Harleen Gueen gadis kelahiran Hong Kong merupakan korban broken home akibat perceraian yang terjadi pada ayah dan ibunya beberapa tahun lalu sehingga ia memutuskan untuk pindah ke mumbai dan tinggal bersama neneknya Aneth Gueen. Gadis usia 27tahun ini sudah terbiasa menjalani hidupnya penuh dengan kesederhanaan dan bekerja sebagai pelayan disebuah cafe sekitaran kota mumbai.
Bertemu dengan pria menyebalkan yang selalu membawa pistol serta benda tajam merubah hidupnya seperti ia sedang memainkan film action yang selalu ia tonton tengah malam bersama sahabatnya Nasya.
Rexi Xanders Pemuda yang hidupnya penuh dengan rahasia menjadikannya pria dingin dan tak tersentuh oleh siapun terkecuali Bentrand Xanders yang merupakan kakak satu-satunya yang telah pergi karena sebuah kecelakaan menurutnya itu bukan kecelakaan murni melainkan ada yang sengaja menginginkan kakaknya meninggal. Hingga kini Rexi masih mencari penyebab tentang persoalan yang telah merenggut nyawa kakaknya.
Barack Pattinson merupakan pendiri gengs The Sun yang dapat membakar siapa saja yang telah mengusik hidupnya.
Ini merupakan novelku yang pertama semoga kalian terhibur 😊😊
Maafkan Typo yang bertebaran seperti daun-daun kering yang berserakan dihalaman rumah 😃😃
(Author Pov)
Mumbai , maharasthrian india selatan
Terlihat mulut seorang wanita yang tak henti mengumpat kecil ketika bolamatanya melirik pada sebuah wrishwatch cantik bertengger pada pergelangan tangan kirinya, jarum jam menunjukan angka pukul 07-30.
Waktu masih pagi Sangat tidak pantas untuk dikatakan karena sang mentari sudah sempurna menampakan wujudnya diatas sana.
"Ugh.. kenapa aku bisa setelat ini." bibirnya terus menggerutu merutuki kesialannya pagi ini.
Sesampainya didepan Halte Bus, wanita berkemeja biru itu merogohkan tangannya kedalam tas setelah bunyi notifikasi terdengar nyaring didalam sana.
Dan benar saja dua pesan masuk dan lima panggilan tak terjawab terpampang jelas pada layar ponsel saat dinyalakan.
"Oke ! baiklah, sepertinya aku harus menyiapkan alasan yang lebih masuk akal, thank's honey." sungutnya kecut saat berdialog dengan benda pipih ditangannya, seakan benda itu mengerti semua umpatannya.
Kini senyumnya melebar binar ketika bus yang dinantikan sudah terlihat didepan sana, buru-buru ia memasukan ponselnya kembali kedalam tas dan mulai menaiki tangga bus saat pintu bus terbuka lebar.
"Masih ada waktu 30 menit sebelum bos besar lebih dulu sampai dicafe." ujarnya menenangkan diri sendiri.
25 minutes later
~ Leopold Cafe and Bar ~
"Kau hampir terlambat Harleen!" ketus Nasya tatkala Harleen menghampirinya dengan nafas terengah-engah.
"Apakah si kepala botak itu sudah tiba ?" tanya Harleen masih dengan nafas memburu naik turun.
Nasya hanya mengangkat bahunya acuh.
"Ahh.. syukurlah" tangan harleen terangkat mengelus dadanya, sekarang ia merasa lega karena tidak akan menyiapkan alasan konyol seperti minggu lalu yang mengatakan bahwa pada saat itu dikira tanggal merah padahal hanyalah coretan lipstik pengingat jadwal datang bulanannya.
"Memalukan !" pekiknya tertahan.
"Apanya yang memalukan, Harleen Gueen ?" sarkas Nasya melihat sahabat baiknya itu bergumam sendiri.
"Ayolah Nasya kau sungguh berlebihan." sahut Harleen seraya mengapit kedua daun telinganya isyarat meminta maaf.
