NovelToon NovelToon

MENIKAHI ANAK BOS PAPAKU

Menolak Menjadi Istri

Kaki Giska berdiri di depan gedung perusahaan Almando Corporation. Salah satu perusahaan terbesar yang ada di Asia Tenggara. Kantornya saja sampai memiliki 17 lantai dengan berbagai anak perusahaan di dalamnya.

Nyali Giska agak ciut juga. Tangannya memegang tali tas dukungnya. Ia baru saja pulang kuliah dan nekat datang ke sini.

Semalam ayahnya mengatakan, atas permintaan bos nya, mereka ingin menikahkan Giska dengan putra tunggal mereka. Ayahnya tak bisa menolaknya, karena bos nya itu sudah banyak membantu mereka apalagi saat ibu Giska sakit dan harus dirawat selama 3 tahun karena kanker usus yang dideritanya. Sayangnya, ibu Giska meninggal saat Giska masih berusia 15 tahun.

"Orang gila mana yang mau setuju anaknya menikah dengan anak seorang sopir? Dan lelaki yang akan dijodohkan dengannya itu, apakah juga seorang pria bodoh? Hallo, bukankah ini zaman modern?" Giska bergumam sendiri dalam perjalanan ke kantor ini.

Gadis itu berulang kali menarik napas panjang lalu segera melangkah masuk ke lobby kantor itu. Kantornya nampak sepi karena mungkin ini sementara jam makan siang. Giska berharap agar ayahnya tak melihatnya datang ke sini. Seorang satpam menghadangnya di depan pintu masuk.

"Ada perlu apa ya, nak?" tanya Satpam itu. Usianya mungkin tak beda jauh dari ayahnya. Dan Giska beruntung karena satpamnya terlihat ramah.

"Eh, saya mau bertemu dengan Alkanza Putra Almando." kata Giska. Ia sudah menghafal nama itu sejak semalam.

"Ha?" Satpam itu terkejut. "Adik siapa ya?"

"Giska. Aku....aku....." Giska bingung harus menyebut dirinya apa.

Satpam itu memperhatikan dandanan Giska. Sepatu kets butut, kemeja berwarna putih dan celana jeans yang nampak bersih walaupun terlihat sudah memudar warnanya. Rambut yang diikat satu, lengkap dengan tas dukungnya.

"Ade mau mencari pekerjaan? Kelihatannya adik belum tamat SMA. Pulang saja. Di sini juga tak ada lowongan pekerjaan."

"Tapi aku adalah calon istri Alkanza Putra Almando."

Satpam itu tertawa. "Jangan terlalu banyak nonton sinetron, de. Ayo sana pergi!" Satpam itu secara halus mengusir Giska.

"Tapi aku .....!"

"Nona Giska?"

Giska dan satpam itu sama-sama menoleh. Seorang pria berusia sekitar 35 tahun, memakai setelan jas mahal berdiri di dekat mereka. Giska mengenalnya. Namanya Ruddy Cung. Lelaki berwajah oriental yang datang ke rumahnya kemarin.

"Paman!" Giska membungkuk hormat.

"Ada apa ke sini?" tanya Ruddy sambil mendekat.

"Saya mau ketemu dengan Alkanza Putra Almando."

Ruddy tersenyum. Terlihat sangat berwibawa. "Ayo, saya antar ke ruangan tuan Alka." Ruddy mempersilahkan Giska mengikutinya, meninggalkan sang satpam yang nampak tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Giska dan Ruddy masuk ke dalam lift. "Ruangan tuan Alka ada di lantai 15. Beliau adalah wakil direktur di perusahaan ini. Mudah-mudahan beliau sudah selesai meeting."

Giska hanya mengangguk. Ia sudah tak sabar untuk bertemu dengan pria bodoh yang mau dijodohkan dengannya.

Pintu lift terbuka di lantai 15. Lantai ini terlihat sepi. Ruddy melangkah ke pintu yang bertuliskan wakil direktur. Ia mengetuknya perlahan dan setelah itu membukanya.

"Tuan, ada yang ingin ketemu."

"Siapa?"

"Tuan lihat saja."

Ruddy mempersilahkan Giska untuk masuk.

Sejuknya ruangan yang ber AC langsung Giska rasakan saat ia melangkahkan kakinya ke dalam ruangan itu.

Seorang pria berjas mahal nampak sedang duduk di kursi kerjanya. Kepalanya tertunduk dan nampak sedang membaca sebuah dokumen.

Giska berdehem. Membuat kepala pria itu terangkat. Matanya menyipit dan dahinya berkerut.

"Siapa kamu?" tanyanya penuh curiga sambil melepaskan dokumen yang dibacanya.

