Louis Fernando, pulang dari kantor dengan guratan amarah di wajahnya.
Setelah mendapatkan aduan dari ibunya, dia langsung pulang untuk menemui istrinya, padahal waktu itu jam kerja masih berlangsung.
"Agatha! Keluar kamu!"
Suara melengking memekakkan telinga. Di dalam ruangan, suara Louis menggema dan terlonjak terkejut.
Agatha yang mendengar panggilan suaminya, ia langsung buru-buru keluar dari arah dapur untuk menemui suaminya.
"Iya mas, kok mas pulangnya lebih awal? Bukannya ini masih jam kerja?"
Bukannya mendapatkan jawaban yang tepat, ia malah dilempar oleh beberapa foto yang menunjukkan kemesraan dirinya dengan seorang laki-laki yang tak lain adalah teman dari suaminya.
"Mas, apa ini?"
Agatha terkejut melihat foto dirinya yang berserakan di atas lantai. Ia langsung berjongkok dan memunguti foto itu lalu melihatnya satu persatu.
"Loh mas, ini fotoku sama siapa? Dari mana mas dapat foto seperti ini?"
Tangan Agatha gemetar dengan mengamati foto yang dipegangnya.
"Jangan berlagak bego Agatha! Hanya kamu yang bisa menjelaskannya. Sekarang jelaskan, apa yang membuatmu berpikir untuk menyelingkuhiku!"
Agatha menggeleng. Ia bahkan tidak pernah keluar rumah tanpa suaminya, bagaimana ia bisa selingkuh di belakang suaminya.
"Tidak mas, aku tidak pernah berselingkuh dengan siapapun, ini bukan aku, ini pasti foto orang lain."
Agatha berkata jujur, tak ingin terjadi kesalahpahaman dengan suaminya.
"Masih juga bisa berkilah kamu! Kurang peduli apa aku sama kamu? Bahkan semua yang kau minta telah kuturuti, dan inikah balasanmu? Dasar perempuan munafik!"
Agatha menangis dan mendekati suaminya. Dia pegang tangan suaminya dengan badannya gemetaran hebat. Tidak menyangka suaminya menuduhnya begitu buruk.
"Mas, Aku bersumpah tidak pernah berselingkuh darimu. Selama ini aku sudah setia sama kamu, mas. Kenapa kamu tega menuduhku seperti ini. Tolong percayalah padaku, mas!"
"Lepas! Menjauhlah dariku! Aku jijik dipegang oleh wanita hina sepertimu! Bisa-bisanya kau bilang ini tidak benar. Jelas-jelas bukti ini sudah cukup kuat untuk menuduhmu, Agatha! Lebih baik sekarang kau pergi dari sini!"
Agatha menggeleng menangis. Ia tidak menyangka prahara rumah tangga bakalan terjadi setelah tiga tahun pernikahannya.
Setelah tiga tahun menikah, baru mendapatkan kebahagiaan saat ia dinyatakan berbadan dua.
Sudah melakukan banyak cara untuk mendapatkan anak, karena Louis dinyatakan tidak subur, tapi setelah berhasil mendapatkan keturunan dengan sangat teganya Louis langsung mengusirnya dari rumah.
"Mas, jangan usir aku mas, Aku tengah mengandung anakmu, kalau kamu mengusirku dari sini, aku akan tinggal di mana? Bagaimana dengan nasib bayi ini?"
Louis menaikkan ujung bibirnya menyeringai. Ia tak yakin kalau anak yang dikandung oleh Agatha adalah buah cintanya. Dalam sekejap cintanya hilang, yang terasisa hanyalah kebencian.
"Anakku? Apa kau pikir aku percaya kalau anak ini adalah keturunanku? Tidak, aku tidak percaya kalau anak yang kamu kandung itu benihku, ini anak haram yang kau hasilkan dengan Gilang, kau minta tanggung jawab dia saja, karena aku tak sudi mengakuinya sebagai anakku. Lekas pergi dari rumahku! Cepat!"
Di saat suasana tegang, Desi, ibu dari Louis datang dengan berjalan berlenggak lenggok memasuki kediaman putranya.
Dia sangat menikmati kemarahan Louis yang sudah percaya dengan aduannya.
"Louis, sebaiknya selesaikan urusanmu saat ini juga! Mama nggak mau hidupmu hancur karena ulah wanita rendahan ini."
