitu saja.
''iya Tih. ''
***
Siang itu, Ratih memutuskan untuk segera pulang karena kasihan pada Toni yang pasti telah ditunggu Laras.
Sesampainya di depan rumah. Toni membantu membuka pintu rumah Ratih, serta membantu membawa tas adik iparnya itu.
'' Mas Toniiii...!'' teriak suara seorang wanita yang merupakan Laras, yang mana membuat Toni refleks berhenti di tempatnya.
'' Mas ini apa-apaan sih, inget mas itu punya istri dan anak. lagian si Ratih itu punya suami.'' Cemooh Laras dengan nada tinggi.
'' Mas cuma bantu doang Ras, kau juga tau Hendrik belum juga pulang.''
"Alah alasan, sudah ayo pulang! Dan kamu Ratih jangan kegenitan sama kakak iparmu sendiri,''maki Laras kasar.
Laras menarik lengan Toni, yang mau tidak mau membuat pria itu harus mengikuti langkah sang istri.
Ratih hanya menatap sedih pada kepergian Toni serta istrinya. Dia juga tidak ingin merepotkan orang lain, terutama Toni kakak iparnya.
Ratih memasuki rumah kecil itu dengan menggendong Tata kecil serta menyeret tas usangnya.
Sepi masih tidak ada tanda kepulangan Hendrik, sang suami.
'' mas kemana kamu kok belom pulang''
Ratih terus bergumam pada dirinya sendiri.
Malampun tiba kini putri kecilnya telah tertidur dengan pulas. Namun Ratih belom bisa tertidur ia masih memikirkan Hendrik suaminya.
Braaakkk
Suara keras pintu yang didorong oleh seseorang membuat Ratih langsung berlari menuju suara keras itu.
'' Mas Hendrik.." alangkah bahagianya Ratih melihat kepulangan suaminya, tapi ada yang membuatnya merasa sedih. Hendrik pulang tidak sendiri namun ia pulang dengan membawa seorang wanita cantik dan seksi disampingnya.
'' Mas itu siapa mas ?'' Ratih bertanya dengan penuh penasaran.
'' Dia calon istri Aku, sekarang Kamu tanda tangan dikertas ini,''bentak Hendrik.
Pria itu melempar sebuah kertas perceraian tepat mengenai wajah Ratih.
Ratih menatap nanar kertas itu, namanya jelas tertanda disana. Hal itu membuat Ratih gemetar serta sedih teramat dalam.
'' Mas apa salah Ratih..hiks..hiks ?'' kini Ratih mulai menangis.
''Banyak salahnya Kamu, sudah cepat tanda tangan, dasar yatim piatu.'' bentak Hendrik yang disertai mendorong tubuh Ratih.
''Tapi mas, Ratih kan baru melahirkan putri kita. Dia sangat cantik, coba deh Mas lihat dulu.''
Ratih mencoba mempertahankan pernikahannya dengan menggunakan sang putri agar Hendrik urung menceraikannya.
"Masa bodoh. Kalau perlu setelah kamu tanda tangan itu, bawa juga anak sialan itu.'' Hendrik masih saja berteriak. sedangkan wanita disamping Hendrik terlihat tersenyum penuh kemenangan.
"Tanda tangan Ratih, "geram Hendrik.
Hendrik terus memaksa Ratih dengan menarik rambut Ratih. Yang pada akhirnya Ratih terpaksa menandatangani surat itu dengan uraian air mata.
"Sekarang Kamu pergi, "ucapnya mengusir Ratih.
Kedua mata Ratih membola mendengar kalimat pengusiran itu. Dia melihat diluar sana tampak masih gela gulita, serta jam dinding yang menunjukkan hari sudah sangat malam.
''Tapi mas sekarang udah tengah malam kemana Ratih harus pergi,"ucap Ratih berharap belas kasih Hendrik.
"Tidak peduli, sekarang kamu dan dia pergi sekarang juga!"usir Hendrik seraya mendorong tubuh Ratih lalu berlalu masuk ke dalam kamar bersama wanita berpakaian serba minim itu. ***
Jadilah di tengah malam yang gelap gulita, Ratih dengan isak tangia yang mengiringi langkah kakinya berjalan menyusuri ruas jalan bersama Tata dalam gendongannya tanpa tahu arah.
Dan di malam ini pula, Ratih bertemu dengan sosok Muna. Sahabat lamanya yang baru pulang dari kota.
Dan disinilah kisah Ratih sebagao wanita mal bermula.
***
to be continue.
terimakasih semuanya mohon dukungannya dengan cara vote, like, dan komen yaa....!
"Lihat tuh si Tata. Nggak tahu malu sekali ya jalan dengan santainya di depan kita. Menjijikan, Aku sih nggak bakal punya muka kalau jadi dia yang lahir tanpa bapak apa itu sebutannya Jeng?"
"Anak haram, Bu Endang, "saut ibu-ibu lainnya.
Tata jelas saja mendengar semua gunjingan para ibu-ibu julid yang tengah berbelanja sayur itu.
Tetapi sekali lagi, Tata memilih bungkam dan terus berjalan tanpa sedikitpun menoleh ke arah para ibu-ibu itu.
"Terus jalan Ta, jangan hiraukan mereka,"batin Tata menguatkan dirinya sendiri.
Sayangnya si sial itu benar mendatangi hidup Tata. Dia sudah susah payah berjalan lurus. Namun tetap saja Bu Endang memanggil dirinya.
Si ibu bertubuh tambun itu yang hampir setiap hari gemar sekali memancing kesabaran Tata.
"Mau kemana Ta? sudah rapi bener, "tanya wanita itu.
Ingin sekali Tata tidak menjawab pertanyaan yang jelas hanya sebuah pancingan agar Tata mendapat cemoohan dari para ibu julid itu.