Giska menatap lelaki di depannya. Garis wajah yang nampak tegas, alis tebal dengan rambut sedikit coklat. Nampaknya ia blesteran bule.

"Apakah kamu yang bernama Alkanza Putra Almando?"

Alka tak menjawab. Ia menatap Giska dengan mata tajamnya. Kemudian lelaki itu berdiri lalu berkacak pinggang.

"Siapa kamu?" Suara Alka terdengar mulai marah.

"Kamu lelaki bodoh ya?" ejek Giska sambil berkacak pinggang pula.

"Apa?" wajah Alka menjadi merah saat mendengar perkataan Giska.

"Hanya lelaki bodoh yang mau dijodohkan dengan gadis berusia 19 tahun dan anak dari sopir."

Alka langsung ingat sesuatu saat Giska menyebut sopir. "Kamu Giska? Anak paman Delon, sopir papaku?"

"Ya."

Alka tersenyum. Lebih tepatnya tersenyum mengejek. "Kamu tentu senang mau dijodohkan dengan aku kan?"

"Jangan harap! Jangan mimpi! Aku justru ke sini mau bilang ke kamu agar menolak perjodohan ini. Aku belum mau menikah."

Alka ingin rasanya menjitak kepala gadis di depannya. Manis sih menurut Alka namun masih seperti bocil.

"Hei bocil, siapa juga yang mau menikah dengan kamu?"

"Ya baguslah. Bilang ke papamu agar tak memaksa papaku untuk menikahkan kita. Siapa juga yang mau sama lelaki tua macam kamu? Aku sudah punya pacar. Dia salah satu mahasiswa terbaik di kampusku."

"Kamu bilang aku tua? Usiaku baru 27 tahun."

"Dan usia ku baru 19 tahun. Katakan pada papamu, aku sama sekali tak menyukaimu. Orang yang menikah itu dasarnya harus sama. Saling mencintai."

"Kamu saja yang bilang pada papa mu agar menolak keinginan bosnya yang sudah sedikit gila karena menjodohkan putra terbaiknya dengan anak sopir yang sok cantik ini."

Giska menggelengkan kepalanya. Matanya jadi berkaca-kaca. "Aku tak bisa menolak keinginan ayah. Aku tak bisa menyakitinya."

"Aku juga tak bisa menolak keinginan papaku." Kata Alka. Ia perlahan melangkah keluar dari meja kerjanya. Kemudian ia bersandar di meja itu dengan kedua tangannya yang dimasukan ke dalam saku celananya.

"Hei, kamu sudah gede, sudah sudah bisa bertindak sendiri dengan menolak pernikahan ini. Segitu saja nggak bisa. Memangnya kamu lulusan universitas mana?"

Alka nampak geram. "Hei bocil, aku ini lulusan terbaik di Harvard university. Aku master."

"Nah....lulusan terbaik kok nggak bisa berpikir realistis sih? Derajatmu akan turun jika menikah denganku."

"Aku tahu. Namun papa ku tak peduli. Jika aku tak menikah denganmu, maka aku akan kehilangan 10 persen saham di perusahaan ini. Kamu tahu berapa nilai saham 10 persen?"

"Mana aku tahu?" jawab Giska ketus.

"Makanya, kamu terima saja pernikahan ini." Suara Alka sedikit pelan. Ia tahu bocah cilik di depannya ini tak bisa ditekan.

"Aku nggak mau. Aku mencintai pacarku."

"Cinta monyet jangan dipikirkan. Akan cepat hilang." Alka mengajak Giska duduk di sofa yang tersedia di ruangannya. Keduanya pun duduk sambil berhadapan.

"Menikah denganku banyak keuntungannya. Pertama, kamu akan mendapatkan black card unlimited yang dapat kamu pakai belanja barang-barang branded. Kamu bisa naik mobil mewah ke kampus dan akan mendapatkan tempat parkir khusus. Kamu akan menjadi gadis sosialita yang memamerkan tempat-tempat indah di seluruh dunia dengan liburan mewah."

"Aku bukan perempuan matre!"

"Sekarang kamu bilang seperti itu. Perempuan mana sih yang tak suka dengan kemewahan?"

Giska menjadi emosi mendengar perkataan Alka. "Mungkin perempuan yang selama ini kamu kenal adalah seperti itu. Tapi kamu harus tahu kalau tak semua perempuan miskin akan menjadi silau saat melihat harta." Giska kemudian melangkah hendak pergi. Namun sebelum tangannya menggapai gagang pintu, Ia menoleh. "Hanya kamu yang bisa membatalkan pernikahan ini. Jadilah pria dewasa yang pintar, jangan bodoh hanya karena harus kehilangan 10 persen saham. Jangan tukar kebahagiaan mu dengan uang. Nanti kamu sendiri yang akan menyesal."

