NovelToon NovelToon

One Step Closer

1.PROLOG

'TIK,,,,

'TIK,,,,,

'TIK,,,,,

Suara khas dari bom waktu yang terus berjalan seolah terdengar lebih nyaring dari yang seharusnya.

Jembatan alternatif di atas laut yang menghubungkan dua kota tengah di tutup dan di pasang garis batas serta di penuhi oleh polisi, melarang bagi siapa saja yang akan melintas melewati jembatan.

"Dimana sebenarnya tim penjinak bom berada sekarang?"

Suara teriakan dari inspektur polisi yang turut berjaga membuat mereka yang mendengar seketika berwajah pucat. Mereka sudah memanggil tim penjinak bom dari setengah jam yang lalu, namun tidak ada tanda-tanda tim penjinak bom akan datang. Sedangkan waktu pada bom itu terus berjalan.

Ditengah keributan serta ketegangan yang kian meningkat, tiba-tiba ada dua orang yang melangkah mendekati salah satu petugas yang menjaga garis batas seolah mereka berdua tahu dengan jelas apa yang sedang terjadi.

"Ijinkan kami membantu," seru si wanita.

Sang Inspektur segera mengarahkan pandangannya pada pasangan yang baru saja datang, mengerutkan keningnya seolah berusaha untuk mengenali sosok yang tidak asing baginya.

"Biarkan mereka mendekat," ujarnya.

Pasangan yang sebelumnya tidak di biarkan mendekat akhirnya di perbolehkan untuk memasuki garis pembatas. Keduanya mengangguk sopan kepada Inspektur yang segera melemparkan pertanyaan.

"Apakah anda mengerti tentang bom, tuan?" tanya sang Inspektur menatap ke arah pria bertubuh besar yang kini berada di depannya.

"Bukan saya, tapi istri saya," jawab si pria.

"Ahh,,, maaf," sambutnya seraya beralih ke arah wanita yang berada disampingnya.

"Ijinkan saya melihatnya lebih dulu," ujar si wanita.

"Baik," jawab Inspektur.

Pasangan itu segera mendekat ke tempat dimana bom berada. Bom yang berada tepat di tengah-tengah jembatan seolah pelaku sengaja meletakkan bom di tempat yang sangat mudah terlihat dan yakin bom itu akan meledak dengan tujuan meruntuhan jembatan yang menjadi penghubung antara dua kota.

Si wanita segera berjongkok, berniat untuk memeriksa bom yang ada didepannya dan segera terkejut setelah melihat waktu yang tertera pada detonator berkurang secara drastis.

"Apa-apaan,,," si wanita mendesis tak percaya.

Tangannya yang semula akan bergerak untuk membuka penutup dari bom itu seketika terhenti. Waktu yang sebelumnya masih tersisa empat puluh lima menit berubah menjadi satu menit.

"Menjauh dari tempat ini sekarang!!!" seru si wanita seraya berdiri diikuti pria di sampingnya.

"Bom akan segera meledak," imbunya.

"B-Bagaimana mungkin?" sambut inspektur.

"Bom plastik, dan itu bisa di kendalikan dari jarak jauh. Waktunya telah di stel ulang dan dirubah menjadi satu menit," ungkap si wanita.

Serentak mereka segera berlari menjauh secepat yang mereka bisa. Begitupula dengan pasangan asing yang baru saja datang dengan niat untuk membantu.

Disaat mereka merasa tidak bisa berlari terlalu jauh karena berkejaran dengan waktu, dari arah berlawanan sebuah sepeda motor sport melaju kencang ke arah mereka. Beberapa petugas berniat untuk menghentikan pengendara sepeda motor itu, namun si pengendara justru menambah kecepatan sepeda motornya.

'Tin,,,,, Tin,,,,, Tin,,,,'

Suara klakson yang di berikan si pengendara memekakan telinga, membuat semua petugas polisi memberi jalan seolah mereka tahu siapa si pengendara itu, hingga si pengendara sepeda motor itu berhenti tepat di samping dimana bom berada.

"Apa yang dia lakukan?" si wanita berseru panik.

Namun, si pengendara itu justru melepaskan helm full face yang terpasang di kepalanya, meraih bom yang menyisakan waktu beberapa detik dan memasukanya kedalam helm.

Satu tanganya yang lain mengeluarkan tongkat baseball yang terselip di punggungnya. Sementara satu tangannya lagi melemparkan helm yang berisi bom keatas dan tepat ketika helm itu berada di depan wajahnya, ia mengayunkan tongkat baseball di tangannya.

'BUGH,,,,,

'WUSSHHHH,,,!!!

Helm itu seketika terlempar jauh kearah laut dengan ketinggian yang membuat mereka yang baru saja melihatnya tercengang seketika. Hingga,,,

'DHUARRRR,,,,!!!

