NovelToon NovelToon

The Blood Judgement I : Zero

Chapter 1

Semua pengakuan tidak ada gunanya sama sekali. Di dunia ini tidak ada keindahan seperti yang diharapkan. Setiap manusia yang memiliki pemikiran tentang keindahan itu, selalu berakhir dengan kekacauannya sendiri.

Semua ini salahku sendiri yang mengetahui jawaban dunia. Kondisi dunia ini jelas sudah tidak ada harapan untuk bertahan lebih lama. Oleh karena itu, sampai kapanpun, apapun yang kulakukan hanyalah bayangan dari masa laluku. Semua ketakutan yang kualami tak akan bisa diredam untuk melawan berbagai kekuasaan yang ada di alam semesta. Sama seperti orang bijak yang akan dikutuk oleh kebijakannya dan peradaban manusia layaknya bintang yang indah di langit ini pada akhirnya akan jatuh.

Dunia yang seakan-akan tidak bisa melihat masa depanku sendiri ini terasa sudah sangat memuakkan. Sepertinya dunia ini telah menyia-nyiakan pengorbanan yang kulakukan hingga terasa tidak ada gunanya sama sekali. Sudah beberapa bulan berlalu sejak aku tahu jawaban dipikiranku. Segalanya selalu akan kembali pada ketiadaan dan  ketidakpastian.

Aku memang tidak berguna, bisa-bisanya memiliki hidup tanpa  keadilan seperti ini. Aku pikir semua orang tidak ada yang peduli padaku.

Bumi sudah mulai hancur dan sekarat, dikarenakan perang melawan Monster buas emperor dan Erupsi Malaikat terus menerus hingga sekarang. Mereka bisa dikatakan sudah menguasai bumi sepenuhnya, aku tidak peduli dan merasa sepasrah apapun itu tidak penting lagi

Menjadi sosok penyelamat yang dipaksakan bukanlah ide bagus untuk melindungi bumi. Sudah Banyak teman-temanku yang berjuang mati-matian demi umat manusia termasuk diriku sendiri. Tapi, nyatanya itu semua hanyalah kenaifanku belaka, perjuangan yang ku alami sia-sia saja untuk dihormati oleh teman-temanku.

Dunia yang menyedihkan ini sudah menolak takdirku seakan-akan tidak ada gunanya melawan bahkan dalam pikiran batinku.

Aku sudah kehilangan arah dan mental. Melihat semua orang yang sudah kuselamatkan hanya karena kenaifan belaka, tapi berakhir dengan hasil nihil. Mereka pasti mencemoohku. Seharusnya kubiarkan mereka mati saja!

seandainya tuhan itu ada, aku berharap tuhan bisa mengabulkan doa-doaku.

Aku hanya memiliki satu keinginan saja, aku harap bisa lahir di dunia yang berbeda, yang memiliki kehidupan lebih baik dari dunia ini. Tidak apa-apa kalau dunia selanjutnya berbeda dengan dunia ini, akan ku jalani dengan sepenuh hati.

19 April 2137

Sebuah kota metropolitan di asia Timur yang tepatnya di negara china, Korea dan Jepang, kota bernama Neo Metropolitan itu cukup maju. Kota itu memiliki banyak teknologi yang mutakhir dan canggih. Di ketiga negara pastinya ada banyak pengungsi yang harus mereka pilih salah satunya demi kelangsungan hidup sebab ketiga negara menjadi dinding pelindung bagi umat manusia di Neo metropolitan.

Dari seluruh pasukan hanya tersisa sedikit. Insiden ini merenggut banyak korban jiwa, ada banyak monster buas emperor dimana-mana dan menimbulkan banyak korosi bagi bumi.

makhluk ini bukanlah berasal dari luar angkasa ataupun galaksi lain melainkan makhluk yang di kirimkan oleh tuhan di karenakan erupsi dari para malaikat demi menghakimi manusia di bumi karena sudah merusak ekosistem bumi. Sudah tak terhitung jumlah manusia di seluruh dunia yang bertarung sampai akhir namun hasilnya tetap nihil. Banyak juga diantara mereka yang takut akan kematian, terlebih prajurit yang bertarung bukanlah laki-laki.

seluruh prajurit di medan perang 98% hanyalah seorang perempuan yang disebut Valkries dan 2% prajurit laki-laki yang benar-benar cukup langka yang bisa beradaptasi dari korosi.

Penyebab banyaknya perempuan yang menjadi prajurit Valkries karena perjanjian yang ditandatangani menyebutkan bahwa tidak boleh ada diskriminasi, perempuan sudah bisa maju ke medan perang.

seiring berjalannya waktu jumlah reproduksi tidak meningkat sama sekali membuat jumlah manusia hanya tersisa sedikit. Para ilmuwan Society Of Scientiets mencoba merancang teknologi Project Trait yang dimana teknologi tersebut berguna bagi umat manusia setelah dunia gagal di selamatkan untuk bisa bertahan dari akhir penghakiman.

Banyaknya laki-laki yang tidak bisa bertahan karena korosi atau tidak bisa beradaptasi dengan wilayah yang berada di korosi membuat pemerintah dunia membuat aturan ketat bagi laki-laki yang berencana bergabung sebagai prajurit.

