"TIDAK MUNGKIN" teriak Candra Prasojo, saat asisten pribadinya menghadap untuk menyampaikan kabar, jika tender besarnya kali ini mangkrak dan rugi besar, "Bagaimana bisa terjadi?" cecarnya lagi.
"Maaf Tuan, tanah pada pembangunan wahana bermain ini ternyata masih dalam sengketa! pemilik asli mengakui tidak pernah menjual tanahnya, beserta bukti sertifikat kepemilikan yang asli!" jawab asisten pribadinya takut- takut.
"Siapa yang bertanggung jawab dalam pembelian tanah?" tanya Candra dengan dada yang sudah naik turun.
Pasalnya, bukan hanya kerugian tanah saja, seluruh uang sudah masuk ke dalam proyek besar ini dan pembangunan sudah hampir 70%.
"Marvin, Tuan! tapi Marvin sudah resign dua bulan yang lalu, Tuan!" jawabnya.
Brak!
"KEPARAT! Cari Marvin sampai dapat walaupun harus masuk ke lubang tikus sekalipun!" teriak Candra sambil menggebrak mejanya.
"B—baik, Tuan!" ucapnya sambil permisi undur diri...
"Bangsat Marvin!" kesal Candra.
Pikirannya kalut!
Tender ini satu-satunya kesempatan untuk perusahaannya yang sudah di ujung tanduk untuk bangkit lagi, karena perkiraan wahana itu akan rame dan nama perusahaan Trefitija Baja akan kembali naik.
Namun, bukannya naik, justru kini semakin membuatnya hancur, karena oknum yang tidak bertanggung jawab.
Candra hanya bisa meremas rambutnya dengan keras sambil menumpukan dahinya di meja, mencoba berfikir bahagia cara penyelesaian juga tanggung jawabnya terhadap P. T Bimantara.
Pasalnya, Candra menggunakan produk Beton dan bata ringan dari perusahaan itu dan menjanjikan uangnya jika proyek sudah selesai dan memboyong nama perusahaannya saat launching wahana tersebut karena sudah mensupport sebagian beton dan baja ringan.
Brak!
"Arghhhh!" erang Candra sambil membuang berkas-berkas didepannya.
Candra sangat frustasi! pikirannya buntu dan tak tau harus mencari jalan keluar kemana lagi, perusahaannya sudah tak dipercaya lagi. Satu-satunya yang memberi kesempatan adala P. T Bimantara yang masih mau bermitra dengannya dan menggelontorkan banyak dana.
Disaat otaknya benar-benar kalut, ponsel Candra berbunyi, dan dengan cepat Candra meraih ponsel itu.
Deg!
Jantung Candra berdetak kencang saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya, — Narendra Bimantara, CEO sekaligus pewaris utaman dari P. T Bimantara yang sedang bekerjasama dengannya.
Nama yang sangat Candra hindari saat ini, dan itu membuat Candra bergetar ketakutan.
Tut!
"Hallo, Tuan Naren! Ada yang bisa saya bantu?" kata Candra mengangkat panggilan akhirnya setelah menenangkan diri.
"Jangan basa-basi, Tuan Candra! Wahana sudah mulai dirobohkan pemilik tanah sekarang ... Apa Anda masih akan terus membohongi, saya?" ketus Naren begitu dingin membuat Candra lemas seketika.
"Anda sebaiknya tenang dulu, Tuan Naren! saya akan berusaha menyelesaikan masalah sengketa ini!" ucap Candra berusaha menenangkan Naren
"OMONG KOSONG!" teriak Naren, "Aku bahkan sudah menanyakan langsung pada pemilik tanah, dan sampai mati dia tak akan melepaskan tanah milik buyutnya itu!" lanjut Naren geram.
Deg!
Jantung Candra semakin tak karuan, karena sekelas Narendra saja ditolak oleh pemilik tanah, apalagi dirinya.
Seketika Candra terduduk karena limbung.
Selesai! Semua sudah selesai! Perusahaan yang Candra bangun telah hancur!
Candra sudah hancur!
"BAYAR SELURUH HUTANGMU, TUAN CANDRA! SAYA BERI WAKTU SAMPAI BESOK, ATAU KAU TAU SENDIRI AKIBATNYA!" teriak Naren akhirnya karena tak mendapati jawaban apapun dari Candra kemudian menutup panggilan secara sepihak.