Alka tertegun mendengar kata-kata Giska. Saat gadis itu membuka dan menutup pintu ruangannya kembali, Alka kemudian mengingat kembali percakapannya dengan papanya 2 hari yang lalu.

"Papa, aku sudah melakukan banyak hal untuk perusahaan ini, mengapa saham ku sangat kecil dibandingkan dengan kedua kakak perempuan ku? Memangnya apa yang sudah mereka lakukan untuk perusahaan ini? Suami kak Yulan saja korupsi di perusahaan kita." ujar Alka saat menemui papanya di kamar tidurnya. Sudah seminggu ini papanya sakit.

"Persyaratannya cuma satu. Kamu menikah dan memberikan cucu laki-laki untukku supaya aku tahu keluarga Almando punya penerus."

Alka mendesah kesah. "Pa, aku belum mau menikah. Aku baru 27 tahun."

"Papa menikah saat usia papa 24 tahun."

"Pa.....!"

"Alka, papa ini sakit-sakitan. Usia papa sudah tua. Ingat, kamu lahir saat papa sudah berusia 42 tahun. Usia papa sekarang sudah 69 tahun. Bagaimana papa bisa pergi dengan tenang jika kamu belum menikah dan memiliki anak? Kakak-kakak mu bisa saja tak berbuat adil padamu karena merasa kalau kamu hanyalah anak dari istri kedua papa. Mereka juga tahu wasiat yang ditinggalkan mamamu bahwa kamu harus menikah sebelum mendapatkan 10 persen bagian sahamnya di perusahaan kita."

Alka duduk di tepi ranjang. "Pa, aku belum memiliki gadis yang cocok untuk dinikahi."

"Papa sudah punya calon untukmu. Jangan pilih dari salah satu perempuan yang pernah kau kencani karena papa tahu mereka hanya menginginkan ketampanan, ketenangan dan juga hartamu. Kamu juga sudah membuang benih dengan percuma." Geo Almando sedikit kesal saat mengucapkan kalimat itu. Dia tahu kalau terlalu memanjakan Alka telah membuat putranya itu keras kepala dan agak susah diatur.

"Aku nggak mau dijodohkan, pa."

"Kamu harus menikah dengan gadis pilihan papa atau kehilangan 10 persen saham mamamu, dan kehilangan jabatanmu sebagai direktur utama perusahaan Almando."

"Memangnya siapa gadis yang akan dijodohkan denganku?"

"Namanya Giska. Anaknya manis, cantik, tinggi, dan terutama ia dari keluarga baik-baik. Dia juga pintar sepertimu. Sangat berprestasi di bidang akademik. Menjadi murid teladan dan mahasiswa teladan. Apalagi yang kurang?"

"Siapa orang tuanya?"

"Pak Delon."

"Pak Delon mana? Dari perusahaan apa?"

"Pak Delon, sopir pribadi papa."

Alka hampir pingsan mendengar nya. "Pa, pak Delon memang baik, sopir yang setia namun menikahi anaknya bukankah menurunkan derajat kita?"

"Derajat apa? Masalah status sosial? Dengan uangmu, kamu dapat merubah seorang upik abu menjadi cinderela. Dan biasanya menikah dengan cindera akan forever."

"Pa, bagaimana mungkin aku menikah namun tak mencintai istriku?'"

"Kamu pasti akan mencintainya. Dan dia memang pantas dicintai. Anaknya memang agak tombol. Namun dia cantik seperti mamanya."

"Pa...." bujuk Alka. Dia tahu papanya sangat menyayangi dia.

"Nikahi Giska atau kamu keluar dari perusahaan."

"Pa.....!"

Geo langsung membaringkan tubuhnya. Ia tidur membelakangi putranya. "Waktumu satu bulan untuk membuat gadis itu menerima lamaranmu. Kalau tidak, papa tidak main-main dengan semua ini."

Alka menarik napas panjang. Percakapan dengan papanya membuat lelaki itu nampak kesal. Namun Alka juga orang yang ambisi. Ia tak mau kakaknya bahkan kedua saudara iparnya menguasai semua yang sudah dia usahakan selama ini.

************

Hai guys bagaimana menurut kalian kisah ini?

Di paksa Pendekatan

Mobil Alka memasuki halaman salah satu kampus terkenal di kota ini. Wajah tampan itu terlihat sedikit kesal namun ia harus datang ke sini untuk membujuk bocil gila yang menolak menikah dengan pria seperti Alka.

Bolehkan Alka sedikit sombong? Memangnya gadis mana yang pernah menolak dia? Gadis dari level sosialita tertinggi seperti artis, model, anak bangsawan, anak pejabat, semuanya pernah dekat dengan Alka. Kok anak sopir menolak sih?