******

01 November 2137

Sesosok pemuda berumur 12 tahun yang pendiam dan Cukup tertutup kepada orang-orang bernama Akio Graham, ia hanya mengurung diri dikamar saja semenjak insiden erupsi malaikat ke-68, semuanya menghilang termasuk orang tua nya. Malaikat di golongkan sebagai manusia yang bermanifestasi dari energi korosi terkumpul menjadi satu sebagai Erupsi. Malaikat ke-68 mempunyai Kekuatan petir sama seperti Malaikat ke-3. Malaikat ini telah menghancurkan Banyak peradaban dekat Benteng pertahanan.

Pemuda itu depresi melihat kedua orang tuanya terbunuh oleh serangan malaikat ke-68. Yang ia miliki hanyalah ingatan tentang keduanya terbunuh di depannya saat ia masih berumur 4 tahun. Ingatan terakhir Bersama orang tuanya cukup samar, walaupun dia berencana melupakan ingatan pasca insiden. Sesekali ia mencoba tidak mengingat kejadian itu lagi sesudah orang tuanya mati.

Dia tidak punya rumah sama sekali. Tempat yang ia tinggali sekarang adalah rumah dinas di Benteng pertahanan demi melindungi pengungsi dari serangan Monster Emperor. Dia tidak punya kenalan sama sekali ditempat ini.

Pemuda itu adalah... aku. Diriku masih trauma pasca insiden yang menimpa keluargaku. Terlepas dari masalah kedua orang tuaku pergi meninggalkanku selamanya di dunia ini, kadang mencoba berani namun pada akhirnya tetap tidak berani mengingat kejadian itu. Sambil merenung dan berpikir untuk memberitahu seluruh valkries, hanya saja entah kapan mereka datang.

Saat itu aku hanya berusia 10 tahun. Tidak banyak pekerjaan yang bisa aku lakukan. hanya mencoba berdagang di wilayah kelas bawah dari hasil Bansos. Selain itu juga diriku melihat Kondisi pengungsi yang terkena diskriminasi Sesama Pengungsi lainnya. Sepertinya kehidupan di wilayah ini Tidak terpikirkan lagi.

Semenjak pekerjaan ini kujalani setahun lalu. Aku berencana tidak ingin keluar dari kamar dinas, ketakutanku pada dunia luar seperti suatu hal yang mengakar.

Tanpa sadar ada Seorang valkries mengetuk pintu dengan begitu lembut. Sosok valkries itu mengetuk  begitu lembut namun terus-menerus sampai membuat ku terganggu memainkan Dampak Gadis 3rd kebetulan Story kujalani Masih chapter 34 tepat arc Moon apalagi MC nya cukup cakep dan imut berinsiatif "Kiana". Tapi, Ketukan Di pintu Kamar ku mulai Lebih keras dengan suara Lembut dari valkries tersebut.

"Apa kau ada di kamar?" Tanyanya sambil mengetuk pintu sedikit keras.

"Cih... Menganggu Saja." Aku yang tidak senang dengan Ketukan pintu di kamar ku.

Karena cukup terganggu, aku beranjak untuk membukakan Pintu sedikit pelan. Setelah ku bukakan ternyata seorang gadis berparas cantik Dan rambut Coklat.

"Ada apa?! Aku sedang tidak butuh bantuan mu." Aku memilih mengintip dipintu saja dengan menggunakan sebuah masker agar wajahku tidak terlihat oleh siapapun.

"Kebetulan kau sedang menganggur mungkin kau bisa membantuku, aku sedang kesulitan." jawabnya dengan memberikan senyuman Manisnya.

"Tidak, aku tidak ingin keluar Kamar sedikitpun. Saat ini aku sedang sibuk ini." ucap ku sambil mengerutkan Kening.

"Masa sih, aku mendengar suara kau lagi main game." jawab nya sembari mendekati ku dengan menatap ku.

"Sudah kubilang, aku tidak mau ikut untuk membantu mu." Ucap ku dengan lantang.

Tak kuduga valkries itu mulai menarik tanganku saat aku lengah. Tangannya begitu lembut dan halus. tetapi ini pengalihan saja apalagi dia benar-benar membuatku keluar dari kamar dengan pakaian Pengangguran seperti ini.

Sontak pikiranku mulai memegang tangan Gadis yang pegang tangan ku yang lain sedang membawaku pergi membantu. Kejadian ini tidak pernah ada sesaat itu juga, diri ku belum mematikan Komputer yang sedang menyala saat memainkan Dampak Gadis apalagi di situ ada Valkries berinsiatif "Kiana" dengan outfit putih ada api nya, padahal itu kubeli dari hasil kerja keras sebelum menganggur.

Valkries tersebut menoleh kepada ku saat tangannya di pegang Balik.

"Sudah kubilang, aku tidak ikut."

Valkries Menatap wajah ku saat tangannya dan tangan ku bersentuhan satu sama lain antara kedua tangan kita berdua mulailah ada keraguan padaku. Sepertinya diri ku memang bodoh atau apa kok seberani itu menantang Valkries yang memiliki kehormatan tinggi di Benteng pertahanan.

Saat itu juga ia berkata denganku lalu melepaskan tangannya dari tangan ku.

"Pemuda seperti mu pasti pengungsi yang trauma memikirkan Kejadian pasca Erupsi." Ucapnya.