Jantung Candra kian mencelos!
Hal itu membuat asisten pribadinya yang ada di ambang pintu merasa iba, karena sekuat tenaga dia berusaha mereka tetap tak bisa mendapatkan tanah itu.
Pemiliknya bersikukuh merobohkan wahana bermain itu yang sudah 70 % jadi seluas satu hektar itu.
"Ada apa?" tanya Candra setelah menyadari ada asisten pribadinya.
"Maaf, Tuan! Marvin adalah penipu, saat saya datang ke alamatnya ternyata Marvin yang asli adalah seorang laki-laki yang autis dan cacat sejak bayi!" ucap assisten pribadinya.
Pyar!
Candra tak bisa lagi menahan amarahnya, vas bunga yang ada di depannya telah melayang membentur lantai dan berhamburan sebagai pelampiasan amarahnya.
hancur lebur seperti perusahaannya saat ini, "BAJINGAN! Marvin Keparat!" teriaknya lagi.
"Dan saat ini, para investor yang masih tersisa menarik semua uangnya yang sudah masuk, Tuan!" ucapnya lagi.
Candra menarik kuat rambutnya, berharap bisa berfikir dan mencari solusi akan masalahnya, "Suruh ambil perusahaan ini sebagai ganti uang mereka!" ucap Candra.
Tak ada apapun lagi selain bangunan delapan lantai ini yang berharga! Dan Candra merelakan bangunan itu untuk mengembalikan uang para investor juga pesangon untuk para karyawannya.
Setidaknya Candra bertanggung jawab sampai akhir.
Candra kemudian mengambil jasnya dan pergi untuk pulang, berharap dirumah dia akan tenang dan bisa mencari penyelesaian dari masalahnya.
Namun saat masih ada di perjalanan, ponsel Candra kembali berdering, Candra dengan cepat mengangkat panggilan nya, "Ada apa, Tuan?" tanya Candra.
"Perusahaanmu sudah habis untuk uang investor dan pesangon karyawan, lalu dengan apa kamu membayar hutangmu padaku, Tuan Candra!" ucap Naren dingin.
Narendra tak dibiarkan berfikir sejenak, semua bertubi-tubi datang tanpa jeda padanya.
"Saya akan usahakan, Tuan!" ucap Candra.
"Aku yakin, rumahmu pun tak bisa menutupi hutangmu! maka dari itu aku memberikan penawaran yang menarik, untukmu?" ucap Naren.
Candra tampak cerah dan seakan mendapat angin segar mendengar ucapan Naren yang akan memberikan penawaran untuk hutang milyaran nya, "Apa itu, Tuan?" ucapnya.
"Putrimu! Aku mau putrimu sebagai bayarannya!" ucap Naren
Deg!
"Kau gila, Tuan Naren! Aku bukan Ayah yang akan menjual putrinya padamu!" ucap Candra geram karena penawaran yang tidak masuk akan dari Naren.
Siapa ayah yang akan menjual putrinya pada seorang laki-laki yang dingin, kejam dan tak tersentuh seperti Narendra. Bahkan kabarnya, Naren belum bisa melupakan mantan istrinya itu.
"Pikirkan baik-baik!" jawab Naren kemudian menutup panggilan sepihak.
Jantung Candra berdetak kencang setelah itu, bersamaan dengan mobilnya yang berhenti di depan rumah, hatinya bingung, pikirannya kalut, dan emosi masih memenuhi hatinya.
Cklek!
"Ayah! Sudah pulang?" tanya Ervina saat melihat Candra masuk.
Candra menoleh, "Kamu, Na! Sudah ... Tumben juga Na ada dirumah, biasanya Na keluar sama temen-temen Na!" jawab Candra.
"Teman-teman Na sibuk cari tempat kuliah, Yah! Na katanya suruh nunggu Ayah!" ucap Ervina.
Deg!
Candra sampai lupa jika berjanji akan mencarikan putri bungsunya kuliah, karena Ervina baru saja selesai pesta kelulusan SMA, tapi bagaimana bisa kuliah saat kehidupannya sedang kacau seperti ini.
Candra tak bisa lagi mengucapkan apapun pada putri bungsunya itu, seketika penawaran Naren kembali terngiang di pikirannya, namun di sisi lain, Candra berfikir jika putrinya baru berusia 19 tahun, masih sangat muda untuk menghadapi dunia pernikahan yang kejam.