Alka turun dari Mercedes-Benz. Kacamata hitam ada di atas hidung mancungnya. Ia mengenakan celana kain hitam dan kemeja biru yang digulung sampai di lengannya. Alka baru saja selesai rapat dan harus datang ke tempat ini untuk mengajak kerja sama gadis yang sama sekali tak disukainya.

Tak lama kemudian, Alka melihat Giska yang menuruni tangga. Namun gadis itu tak sendiri. Ia bersama seorang cowok. Keduanya saling bergandengan tangan.

Berarti benar yang dia katakan kemarin. Dia punya cowok. Ganteng juga cowoknya. Kelihatannya mereka pasangan yang cocok. Sama-sama bocil. Kata Alka dalam hati.

"Honey, aku mau latihan basket dulu ya? Kamu masih ada kuliah?" tanya Deo, pacar Giska.

"Nggak. Aku mau langsung pulang saja. Ada sesuatu yang harus aku bicarakan dengan ayah. Kebetulan hari ini ayah sedang off."

Deo mengangguk. "Jadi kamu pulang naik bis?"

"Iya. Nggak masalah. Sudah biasa juga."

Deo tersenyum. Ia mengecup punggung tangan Giska sebelum akhirnya pergi dengan beberapa temannya yang sudah menunggu.

Giska menatap punggung pacarnya yang menghilang di balik gedung olahraga yang ada di kampus mereka ini.

Sudah 8 bulan Giska dan Deo pacaran. Awalnya Giska menolak Deo karena cowoknya itu termasuk salah satu anak orang berada. Ayah Deo adalah kepala dinas di salah satu instansi pemerintah dan ibunya adalah salah satu dosen ternama di universitas ini.

Sejak pertama Giska masuk kuliah, Deo sudah mengejarnya. Setahun lebih sampai akhirnya Giska menerima cinta kakak tingkatnya itu.

Giska terkejut saat melihat Alka yang sedang berdiri di dekat mobilnya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Giska sambil kepalanya celingukan ke kanan dan ke kiri.

"Menjemput calon istriku." jawab Alka sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Calon istri? Enak saja. Sana pergi!" Giska melangkah menjauh namun Alka dengan cepat menarik tangannya, membuka pintu mobilnya dan segera mendorong gadis itu untuk masuk ke dalam mobilnya.

"Kamu mau apa?" teriak Giska panik karena ia tak bisa membuka pintu mobil.

Alka yang kini duduk dibalik kemudi menatap gadis itu. "Kita harus bicara, Giska."

"Apalagi yang harus dibicarakan? Aku tak mau menikah denganmu."

Alka menjalankan mobilnya meninggalkan kampus.

"Turunkan aku saja."

"Aku nggak mau. Kita bicara dulu." Alka bersikeras.

Giska yang kesal karena tak bisa membuka pintu mobil akhirnya memilih diam. Ia memeluk dadanya sendiri, berusaha menahan emosi dan bersikap tenang.

Mobil yang dikendarai Alka memasuki halaman parkir sebuah cafe. Ia menghentikan mobilnya dan segera turun. Ia kemudian membukakan pintu bagi Giska. "Ayo turun!"

Giska turun dengan wajah cemberut. Pelayan cafe langsung menyambut mereka dan mengantarkan Alka dan Giska ke meja mereka. Meja yang berada di sudut ruangan dan nampak agak terpisah dengan meja lainnya.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Alka.

"Aku nggak mau apa-apa. Sudah makan tadi bersama pacarku." jawab Giska ketus.

Alka berusaha sabar. Ia menatap pelayan itu. "Pesan 2 jus jeruk dan kue coklat."

Pelayan itu langsung pergi.

"Aku kan bilang nggak mau makan apa-apa." kata Giska ketus.

"Nggak masalah. Kalau kamu nggak mau memakannya bisa kita beri ke pelayanannya."

"Katakan saja apa maumu!" ujar Gelya tak sabaran.

"Ayo kita menikah!"

"Aku nggak mau. Aku kan sudah b guruilang kalau aku sudah punya pacar. Lagi pula, yang seharusnya menolak itu adalah kamu. Abaikan saja saham 10 persen itu."

"Aku nggak mau! Kamu pikir saham 10 persen itu nilainya berapa? Aku sudah mengabdikan hidupku di perusahaan papaku semenjak aku masih berusia 20 tahun. Sambil kuliah aku bekerja. Aku tak mau semuanya diserahkan kepada kedua kakakku dan suami-suami Meraka yang hanya tahu korupsi."