Ledakan segera terjadi di udara, mengakibatkan sapuan angin kuat di sertai air laut yang segera mengguyur seluruh jembatan, namun tidak ada sedikitpun kerusakan yang terjadi.

Si pengendara itu hanya menutupi wajah menggunakan satu tangannya. Sementara si pria asing itu menutupi tubuh istrinya menggunakan tubuhnya sendiri, dan para petugas polisi membalikan tubuh mereka saat air laut mengguyur tubuh mereka.

"Apakah kamu baik-baik saja, Liebste (sayang)?" tanya si pria pada istrinya.

"Aku baik-baik saja," jawabnya.

Tatapan wanita itu terus tertuju pada sosok si pengendara sepeda motor yang melakukan aksi gila di depan matanya, ia bahkan tak percaya dengan kekuatan pukulannya bisa melemparkan helm sampai setinggi dan sejauh itu jika tidak melihat dengan kedua matanya sendiri.

"Siapa pria itu?" desisnya.

Wanita itu memperhatikan si pengendara sepeda motor yang menutupi kepalanya menggunakan hoodie jaket yang dia kenakan. Kedua tangannya yang terbungkus sarung tangan hitam serta bagaimana cara dia bertindak memperjelas bahwa dia tahu jenis bom apa yang dia lemparkan.

Pasangan asing yang tidak lain adalah Bernardo dan Cyrene. Mereka berdua yang baru saja tiba di kota dimana mereka akan menjalankan misi mereka, tanpa sengaja membuat mereka bertemu dengan seseorang yang membuat keduanya tercengang.

Pertemuan pertama yang tidak mereka sadari akan menjadi penghubung bagi keduanya untuk kembali bertemu.

Si pengendara sepeda motor itu menoleh sekilas, hingga tatapan bertemu dengan Cyrene dalam jarak beberapa meter, lalu segera menaiki sepeda motornya dan pergi begitu saja meninggalkan area jembatan setelah ia merasa keadaan telah aman.

"Hei,,,," seru Cyrene.

"Kenapa dia pergi begitu saja?" imbuhnya.

"Apakah diantara kalian tahu siapa pria itu?" tanya Cyrene.

"Kami tidak tahu, tapi dia sudah berulang kali membantu kami para polisi ketika kami dalam kesulitan," ungkap salah satu petugas.

Cyrene kembali mengarahkan pandangannya ke arah dimana pengendara sepeda motor sport itu menghilang, berharap dalam benaknya untuk kembali bertemu.

Sementara si pengendara sepeda motor itu menghentikan sepeda motornya didepan sebuah rumah setelah beberapa menit dalam perjalanan, dan memasukan motornya kedalam garasi mobil berukuran luas.

Begitu pintu garasi menutup, satu jarinya menekan tombol yang berada di bawah rem, membuat sebuah pintu rahasia seketika terbuka. Ia segera masuk dengan membawa sepeda motornya, dan tampaklah beberapa mobil dan sepeda motor dengan jenis berbeda berbaris rapi disana.

Satu tangannya bergerak keatas, menurunkan hoodie yang masih menutupi kepalanya hingga membuat rambut panjangnya terurai. Pandangannya tertuju pada koleksi sepeda motor dan mobil yang ia sembunyikan dari seseorang, kepalanya menengadah menatap langit-langit dengan tatapan lelah.

"Aku merindukan kehidupan damaiku," desahnya.

"Jika kamu tahu siapa aku sebenarnya, apakah kamu akan membenciku, Baby?" ujarnya lirih.

Ia memejamkan kedua matanya, mengingat kembali kehidupan damai yang bisa dia jalani di masa lalu.

Masa dimana itu terjadi lebih dari lima belas tahun lalu dimana usianya masih sangatlah muda, namun terpaksa menutupi kehidupan gelapnya dari seseorang yang sangat ia sayangi.

...@@@@@@@@@...

### Belasan tahun sebelumnya.....

. . . .

. . . .

To be continued....

2. OSC 2

Tinggalkan jejak kalian dengan like,koment, saran dan kritik kalian untuk membantu menciptakan alur yang lebih baik.~~~

\- - - - - --- - - - 

\#\#\# *Belasan tahun lalu*...

"Apa hanya ini yang belum di antarkan?"

Pertanyaan itu terlontar dari wanita yang baru saja meletakkan kotak berisi puluhan kue dalam ukuran kecil dan telah di kemas cantik sebagai tanda siap untuk di antarkan ke tujuan.

Dibelakangnya, wanita yang sebaya dengannya melakukan hal yang sama, meletakkan dengan hati-hati kue yang telah di kemas dan telah di susun dalam kotak berbeda.