"Jangan khawatir kau akan Aman di sini selagi masih mematuhi Peraturan." lanjutnya sambil memegang Kedua pundak ku.

Apaan ini? Kenapa dia terlalu dekat? Terlebih perasaanku mulai tidak enak. Dia cukup cantik hanya saja payudaranya membuatku tidak bisa  menahan diri. Ini benar-benar godaan bagi ku.

......BERSAMBUNG......

Chapter 2

Gadis dihadapanku menatap dengan cara yang manis ke arahku. Tanpa kusadari dia membuatku  merasa gelisah dan berdebar. Tiba-tiba aku merasa grogi berdiri didepannya.

"Hey, kau jangan menatapku seperti itu. kau membuatku merasa tak nyaman dan gugup," ucapku terbata-bata.

Mendengar ucapanku, dia mundur selangkah dan memberiku ruang untuk menenangkan kegugupanku. Meski begitu, dia masih menatapku tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Hey, kenapa kau diam saja?" tanyaku semakin merasa gelisah.

"Hmm.... Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku sama sepertimu yang kehilangan tempat tinggal dan orang tua. Orang tuaku mengorbankan nyawa demi keselamatanku," ucapnya sembari berbalik dan berjalan menuju jendela. Dia bersandar dan menatap ke langit diluar yang tertutup awan kelabu.

"Sebenarnya aku tidak terlalu mengingat perjuangan dan pengorbanan orang tuaku. Yah, saat itu aku masih kecil dan tidak mengerti banyak hal. Kupikir aku hanya menangis ketika para Valkries datang untuk melawan para malaikat," lanjutnya.

Pandangan gadis itu menerawang seolah mengingat kejadian saat orang tua dan penduduk kota terbunuh didepan matanya secara langsung, seperti apa yang kualami. Hanya saja dia tidak meluapkan emosi dan perasaannya secara langsung.

Aku yakin ekspresiku yang tersembunyi oleh masker saat ini sangat tercengang saat mendengar ceritanya. Siapa yang menyangka ternyata gadis dihadapanku ini memiliki pengalaman yang sama denganku.

Gadis itu menoleh kepadaku, dia tersenyum memberikan semangat kepadaku agar bisa tetap tenang saat menghadapi situasi kacau dunia yang kiamat.

Sesuai keinginanku, dia benar-benar berusaha untuk membuatku tidak grogi lagi. Dia juga terlihat sangat ingin menarikku untuk keluar ke dunia nyata. Aku pikir tidak ada salahnya menuruti keinginannya. Mungkin itu lebih baik dibandingkan dengan hanya mengurung diri dan main game.

"Baiklah, aku akan membantumu," ucapku pada akhirnya.

Gadis itu terlihat senang saat mendengar keputusanku untuk membantunya. Dia bahkan dengan tak sabar menarik tanganku dengan cukup erat dan membawa ku ketempat dimana aku bisa membantunya.

Beberapa menit kemudian, kami akhirnya tiba ditempat yang seharusnya tidak kukenali. Saat ini wajahnya terlihat sangat serius seolah ada sesuatu yang darurat untuk dilakukan. Karena masa lalu kami yang mirip, aku entah bagaimana merasa lebih dekat dengannya.

Manusia seharusnya memang tidak terlalu terikat dengan masa lalu sehingga dia bisa menjalani kehidupan dan meraih masa depan yang lebih indah.

Setelah kami berjalan cukup lama, ternyata dia membawaku ke tempat dimana Valkries berlatih. Aku melirik sekitar, tangan indahnya yang menarikku juga tak luput dari pandanganku. Entah kenapa aku seolah terbawa suasana, terlebih karena bangunannya menjadi tempat yang cocok untuk berfoto.

Bangunan ini sangat ramai dengan hiruk-pikuk para Valkries yang sedang berlatih. Baik beladiri murni maupun menggunakan senjata seperti pedang dan lainnya.

PANGKALAN MILITER

Ketika mereka akhirnya berhenti berjalan, Mereka sudah berada didekat prajurit laki-laki membersihkan Robot Tempur seukuran gedung.

Saat aku merasa bingung apa yang harus dilakukan ditempat ini, gadis yang menggandengku menoleh dan mengatakan bahwa bantuan yang ingin dia butuhkan adalah untuk membersihkan Robot Tempur di sebelah kanan. Aku mengangguk sembari bergumam dalam hati, ternyata itu saja bantuan yang dia minta padaku. Hanya untuk membersihkan Robot Tempur yang kotor sehabis bertempur.

"Oh yah, kalau ada sesuatu yang kau butuhkan atau tidak kau mengerti, kau bisa memanggilku di sebelah sana ya," ucapnya sambil menunjuk jarinya ke arah sebuah ruangan yang jaraknya tidak terlalu jauh.

"Aku pergi dulu. Tolong bersihkan robot tempur ini sampai mengkilap ya!" serunya riang sambil berlari pergi ke arah ruangan yang dia tunjuk tadi.

Gadis bertingkah menggemaskan seperti itu membuatku ingin mencubitnya saja. Karena aku sudah berada disini, meski enggan membantu untuk hal merepotkan seperti membersihkan robot tempur tapi pada akhirnya kulakukan juga. Daripada membuat masalah dan berujung lebih repot lagi.