Giska menatap Alka dengan dahi berkerut. "Mengapa sih kamu mau mengorbankan kebahagiaan mu hanya karena harta? Uang itu gampang dicari. Kita tak bisa menikah karena tak saling mengenal dan tak saling mencintai."

"Kamu hanya perlu menikah denganku, memberikan aku seorang anak laki-laki dan setelah itu kita bisa berpisah. Kamu AKAN mendapatkan banyak uang saat kita berpisah nanti."

"Kamu berpikir semuanya bisa dibeli dengan uang? Bukankah....." Kalimat Giska terhenti karena pelayan membawakan pesanan mereka.

"Terima kasih!" ujar Gelya. Ia menatap Alka. "Alka, tolak keinginan papamu. Aku juga akan bicara dengan ayahku sore ini. Kita jangan menikah. Kamu hanya akan membuat hidupku dalam neraka."

Alka menggeleng. "Kalau papaku sudah memberi perintah maka tak ada yang bisa membatalkannya."

"Kamu bodoh!" Giska menghentakkan kakinya. Ia kemudian meminum jus jeruk yang ada di depannya tanpa sadar. Ia juga memakan kue yang ada di hadapannya.

"Wah, kuenya sangat enak." gadis itu bergumam saat menyadari betapa lezatnya kue itu.

Alka menggelengkan kepalanya. Dasar bocil! ucapnya dalam hati.

"Nih, makan saja punyaku." Alka mendorong piring kecil yang berisi kue bagiannya. Giska yang sebenarnya memang belum makan siang, tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia pun memakan kue bagian Alka sampai habis.

"Terima kasih untuk kuenya. Sekarang aku mau pergi!"

"Eh.....!" Alka menahan tangan Giska. "Jangan dulu pergi. Kita buat kesepakatan dulu."

Giska menepiskan tangan Alka. "Nggak mau!" lalu gadis itu berlari sangat cepat meninggalkan Alka. Lelaki itu jadi gemes sendiri. Niatnya untuk meyakinkan Giska agar menikah dengannya harus gagal. Giska sungguh keras kepala namun Alka tak mau menyerah.

*************

Giska membereskan kamar ayahnya. Walaupun hari ini sang ayah mengatakan tak masuk kerja namun saat Giska pulang, ayahnya tak ada.

Gadis itu pun mengganti seprei di kamar ayahnya. Namun saat ia mengangkat kasur busa, ia terkejut melihat ada sebuah map dan amplop berwarna kuning. Giska membaca map itu yang ternyata tertulis nama ayahnya. Ia segera mengambil ponselnya dan memfoto hasil CT-Scan itu kemudian memfoto juga hasil pemeriksaan darah laku mengirimkannya pada Deo sang kekasih yang adalah pacar Giska.

Tak lama kemudian, Deo menghubungi Giska.

"Hallo sayang, ini hasil pemeriksaan ayahmu ya?" tanya Deo dari seberang.

"Iya. Artinya apa?"

"Sayang, ayahmu terkena kanker paru-paru stadium akhir."

"Apa?" Hp yang dipegang Giska langsung jatuh.

"Giska.....! Giska.....!" terdengar suara Deo yang memanggilnya. Giska memungut kembali ponselnya. "Kamu nggak salah melihatnya kan?'

"Nggak. Foto itu dan hasil pemeriksaan darahnya menunjukan kalau ayahmu mengidap penyakit yang serius."

"Terima kasih, Deo." Giska terduduk di atas lantai. Ia tak melihat ada tanda-tanda ayahnya yang sakit selama ini. Apakah ayahnya menyimpan semuanya dengan sendiri?

Walaupun hatinya berat. Giska meneruskan untuk membereskan kamar ayahnya. Ia menyimpan kembali bukti pemeriksaan itu di tempat semula. Kemudian Giska keluar dari kamar ayahnya. Ia menuju ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Namun hati dan perasaannya tak tenang.

Makanan yang dibuatnya hampir siap saat ia mendengar bunyi suara mobil yang memasuki halaman rumahnya. Ia terkejut saat mengintip dari balik jendela itu adalah mobil Alka. Alka turun dan membukakan pintu bagi ayahnya.

"Giska......!" panggil Delon saat membuka pintu.

Giska pura-pura muncul dari dapur. "Eh, ayah....!" Giska mencium tangan ayahnya dan melirik ke arah Alka dengan mata melotot.

"Ayah tadi ke rumah teman ayah. Saat sedang menunggu bis, nak Alka kebetulan lewat. Makanya diantar ke sini. Kamu sedang apa?"

"Menyiapkan makan malam. Sebentar lagi selesai. Apakah ayah sudah lapar?" tanya Giska.

"Ayah sudah lapar." jawab Delon.