![](contribute/fiction/8725161/markdown/15706214/1718283625478.jpeg)

Dua wanita yang memiliki karakter dan tingkah laku yang jauh berbeda namun memiiki hubungan yang sangat dekat layaknya keluarga.

*Claira Anne Esmira*. Sosok wanita enerjik yang lebih menyukai berpenampilan layaknya pria. Bahkan hampir semua orang yang bertemu dengannya akan menganggap dirinya adalah seorang pria ketika Claira menyembunyikan rambut panjangnya.

Rambut panjang coklat gelap dan terlihat indah ketika rambut itu terurai, namun si pemilik rambut itu sendiri justru lebih sering mengikat rambutnya terutama ketika dirinya berada didapur untuk membuat kue-kue yang ia jual di cafe miliknya.

Wajahnya yang memiliki beberapa noda tepung dan cream saat ia keluar dari dapur cafe serta apron hitam yang setia menempel di tubuhnya tidak menutupi kecantikan yang dia miliki.

Sementara sahabatnya yang bernama Grace memiliki rambut hitam segelap malam dan berpenampilan lebih feminim.

"Iya, hanya ini. Kita hanya perlu menunggu Jay datang untuk mengantarkan ini ke universitas XX," jawab Grace.

"Itu terlalu lama, Jay memerlukan waktu setengah jam untuk kembali, itupun masih memerlukan waktu lagi untuk mengantarkan ini ke tujuan," sanggah Claira.

"Tapi, kita hanya bisa menunggu Jay datang karena Dean mengambil cuti hari ini. Ben juga tidak bisa karena dia ke sekolah hari ini," jawab Grace.

"Bukankah ada satu motor tidak di gunakan, Grace?" tanyanya.

"Memang benar, ada satu motor lagi, tapi kenapa?" tanya Grace bingung.

"Aku yang akan mengantarnya," ucap Claira.

"Jangan bercanda!" sambut Grace tidak setuju.

"Kamu baru saja selesai membuat ini semua," imbuhnya.

"Kamu juga lembur tadi malam untuk pesanan sore nanti. Kapan kamu memiliki waktu istirahat jika kamu juga yang mengantarkan ini? Kamu bahkan belum tidur sama sekali," Grace menambahkan dengan ekspresi cemas.

"Kita harus mempertahankan pelanggan kita, Grace," jawab Claira.

"Terutama universitas satu ini sudah menjalin kerja sama dengan kita cukup lama dan meminta kita untuk mengantarkan kue ini ke cafetaria yang ada disana,"

"Kita tidak mungkin mengecewakan mereka, bukan?"

"Karena dari itu juga Cafe ini bisa seperti sekarang," Claira menambahkan.

"Aku tahu, tapi\_,,,"

"Tolong ambilkan topi dan jaketku, Grace. Atau kita akan kehabisan waktu," potong Claira dengan intonasi tidak bisa dibantah.

Grace menatap Claira yang tengah membersihkan noda tepung di wajahnya, lalu melepas apron dari tubuhnya. Ia hanya bisa mendesah panjang, memilih untuk menuruti Claira mengambilkan jaket serta topi yang biasa sahabatnya kenakan ketika melakukan pengantaran ataupun pergi membeli barang yang disimpan di loker.

Claira segera memakai topi dengan memasukan rambut panjangnya kedalam topi serta memakai jaketnya.

Mereka berdua melangkah keluar cafe menuju sisi samping cafe dimana sebuah sepeda motor terparkir disana dengan sebuah box besar dijok belakang.

Claira segera memposisikan sepeda motor itu untuk mempermudah menaikan semua kotak kue yang akan ia bawa. Memasukan kotak kue dengan perlahan kedalam box dan memastikan posisinya tidak akan merusak apa yang ia bawa selama perjalanan.

"Kenapa tidak pakai mobil saja? Bukankah kamu memiliki lisensi untuk mobil juga?" tanya Grace.

"Aku malas, lagi pula ini masih bisa dibawa menggunakan sepeda motor," jawab Claira sembari memakai helm tanpa melepas topinya.

"Baiklah, apakah sudah masuk semua?" tanya Claira memastikan.

"Sudah," jawab Grace.

"Ah,, aku hampir lupa, minta Jay untuk mengurus sampah dibelakang saat dia kembali nanti, dan Ivy untuk membuat salai baru, aku sudah memesan buahnya dan akan datang sebentar lagi," pesan Claira.

"Lalu untukmu, aku sudah siapkan uang untuk pembayaran bahan minggu ini, pemilik toko bahan memberi kabar akan datang, jadi berikan saja jika nanti dia datang sebelum aku kembali, beri dia satu *Panna cotta* sebagai ucapan terima kasih dari kita," tambahnya.