Refleks Agatha menoleh, lagi-lagi ibu mertuanya ikut campur urusan rumah tangganya.
Kini ia begitu yakin, Louis sudah termakan omongan orang tuanya agar membencinya
"Mama, apa maksud Mama bicara seperti itu? Apa yang harus diselesaikan?" tanya Agatha.
"Jangan memanggilku dengan sebutan Mama! Aku tidak sudi punya menantu seperti dirimu! Apa kau pikir aku suka anakku menikah denganmu? Dari awal kalian menikah, aku sudah tidak sudi, jadi jangan pernah memanggilku Mama, apa kau paham?!"
Agatha meneguk ludahnya susah, tenggorokannya serasa tercekat.
Cacian yang dilontarkan oleh ibu mertuanya sangatlah keterlaluan. Padahal selama menikah ia selalu bersikap baik dan perhatian pada keluarga suaminya, tapi tak satupun dari mereka peduli padanya.
"Mas, segitunya kamu tega sama aku. Kurang apa aku ini mas? Selama ini aku sudah banyak berkorban untuk keluarga ini, tapi seperti inikah caramu memperlakukanku? Aku pastikan, foto ini palsu! Foto ini hanyalah rekayasa yang dibuat seseorang untuk memisahkan kita. Tolong pikirkan kembali sebelum mengambil tindakan bodoh seperti ini. Selama ini aku sudah cukup bersabar Mas, sabar itu ada batasnya. Jika tidak bersalah tapi dituduh itu rasanya sangat menyakitkan."
Desi mendekati anak laki-lakinya dan membujuknya untuk tidak terpengaruh oleh ucapan Agatha.
"Jangan dengarkan ocehannya yang tidak bermutu itu Louis! Dia itu jelas-jelas perempuan hina, dia sudah mencoreng martabatmu sebagai seorang suami. Apa yang bisa kau pertahankan dari wanita macam itu. Kau harus menceraikannya, Mama tidak mau kamu hidup lebih menderita lagi karena selalu dibohongi olehnya. Di depan matamu dia selalu bersikap baik, seolah-olah dia adalah perisaimu, tapi di belakangmu, kelakuannya sangatlah keterlaluan."
Louis masih diam, dia sangat bingung harus mempercayai istri atau ibunya.
Sejauh ini Agatha tidak pernah membuat masalah dengannya, bahkan wanita itu sangatlah perhatian, namun ketika mendapati foto kemesraan istrinya dengan pria lain, hatinya hancur.
"Louis! Kamu harus percaya sama Mama kalau foto itu benar, ini bukan rekayasa, Louis! Jangan terpengaruh oleh omongannya, dia itu mau menikah denganmu karena harta bukan karena mencintaimu! Bukannya dia sudah terbukti telah berselingkuh dengan Gilang."
Agatha menggelengkan kepalanya terheran-heran oleh kelakuan mertuanya yang selalu ikut campur urusan rumah tangganya. Bahkan di situ ia sudah difitnah mati-matian dianggap sudah berselingkuh dengan sahabat dari suaminya sendiri.
"Ma, Mama kenapa sih, selalu ikut campur urusan rumah tangga kami. Sebelumnya rumah tangga kami baik-baik saja dan tidak pernah ada masalah, tapi kenapa tiba-tiba Mas Louis mendapatkan foto dan Mama juga ada di sini, pasti foto itu ada hubungannya sama Mama, kan?"
"Aku harus tekankan berapa kali, tolong jangan panggil aku dengan sebutan Mama, karena Aku jijik sama kamu!"
Desi kembali membentak dengan tatapannya melotot hingga membuat bola matanya nyaris keluar.
"Oh, iya maaf Tante."
"Mendingan lekas kemasi barang-barangmu dan lekas pergi dari sini. Biarkan putraku segera mengurus perceraian kalian."
Dengan nafas tertahan, Agatha memutuskan untuk berkemas dan pergi, percuma juga bertahan hidup bersama suami yang tak lagi respect padanya. Untuk apa ia harus bertahan dengan orang yang tidak bisa menerima kondisinya.
Selama ini Agatha sudah banyak hidup menderita, dan dikucilkan oleh keluarga suaminya. Dulu Louis masih membelanya, tapi entahlah ada angin apa yang sudah menghantamnya hingga begitu kasar tak beretika.