"Aku juga sudah lapar. Soalnya tadi ada orang yang memakan kue milikku." ujar Alka membuat Giska ingin rasanya menjitak kepala lelaki itu.

"Makan saja di sini. Itu sih kalau tuan Alka tak keberatan." kata Delon merendah.

"Nggak masalah. Sebentar lagi kan kita akan menjadi keluarga. Memang sudah seharusnya kita lebih dekat lagi." kata Alka membuat Giska ingin menendang lelaki itu keluar dari rumahnya.

Akhirnya mereka bertiga makan malam. Makanan rumahan yang sederhana namun dalam hati Alka mengakui kalau masakan si bocil ternyata enak.

Selesai makan, Alka masih duduk sebentar untuk menikmati kopi tanpa gula. Lalu kemudian dia akhirnya pamit.

"Alka, tunggu!" Giska mengejarnya sebelum cowok itu masuk ke dalam mobilnya.

"Ada apa?"

Giska berusaha menahan tangisnya. "Please, jangan buat ayahku berharap kalau kita akan menikah. Aku mohon kepadamu, hentikan semua ini. Aku belum mau menikah. Usiaku baru 19 tahun."

"Nanti aku minta ke pihak pengadilan untuk membuat dispensasi agar kita bisa menikah walaupun usiamu belum 21 tahun." jawab Alka dengan entengnya.

"Alka, aku mencintai Deo. Aku nggak mau berpisah dengannya."

"Kamu dapat kembali padanya saat kita sudah berpisah."

"Kamu brengsek! Bodoh!" Giska tanpa sadar meninju bahu lelaki itu.

Alka menepuk lembut pipi Giska. "Selamat malam calon istriku!" lalu ia segera membuka pintu mobilnya dan segera meninggalkan halaman rumah itu.

Hati Giska bertambah kacau. Ia kemudian kembali masuk ke dalam rumahnya. Di lihatnya sang ayah yang sedang duduk di ruang tamu sambil menonton berita malam.

"Apakah tuan Alka sudah pulang?"

"Iya, ayah."

"Belajarlah untuk sopan padanya, nak. Karena dia sudah mau menikah denganmu. Ayah melihat bagaimana tadi kamu bersikap kurang sopan padanya. Ayah akan tenang jika kamu sudah menikah."

"Ayah, tidak dapatkah kita menunda pernikahan ini?" Giska duduk di samping ayahnya.

Delon membelai lembut kepala putrinya. "Jangan menunda sesuatu yang baik. Karena jika almarhumah ibumu masih hidup maka dia yang meminta kamu untuk menikah. Karena sesungguhnya sejak kamu masih di dalam kandungan ibumu, tuan Geo dan istrinya sudah meminta mu untuk dinikahkan dengan tuan Alka."

"Apa?"

"Kisahnya panjang, nak. Akan ayah ceritakan besok atau lusa. Sekarang ayah lelah. Ayah mau tidur dulu. Bolehkan?"

Giska mengangguk. Baru kali ini ia melihat wajah tua ayahnya nampak sangat lelah dan menahan sakit. Gadis itu bingung. Apa yang harus dilakukannya ?

************

Hai....semoga suka dengan kisah ini ya?

Keputusan

Alka mengacak rambutnya dengan kasar. Ia sama sekali tak bisa berkonsentrasi memeriksa semua laporan yang ada di hadapannya.

Tadi pagi, saat sarapan, papanya sudah bertanya tentang tanggal pernikahan dan Alka belum berhasil meyakinkan gadis itu.

Rudi sang assisten sekaligus tangan kanan papanya memasuki ruangan.

"Ada apa? Kenapa nampak kacau?"

Alka menatap lelaki yang sudah dianggap seperti kakaknya sendiri.

"Giska.....!"

"Masih menolak lagi?"

Alka mengangguk.

"Ya sudah. Lepaskan saja. Buat apa menikah kalau memang gadis itu tak mau."

"Aku nggak mau kehilangan saham 10 persen milik mamaku apalagi tak menjadi direktur di perusahaan ini. Sekarang saja, saat si Jacky masih menjabat direktur sementara, sombongnya minta ampun!" Alka menyebutkan Jacky yang adalah suami dari kakak tertuanya.

"Tuan Jacky kan orangnya pintar dan juga sangat menguasai perusahaan ini."

"Tapi dia suka korupsi. Nggak. Apapun yang terjadi aku harus menjabat sebagai direktur utama dan menyingkirkan semua yang berusaha merusak perusahaan ini." kata Alka dengan wajah tegas.

Rudi tersenyum. "Kalau begitu, kejar Giska. Buat dia mau menikah denganmu."

"Si bocil keras kepala itu. Kenapa sih dia menolak aku."

"Mungkin di matanya tuan kurang tampan."