"Aku mengerti, berhati-hatilah selama perjalanan," jawab Grace.

Claira hanya mengangguk sambil tersenyum lebar, dan segera melajukan sepeda motornya.

"Dasar,,, dia masih saja penuh semangat dan menghemat semua pengeluaran untuk dirinya sendiri. Tapi jika mengenai gaji dan bonus, dia tak pernah berpikir dua kali untuk memberikan lebih. Pantas saja Jay, Ivy dan Dean sangat menyukai berkerja dengannya termasuk orangnya," gumam Grace diakhiri tawa pelan.

Grace kembali kedalam cafe, bersiap untuk membuka Cafe dibantu beberapa orang yang berkerja disana.

Sementara Claira melaju pelan dengan sepeda motornya. Menempuh perjalanan selama dua puluh menit dan mulai memperlambat laju sepeda motornya ketika memasuki kawasan universitas yang tampak ramai oleh beberapa mahasiswa yang mengisi waktu luang mereka.

Membaca dibawah pohon, duduk mengobrol dan becanda ria bersama teman, fokus mengetik sesuatu di laptop mereka, bahkan beberapa tengah menikmati makanan ringan.

Claira tiba satu jam sebelum masuk jam makan siang, sengaja datang lebih cepat dengan alasan tidak ingin kue yang ia antarkan terlambat dan mengakibatkan para mahasiswa yang berada disana tidak bisa menikmati kue buatannya.

"Fiuh,,, aku masih memiliki sisa waktu," Claira mendesah lega.

Ia melepas helm tanpa melepaskan topinya, lalu menarik resleting jaket sampai mencapai leher dan mengangkat semua kotak kue sekaligus ke cafetaria yang ada di universitas tersebut, melangkah dengan langkah ringan melewati beberapa pelajar yang berada dalam jangkauan langkahnya.

"Hei, lihat,,bukankah dia tampan? apakah dia juga mahasiswa disini?"

Kedatangannya ke universitas itu segera menarik perhatian, terutama dari beberapa gadis yang melihat kedatangannya. Suara bisik-bisik dari mereka bahkan terdengar saat Claira melewati mereka dengan kedua tangan membawa beberapa kotak kue sekaligus.

"Woww,,, tampan,"

"Apakah dia kurir?"

"Aku tidak peduli dia kurir atau apa, tapi dia tampan sekali,"

Claira tersenyum tipis sembari mengelengkan kepalanya saat mendengar komentar mereka, merasa hal itu sudah terlalu sering ia dengar. Ia tetap melangkah tanpa menghiraukan semua komentar bahkan panggilan dari beberapa gadis yang ia lewati dalam perjalanan menuju cafetaria.

"Wahh,,, hari ini lebih cepat dari biasanya," sambut wanita paruh baya penjaga cafetaria saat Claira datang.

"Semua yang ada disini sangat menyukai kue dari cafe kalian," sambungnya.

"Senang mendengarnya jika mereka menyukainya," sambut Claira, tersenyum ramah.

"Apakah kamu pertama kali mengantarkan ini? Aku ingat biasanya bukan kamu yang mengantarkan kue-kue ini," tanyanya.

"Tidak, tapi memang benar biasanya bukan saya yang mengantarkannya," jawab Claria ramah.

"Begitu rupanya," sambutnya.

"Atasan kalian tentu orang baik hingga memiliki karyawan yang ramah seperti kalian," puji wanita itu dengan tulus.

"Dia tentu akan senang mendengar anda berkata demikian," sambut Claira tersenyum hangat.

"Ini dia kotak kosongnya," ucapnya sembari mengembalikan kotak kosong kepada Claira.

"Semoga saja cafetaria universitas ini bisa terus menjalin hubungan baik dengan cafe kalian," harapnya.

"Saya juga mengharapkan hal yang sama," sambut Claira tersenyum.

"Mari," pamitnya sebelum beranjak meninggalkan cafetaria.

Claira melangkah pelan saat keluar dari cafetaria, mengagumi bangunan universitas yang sempat menjadi mimpinya untuk melanjutkan pendidikannya, namun dengan cepat ia segera menepisnya.

Pendidikan yang tidak bisa ia selesaikan karena beberapa alasan hingga membuatnya bekerja keras untuk menyambung hidupnya bersama seseorang yang sangat penting baginya.

Usianya saat ini bahkan belum memasuki dua puluh, namun ia tidak menyesali apapun. Bahkan kini ia memiliki sebuah Cafe dan tiga cabang tempat lain serta memiliki pelanggan tetap.

'*BRUUKK*,,,,!!!'

"Akh,,," pekik Claira.