*

*

Entah berapa lama kemudian ketika robot tempur sudah setengah bersih, Aku merasa tidak kuat lagi melakukan hal ini. Jika saja aku mempunyai kekuatan super, mungkin bisa menyelesaikannya dengan sangat cepat. Tapi, di dunia ini mana ada kekuatan sihir, yang ada hanyalah kemutakhiran teknologi yang seperti kekuatan sihir.

Tanpa sengaja aku melihat seseorang yang mengenakan pakaian seperti seorang jenderal. Aku yakin tidak terlalu tertarik padanya, tapi tetap merasa sedikit ingin tahu terhadap apa yang dilakukannya.

Pekerjaan yang diberikan oleh valkries tadi kutinggalkan dan mengikuti jenderal itu dengan hati-hati.

RUANG KONTROL - MARKAS PUSAT

Jenderal itu pergi ruang kontrol pusat, disana ada wanita berambut pirang dan berambut putih. mereka berdua terlihat terlibat dalam percakapan. Dilihat dari ekspresi keduanya, diskusi itu benar-benar sedang membahas hal serius.

"Strategi Prajurit valkries butuh di perkuat," ucap gadis berambut putih.

"ara-ara, sepertinya kamu benar, semuanya seharusnya bisa diselesaikan dengan baik. Aku yakin jenderal memiliki rencananya sendiri dalam mengatur para valkries."

"seharusnya seperti itu," sahut gadis berambut putih sembari menganggukkan Kepala.

Jenderal pun masuk ke ruang pusat kontrol dan menghampiri mereka. Raut wajah sang jenderal yang biasanya tenang kini memiliki Ekspresi khawatir pada masa depan umat manusia.

"Ara-ara... Jenderal apa kau baik-baik saja?" Tanya Wanita berambut pirang.

"Tidak apa-apa, ini sudah hal biasa bagi ku," jawab jenderal sembari meminum segelas air putih di meja.

Setelah jenderal itu meminum air putih, gadis berambut putih mulai menghampiri sang jendral dengan gestur ala militer. Ia pun mengucapkan sesuatu pada sang jenderal.

"Jenderal, apa rencanamu selanjutnya?" Tanyanya.

Sang jenderal melihat gadis berambut putih itu dan mulai menghela nafas sedalam-dalamnya. Setelah beberapa saat, dia menjawab pertanyaan pada gadis tersebut.

"Kita harus mengadakan rapat untuk membahasnya. Rasanya masih butuh waktu untuk memikirkan strategi terbaik selanjutnya."

"Baiklah," gadis berambut putih memberikan hormat pada sang jenderal lalu pergi begitu saja.

***

Saat aku tak sengaja mengikuti sang Jenderal, aku melihat seorang dua perempuan berbicara dengan jenderal itu. Tempat ini seharusnya kemungkinan besar adalah Markas Besar Militer. Penampilan struktur design bangunannya saja terlihat jika memiliki banyak ruang komputer canggih dan alat-alat canggih untuk komunikasi.

Komputer disana menampilkan Demonstran rakyat dunia, sayangnya ketiga orang itu hanya mengobrol saja alih-alih memantau layar.

Tanpa kusadari gadis berambut putih itu menemukanku sedang mengintip mereka bertiga. Dia segera berlari melesat pintu dimana aku berada. Pergerakannya hanya sekejap sampai menangkap dan menarik tanganku secara paksa dan membawakanku ke hadapan Jenderal dan wanita Berambut pirang.

Ini benar-benar mengecewakan Sekali, orang seperti ku ketahuan.

Jenderal itu menatapku tajam, penuh kecurigaan. Tatapannya membuatku merasa seperti sedang diinterogasi olehnya bahkan sebelum dia membuka mulut. Disaat yang sama, gadis berambut pirang itu juga menatapku dan tersenyum.

"Sejak kapan kau menyusup ke tempat ini?" jenderal tersebut memasang wajah mengerikan.

"Jenderal, apa yang harus kulakukan kepada orang ini?" Gadis berambut putih itu bertanya pada sang jenderal sambil memberikan hormat.

Sang jenderal sedikit menoleh ke arah gadis berambut putih dan memberikan perintah langsung kepadanya.

"Aku perintahkan agar kau siksa dia di tempat pelatihan, dia sudah menyusup ke area terlarang!"

"Apa?!" Aku sangat terkejut mendengar perintah sang Jenderal dan segera mencoba melarikan diri, tetapi sayangnya di cegat oleh wanita berambut pirang.

"Ara-ara kau mau lari kemana? Sebaiknya kau tidak kabur dan jalani saja hukumanmu karena sudah melanggar aturan."

Gadis berambut putih yang mencekal lenganku menarikku dengan paksa ke tempat latihan sesuai arahan jenderal untuk disiksa.

TEMPAT PELATIHAN

Seharusnya aku sudah menduga bahwa ini bukan sekedar siksaan biasa. Aku juga dihukum untuk melakukan olahraga sembari menanggung siksaan itu.

Ini benar-benar tantangan untuk menahan siksaan batin dan fisik. Aku memaksakan diri untuk berlapang dada menanggung siksaan yang tak terkira. Gadis yang membawaku datang ke tempat ini melihatku olahraga sambil disiksa oleh Gadis berambut putih.

"Hei... Kenapa kau melakukan itu padanya?" Tanyanya.