"Hmm.. untuk kali ini kau aku maafkan tapi jangan mengulanginya lagi aku hanya kasihan padamu jika sampai dipecat dari cafe ini !" seru Nasya.
"Terima kasih, mari kita ke depan sepertinya pengunjung mulai ramai." ajak Harleen.
* *
~ Reliance Industries Limited ~
Tok..tok..tok..
"Masuk." suara bariton dari dalam terdengar samar mempersilakan.
Sesaat pintu ruangan terbuka menampakan seorang pria berwajah bayi berdiri diambang sana, "Kau menerapkan sopan santunmu hari ini, mengagumkan" ejek pria bermanik hijau ketika tahu siapa yang berkunjung menemuinya.
Pria baby face itu berdecak seraya menghampiri pria bermanik hijau yang terlihat masih asyik berkutat dengan beberapa kertas berserak diatas meja kebesarannya.
"Ck.. aku hanya tidak ingin mengotori mataku sampai menyaksikan aksi gilamu lagi Rexi." serunya setelah berhasil mendudukan tubuhnya diatas sofa.
Rexi tak menanggapi ocehan teman sekaligus bawahannya itu, lebih baik dirinya segera menuntaskan pekerjaannya.
Aryan memutuskan untuk membuat teh dipantry pojok sana, "Kau ingin kubuatkan juga ?" tawarnya tanpa mengalihkan pandangannya dari gelas cangkir berwarna putih.
"Tidak !" jawab singkat dari sang empu.
Kemudian Aryan kembali menghampiri setelah selelai mengocek minumannya. kini ia mendudukan dirinya dikursi yang ada dihadapan Rexi.
Menyimpan satu gelas berisikan teh India diatas meja berwarna cokelat dengan aksen gold yang mengitari sudut-sudut sisi meja.
Kedua bolamatnya berpendar seolah sedang mengabsen seperti takut ada yang berubah.
Tidak, tidak ada yang aneh. Justru sekarang otaknya sedang berfikir bahwa ruangan bernuansa putih ini telah disulap menjadi sebuah apartement mewah.
Ya, kantor ini sangat wow dilengkapi berbagai perabotan hmm rumahtangga misalnya, kalian bisa menyimpulkannya sendiri, disana tepat dibelakang Rexi terdapat tempat tidur dibalik lukisan besar yang menempel sempurna pada sekatan dinding.
Seketika sekelebat bayangan aksi ranjang Rexi membuat Aryan berdesir geli merutuki kebodohannya. Sangat lancang memergoki kegiatan panas yang dilakukan oleh atasannya itu.
Ohh ayolah Aryan juga sering melakukannya tapi ia tahu tempat yang cocok untuk melepaskan gairah seksualismenya, Dia masih waras tidak mengharuskan melakukan 'itu' dikantor apalagi disaat masih jam kerja.
"Apa kau kesini hanya untuk melamun dan terus memandangiku ? aku masih normal Aryan !" suara bariton itu sedikit menyentak Aryan, membuat pria itu tersadar dari lamunannya dan kembali memusatkan pandangan kearah Rexi.
"Tidak perlu kau memperjelasnya Rex, karena aku sempat menyaksikan permainanmu bahkan mataku yang suci ini sudah terkontaminasi karenanya." ejeknya diiringi tawa renyah yang langsung mendapati lemparan kertas dari sang empu.
Rexi bangkit berdiri, ia tidak ingin membuang waktu dengan mendengar gurauan temannya yang dirasa sangat tidak bermutu.
"Kau mau kemana ?" tanya Aryan ketika melihat Rexi melangkah keluar.
Rexi terus berjalan menuju lift tanpa niat menanggapi teriakan Aryan dari belakang.
Pria bermanik hijau itu mendudukan tubuhnya dikursi belakang kemudi, kakinya terhenti saat akan menginjak pedal gas.
"Tunggu.. aku ikut !" teriak Aryan sebelum membuka pintu penumpang.
Tak lama mobil yang mereka tumpangi memasuki jalan raya bergabung dengan kendaraan lainnya.
Tampaknya hari ini sangat ramai melihat banyak pejalan kaki yang memadati trotoar, memang sudah biasa pemandangan diakhir pekan seperti ini.