Claira jatuh terduduk ketika seseorang menabraknya. Sama seperti dirinya, orang itu juga jatuh terduduk dan terkubur buku-buku yang dia bawa.

"Maaf, maaf, maaf, aku tidak sengaja," ucapnya panik segera bangkit dan mengulurkan tangannya pada Claira.

Claira mendongak dan mendapati pemuda bertopi dengan jaket yang menempel ditubuhnya membungkuk mengulurkan tangan pada Claira.

"Aku terburu-buru untuk mengejar jadwal kelas," ucapnya lagi dengan nada penyesalan.

Claira menyambut uluran tangannya dan segera meraih kotak kue yang terjatuh tanpa mengatakan apapun.

'*Aish,,, pecah,,,' rutuk Claira dalam hati*.

'*Jika sudah begini, terpaksa beli lagi kan? Pengeluaran bulan ini bahkan sudah melebihi batas,' imbuhnya*.

Claira menoleh cepat kearah pemuda yang menabraknya dan tegah mengumpulkan buku-bukunya.

'*Kumaafkan karena kau membantuku berdiri lebih dulu sebelum mengumpulkan buku-buku itu,' batin Claira*.

Pemuda itu kembali berbalik dan menatap Claira. Tersenyum meminta maaf.

"Aku sungguh-sungguh minta maaf, aku tidak sengaja menabrakmu," sesalnya.

"Jelas saja," sambut Claira.

"Pandanganmu terhalang tumpukan buku yang lebih tinggi dari kepalamu," imbuhnya menyindir.

Pemuda itu tersenyum canggung, lalu segera pergi dengan terburu-buru setelah meminta maaf sekali lagi.

Claira menaikan bahunya dan bersiap pergi ketika sesuatu di tanah kembali menghentikannya. Ia membungkuk dan memungutnya, hingga sebuah kartu identitas mahasiswa milik pemuda yang baru saja menabraknya kini berada ditangannya.

"*Jefferi Karl Lysander*,"

"*Laws*,"

'*Jadi, orang tadi jurusan hukum, mengesankan,' batin* *Claira*.

Claira membaca sekilas kartu identitas itu lalu mencari sosok pemiliknya yang menghilang entah kemana.

"Jika aku menunggu, aku bisa kehabisan waktu. Tapi, kartu ini tentu sangat penting baginya," gumam Claira pelan.

*Dart,,, Dart,,, Dart*,,,

Getaran ponsel di saku celana menyadarkan Claira, membuat ia dengan cepat menarik ponsel dari saku celananya dan menerima panggilan dari seseorang.

*📞📞📞📞*

"*Ya, Grace?" sambutnya*.

"*Apakah kamu masih lama?" tanya Grace*.

"*Sepertinya begitu, ada apa?" tanya Claira*.

"*Ada dua tamu yang ingin membooking cafe untuk pesta, dan mereka juga menginginkan menu spesial kita, hanya saja jadwal yang mereka minta bertabrakan. Bagaimana baiknya?" tanya Grace*.

"*Apakah mereka masih disana?" tanya Claira*.

"*Tidak, tapi mereka berkata akan datang lagi setelah urusan mereka selesai," jelas Grace*.

"*Baiklah, aku yang akan mengurusnya nanti," jawab Claira*.

"*Baiklah*," *sambut Grace*.

"*Omong-omong, apa yang sedang kamu lakukan sekarang? Bukankah seharusnya kamu dalam perjalanan kembali?" tanya Grace*.

"*Aku perlu membeli kotak baru, yang ada di tanganku sekarang pecah," ungkap Claira*.

"*Bagaimana bisa?" tanya Grace heran*.

"*Aku ceroboh dan menjatuhkannya," kilah Claira tertawa pelan*.

"*Baiklah, kabari aku kalau ada yang kamu butuhkan," harap Grace*.

"*Tentu," jawab Claira*.

*📞📞📞📞*

Panggilan mereka berakhir tanpa menyadari apa yang baru saja Claira ucapkan terdengar di telinga pemuda yang telah menabrak dirinya

"Permisi," sapanya.

Claira berbalik dan tersenyum lega. Sebelum pemuda itu sempat mengatakan sesuatu, Claira membuka suara lebih cepat..

"Ah,, ini milikmu," ujar Claira sembari menyodorkan kartu identitas.

"Aku menemukannya ditempat kamu terjatuh," ucap Claira.

"Terima kasi\_,,,Hei,,,,"

Pemuda itu memanggil Claira yang pergi begitu saja setelah menyerahkan kartu identitas miliknya yang terjatuh bahkan sebelum dirinya memiliki kesempatan untuk mengucapkan terima kasih.

"Pria aneh," gumamnya pelan.