"Baiklah. Aku akan keluar dari sini. Terimakasih mas Louis, kamu sudah memberiku tempat bersandar walaupun hanya sebentar."
Agatha langsung bergegas menuju kamar untuk mengambil barang-barangnya.
Lima tahun telah berlalu Agatha pergi meninggalkan rumah suaminya. Dia bahkan sampai saat ini belum mendapatkan surat cerai dari suaminya.
Agatha hidup bertiga dengan kedua anak kembarnya yang masih kecil. Dengan segala upaya ia lakukan untuk bertahan hidup bersama kedua anaknya.
"Kenzo, Kenzie, bisakah kalian membantu mommy?"
Hari ini Agatha dengan semangat barunya menyewa sebuah rumah. Rumah yang cukup sederhana, namun masih nyaman untuk ditempati bersama si kembar.
"Memangnya mommy butuh bantuan apa? Angkat besi atau angkat tangan," seru kedua bocah berusia empat setengah tahun yang kini duduk di taman kanak-kanak.
"Ck, kalian ini ya! Mommy minta bantuan buat naruh mainan kalian itu ke dalam kardus. Masa habis bermain diberantakin kayak gitu, nggak ditaruh lagi ke dalam kardus," tegur Agatha.
Kedua bocah kembar itu cengengesan dengan berjongkok memunguti mainannya dan ditaruhnya kembali ke dalam kardus.
Sangat pengertian, selama ini si kembar menjadi penyemangat Agatha yang sering sedih dengan kehidupannya yang kekurangan.
"Mommy besok rencananya mau cari kerjaan di luar, kalian doain ya, mommy dapat pekerjaan. Kalian kan sekarang udah mulai sekolah, kalau mommy diam di rumah terus, siapa yang akan membiayai sekolah kalian?"
Awalnya si kembar melarang ibunya bekerja di luar, mereka hanya tidak ingin ibunya terlalu kecapekan, namun mereka tidak bisa memberikan pertolongan karena masih terlalu kecil dan belum bisa bekerja seperti orang dewasa.
"Tapi mommy kerjanya nggak jauh kan? Kalau kerjanya jauh mendingan jangan deh mom, biar kami saja yang bekerja, iya kan, Zo?"
"Iya, tentu saja aku sependapat denganmu. Mendingan mommy kerja di rumah saja, jualan bubur terus dijual depan rumah, atau kami bisa bantu jualan keliling."
Agatha salut dengan kedua anaknya yang begitu perhatian padanya, dia sangat bersyukur karena masih punya harapan hidup setelah mengalami kehidupan yang pahit bersama suaminya.
"Nak, kalau mommy kerja di rumah, mana ada yang beli? Lagian kalian mau bantu mommy jualan keliling, memangnya kalian tau jalanan yang ada di sini? Aneh-aneh saja. Mommy nggak perlu dibantuin kerja, asalkan kalian belajar dengan benar dan menjadi anak yang baik, mommy udah seneng banget. Nanti kalau mommy dapat pekerjaan di luar, kalian baik-baik di rumah ya? Jangan main di luar, setelah pulang sekolah harus segera pulang, nggak boleh main di luar."
Sebenarnya sangatlah tidak tega meninggalkan anak sekecil itu, tapi ia butuh biaya hidup.
Agatha sengaja menyekolahkan anaknya di dekat kontrakan dan sudah dititipkan pada gurunya. Dia tidak selalu ada buat menemani mereka karena harus bekerja serabutan.
"Kenapa mommy harus bekerja sih? Harusnya kalau kita punya Daddy, kita nggak harus hidup susah, dan mommy nggak perlu bekerja."
Selama ini si kembar tidak pernah mengetahui siapa Ayahnya. Agatha tidak pernah memberitahu mereka di mana Ayahnya berada.
Suaminya tidak pernah mengakui mereka sebagai anaknya, lantas untuk apa mengenalkan si kembar kepadanya.
"Sayang, memangnya harus ya, punya Daddy? Bukannya selama ini kalian hidup tanpa Daddy dan baik-baik saja. Adanya Daddy ataupun tidak, itu sama saja, jangan pernah mengeluh karena nggak ada Daddy."