Saat dirasa ada yang mengikuti mobilnya, tiba-tiba Rexi menamcap pedal gas guna menambah kecepatan laju kendaraan membuat Aryan terlonjak kaget kebelakang.
"Sial.." Rexi menggeram kecil namun jelas terdengar oleh Aryan.
Aryan menoleh kebelakang melihat apa yang terjadi disana, "Siapa mereka ?" tanyanya disertai kening yang berkerut dalam.
Tak menjawab, kali ini Rexi semakin mengebut diatas rata-rata, bahkan ia tak menghiraukan amukan serta rancauan klakson dari kendaraan lain.
Rexi membelokan mobilnya tepat dipertigaan jalan, lalu ia membuka seltbeat sebelum membuka pintu dan keluar dari sana.
"Aku akan berlari untuk mengecohnya, kau bawa mobilku, aku yakin si tua bangka itu sudah mulai menyadarinya !" ucapnya sebelum ia benar-benar pergi.
Aryan menganggukan kepala tanda ia menyetujui dan segera mengambil alih kemudi.
Kedua pria itupun melesat berbeda arah tujuan.
"Tembak dia !" teriak seseorang yang diyakini telah berkomplot untuk mengejar Rexi yang terlihat semakin menjauh dari pandangannya.
Rexi berlari memasuki sebuah Cafe yang berada dipertigaan jalan raya tepat disamping bangunan Sekolah Menengah Mumbai.
Brakk..
Terdengar meja yang terguling akibat dorongan keras dari seseorang, membuat Harleen si wanita berkemeja biru itu terkejut mendengar kerusuhan yang berasal dari depan sana.
Seorang pria yang diyakini biang keladinya nampak tengah berlari menghampiri dirinya.
Rexi membungkuk sebelum tubuhnya sempurna masuk kedalam meja cafe untuk bersembunyi justru mengundang kerutan dalam menghiasi kening wanita itu.
Namun Harleen lebih terbelalak mendapati para pria berfostur tinggi nan besar begitu kompak berpakaian serba hitam bahkan dilengkapi dengan senjata masing-masing ditangan mereka.
Terlihat sangat menyeramkan.
Berbagai pertanyaan kini muncul pada benak gadis itu.
Siapa mereka ?
Apa tujuan mereka ?
Merampokkah, menculik, membunuh atau ?
"Permisi Nona, apa kau melihat seseorang masuk kesini ?" tanya salah seorang berpakaian serba hitam dengan nada tegas membuat Harleen buyar akan lamunannya.
Harleen melirikan matanya kebawah meja, mendapati pemuda itu menempelkan jari telunjuk tepat pada bibirnya seperti mengisyaratkan bahwa jangan memberitahu aku ada disini.
Harleen menarik matanya kembali mengalihkan pada para pria seram didepan sana.
Harleen menundukan kepala seraya menggeleng pelan, "Ti-dak ada siapapun karena sebentar lagi cafe akan tutup." Harleen menjawab dengan sedikit gugup.
Kemudian segerombolan pria seram itu pergi setelah meminta maaf pada Harleen.
Braakk..
Harleen menggebrak meja dengan sangat keras menggunakan telapak tangannya membuat pemuda yang sedang bersembunyi dibawahnya sedikit kaget.
Dengan Emosi yang membuncah Harleen membungkukan tubuhnya, menarik bahu lengan pemuda itu agar keluar dari kolong meja.
"Dasar kau pria gila, pembuat onar ! Setelah kau membuat kekacauan ditempat ini dengan beraninya kau juga menyuruhku untuk berbohong ?" amarah Harleen semakin meledak.
Ia takut jika bosnya tahu pasti akan berdampak buruk pada masa depannya, lalu bagaimana cara ia menjelaskan kepada bosnya yang garang itu, bagaimana jika bosnya memotong gaji untuk mengganti semua kerusakan ini, sungguh ini badai besar untuknya.
"Aku akan mengganti rugi ini semua." ujarnya santai seolah tau apa yang sedang difikirkan wanita dihadapannya.