"Brengsek! Siapa yang bilang kalau aku kurang tampan." Alka langsung berdiri sambil berkacak pinggang. Ia mengambil kunci mobilnya. "Aku harus menemui Giska lagi dan meyakinkan dia untuk segera menikah denganku."

Rudi tersenyum melihat Alka yang pergi. Ia segera menelpon tuan Geo Almando. "Tuan, tuan muda pergi lagi menemui nona Giska."

"Biarkan dia berjuang untuk mendapatkan gadis itu. Biarkan dia berusaha untuk perempuan yang akan menjadi istrinya."

Rudi membereskan ruangan Alka yang nampak berantakan. Ia melihat berbagai foto gadis cantik yang ada di laci meja kerjanya. Para gadis yang selama ini kencan dengan Alka dan tak pernah disukainya. Rudi tahu Alka adalah pekerja keras dan para gadis hanya dijadikan kesenangan belaka. Alak bahkan tak pernah dekat dengan seorang gadis lebih dari 2 bulan karena seluruh waktunya hanya untuk pekerjaannya.

*************

"Sakit yang dialami ayahmu sudah masuk ke tahap sangat serius. Jika melihat hasil pemeriksaan ini, dia hanya akan bertahan selama 3 atau 4 bulan." kata dokter Celia, dokter ahli dalam yang adalah juga dekan di fakultas kedokteran. Ia dekat dengan Giska karena gadis itu pernah menolongnya saat dokter cantik itu pingsan di dekat parkiran kampus.

"Apakah tidak ada kemungkinan ayahku akan sembuh, dok?"

Celia memegang tangan Giska. "Giska, penyakit kanker belum ada obatnya. Kemoterapi hanya akan menolong seseorang sementara saja. Yang harus kamu lakukan sekarang adalah membuatnya bahagia. Kadangkala kebahagiaan justru akan memperpanjang umur seseorang."

Giska mengangguk. Ia keluar dari ruangan dekan itu dengan langkah gontai. Membayangkan usia ayahnya yang tak lama lagi, Giska menjadi sangat gelisah.

"Giska......!"

Giska menoleh. April, teman baiknya mendekati dia. "Kamu dari mana saja? Deo dari tadi mencari mu."

"Aku dari ruangan dekan Celia."

"Ada apa ke ruangan dosen fakultas kedokteran?"

"Ayahku sakit, sangat parah." kata Giska sambil menunjukan semua hasil tes pemeriksaan ayahnya.

April memeluk sahabatnya itu. "Sabar ya, Gis. Mungkin benar apa yang dikatakan dokter Celia, kamu harus berusaha menyenangkan ayahmu."

Giska duduk di bangku beton yang ada di teman itu. Terbayang kembali keinginan ayahnya untuk menikahkan dia dengan Alka.

"Sayang.....!" Deo mendekat dan langsung duduk di samping Giska. April segera pamit untuk memberi ruang pada pasangan itu untuk berbicara.

"Ada apa? Kamu terlihat sangat sedih." Deo memegang tangan kekasihnya. Tangis Giska langsung pecah.

"Hei, kenapa sayang?" Deo menghapus air mata Giska dengan punggung tangannya.

"Ayah, seperti yang aku katakan lewat telepon semalam. Dia sakit dan kata dokter Celia, sakitnya sangat parah. Waktunya tak akan lama lagi. Aku harus bagaimana? Aku nggak mau kehilangan ayah."

"Sayang, kamu tahu bahwa semua orang punya batas usianya sendiri-sendiri. Kamu ingat kan saat adikku meninggal tertabrak mobil? Awalnya papa dan mamaku sangat terpukul. Namun lama kelamaan mereka mampu menerima kenyataan bahwa memang usia adikku hanya sampai disitu. Kalau pun memang ayahmu harus pergi karena sakit yang dideritanya, kamu jangan takut. Aku tahu kalau kamu gadis yang kuat. Dan aku akan selalu berdiri di sampingmu. Atau kalau perlu, kita menikah saja sekarang supaya ayahmu tahu kalau ada aku yang akan menjagamu."

Tangis Giska semakin dalam. Bagaimana jika Deo tahu bahwa Giska justru akan dijodohkan dengan orang lain? Giska menjadi Deo, mereka sedang ada dalam fase manis-manisnya menikmati hubungan pacaran. Giska suka dengan Deo yang lembut dan selalu pengertian. Deo bahkan tak pernah kasar padanya selama 8 bulan ini.

"Deo, kita kan masih sangat muda. Bagaimana mungkin kita harus menikah?"