"Tapi, aku tadi tidak salah mendengar bukan? Apakah kotak yang dia bawa rusak karena terjatuh tadi?"

Pemuda itu bergumam pelan, mencatat dalam benaknya untuk mengucapkan terima kasih sekaligus meminta maaf ketika mereka kembali bertemu.

...@@@@@@@...

. . . .

. . . .

*To be continued*...

3. OSC 3

###Keesokan harinya......

Jeffery duduk dibawah pohon sembari membaca buku, sesekali ia mengangkat wajahnya, lalu mengedarkan pandangannya untuk mencari seseorang. Namun mendesah kecewa setelahnya dan kembali menunduk menekuni buku yang ada ditangannya.

Kegiatanya terusik ketika dering ponsel disaku celananya menyela yang membuat ia segera mengeluarkan ponsel dari saku celananya, mengeser layar ponsel untuk menerima panggilan itu ketika melihat nama 'Lover' tertera pada layar ponselnya.

📞📞📞📞

"Hai Karl, apa yang sedang kamu lakukan sekarang? Bisakah kita pergi jalan-jalan setelah kelas selesai?"

(Suara manja dari seorang wanita terdengar begitu Jeffery menempelkan ponsel ke telinganya. Menghadirkan senyum hambar di bibir Jeffery namun tetap menyambut panggilan kekasihnya.)

"Maafkan aku Fey, aku memiliki jadwal penuh hari ini. Bagaimana kalau akhir pekan?" tawar Jefferi.

"Baiklah, tapi janji akhir pekan?" sambutnya manja.

"Aku janji, kita akan pergi kemanapun kamu mau akhir pekan nanti," janji Jefferi.

"Baiklah, aku ada kelas setelah ini, semoga harimu menyenangkan, Karl,"

"Love you,,," ucapnya.

📞📞📞📞

Panggilan berakhir begitu saja bahkan sebelum Jefferi memiliki kesempatan untuk membalas apa yang diucapkan sang kekasih pada dirinya.

Feyrin Marcelie. Wanita cantik yang telah menjadi kekasih Jeffery dalam tiga tahun terakhir. Meski progam study yang di ambil antara dirinya dengan sang kekasih berbeda, namun hubungan mereka sebelumnya baik-baik saja, bahkan terasa hangat dan cukup untuk membuat semua teman-temannya merasa iri dengan hubungan mereka yang terjalin. Namun, secara perlahan hubungan mereka mulai renggang sejak sang kekasih mulai bersikap berbeda.

"Haahh,,," desahnya sembari menatap ponselnya.

"Sejujurnya jadwalku tak sepadat itu, hanya saja aku merasakan dia telah berubah, dan aku ingin mencari tahu apa penyebabnya," sambungnya.

Tepat saat Jefferi memasukan kembali ponsel kedalam saku celananya, kedua matanya menangkap sosok seseorang yang sengaja ia tunggu kedatangannya.

Seseorang yang mengenakan jaket dan topi yang sama seperti hari sebelumnya serta membawa beberapa kotak berisi kue ditangannya.

Hal itu membuat Jeffery mengingat kembali kejadian saat dimana ia menabrak orang itu hingga membuat orang yang ditabraknya menjatuhkan kotak kue dan berakhir rusak.

Jefferi menunggu orang itu keluar dari cafetaria menyelesaikan tugas pengantarannya, dan segera menghampirinya ketika melihat dia berjalan keluar.

"Hai,,," sapa Jefferi.

Sapaan Jeffery yang tidak pernah dia duga membuat orang itu menghentikan langkahnya dan menatap Jeffery dengan alis terangkat.

"Ya,,?" sambutnya.

"Aku belum meminta maaf dengan benar kemarin, aku sungguh menyesal atas apa yang terjadi, dan aku ingin meminta maaf dengan benar padamu," ucap Jefferi tulus.

"Maaf, apa maksudnya?" sambutnya bingung.

"Ah,, sepertinya kamu lupa padaku, aku yang kemarin tidak sengaja menabrakmu hingga membuatmu terjatuh, sepertinya aku juga telah merusak kotak yang kamu bawa kemarin," ujar Jeffery.

Dia yang tidak lain adalah Claira kembali mengerutkan keningnya, seolah tengah berusaha untuk mengingat apa yang telah ia lupakan.

"Ah,,, itu,,, tak apa. Aku memang melupakannya, kamu tentu tidak sengaja melakukannya," sambut Claira tersenyum.

"Ijinkan aku untuk menggantinya, biar bagaimanapun juga itu kesalahanku," ujar Jefferi.

"Terima kasih tawarannya, tapi kamu tidak perlu melakukannya," tolak Claira.

"Permisi," pamitnya sembari menunduk singkat.