"Dia menyusup ke ruang control!" sahut gadis berambut putih dengan nada dingin.

"Apa?! Itu tidak mungkin! seharusnya dia membersihkan Robot Tempur," sangkal gadis itu lagi.

Gadis berambut putih tidak menghiraukan kalimat gadis yang membawaku. Dia masih menyiksaku tanpa ampun. Dengan tidak sabar, gadis yang membawaku segera menghentikan penyiksaan yang dilakukan oleh gadis berambut putih.

"Stop! Jangan terus menyiksanya seperti ini!"

"Hmm..." gadis berambut putih menoleh kearahnya dengan tidak senang.

"Maksudku kau tidak seharusnya terus menyiksanya, biarkan aku melakukannya sebagai gantimu untuk menyiksanya," tawar gadis yang membawaku itu.

"Jangan ikut campur! Ini bukan urusanmu!" Tandas gadis berambut putih sembari melanjutkan latihan Siksaan, tetapi kemudian dicegat lagi oleh gadis berambut coklat.

"Lebih baik bagimu untuk menyiksaku saja!" ucap gadis berambut cokelat itu sembari membuat gestur menyerahkan diri untuk disiksa pada gadis berambut putih.

Melihat itu, gadis berambut putih mulai merasa jengkel dan memberikan pengampunan kepadaku lalu Pergi begitu saja. Saat pergi, samar-samar aku mendengar gerutuannya.

Gadis berambut coklat menghampiriku, membawaku duduk ke samping lalu mengobati ku.

"Kau ini kenapa tidak mengatakan kepadaku dulu saat meninggalkan tugasmu?" omel gadis itu cemberut sambil mengobati ku.

"Aku hanya tiba-tiba ingin tahu saja apa yang dilakukan jenderal yang tak sengaja kulihat. Adu...uh... aduuu...hh."

Gadis tersebut memasang ekspresi khawatir saat mendengar rintihanku. Dia menatapku prihatin. Ekspresinya itu terlihat manis dan menggemaskan. Dia mengobatiku dengan lebih lembut sembari berbicara memperkenalkan dirinya.

"Nama ku Adhira." Ucapnya.

Dia terdiam lama seperti menunggu responku. Tapi aku tidak tahu harus merespon bagaimana.

"Kenapa kau diam saja? Apakah kau tidak mendengar apa yang kukatakan?" ucapnya cemberut. Jelas dia merajuk.

"Uh, apa yang kau katakan tadi?" Tanyaku dengan nada gugup.

"Aku sudah memberikan tahu namaku, tapi kau tidak merespon. Bukankah seharusnya sekarang giliranmu untuk memberitahukan namamu?" andhira mengembungkan kedua pipinya dengan ekspresi kesal yang justru membuatnya terlihat semakin imut.

"Nama... Ah maaf, nama ku Akio Graham. Kau bisa memanggilku Akio saja." ucapku sembari dengan canggung memegang bagian belakang kepala dan tersenyum.

Gadis bernama Adhira itu tak banyak merespon. Masih memasang wajah kesal, tapi jelas dia hanya bertingkah Tsundere. karena dalam hati dia mulai jatuh hati padaku tanpa disadari.

Setelah dia menyembuhkan lukaku, kemudian kami berpisah. Tapi tak kusangka Adhira menarikku untuk membantu membersihkan Robot Tempur Yang masih setengah bersih agar bisa cepat selesai. Dia benar-benar sangat lembut dan baik padaku dibanding gadis berambut putih.

........BERSAMBUNG.......

Chapter 3

Keesokan harinya, matahari mulai terbit di arah timur dan menerangi area perkotaan di dalam benteng pertahanan. Berbagai suara aktifitas manusia mulai terdengar dimana-mana, baik masyarakat kalangan atas, prajurit valkries ataupun kalangan kelas bawah.

Masyarakat kalangan atas lebih memilih bekerja daripada bertarung diluar benteng yang memiliki kemungkinan kecil untuk selamat dan tetap hidup. Konon sudah banyak penelitian yang mengatakan bahkan jika laki-laki menjadi prajurit seutuhnya akan sia-sia, sama sekali tidak bisa menghilangkan mental lemah mereka. Kecuali mereka bisa mengatasi ketakutan dalam diri mereka sendiri. Karena itu mereka memilih bekerja didalam benteng, mulai dari menjadi pekerja kantoran hingga menjadi buruh pabrik.

Sementara itu, kebanyakan masyarakat kalangan bawah menderita diskriminasi antar etnis yang masih memiliki dendam dan kebencian terhadap kaum pendatang. Biasanya mereka masih mengungkit masa lalu dari negara asal mereka.

Ditambah masyarakat kalangan atas memiliki moralitas buruk, mereka sering melakukan korupsi demi perusahaan pribadi agar bisa mendapatkan keuntungan dari fasilitas bantuan sosial dari pemerintah dunia yang seharusnya di berikan kepada kalangan kelas bawah.

Hak asasi kalangan bawah tidak pernah di anggap serius. Para masyarakat kalangan atas sama sekali tidak peduli dengan tuntutan agar hak warga biasa dipenuhi meski demo sudah banyak dilakukan dimana-mana.