Tapi nyatanya semua seolah menghimpit Candra!
Darimana mengembalikan uang Naren? Darimana uang untuk kuliah Na? Tidak bisa! Tidak ada! bingung Candra.
"Ayah kenapa? Apa ada masalah, Yah?" tanya Ervina.
"DIAM, Na! Besok siapkan dirimu! kamu tidak akan kuliah, besok Ayah akan nikahkan kamu dengan teman Ayah!" ucap Candra tanpa menoleh pada putrinya.
"Ayah, Na masih mau kuliah! Na mau kejar cita-cita Na, Ayah!" tolak Ervina.
"TIDAK ADA BANTAHAN! BESOK KAMU AKAN MENIKAH!"
Jder!
Bersambung...
"TIDAK ADA BANTAHAN! BESOK KAMU AKAN MENIKAH!"
Jder!
Bak sambaran petir yang langsung mengenai jantung Ervina!
Menikah? Bahkan tak pernah ada di bayangan Ervina jika dia akan menikah muda! Justru Ervina bisa dibilang masih belia.
"Tidak, Yah! Na gamau!" ucapnya lirih sambil terus menggeleng.
Hingga membuat Candra tak tega menatap putri bungsunya itu dan pergi begitu saja meninggalkan Ervina menuju kamar sambil memberi perintah untuk mengunci dan menjaga Ervina dengan ketat agar tidak bisa kabur.
Seketika hati Ervina diliputi awan mendung menggumpal!
Semalaman Ervina merengek dan menangis didepan kamar Ayahnya, memohon agar Ayahnya membatalkan rencana pernikahannya dengan orang yang tidak Ervina kenal.
"Apa salah Na, Ayah?" rengeknya.
Ervina dihantui ucapan Ayahnya sejak siang tadi, dan itu terjadi hingga saat ini terbukti Ayahnya tak membukakan pintu walau Ervina terus memohon.
"Na mau kuliah, Ayah! Na mau seperti kakak dan teman-teman, Na!" pintanya sambil mengetuk pintu itu.
Namun Candra tetap menulikan telinganya, karena dia tak memiliki pilihan lain, bukan semata-mata karena uang dan hutang, namun Naren bisa melakukan apapun yang di inginkan, dan itu membuat Candra takut jika justru Naren akan menyakiti dan menghancurkan putrinya.
Setidaknya Ervina akan hidup berkecukupan dengan Narendra! pikir Candra.
Hingga pagi datang, Ervina sudah dibawa ke kamarnya untuk dihias. walau bagaimanapun Ervina memohon, Candra tetap bersikukuh menikahkan Ervina dengan Naren.
Ervina hanya bisa menurut saat satu- persatu orang-orang itu menghias dirinya, sambil sesekali mengusap air matanya yang luruh tanpa ijin.
Sesak sekali dada Ervina!
Tak pernah Ervina bayangkan akan menikah di usia yang sangat muda, dan tidak tau menikah dengan siapa? Hal itu membuat Ervina semakin dilanda kesedihan.
Hingga riasan sudah selesai dan para perias meninggalkan ruangan itu, membuat Ervina menatap pantulan dirinya di kaca dengan sendu, "Apa salah Na, Ayah? Kenapa Na harus menikah dengan orang yang tidak Na tau!" gumamnya.
Cklek!
Ervina menatap ke arah pintu dari kaca di depannya, dan Candra berdiri di ambang pintu itu dengan tenang, gagah dan tampan.
"Apa alasan Ayah menikahkan Na?" todong Ervina.
Candra mendekat dan merangkul putri kecilnya itu sambil menatap pantulan mereka di kaca, "Maafkan Ayah, ini Ayah lakukan demi kebaikanmu, Na!"
Candra merasakan haru yang tak bisa dijelaskan sekaligus sedih saat melihat putrinya dalam balutan kebaya putih yang membuatnya semakin cantik.
"KEBAIKAN APA, YAH? APA? NA MAU KULIAH KE SWISS SAMA SEPERTI KAKAK, BUKAN MENIKAH!" teriak Ervina untuk yang pertama kalinya pada sang Ayah.