Claira melangkah melewati Jefferi, berharap masalah itu selesai dan ia bisa kembali ke cafe sesegera mungkin, namun Jefferi tidak melepaskan Claira begitu saja.

"Tolong, aku akan merasa tidak enak jika tidak menggantinya disaat akulah yang merusaknya," harap Jefferi mengikuti langkah Claira dan kembali menghentikannya.

"Permintaan maafmu sudah cukup, dan aku sudah menerimanya," jawab Claira seraya melewati Jefferi yang kembali menghalangi langkahnya.

"Tunggu sebentar," cegah Jefferi menghadang didepan Claira dengan dua tangan terangkat menahan Claira meneruskan langkahnya.

"Baiklah, tak apa jika kamu tidak ingin aku menggantinya. Tapi, bisakah aku meminta nomor ponselmu? Setidaknya aku ingin mentraktirmu makan siang atau sekedar minum kopi sebagai gantinya," pinta Jefferi.

"Kumohon,,, atau aku akan terus merasa bersalah atas kejadian kemarin," imbuhnya penuh harap.

'Tck,,, kenapa dia keras kepala sekali?' decak Claira dalam hati.

"Baiklah," jawab Claira.

Merasa semua akan selesai dengan cepat jika ia memberikan nomor ponselnya, Claira segera mengetik nomor ponselnya di ponsel Jefferi, lalu mengembalikannya.

"Terima kasih, jika kamu tidak keberatan, bisakah besok kamu meluangkan waktu sebentar saja untuk makan atau minum bersamaku?" tawar Jefferi.

"Tidak harus di cafetaria yang ada di tempat ini, aku tidak keberatan jika kamu ingin ke cafe atau restoran lain," imbuhnya.

"Aku akan menerima tawarannya, namun tidak bisa menjanjikannya," jawab Claira.

"Aku mengerti," balas Jefferi.

Claira beranjak pergi ketempat dimana sepeda motornya terparkir, meletakkan kotak kosong kedalam box yang terpasang di sepeda motornya, dan segera pergi meninggalkan universitas dimana Jefferi tercatat sebagai pelajar.

"Eh,, tunggu, aku belum mananyakan namanya, Heii,,,, siapa nama_,,mu," kalimat Jefferi terputus ketika melihat Claira telah menjalankan sepeda motornya meninggalkan lingkungan universitas.

"Tck,,, menyebalkan," decaknya.

"Kotak yang dia bawa tadi, dia mengantarnya ke cafetaria, aku coba tanyakan saja pada penjaga cafetaria, mungkin mereka tahu siapa namanya," gumamnya pelan.

Jefferi melangkah menuju cafetaria dan menanyakan tentang kurir laki-laki yang rutin mengantar kue kesana, namun tak satupun diantara mereka mengetahui siapa namanya. Mereka hanya mengetahui alamat cafe dari kue yang di antar olehnya.

"Terima kasih," ucap Jefferi pada penjaga cafetaria.

Tak lupa ia juga membeli kue yang selalu diantarkan oleh Claira untuk menghindari tatapan heran dari para pelajar yang datang ke cafetaria dimana hampir semua pelajar disana mengenal dirinya.

"Hei, Jefferi,,,!"

Jefferi menoleh kearah sumber suara dan melihat enam teman dari kelasnya tengah berkumpul menikmati makanan dan minuman mereka, salah satu dari mereka melambaikan tangannya sebagai tanda dialah yang memanggil namanya.

"Bergabunglah bersama kami, sangat jarang kamu datang kemari," timpal yang lain.

Jefferi tersenyum dan mengangguk seraya menghampiri mereka.

"Apa yang membuatmu mau datang kemari?" tanya salah satu dari mereka.

"Aku penasaran dengan ini," kilah Jefferi menunjukkan kue ditangannya.

"Banyak yang mengatakan ini enak," sambungnya.

"Hei, itu memang enak," sambutnya antusias.

"Aku bahkan hampir setiap hari membelinya, hanya saja aku sering kehabisan," imbuhnya.

"Uniknya, satu orang hanya boleh membeli satu," sambung yang lain.

"Mengapa begitu?" tanya Jefferi heran.

"Karena kue itu dari cafe yang tidak bisa mengantarkan kemari dalam jumlah banyak sekaligus, dan pemilik cafenya berharap setiap orang bisa mencicipi setidaknya satu potong kue dari cafe itu," terangnya.

"Bukankah jika hanya itu, kita bisa mendatangi cafenya?" sambut Jefferi.

"Kue yang diantarkan kemari, tidak di jual di cafe,"

"Benar, aku pernah mencobanya, dan kue yang ada di sini tidak ada disana,"

"Bahkan mereka juga menyediakan menu khusus di hari tertentu,"

Suara saling menimpali dari teman-temannya membuat Jefferi tersenyum tipis dan berencana untuk datang langsung ke cafe itu.