Diskriminasi antar etnis tidak hanya dilakukan oleh konglomerat dan kalangan atas, tetapi juga terjadi diantara warga biasa seperti pribumi china yang tidak jarang mendapat perlakuan rasisme. Sering kali sifat buruk manusia berupa iri dengkilah yang memicu hal ini.

***

Seluruh prajurit Valkries bergegas menuju kantin untuk sarapan. Setelah sarapan, sebuah pengumuman terdengar yang menugaskan mereka untuk berkumpul ditempat latihan.

Aku juga sangat bosan dengan keseharian bermain game hanya bisa mengawasi mereka latihan. Walau terkadang bersyukur tidak mengeluh, sebenarnya aku lebih senang seperti ini dibandingkan menjadi prajurit. Paling tidak, jika ada seekor monster datang, aku bisa melawan menggunakan kedua tanganku sendiri.

Yang kupegang ini memang bukan pedang asli, hanya pedang kayu khusus latihan untuk kuambil sebagai latihan tambahan. Omong-omong, saat aku memikirkan gadis barusan yang Menyiksaku, aku jadi teringat saat pertama kali kami bertemu. Raut wajahnya sangat kaku, seolah memiliki emosi yang dia sembunyikan. Tatapannya hampa saat tidak mau menjelaskan siapa nama aslinya.

Bisa dikatakan, aku dan dia pernah menghadapi realita kehidupan yang begitu pahit. Sebenarnya aku tidak memiliki keinginan untuk mengetahui masa lalu orang lain dan justru ingin melupakan masa lalu.

Peringatan darurat dari pengeras suara tiba-tiba terdengar.

"Peringatan! Peringatan! Peringatan!"

"Monster buas emperor seukuran sedang mendekati wilayah benteng pertahanan! Segera evakuasi warga sekitar!"

Seketika perisai pelindung benteng diaktifkan untuk melindungi beberapa wilayah seperti distrik Chongqing, Chengdu dan Xi'an, kecuali Distrik Henan, Nanjing dan Shanghai.

Ruang aura sudah ramai dengan para prajurit yang berkumpul, siap menghadapi musuh umat manusia yang sudah mendekati benteng pertahanan.

Aku berlatih ayunan pedang terlebih dahulu sebelum kupelajari hal baru tentang  teknikal ayunan pedang, selain ayunan pedang di game. Kali ini mungkin aku akan menggunakannya Teknik baru ketika melawan monster.

******************

Aku sangat enggan Mengawasi mereka berkumpul di ruang aura. Bukan hanya karena perasaanku benar-benar tidak nyaman berada di ruang yang kebanyakan dipenuhi oleh perempuan, tapi juga karena aku mengidap anti sosial sejak mengurung di kamar dinas.

Aku belum bisa mengobrol terlalu banyak karena kemampuan bicaraku yang masih terbata-bata, dan juga agak merasa canggung jika mengobrol dengan lawan jenis.

Perasaanku terasa campur aduk. Tapi aku berusaha fokus memikirkan bahwa ini adalah kesempatanku untuk menunjukkan hasil latihanku.

BEBERAPA MENIT KEMUDIAN - LORONG DEKAT PENYIMPANAN SENJATA

Saat melewati ruang senjata, tanpa sengaja mataku melihat berbagai jenis senjata. Aku pikir tidak masalah untuk masuk dan mengambil salah satunya. Apapun resiko yang mungkin kuhadapi karena lancang akan ku tanggung nanti.

Saat berkonsentrasi memilih senjata, tiba-tiba aku tersentak karena seseorang menepuk bahuku.

"Ah.. Aku tidak mencuri." Kejutku refleks menyangkal apa yang kulakukan.

Saat menoleh kebelakang, aku melihat gadis berambut cokelat berwajah cantik rupawan yang terkejut mendengar teriakanku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa tentang refleks ini, karena terkadang akan ada musuh mencurigakan yang membuatku selalu waspada. Ketika tanpa sengaja pandanganku turun, aku melihat dada gadis itu yang cukup besar sampai membuatku terpana.

"Kenapa menatapku seperti itu?! Dasar cabul!" Ucapnya kesal.

"tidak.... Tidak..... kok, aku tidak melakukan hal seperti itu, sungguh." Ucapku berusaha tersenyum ramah.

"Kenapa kamu bisa berada di sini? Mungkinkah kamu penyusup?" Tanyanya dengan ekspresi curiga padaku.

Aku tidak berani menatap langsung pada gadis dihadapanku karena wajah cantiknya. juga dadanya terlalu menonjol, membuatku merasa mataku hampir ternoda.

"Kenapa kamu diam saja? Atau kamu seorang penyusup?" Tanyanya semakin curiga.

"itu... Itu... Itu sebenarnya, aku hanya seorang warga sipil biasa." Sahutku melantur.

"Aku tidak percaya dengan ucapanmu." Tandasnya.

Saat ini aku sangat gugup dan panik. Aku jarang berkomunikasi dengan orang-orang sekitar, terutama saat membahas topik serius, itu benar-benar membuatku merinding.

"Kenapa kamu diam saja?" Tanyanya sedikit emosi saat wajahnya mendekat ke arah wajahku.

"Apa kamu sakit?" Tanyanya lagi sambil menyentuh keningku.

"Jika kamu tidak mau menjawab pertanyaanku, tidak masalah. Sebagai gantinya kamu harus berduel denganku jika kamu ingin mendapatkan senjata diruang penyimpanan senjata." Ucapnya kemudian.