Agatha tidak ingin anak-anaknya berlarut sedih mengharapkan Ayahnya kembali. Bagi Agatha, suaminya sudah mati dan tidak mungkin bakalan kembali, atau mungkin suaminya sekarang sudah bahagia dengan kehidupan barunya.
Tak ingin berdebat dengan ibunya, si kembar memutuskan untuk melangkahkan kakinya keluar rumah dan memilih untuk bermain di halaman.
"Kalian kalau main bola jangan sampai keluar, mommy mau jemur pakaian di belakang."
Dengan nada sedikit kencang, Agatha memberikan peringatan kepada kedua putranya.
Kedua anak itu tidak lagi nasehat dari ibunya, mereka memilih untuk mengambil bola dan berniat untuk bermain.
"Dasar aneh, semua punya Daddy, kenapa hanya kita yang nggak punya Daddy, apakah salah kalau kita berharap bisa punya Daddy?"
Brak ..
"Sialan!!"
Suara seseorang tengah mengumpat saat mobilnya yang hendak menepi terkena lemparan bola.
"Siapa yang sudah melempar bola?"
Suara seorang pria keluar dari dalam mobil dan mencaritahu dari mana asal bola yang sudah mengenai kaca mobil majikannya.
Kedua bocah kembar telah kehilangan bolanya, mereka yakin bolanya tengah menggelinding keluar halaman.
"Ya, kamu sih, kemana bolanya tadi! Kurang keras kalau nendang, harusnya sampai mengenai jidat orang."
Kenzie mengomeli kembarannya yang sudah menghilangkan bola mainannya.
Mereka berniat keluar pagar untuk mencari di mana keberadaan bola yang sudah terlempar keluar.
"Heh, rupanya ada anak kecil, pasti mereka Tuan. Tuan tunggulah sebentar, biar saya yang akan menegur mereka."
Seorang pria dewasa bergegas keluar dari mobilnya dengan tatapan yang dipenuhi oleh amarah menghampiri si kembar.
"Hei anak kecil! Apa yang sudah kau lakukan hum? Kenapa kau melemparkan bola ke mobil. Kalau kacanya pecah, memangnya kau mau ganti rugi!"
Seruan pria itu membuat si kembar melotot. "Hah, pria itu memarahi kita. Memangnya apa yang sudah kita lakukan? Kita kan nggak ngapa-ngapain dia. Ada-ada saja!"
Dengan beraninya Kenzo mendekati pria dewasa itu. Dia tidak ingin dimaki-maki oleh orang lain tanpa mengetahui letak kesalahannya.
"Heh Tuan, bisakah kau lebih sopan saat bicara sama anak kecil? Kalau kau tidak bisa sopan, kau mau dikasari juga! Lagian ya, siapa yang sudah mengganggu anda. Siapa juga yang sudah melempar bola ke mobil anda. Mobil kayak gitu aja kok, jangan mentang-mentang jadi orang dewasa jadi suka menindas anak kecil ya!"
Pria itu dibuat geram, kedua bocah itu bukannya takut, tapi malah melawannya.
"Dasar anak ingusan! Bayi segini udah pandai melawan orang tua. Mau jadi apa nanti."
Seorang pria tampan dengan memakai kacamata hitam keluar dari dalam mobil. Dia ikut geram saat sang bodyguard tak bisa menegur anak kecil dan malah menciptakan perdebatan.
"Willy, apa yang kau lakukan? Mengurus anak sekecil itu saja kau tidak bisa!"
Pria yang bernama Willy itu menoleh dengan mukanya datar.
"Tuan, anak ini terlalu berani melawan. Sudah salah, tapi nggak mau disalahkan. Saya yakin sekali orang tuanya tidak bisa mendidiknya dengan baik, makanya anak-anaknya berani melawan orang lain."
Pria itu menatap dingin pada si kembar. Dia mendekati si kembar dan berjongkok di depannya. Padahal dia memang kurang suka pada anak kecil, dan kini ia berjongkok di depan si kembar.
"Siapa nama kalian?"
"Aku Kenzo dan ini kembaranku Kenzie," jawab Kenzo dengan menggandeng kembarannya.
Pria itu manggut-manggut dengan menatapnya dalam-dalam. "Jadi kalian ini kembar ya? Terus kalian ngapain bermain di luar halaman. Kalau ada orang jahat gimana?"