Ia mulai mengigit kue ditangannya, lalu tertegun sesaat setelah gigitan pertamanya menyentuh lidahnya.

'Ini benar-benar terasa sangat lembut, dan rasa manisnya tidak terlalu kuat, aroma dari buah dan susu didalamnya juga seimbang . Sangat cocok dimakan kapanpun. Entah itu pagi, siang atau malam,' batin jefferi.

"Bagaimana? Berbeda dengan yang biasa dijual di cafe atau toko kue lain bukan?" tanya salah satu dari mereka menyadari raut wajah Jefferi.

"Kuakui, ini benar-benar berbeda, bahkan rasa manisnya tidak menempel di tenggorokan," jawab Jeffery.

"Bagaimana kalau kita kesana?" tawarnya.

"Kurasa kalau kita pergi bersama akan menyenangkan, kudengar cafe itu nyaman untuk bersantai," ujarnya antusias.

"Baiklah, aku ikut," jawab Jefferi.

Mereka bersorak senang akhirnya bisa mengajak jefferi bersama mereka. Dimana mereka sangat mengenal sosok Jefferi yang sangat jarang berkumpul bersama mereka. Mereka hanya berkumpul ketika Feyrin yang mengajak Jefferi untuk bergabung.

...@@@@@@@@@@...

Sore harinya, mereka bersama-sama datang cafe seperti yang direncanakan sebelumnya. Dengan total sembilan orang dimana lima wanita dan empat pria termasuk Jefferi melangkah masuk kedalam cafe.

Cafe dengan interior hangat, dinding berwarna abu gelap dan lantai coklat kayu. Lampu gantung berbentuk lentera memberikan kesan unik dari cafe itu, disetiap meja memiliki satu tanaman kecil yang membuat suasana lebih segar.

Meja dan kursi pun tersedia dengan jumlah berbeda. Satu baris didekat jendela hanya menyediakan dua kursi untuk satu meja, meja di sampingnya memiliki jumlah kursi empat, dan di sudut lain memiliki meja lebih rendah dengan sofa yang bisa memuat sepuluh orang.

Dan disanalah Jefferi dan teman-temannya duduk. Seorang pelayan segera menghampiri mereka dan mencatat semua pesanan yang mereka sebutkan, lalu pergi setelah memastikan semua pesanan telah selesai di sebutkan.

Suara lonceng cafe disertai dengan seseorang yang baru saja masuk kedalam membuat pandangan Jefferi tertuju pada orang itu. Dalam hatinya merasa lega ia bisa menemui orang itu dengan mudah hanya dengan datang ke cafe.

"Hei, bukankah itu pria yang mengantar kue ke universitas kita dua hari terakhir?" bisik teman wanita Jefferi.

"Eeehh,,, benar-benar,,, ahh,, bahkan dari sini saja dia terlihat tampan," timpal yang lain.

"Tck,,, sekarang mata kalian hampir keluar dari tempatnya," decak teman pria Jefferi.

"Sepertinya dia kurir yang sangat dipercaya cafe ini," sela Jefferi.

"Aku juga berpikir sama setelah melihat ini,"

"Silahkan pesanannya,"

Seorang pelayan menyela percakapan mereka dan meletakkan semua pesanan mereka. Namun, hal itu tidak membuat Jefferi mengalihkan pandanganya pada seseorang yang tidak lain adalah Claira.

"Istirahat dulu saja, sisanya di antar nanti," ujar pelayan cafe pada Claira.

Samar-samar Jefferi bisa mendengar percakapan mereka, begitu juga dengan teman-temannya.

"Dan mengecewakan pelanggan? Tidak akan!" jawab Claira cepat.

"Kamu bahkan belum beristirahat setelah mengantarkan kue siang ini," sambutnya dengan suara khawatir.

"Hanya ini dan satu lagi yang terakhir, setelah itu aku bisa beristirahat dengan tenang," ujar Claira tersenyum lebar.

"Aku pergi dulu," sambungnya seraya membawa beberapa kotak kue di kedua tangannya.

"Woah,,, dia bekerja sangat keras,"

Decakan kagum keluar dari mulut teman-teman wanita Jefferi, membuat beberapa pria didepan mereka berdecak kesal.

Jefferi masih terus menatap Claira sampai dia menghilang dari pandangannya, menjalankan sepeda motor dengan box yang terisi penuh dengan kotak kue.

'Dia harus di beri peringatan sesekali, mari kita lihat sampai sejauh mana dia akan bertingkah,'

...@@@@@@@@...

. . . .

. . . .

To be continued...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!