Kemudian Rexi merogoh saku, mengeluarkan beberapa lembar uang dan menyimpannya diatas meja kemudian berlalu meninggalkan Harleen yang masih tak berpindah dari tempatnya.
"Harleenn.. " lengkingan suara Nasya terdengar jelas dari arah kasir.
.
.
.
.
Tolong tinggalkan like dan jejak komentar kalian Rhe harap kalian suka dengan imajinasiku yang norak ini 😂😂
Ini memang aseli novel pertamaku setelah beberapa judul yang Rhe baca akhirnya Rhe memutuskan untuk menulis dan berimajinasi sendiri meskipun yang ada di otak Rhe cuma setoran dan gibahan tetangga 😩😩 tapi Rhe harap kalian dapat menghargai cerita ini 😚😚
( Harleen Pov )
"Harleen, kau baik-baik saja ? apa pria itu melukaimu ?" pertanyaan beruntun dilontarkan Nasya seraya memutar balikkan tubuhku memeriksa dari atas sampai bawah.
Aku menggerutu kesal, "Cukup Nasya aku tak apa, seharusnya kita segera membereskan kekacauan ini sebentar lagi cafe harus tutup !" ujarku kepadanya.
"Syukurlah Harleen." Nasya menghembuskan nafas lega sebelum ia melanjutkan ucapannya, "Oh my God, darimana kita harus memulainya ini terlihat sangat berantakan sekali." pekiknya terbelalak.
Tak ingin membuang waktu, aku berlalu meninggalkan Nasya yang nampak enggan meninggalkan tempat pijakannya.
Selanjutnya aku mulai membereskan semua kekacauan yang terjadi beberapa menit lalu setelah memasukan segepok uang kedalam saku celanaku.
1 hour later..
"Astaga, Harleen apa kau tahu tenagaku sudah habis terkuras."
Kudengar keluh kesah Nasya yang berada tepat disampingku, sekarang kami duduk berselonjor didepan teras cafe.
Riuh pikuk serta lalu lalang kendaraan masih memadati jalanan kota colaba causeway, aku mengadahkan wajahku keatas menatap langit tampak indah menemani senja sore hari yang mulai menguning, terlihat puncak gunung bersembunyi malu-malu dibalik awan putih yang cerah, kupejamkan mataku sejenak, kuhirup udara sore hari dalam-dalam lalu kuhembuskan perlahan, sungguh nikmatnya..
"Harleen, aku teringat sesuatu, bagaimana jika uang tadi kita gunakan untuk bersenang-senang, aku rasa si pelontos garang itu tak akan meminta rugi." cengir Nasya merusak keheningan yang kuciptakan, sesaat mataku terbuka dan menoleh kesamping, mataku menyipit sinis kearahnya.
Tuhan kenapa aku bisa berteman dengannya.
Kedua bolamataku memutar jengah, "Aku akan mengembalikannya jika perlu akan kulemparkan juga uang ini tepat didepan wajahnya !"
Sekarang tingkat kesabaranku mulai menipis, lihat ! dia memasang wajah tak berdosa.
"Memangnya kau tahu pria itu tinggal dimana ?" tanyanya kemudian.
Aku menghembuskan nafas kasar keudara, memandang langit kesembarang arah.
"Entahlah Nasya, tapi aku yakin akan bertemu kembali dan kupastikan itu pertemuan terakhir dengannya !"
"Terserah padamulah !"
Nasya bangkit berdiri sebelum ia menarik keras kedua tanganku, "Harleen inikan malam minggu, ayo kita ke pasar malam aku ingin memakan makanan yang ada dipinggir jalan sana" hebohnya.
"kau ini !" seruku terpaksa mengikuti keinginannya.
* * *
( Author Pov )
"Kau selamat ?" tanya Aryan mendapati Rexi baru tiba didepan pintu perusahaan miliknya.
Ya, Rexi Xanders adalah seorang CEO perusahaan ternama Reliance Industries Limited yang merupakan perusahaan holding konglomerat asal india bisnisnya yang beragam menjadikannya corporation yang bermarkas di mumbai ini, salahsatu perusahaan paling menguntungkan dinegara Barata.