Deo kembali menghapus air mata Giska. "Aku tahu kita masih sangat muda. Usiamu 19 tahun dan usiaku 22 tahun. Tapi sebentar lagi aku akan lulus di fakultas kedokteran. Aku akan lanjut dengan koas. Selama ini aku tak pernah mengatakan padamu kalau sebenarnya aku punya usaha sendiri. Bahkan orang tuaku tidak tahu. Aku dan beberapa teman membuka usaha di bidang properti. Sudah dua tahun dan hasilnya lumayan. Bisa membiayai kehidupan kita. Orang tuaku pasti juga akan setuju karena mereka menyukaimu."

Giska hanya mampu memeluk Deo sambil menahan sakit di hatinya. Ia tak tahu bagaimana harus mengatakannya pada ayahnya.

*************

Hujan turun dengan sangat deras saat Giska berdiri di halte bis. Deo masih ada kuliah sampai malam dan Giska tak bisa menunggu nya karena gadis itu ingin cepat pulang dan menyimpan kembali hasil pemeriksaan kesehatan milik ayahnya.

Sebuah mobil Jeep Wrangler berhenti di dekat halte bis. Seorang cowok turun sambil membawa payung.

"Ayo masuk!"

"Alka?"

"Masuklah. Kita harus ke rumah sakit karena ayahmu ada di sana."

"Apa?" Giska sangat terkejut. Ia mengikuti langkah Alka dan masuk ke mobil cowok itu. Alka memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah sakit.

Mereka pun akhirnya tiba di salah satu rumah sakit swasta milik keluarga Almando. Satpam langsung mempersilahkan keduanya masuk dan mobil Alka diurus oleh satpam tersebut.

Tanpa bicara, keduanya masuk ke dalam lift menuju ke lantai 3. Rudi tadi sudah memberitahukan pada Alka di mana ruang perawatan itu. Keduanya baru saja akan masuk dengan keadaan pintu yang sedikit terbuka. Namun Alka menahan tangan Giska saat mendengar percakapan papanya dan ayah Giska.

"Tuan harus banyak istirahat. Bagaimana jika anak-anak tuan tahu sakit tuan yang sebenarnya?" terdengar suara Delon, ayahnya Giska.

"Kamu memikirkan kesehatanku sementara kamu sendiri juga sedang kritis."

"Kita berdua berusaha menyembunyikan semua ini agar anak-anak kita bisa bahagia. Entah bagaimana jika Giska tahu yang sebenarnya. Ia pasti akan hancur. Makanya aku ingin pernikahan ini segera dilaksanakan agar aku bisa pergi dengan tenang. Agar aku bisa mewujudkan harapan mendiang istriku."

"Begitu juga dengan aku. Alka adalah kesayanganku. Namun jika dia tak mau menikah dengan Giska, aku serius dengan keputusanku. Membagi saham 10 persen peninggalan ibunya kepada kedua anakku yang lain. Aku tak mau Alka menikah dengan sembarang wanita. Karena mendiang istriku sudah menginginkan Giska semenjak ia ada dalam kandungan ibunya."

"Tuan, apakah kita berdua akan mati dengan sia-sia?"

Giska dan Alka saling berpandangan. Alka memegang tangan Giska dan gadis itu tak menolaknya. Keduanya masuk bersama di ruangan perawatan itu. Ternyata kedua pria itu sama-sama sedang dirawat.

"Alka? Giska?" Geo Almando senang melihat keduanya datang sambil bergandengan tangan.

"Papa, Giska sudah setuju menikah denganku. Silahkan tentukan saja tanggal pernikahan kita." kata Alka membuat Giska kaget dan menatap cowok itu namun Alka tak menoleh ke arah Giska. Ia semakin mempererat genggaman tangannya.

"Benarkah?" Delon menatap putrinya. Ia bahkan bangun dan duduk di ranjang perawatannya.

"Iya. Tapi bolehkah pernikahan kami ini dirahasiakan dulu? Giska kuliah dengan tanggungan beasiswa. Salah satu persyaratannya tidak boleh menikah sebelum tamat kuliah. Sebenarnya aku bisa saja menanggung biaya kuliah Giska namun ia harus pindah ke fakultas lain. Itu yang Giska tidak mau."

Giska terkejut. Bagaimana Alka tahu statusnya sebagai mahasiswa yang diberikan beasiswa?

"Baik, papa setuju. Kalian akan menikah 2 minggu dari sekarang. Namun setelah Giska selesai kuliah, maka pernikahan kalian akan diumumkan. Kita akan melaksanakan pernikahan kalian di Pulau pribadi kita yang ada di Jepang." kata Geo Almando dengan senyum penuh kebahagiaan. Giska menatap ayahnya yang juga tersenyum bahagia.

Deo.....! Guman gadis itu dalam hatinya.

************

Hai, semoga suka dengan cerita ini ya?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!