Ervina benar-benar tak bisa menerima alasan kebaikan dirinya yang dibicarakan sang Ayah, "Apa karena Ayah bangkrut?" lanjut Ervina karena banyak sekali teman yang mengucapkan turut sedih untuk kebangkrutan Ayahnya.
Dan ucapan Ervina itu membuat Candra hanya diam tak mampu menjawab!
"Jadi benar, Ayah bangkrut! dan aku? Apa Ayah menjualku?" tanya Ervina dengan ekspresi yak menyangka.
"Tutup mulutmu, dan menikah dengannya! kamu harus menurut!" ucap Ervina.
"TIDAK MAU, NA MAU PERGI SAJA!" teriaknya sambil berontak dan terus berjalan menuju ke arah pintu kamar Ervina dengan penuh emosi.
"KELUARLAH NA! Setelah itu jangan lupa hadir di pemakaman Ayah, Na!" ucap Candra, membuat Ervina langsung menghentikan langkahnya.
"Apa maksud, Ayah!" tanya Ervina dengan terbelalak.
Candra mendekati Ervina, kemudian mengusap pipi gadis kecilnya itu, "Tidak ada Ayah yang menjual putrinya, namun Ayah berurusan dengan Tuan Narendra Bimantara, Ayah terjerat hutang 5 milyar!" ucap Candra.
Deg!
Ervina mundur beberapa langkah dengan limbung, kenyataan yang didengarnya langsung dari mulut sang Ayah justru membuat sakit tersendiri di relung hatinya.
Tidak berniat? Omong kosong apa lagi, jika tidak berniat kenapa Ayah mengambil keputusan secepat ini dan mengorbankan dirinya! pikir Ervina.
"Jadi Na benar-benar dijual? Na dijadikan penebus hutang Ayah?" lirih Ervina sambil menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya dengan keputusan ayahnya.
Candra menggeleng, "Jika tidak, kita semua akan hancur! Na, Ayah, dan Kakak juga akan diburu oleh Tuan Naren yang kejam itu! Ini semua demi keluarga kita, Na!" ucap Candra mencoba memberikan pengertian pada putrinya itu.
"LALU AYAH MENGORBANKAN NA PADA LAKI-LAKI KEJAM SENDIRIAN? AYAH JAHAT!"
Bersambung...
"LALU AYAH MENGORBANKAN NA PADA LAKI-LAKI KEJAM SENDIRIAN? AYAH JAHAT!" pekik Ervina dengan lelehan air mata yang turun tanpa ijin.
"Setidaknya Na akan hidup berkecukupan dengan Tuan Naren!" jawab Candra.
"Kenapa tidak Kakak saja, Yah? Kakak sudah berusia 24 tahun, sedangkan Na masih 19 tahun, Yah?" kejar Ervina yang merasa hidupnya tidak adil.
Kakaknya bisa memutuskan hidup dan kuliah di sana dengan bebas, sedangkan dirinya justru harus menjadi korban untuk keluarganya! Bukankah jika melihat usia, Kakaknya jauh lebih siap untuk menikah?
"Kakakmu hampir selesai kuliahnya, Na! Sayang jika masa depan dan karirnya hancur dengan menikah!" jawab Candra.
Jder!
Bak pisau yang menghunus langsung dada Ervina!
Ayahnya sangat mengkhawatirkan masa depan kakaknya dan tak sedikitpun mempertimbangkan nasibnya? sakit sekali hatinya, dan sakit itu kian menggunung pada Ayahnya !
Dengan tangis yang tak bisa Ervina tahan dia berkata, "Sejak kecil memang Ayah sangat menyayangi, Kakak! Ayah selalu membedakan Na sama Kakak! Kakak! Kakak! Kakak! Semua hanya tentang kakak!" teriak Ervina dengan wajah merahnya.
"KELUAR! AYAH KELUAR SEKARANG!" teriaknya sambil terisak.
Ervina tidak tahan melihat wajah laki-laki yang harusnya menjadi pelindung untuknya, namun justru menjerumuskan dengan keegoisannya!
Ervina terduduk di meja rias dengan linangan air mata yang tak ingin berhenti, menangis terisak untuk takdir hidup yang tak adil menurutnya.
Ditambah ucapan ayahnya membuat hatinya pedih, Ayahnya tega menjual dirinya yang masih kecil pada CEO yang terkenal kejam!