Bisnis yang dijalankan Reliance Industries Limited (RIL) sangat bervariasi dari mulai Energi, Petrokimia, Textil, Sumber daya alam, Ritel dan Telekomunikasi.
RIL juga merupakan salahsatu perusahaan yang menjual sahamnya di Bursa Efect ( Publicly Traded Company ) terbesar dari segi kapitalisasi pasar dan kedua terbesar dari segi pendapatan setelah perusahaan milik pemerintahan Indian Oil Corporation.
Itu sebabnya Rexi sangat disegani dari berbagai kalangan, apalagi kharismatik yang ia miliki seakan memberikan poin plus untuknya .
Membuat ia semakin disanjungpuja oleh kaum hawa bahkan tak sedikit dari mereka merelakan tubuh moleknya secara percuma hanya agar bisa one stand night bersama pria bermata hijau ini.
"Kau menyumpahiku ?" jawabnya malah balik bertanya, tanpa menunggu jawaban dari pria baby face itu Rexi berlalu meninggalkannya.
"Kau mau pergi kemana lagi ?" Aryan berteriak sembari mempercepat langkahnya mengikuti Rexi menuju area basement.
"Menemui si tua bangka" jawab Rexi setelah menaiki motor sport berwarna abu mengkilap senada dengan helm yang sudah terpasang guna melindungi kepalanya.
Aryan pun mengikuti ketua Mafia itu dari belakang seusai dirinya melesatkan kendaraan beroda dua berwarna merah miliknya.
* * *
~ Colaba Causeway ~
Pasar malam mumbais yang beraneka ragam barang dijual, banyak orang mengunjungi hanya untuk menghabiskan waktu mereka disini.
"Nasya, aku akan kesana" tunjuk Harleen kearah setumpukan kain panjang berbahan wol tergantung diatas depan toko, "Sepertinya nenek akan senang jika aku membelikan syal untuknya."
"Aku akan menyusul setelah pesananku selesai" jawab Nasya, memberi jeda perhatiannya karena ia tengah mengantri memesan makanan kesukaannya.
Harleen mengangguk tanpa suara lalu pergi ketempat tujuannya.
* * *
Kedua motor Sport milik Rexi dan Aryan telah memasuki pekarangan rumah mewah terjaga ketat.
Dapat dilihat, disana nampak banyak para Bodyguard gagah berdiri tegak disetiap sudut depan pintu.
"Welcome to headquaters, Mr. Rexi Xanders" sapa seseorang bersuara berat menyambut kedatangan dua pria berbeda karakter itu.
Kini Rexi dan Aryan sudah berada didalam sebuah ruangan setelah diantar oleh dua orang bodyguard.
"Tak kusangka kau mempunyai nyali yang tinggi, padahal kau sempat berlari menghindari orangku" lanjutnya seraya memutar kursi, menampilkan pria paruh baya bermata tajam serta berkumis tipis itu tengah menyeringai kearah Rexi dan Aryan.
"Sungguh patut diacungi jempol melihat keberanianmu malam ini, apa kau sudah menyerah sehingga kau mengantarkan nyawamu sendiri kesini ? aku berharap kau tak akan menyesalinya, Rexi" kedengarannya si pria berkumis baplang itu sedang berusaha menyulut emosi dua pemuda dihadapannya.
Tapi Rexi terlihat santai menanggapinya, ia memasang wajah tenang dihiasi senyuman tipis terpancar dari sudut bibirnya seolah saat ini ia sedang menikmati panorama dipagi hari.
Pria tua itu mulai jengah, "Kembalikan Blue Chip itu padaku !" gertakan pria tua itu semakin menggeram, "Atau aku akan melenyapkanmu malam ini juga !" kemudian ia bangkit berdiri seraya menodongkan pistol dan mendekatkan ujung senjata itu tepat dipangkal hidung Rexi.