"Aku mau mencari bolaku yang terlempar keluar, tapi pria busuk ini malah mencaciku, katanya sudah melempar mobilnya. Tolong katakan padanya Tuan, kami tidak ada niatan untuk melempar bola ke mobil Tuan, kalau mobil Tuan tidak ingin lecet, sebaiknya tinggalkan tempat ini."
Agatha sangat senang, hari itu ia diterima kerja di sebuah perusahaan swasta.
Setelah berhari-hari mencari pekerjaan, akhirnya ada tawaran untuknya, dan dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan baik ini.
"Sayang, ayo bangun. Hari ini kalian sekolah kan? Mommy ada kejutan buat kalian."
Pagi-pagi sekali Agatha sudah membangunkan si kembar, karena dia juga akan berangkat bekerja, ini hari pertamanya bekerja, dan ia tidak boleh sampai terlambat.
Si kembar menatap malas ibunya, bahkan matanya masih sangat mengantuk tapi sudah diganggu ketenangannya.
"Mommy itu kenapa sih, pagi-pagi sekali udah ganggu aja. Bukannya sekolah PAUD itu masuknya juga agak siang. Lagian kejutan apa yang ingin Mommy berikan kepada kami. Paling juga kejutan makan nasi goreng, iya kan mom?"
Kenzo dan juga Kenzie sudah sangat hafal dengan kejutan yang diberikan oleh ibunya. Hampir setiap hari mereka menikmati nasi goreng kecap yang dibuat oleh Agatha.
Sedari kecil Agatha mengajarkan kedua anaknya untuk hidup hemat, dan memang keadaannya tidak memungkinkan untuk hidup berfoya-foya.
"Ada hal lain yang lebih baik daripada sekedar nasi goreng. Tapi memang hari ini kalian makan nasi goreng lagi ya, buat sarapan pergi sekolah. Mommy akan tambahkan uang jajan buat kalian, tapi kalian nggak boleh dihabisin, nanti bisa buat jajan saat pulang sekolah juga, karena hari ini Mommy akan bekerja."
Kedua bocah kembar itu langsung terbelalak lebar dan beranjak dari kasur.
Antara senang dan sedih karena mereka akan ditinggalkan untuk bekerja di luar. Padahal mereka berharap Ibunya bisa bekerja di rumah dan menemaninya, tapi itu hanyalah bayangannya saja, karena keuangan ibunya tidak setebal dompet CEO.
"Mommy mau bekerja? Memangnya mommy mau bekerja di mana? Jangan bilang tempatnya jauh. Kalau jauh lebih baik jangan ya, mom? Nanti kami akan carikan pekerjaan yang dekat dengan rumah, biar Mommy bisa temani kita terus di rumah. Kalau mommy bekerja jauh-jauh, kami akan kesepian di rumah, nggak ada yang menemani."
Agatha merasakan sesak di dadanya. Di saat anaknya butuh kasih sayang dan pelukan hangat dari kedua orang tuanya mereka tidak bisa mendapatkannya Bahkan ia sering meninggalkannya untuk mencari pekerjaan di luar.
Apalah mau dikata, dia hanyalah wanita miskin yang harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama kedua putranya.
Agatha hanyalah anak panti asuhan yang tidak tahu di mana keberadaan orang tua kandungnya, dan dia tidak bisa berharap pada siapapun untuk mendapatkan belas kasihan.
"Sayang, mommy sendiri juga tidak tahu di mana letak perusahaan itu, mommy akan coba cari dan semoga saja perusahaannya tidak jauh dari sini. Maafkan Mommy ya nak, mommy belum bisa membahagiakan kalian, tapi kalian nggak boleh sedih dan juga nggak boleh nakal. Kalian adalah anak yang kuat, kalau Mommy di rumah terus menemani kalian, kita mau makan apa? Kalian juga butuh uang buat biaya sekolah dan juga jajan. Doakan saja yang terbaik buat Mommy agar Mommy diterima bekerja dengan baik dan mendapatkan gaji yang layak. Nanti kalau Mommy mendapatkan gaji banyak, mommy janji akan mengajak kalian jalan-jalan setelah gajian. Tentunya kalian ingin jalan-jalan di luar kan?"
Kedua bocah kembar itu sangat sedih melihat ibunya bekerja sendirian tanpa ada yang membantu.