"Ya Tuhan, Sakit sekali hati Na! Na harus apa, Tuhan!" batinnya.
Ervina melihat pantulan dirinya yang tampak menyeramkan, make up nya sudah luntur di beberapa titik karena air mata, maskara dan airlyner juga sudah luntur dan mencetak noda hitam di kantung matanya.
Namun detik berikutnya, Ervina seolah tak diberi kesempatan untuk menangisi takdir hidupnya, kedua perias itu masuk untuk membenarkan riasan wajah Ervina bersamaan dengan suara akad menggunakan pengeras suara yang bisa semua dengar.
"Saya terima nikah dan kawinnya, Ervina Candra Ayu binti Candra Prasojo dengan mas kawin logam mulia seberat 66 gram dan uang sebesar 5 milyar dibayar tunai!"
"Bagaimana saksi?"
Sah!
Sah!
Sah!
Finish!
Ervina telah menjadi istri dari laki-laki yang tidak dikenalnya!
Gadis berusia 19 tahun itu mau tidak mau, harus menerima kenyataan jika telah menjadi istri dari seseorang.
Anak remaja yang sedang mekar-mekarnya itu, harus meredupkan ronanya karena telah dipetik.
Bunga itu telah bertuan!
Ervina harus kehilangan masa indah remajanya.
Dengan hati yang berat, Ervina membuka matanya setelah memejamkan erat sejak tadi, kala mendengar suara dingin dan asing itu mengucapkan perjanjian sakral mengambil tanggung jawab akan dirinya dari sang ayah.
"Pergi saja, Mbak! Saya bisa benarkan sendiri make up ini!" ucap Ervina dan kedua perias itupun keluar.
Ervina butuh waktu sendiri, barang hanya lima menit, untuk sekedar mencerna kejadian demi kejadian mendadak dalam hidupnya yang berbalik 180°.
Ervina menatap dirinya di pantulan kaca, "Kamu sudah bersuami, Na! Ya, kamu!" tunjuknya, "Andai saja Ibu masih ada disini bersama Na, tentu Na pasti tidak akan sesedih ini, Bu!" gumamnya.
Tiba- tiba Ervina mengingat mendiang ibunya yang wafat lima tahun lalu karena kanker yang dideritanya.
"Ibu pasti tidak akan rela mengorbankan Na seperti Ayah!" lirihnya.
Pikiran Ervina terus menerawang jauh ke masa lampau, saat Ayahnya selalu membedakan kasih sayang padanya dan sang kakak, pasti Ibu yang akan membasuh luka itu. Karenanya, Ervina sangat dekat dengan ibunya dibandingkan kakaknya dengan ibunya.
Namun saat Ibu wafat, kakak sudah berangkat ke Swiss dan Ayah tak ada anak lain selain Ervina! Sejak saat itu Ervina merasa dicintai ayahnya.
Ervina membuang jauh-jauh pikiran jika Ayahnya pilih kasih, karena nyatanya Ervina juga di sayangi oleh sang Ayah.
Namun itu semua sia-sia, Ervina kini sadar jika ayahnya memang tidak benar-benar menyayangi dirinya, dan saat keadaan seperti ini terjadi, dirinyalah yang akan menjadi tumbal.
Padahal, uang selalu Ayah kirimkan untuk semua keinginan kakaknya di Swiss, bukankah seharusnya kakak yang menanggung ini semua!
"Ibu, Na kuat kan? Tidak apa Ayah tidak menyayangi, Na! Ibu pasti selalu jaga Na, kan?" gumamnya sendiri.
"Ibu, Na berjanji!" ucapnya lagi seolah benar-benar sedang berbicara dengan ibunya didepan kaca, "Na akan menjadi istri sholehah seperti Ibu, Na akan patuh dan sabar mengahadapi suami Na, seperti apapun bentuk suami Na, Bu!" lanjutnya.
Pasalnya, Ibunya dulu sering menasehati Ervina, untuk selalu patuh dan taat pada suaminya kelak, seberapapun tinggi pendidikannya tetap harus taat, karena surga istri ada pada ketaatannya pada suami.
Dan itu Ibunya terapkan, Ibunya sosok penyabar dan penyayang, juga sangat patuh dan taat pada Ayahnya.
Detik berikutnya, Ervina kemudian menerbitkan senyumannya, "Bismillah ya Allah, Na yakin ini yang terbaik untuk Na!" lirihnya.