Tapi sialnya si Tata yang sulit sekali mengabaikan orang yang mengajaknya bicara itu pun berhenti lalu menoleh pada Bu Endang dan berkata dengan senyumannya.
"Saya mau kerja Bu, "ucap Tata.
"Kerja apa? Nggak nge-LC atau jadi simpanan om-om kan? "
Lihatkan, betapa tak tersaringnya bibir merah cabai Bu Endang itu. Seenaknya saja, dia mengejude pekerjaan seseorang.
Ingin sekali Tata menampar bibir yang teroles dengan lipstik merah terang itu dengan sepatu sneaker yang dikenakannya.
"Saya kerja di cafe Bu. Permisi Saya harus segera pergi Bu, mari... "
Ya, dan sudah menjadi kebiasann pula dari Tata yang akan menghindar dari pada melawan.
Bukannya apa? Hanya saja. Tata posisinya sendirian sedangkan para ibu-ibu itu ada enam orang dan semuanya bertubuh tambun.
Bayangkan saja, Tata si kurus harus melawan enam Wanita bertitle emak-emak itu. Sudah dipastikan dia akan kalah.
Daripada mati konyol, maka pergi adalah pilihan terbaik menurut gadis itu.
"Eh, sama orang tua tidak sopan sekali. Apa tidak pernah diajari sopan santun ya sama orang tuanya."
Mulut pedas Bu Endang itu masih saja berceloteh ria meski Tata telah melangkahkan kakinya menjauh.
"Kan dia nggak jelas bapaknya siapa, apalagi ibunya. Apa ya kerjaannya ibu-ibu, saya lupa.. "
"P*leacur,"saut ibu-ibu lainnya kompak.
Tata yang telah berjalan cukup jauh itu, sudah tidak bisa menahan diri lagi. Kakinya beputar haluan menuju gerombolan ibu-ibu yang menjadikan belanja sayur sebagai tameng dari acara pergunjingan mereka itu.
"Kenapa? Kamu marah ya, "ucap Bu Endang santai menatap Tata yang sudah sangat emosi.
Tata terdiam lalu netranya beralih menatap si tukang sayur yang sedari tadi hanya memilih diam karena sudah lelah mendengar ucapan pedas para iibu-ibu itu.
"Pak ini Saya beli sayurnya, "ucap Tata menyodorkan uang berwarna biru pada si tukang sayur.
"Iya Non, semuanya? "tanya tukang sayur itu yang mendapat anggukan dari Tata.
Sekarang di tangan Tata sudah ada sayuran hijau cukup banyak dan selanjutnya adalah? Dimana Tata yang menggila dengan memukuli para ibu-ibu julid itu dengan sayuran hijau itu.
"Hey apa-apaan kamu hah! Dasar anak haram, berhenti memukuli saya, "pekik Bu Endang.
"Iya, berhenti memukuli kami!"teriak ibu-ibu lainnya.
Tetapi Tata yang sudah kepalang emosi tidak menghiraukan teriakan mereka. Biarlah dia mendapat gelar tidak punya sopan santun.
Lagi pula wanita wanita julid itu memang tidak pantas mendapatkan sopan santun darinya.
Tidak hanya memukuli mereka dengan sayuran hijau itu, tetapi Tata juga sedikit meremas rambut Bu Endang dan mengacaknya dicampur dengan sayuran hijau itu.
"Aduh, ini kenapa jadi begini, "celetuk si tukang sayur melihat kekacauan itu. Tetapi mau bagaimana? Toh, ibu-ibu itu juga telah salah.
"Jangan terus menghina ibu Aku! Lebih baik ingat dosa kalian yang suka menggunjing itu daripada menghitung kesalahan dari ibu saya,"bentak Tata dengan nafas tersengalnya.
Setelah puas membalas kejulidan mereka, Tata gegas meraih tas kecil miliknya yang teka sengaja terlempar itu dan gegas meninggalkan ibu-ibu yang kini terlihat mengenaskan itu.
"Makanya ibu-ibu! Jangan terlalu julid ya, "ucap si tukang sayur.
"Heh! Kamu diam saja tidak perlu ikut campur, "teriak Bu Endang.
Dan akhirnya si tukang sayur itu hanya bisa membiarkan mereka dan memilih pergi untuk melanjutkan tugasnya berkeliling.
***
"Hey Ta! kamu kenapa sih, "sentak Liza, sahabatnya Tata.
"Kamu kalau mau ngagetin bilang kenapa si Liz, jantungan Aku ini, "sewot Tata yang benar-benar merasa kesal pada Liza.
Liza terkekeh mendengar celotehan kemarahan Tata. Lagipula mana ada orang yang mau ngagetin memberitahu lebih dulu pada si target.
"Sorry, sorry. Lagipula Kamu sedari tadi ngelamun terus. Ada apa sih? "tanya Liza.
Tata hanya menjawabnya dengan gelengan kepalanya. Liza memang tahu akan segalanya tentang Tata. Seperti siapa Tata yang sebenarnya.
Dan bersyukurnya Liza sama sekali tidak merasa jijik pada Tata. Itulah sebabnya Tata betah bekerja di cafe iru karena adanya sosok Liza yang baik padanya.
Disaat keduanya tengah asik mengobrol. Atensi Liza teralihkan pada pengunjung pria yang sudah beberapa hari ini terus mendatangi cafetaria.
"Dia datang lagi,"gumam Liza.
"Siapa? "tanya Tata penasaran.
Liza mengangkat dagunya menunjuk pria bertopi yang telah duduk di kursi itu.
"Kamu coba datangin dia dan tanya mau pesan apa ya Ta, Aku ke meja pengunjung lainnya, "pinta Tata.
"Iya~"
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!