"Ma... Maksudmu berduel denganmu di suatu tempat?" Tanyaku memastikan.

"hmm.... Kenapa kamu memikirkan hal mesum seperti itu?! maksudku berduel, bertarung satu lawan satu." ucapnya dengan wajah memerah.

Aku benar-benar suka pada wajah lucu dan imut gadis dihadapanku ini. Semakin lama mengobrol, semakin aku seolah melihat bidadari. Sayang sekali sifat anti sosialku belum sembuh.

"Sini, ikut aku." Ucapnya sambil memegang tanganku dan membawaku entah kemana.

Aku mengernyit saat tanganku digenggang erat dan ditarik menuju suatu tempat yang membuatku curiga. Tak lama kemudian gadis berambut cokelat berhenti didepan ruang latihan, dengan cepat dia mengeluarkan senjata. Sepertinya dia serius menantangku duel. Sayangnya aku tidak memiliki keahlian berduel.

Ruangan ini sudah kuanggap sebagai ruang pelatihan khusus untukku sendiri. Aku juga baru tahu jika tempat ini bisa digunakan untuk berduel. Sepertinya aku akan kalah saat berduel dengannya.

Gadis itu melemparkan pedang kayu kearahku, refleks aku menangkapnya.

"Aku benar-benar tidak bisa berduel." kataku.

"Jangan terlalu merendah. Dari tampangmu saja sudah terlihat jika kamu seorang yang memiliki ahli berpedang dari aura tubuh mu." Tandasnya.

Dia benar-benar bisa tahu kalau aku memata-matai Mereka. Ini membuatku tidak suka padanya. Sepertinya harus kuakhiri secepatnya tantangan darinya.

"Apa kau siap? kalau siap, akan kumulai seranganku." Serunya.

Dalam duel ini aku harus benar-benar serius menerima tantangannya. Tidak ada lagi main-main. Karena ini akan menentukan takdirku.

Merasa tegang, aku tidak bisa melakukan apapun selain menelan salivaku sendiri.

Gadis itu mengeluarkan koin dari sakunya dan melemparkannya ke atas. Mungkin ini termasuk tradisi, saat akan berduel selalu diawali dengan melempar koin.

Bertepatan dengan koin yang terjatuh, gadis itu melesat cepat menyerangku hingga membuat kuda-kudaku berantakan. Hampir saja serangan gadis itu mengenaiku, beruntung aku masih sempat menangkisnya.

Serangan yang dilakukan oleh gadis itu benar-benar tajam dan efisien. Aku sempat lengah dan hampir terkena senjatanya. Untungnya aku masih sempat menangkis dan memberikan serangan balik kepadanya. Meski begitu, serangannya terlalu cepat dan beruntun hingga membuat aku kesulitan menghindar dari satu serangan ke serangan lain. Jika terus begini, aku bisa kalah. Ini sama sekali tidak boleh dibiarkan.

Aku harus mengakhiri pertarungan ini dengan cepat. Perlahan, aku bisa menghindari dan menangkis serangannya dengan cukup mudah. Bahkan memberikan serangan balik menggunakan jurus andalanku.

Gadis itu terkena seranganku dan terjatuh. Pemenang dalam duel ini telah ditentukan. Dan dia mengangkat tangan mengakui kekalahan.

Kuhela nafas dalam-dalam, lega. Ini kemenangan yang kudapatkan setelah perjuangan panjang.

Aku melihatnya datang dan mengulurkan tangan. Kami bersalaman sebagai tanda duel telah berakhir.

"Kamu cukup berbakat. Kalau begitu ambil saja pedang di ruang senjata."

"Ma... Maaf.. sebenarnya..." kata ku terbata karena terlalu gugup mengobrol dengan lawan jenis.

"Untuk apa kamu minta maaf? Ini termasuk tradisi para valkries saat berduel. Terlebih berduel dengan lawan jenis seperti kamu." Jelasnya. Kemudian dia mengamati wajahku dengan tenang sebelum berkata, "omong-omong kamu tampan juga."

"..."

Aku benar-benar tidak ingin membahas kemampuanku yang sebenarnya, terlebih melihatnya sering menatapku tajam seolah menargetkanku. Tapi berduel dengannya sungguh membuat adrenalinku terpacu, bahkan jantungku terasa bergejolak.

Aku berbalik pergi dibawah tatapan tajam dan senyuman ambigu gadis itu. Sampai akhir aku tidak tahu nama aslinya. Aku bergegas ke ruang penyimpanan senjata untuk mengambil senjata yang kuinginkan.

***********

Beberapa saat kemudian, setelah mengambil senjata, aku berpakaian dan merapikan rambut hitamku. Setelah itu menyelipkan senjata ke pinggang, lalu mengenakan jubah. Aku benar-benar siap bertarung.

Tiba-tiba aku berpikir, jika aku mati dimedan perang, apakah akan ada orang yang peduli padaku? Sebenarnya, apa gunanya melawan monster buas emperor dengan kemampuan yang kumiliki? Aku bahkan tidak memiliki pengalaman yang bisa menjamin keselamatanku ketika bertarung dengan monster buas emperor. Rasanya ini terlalu mustahil.