Ervina berusaha melapangkan dadanya dengan keadaan ini!
Hingga beberapa saat Ervina menenangkan hatinya, tak terdengar suara gaduh diluar sama sekali kecuali langkah kaki yang orang yang mondar-mandir.
Ervina tampak mengernyit, saat ketukan pintu kamarnya terdengar, "Masuk!"
"Maaf Nona, Anda sudah di tunggu diluar!" ucap salah satu asisten rumah tangga di rumahnya.
"Baik, Bi!" ucapnya dan Ervina mulai mengikuti langkah bibinya.
Deg!
Sepanjang melangkah jantungnya berdebar, kala melihat ruangan rumahnya yang sudah sepi, tidak ada Ayahnya, tidak ada penghulu, dan tidak ada mempelainya!
Apa lagi tamu undangan!
Apa-apaan ini?
Dimana pernikahannya?
"Bi kemana perginya semua orang?" tanya Ervina.
Bibi tampak berhenti sebentar dan menoleh, "Tuan sudah berangkat ke kantor, penghulu dan saksi sudah pulang dan saya ditugaskan untuk menjemput, Nona!" jawabnya.
Ha!
Tragis sekali pernikahannya ini bukan!
'Ayah langsung ke kantor? Bahkan tak ada rasa bersalah saat menjual putrinya sendiri?' batin Ervina.
"Bodoh! Berharap apa kamu Ervina? Kamu akan dijemput dan berjalan ke arah mempelaimu dengan diiringi kebahagiaan? Sadar, kamu hanya dijual!" batinnya merutuki hatinya sendiri.
Aku kuat! Aku pasti bisa! pikirnya.
Ervina kembali melangkah menuju keluar dan seseorang turun membukakan pintu untuk Ervina, "Silahkan, Nyonya!" ucapnya.
"Anda siapa? Tuan Naren?" tanya Ervina.
Orang itu kemudian membungkuk sebentar, "Perkenalkan, Nyonya, saya Bagas, asisten pribadi Tuan Naren! Saya ditugaskan untuk mengantar Anda ke mansion!"
Ervina mengangguk, "Salam kenal, Pak Bagas!"
"Jangan panggil Pak, Nyonya! Panggil saja [Bagas]" ucapnya sambil mempersilahkan masuk ke dalam mobil.
Ervina hanya mengangguk dan masuk ke dalam mobil itu sambil membatin, "Na kamu berharap suamimu yang menjemputmu, Kau hanya dijual! Ingat, kau dijual, Na!"
Lagi, Ervina tersenyum miring sekaligus menertawakan pernikahannya itu!
Sepanjang perjalanan, mereka berdua hanya diam tanpa ada sepatah katapun keluar. Hingga, mobil yang dikendarai Bagas mulai masuk ke dalam sebuah kawasan hijau dengan gerbang tinggi.
Ervina tampak terkejut dengan kediaman suaminya yang sangat besar dan megah.
"Silahkan turun, Nyonya!" ucapnya.
Ervina mengangguk dan turun, "Terima kasih, Mas Bagas!"
Bagas kemudian mengangguk, tak ingin meralat panggilan dari nyonya barunya itu lagi, dan memilih berjalan menuju pintu untuk mengantar Ervina.
Pintu terbuka dan para maid sudah beberapa berdiri disana, dan ada anak kecil dengan rambut pirang bergelombang di ujung sana.
Cantik sekali! Membuat Ervin terpana dan tak bisa mengalihkan pandangan dari gadis kecil itu.
"Perkenalkan ini Nyonya Ervina, istri Tuan Naren!" ucap Bagas
"Selamat datang, Nyonya!" ucap para maid bersamaan.
Ervina mengangguk sambil tatapannya terus mengunci mata gadis kecil itu, "Terima kasih!"
Walaupun sedikit aneh dengan perlakuan semua orang, Ervina berusaha untuk biasa saja, dengan jantung yang bergejolak dan bertanya-tanya orang seperti apa Naren itu!
"Jadi dia Mommynya, Calisha?" lirih gadis kecil itu.
Deg!
Bersambung...
Mommy muda ya, Na🤣
Hallo, Sayang- sayang ❤🔥
Semoga para sayang-sayang suka dengan novel perdana author Roro ya🤓
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!