Mereka berharap agar lekas besar dan bisa membantu orang tuanya yang banting tulang sendirian untuk mencukupi biaya hidup keluarga.
"Mommy, maafkan kami ya? Kami hanya merepotkan Mommy saja. Andai saja kami sudah besar, kami nggak perlu sekolah tinggi. Kami akan bantu Mommy bekerja dan Mommy duduk saja di rumah. Andai saja kami punya Daddy yang menemani kita di sini, tentunya Mommy tidak akan terlalu sibuk mencari pekerjaan di luar. Pasti Daddy tidak akan mengizinkan Mommy bekerja di luar. Kasihan sekali Mommy, semuanya dikerjakan sendirian tanpa ada yang membantu."
Agatha merangkul kedua anaknya dengan mengusap punggungnya. Dia sangat sedih mendengar keluhan dari kedua bocah kembar yang mengharapkan kehadiran sosok Ayah di hidupnya.
Seandainya saja dia tidak difitnah oleh mertuanya, mungkin rumah tangganya masih berlanjut, dan dia tidak akan hidup menderita di luar bersama kedua anaknya.
Bahkan suaminya meragukan jika janin yang tengah dikandungnya itu adalah darah dagingnya sendiri. Padahal selama itu dia sudah berusaha keras untuk bisa mendapatkan anak, namun di saat dia dalam keadaan mengandung malah diragukan kehamilannya.
"Sayang, kalian nggak usah mikirin tentang Daddy. Di sini Mommy sudah bisa menjadi Daddy buat kalian. Buktinya tanpa Daddy kita masih bisa bertahan hidup kan?"
Dengan menangkup kedua pipi gembul putranya Agatha menahan untuk tidak menangis. Hatinya teriris, rasanya ia ingin menjerit namun tak kuasa dan tidak ingin menangis di depan putranya.
Mungkin sudah menjadi takdir hidupnya yang harus menderita sumur hidup. Bahkan kedua orang tuanya saja sudah membuangnya di panti asuhan dan tidak menginginkannya.
"Iya mom, mommy aja udah cukup buat kami. Mungkin memang kita tidak terlahir untuk memiliki Daddy, tapi nggak apa-apa. Kami yakin suatu saat nanti pasti ada orang kaya yang mau menjadi Daddy kita, dan hidup kita nggak miskin lagi, iya kan Zo?"
Kenzie berceloteh dan masih memiliki harapan untuk bisa memiliki Ayah untuk memberinya kebahagiaan sebagai pengganti Ayahnya yang sudah pergi meninggalkannya sejak ia berada di dalam kandungan.
Kenzie tidak lagi berharap Ayah kandungnya akan kembali dan membawanya untuk tinggal bersama. Baginya Ayah yang sudah meninggalkannya dan menelantarkannya tidak pantas untuk disebut sebagai Ayah.
"Iya, tenang aja, nanti kita akan bantu buat cari Ayah yang baru. Kami akan mencari orang yang kaya raya dan juga tampan agar mau menikahi Mommy dan menjadi Ayah kita. Mommy tenang saja, nggak usah mikirin kami. Kami memiliki urusan sendiri dan tidak mau diganggu oleh siapapun."
Agatha mengerutkan keningnya, pemikiran anaknya yang cerdas dan dewasa membuatnya salut.
Anak balita yang masih di bawah umur 5 tahun sudah bisa berpikir positif untuk membahagiakan ibunya. Sedangkan Ayah kandungnya sendiri sudah tidak peduli di mana keberadaannya, bahkan untuk surat cerai pun dia tidak mendapatkannya.
"Memangnya kalian mau cari Ayah ke mana? Mana ada orang kaya raya mau menjadi Ayah kalian yang miskin dan mommy yang tidak cantik seperti ini. Kalian itu ada ada saja. Nggak usah yang aneh-aneh, lebih baik kalian belajar yang benar agar menjadi anak yang pintar. Nanti kalau kalian sudah dewasa dan pintar, kalian akan menjadi orang yang sukses dan bisa membanggakan Mommy. Mommy tidak butuh Ayah baru buat kalian, bersama dengan kalian saja Mommy sudah sangat bahagia, tidak harus berbagi kebahagiaan bersama orang lain yang belum tentu bisa menerima baik keadaan Mommy dan juga kalian."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!