Ada banyak monster datang ke arah benteng pertahanan. Namun masih belum ada valkries yang keluar untuk bertarung.

Sementara itu, aku masih merasa depresi. Sejak masa laluku masih belum hilang pasca Erupsi, aku merasa hidupku sia-sia. Apapun yang kulakukan rasanya tidak berguna.

Saat pertama kali di ajak keluar kamar oleh seorang gadis, aku kira orang-orang akan tahu dan menyambutku. Kenyataannya mereka bahkan tidak menganggapku manusia. Kesulitanku melangkah maju seolah tidak membawa perubahan apapun. Membuatku merasa tidak peduli pada dunia ini lagi.

Meski aku telah menyadari tidak ada gunanya berharap dunia akan menjadi indah. Bahkan saat maju ke depan demi sebuah ego. Ku pikir akan lebih baik diam mengurung diri dirumah. Namun ternyata hatiku masih merasakan sakit yang menderaku sejak kecil.

Aku menoleh kebelakang dan melihat gadis yang pertama kali kutemui, lalu mencoba mendekat dan memanggilnya.

"Hey.. Hey.." teriakku memanggil gadis berambut putih itu.

Tidak ada respon darinya, seolah tidak mendengar ada orang yang memanggilnya. Atau mungkin justru dia sengaja.

Beberapa kali kupanggil, dia masih tidak mendengar. Sebenarnya aku tidak bisa mengingat jelas apa yang kualami. Terakhir kali, aku ingat saat dia Menyiksaku, kemudian ada sesuatu yang aneh pada tatapannya.

Aku mencoba melupakan masalah itu dan mendekatinya, lalu menyentuh bahunya.

"hey... Apa kamu dengar ak....."

Gadis itu menoleh kebelakang, seolah baru menyadari jika ada yang menyentuh bahunya.

"Kenapa kau memanggilku?" tanyanya dengan ekspresi dingin. "jangan ganggu. Aku sibuk." Imbuhnya.

Ekspresinya masih sama dengan terakhir kali kami bertemu serta penyiksaannya. Mungkin dia memang membenciku.

"Begini, apakah kamu bisa menjadi partner bertarungku?"

"Tidak." Tandasnya singkat.

"kenapa kau menolak ku?!"

"Aku tidak tertarik padamu, apalagi bergaul denganmu." katanya seakan-akan tidak memiliki ketertarikan apapun pada orang sepertiku.

Gadis itu berbalik dan meninggalkanku sendirian.

Aku benar-benar kesal. Jarang sekali ada yang menolakku. Karena terlalu geramnya, aku sampai nekat melangkah maju dan menarik tangannya.

"Berduelah denganku!" Tantangku.

Langkah kaki gadis itu terhenti. Dia menyentak tangannya lepas dari genggamanku dan menatapku tajam.

"Kau yakin mengajakku berduel?" Tanyanya dengan nada dingin.

"Hmm." Aku mengangguk-anggukan kepalaku.

"Baiklah, kalau itu maumu."

Gadis itu membuka telapak tangannya dan seketika pedang muncul dalam genggamannya. Benar-benar muncul dalam sekejap tanpa ada tanda apapun. Dia langsung menyerangku yang belum bersiap untuk duel, membuatku menghindar dengan kewalahan.

Sepertinya dia tipe yang berduel tanpa menunggu lawannya siap.

"Hey! Aku masih belum siap!" Seruku.

Tapi gadis itu terus menyerang tanpa mau mendengarkan seruanku. Menyebabkanku hanya bisa menghindar tanpa sempat melakukan perlawanan.

Kekuatan gadis ini sangat hebat, jauh berbeda dengan gadis di ruang latihan. Kalau terus seperti ini maka tidak ada pilihan selain harus menyerah.

"Tunggu.... Tunggu sebentar, aku mengaku kalah." ucapku cepat sembari membuang pedangku.

"Hmm.... Sudah kuduga. Kau tidak akan bisa melawanku." Tandasnya sembari melihat ku dengan tatapan meremehkan.

"Kumohon ajarkan aku cara bertarung." ucapku memohon kepada gadis berambut putih itu.

Aku terus memohon dan bahkan bersujud, tapi dia tidak mau mendengarkan dan hanya berbalik pergi.

Aku mengikutinya selama beberapa jam. Awalnya dia mengabaikanku hingga akhirnya berbalik dengan wajah dingin.

"Tunjukkan dirimu!"

Dia tahu aku mengikutinya! Menghela nafas, aku perlahan muncul dan berjalan ke arahnya.

"Sepertinya kau sangat ingin menjadi partnerku."

Aku hanya mengangguk-anggukan kepala agar bisa cepat merespon saat berkomunikasi dengan lawan jenis.

"Ta.... tap... Tapi..... Tapi... aku tidak tahu harus mulai belajar darimana." ucapku gugup.

Dia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya mengucapkan dua kata.

"Ikut aku."

Omong-omong, aku benar-benar ingin tahu siapa nama aslinya. Mungkin ini kesempatanku untuk berkenalan dengannya.

"Siapa namamu? Namaku Akio, Akio Graham."

Gadis itu Berhenti melangkah dan menoleh kearahku.

"Nama ku Indria, itu saja."

Tatapan dinginnya sama sekali tidak mempengaruhi namanya.

.......BERSAMBUNG.......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!