Rexi tersenyum, "Colt 1911, Pistol yang digunakan sampai tujuh dekade ini mampu berisi tujuh buah peluru dengan kecepatan 1.225 kaki/detik, setiap satu butir yang dimuntahkannya." paparnya secara detail menerangkan kehebatan senjata yang saat ini ia perhatikan.
Bolamata hijau teduh miliknya beradu dengan bolamata tajam milik pria tua dihadapannya, "Kau yakin, akan menggunakannya untuk membunuhku ? peliharaanku tak akan mengkhianati pemiliknya tuan Rajan, apa kau lupa pistol itu hasil rancangan D'company" lanjutnya.
"Tapi aku sudah membelinya, bukankah kau juga menyaksikan ketika aku melakukan transaksi dengan anak buahmu" sangkalnya seakan tak terima saat Rexi masih mengakui barang yang sudah dibeli olehnya.
"Ya, aku melihatnya bahkan aku sendiri yang menerima uang palsumu itu, kau ingin berusaha menipuku ? tak semudah itu tuan Chottan Rajan yang terhormat." pungkasnya cepat, "Aku hanya mengikuti permainanmu dan mengimbangi cara licikmu untuk mendapatkan sesuatu, dengan begitu kita impas, kau mendapatkan pistolmu dan aku mendapatkan Blue Chip Kasino ini." tutur Rexi seraya menunjukan sebuah Chip sebesar ukuran MemoryCard terapit oleh ujung jarinya.
"Kurang ajar !" kesabaran tuan Chottan tak tertahan lagi, sedetik kemudian ia menarik pelatuk pistol yang diyakini jika pelurunya akan langsung menembus kepala Rexi.
Namun dengan lihai Rexi menangkisnya sehingga senjata itu terhempas kebawah.
Mendengar suara kegaduhan dari dalam ruangan membuat dua orang bodyguard yang berjaga didepan pintu tiba-tiba masuk, tanpa babibu mereka menyerang Rexi dan Aryan.
Sementara tangan Chottan terulur kesamping meja menekan tombol merah.
Seketika suara sirinne berbunyi keras, semua para bodyguard berlari berkepung diseluruh penjuru rumah.
"Bukan hanya menipuku, kau juga telah menyelundupkan barangku dan menjualnya pada organisasi lain, Brengsekk !" cengkaraman tangan Rexi tiba-tiba mendarat tepat pada leher Chottan setelah pria bermanik hijau itu berhasil mengalahkan satu orang bodyguard sudah tak bernyawa.
Rexi menghentakan keras tubuh pria tua itu keatas meja, menekan kepalanya kuat-kuat, tatapan serta kilatan kemarahan terlihat dari pancaran manik hijau yang menggelap semakin mencekam, rahangnya mengeras, urat otot mengetat seakan ingin keluar dari persendiannya membuat pria bermata tajam itu takut.
"Aku tak akan membiarkanmu menghirup udara pagi esok hari"
Buugghh.. Bugghh..
Tanpa henti Rexi terus melayangkan pukulan kepada pria tua yang nyaris tak sadarkan diri.
"Rexi, ayo keluar kita akan kalah telak" ajak Aryan setengah berteriak, saat matanya berpendar melihat puluhan para bodyguard berlari kearahnya.
Rexi dan Aryan bergegas berlari melewati lorong, tak segan mereka berdua menghajar lawan yang menghadang jalannya.
Setelah berhasil berlari melewati undakan tangga, kini mereka menaiki motor dan segera melesat menjauh dari rumah mewah itu.
Combat motors The Wraith adalah salah satu motor paling eksklusif diplanet bumi ini. Motor yang menawarkan kecepatan tertinggi yang diklaim lebih 250kpj dari tenaga 145bhp dan torsi 160lb-ft, mesin ini diselundupkan kerangka yang terbuat dari alumunium bilet.
kedua kuda besi ini berpacu cepat menyalip kendaraan-kendaraan lain, menambah tingkat kecepatan Rexi semakin menarika gas kuat-kuat ketika mendapati para bodyguard tadi mengikutinya.
.
.
.
Jangan lupa tekan like dan tinggalkan jejak kalian untuk berkomentar .. 😊😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!