Soundtrack piala dunia tahun 2010 kembali diputar dalam sebuah acara demo ekskul untuk memeriahkan penampilan dari ekskul futsal SMK Catorce. Tapi, tak hanya soundtrack itu saja yang memeriahkan penampilan dari para anggota futsalnya, melainkan teriakan dari para siswi pun ikut memeriahkan penghujung acara tersebut.
Walaupun ekskul futsal ditampilkan di akhir acara, hal tersebut tidak membuat semangat para gadis yang berjejer di pinggir lapangan itu kendur. Mereka malah terlihat sangat bersemangat meneriaki nama "Alby" yang diketahui sebagai seorang kapten dalam ekskul tersebut.
Alby memang selalu menjadi sorotan para siswi karena wajahnya yang tampan, tubuh proporsional dan juga kulit yang putih bersih. Tak hanya saat demo ekskul, Alby juga sering sekali menjadi sorotan saat sedang melakukan sparing dengan sekolah lain atau saat sedang melakukan classmeet di akhir semester.
Diantara kehebohan para gadis yang seolah sedang mengidolakan pemain sepakbola terkenal, ada satu gadis yang malah terlihat risih dengan teriakan-teriakan tersebut. Dia adalah Savinna Hananta Putri.
Savinna berhasil memasuki SMK Catorce untuk mengambil jurusan Administrasi Perkantoran bukan karena ingin, melainkan karena ia salah memasukkan nama sekolah saat sedang melakukan pendaftaran online. Dan entah ini bisa dibilang sial atau beruntung, Savinna malah benar-benar diterima di sekolah itu. Mungkin bagian beruntungnya adalah Savinna bisa diterima di sekolah yang bagus dengan fasilitas yang memadai. Tapi, bagian sialnya adalah Savinna yang introvert malah terpisah dari kedua temannya yang sudah bersamanya sejak kecil.
Kenapa semua orang teriakin nama itu terus sih? Perasaan kaptennya biasa aja deh, batin Savinna.
Gadis itu menggerutu dalam hati. Savinna tentu saja bukan tipe gadis pickme yang selalu ingin berbeda dengan yang lain. Tapi kali ini, Savinna memang benar-benar tidak mendapati keistimewaan berlebih dari sosok Alby. Ia hanya memandang Alby sebagai laki-laki yang bersih dan tampan. Itu saja.
Daripada Kak Alby, kayaknya lebih menarik Kak Fazriel gak sih?
Savinna kembali membatin dalam hatinya, kali ini gadis itu malah bermonolog dengan dirinya sendiri sambil memandangi seorang laki-laki yang tengah menggiring bola melewati beberapa cone sebelum membobol gawangnya.
Dari yang Savinna lihat, pesona Fazriel memang tidak terlalu mencolok di kalangan siswi lain yang sejak tadi meneriaki nama Alby. Namun entah kenapa, sejak awal para anggota futsal itu memasuki lapangan, netra Savinna sudah tertuju ke Fazriel. Dan setelah itu, perhatian Savinna hanya tertuju pada laki-laki yang mengenakan jersey dengan nomor punggung 28 itu.
Ujung bibir Savinna tertarik hingga membentuk senyuman tipis kala Fazriel berhasil memasukkan bola ke dalam gawang. Jika diperhatikan lebih lekat lagi, Savinna bisa menyimpulkan jika Fazriel dan Alby tak jauh berbeda, karena Fazriel juga memiliki wajah yang tampan dan juga bentuk tubuh yang proporsional. Hanya saja warna kulit Fazriel tidak secerah Alby karena laki-laki itu terlihat memiliki warna kulit yang mengarah ke cokelat terang. Tak hanya itu saja, Savinna juga mendapati kumis tipis yang tumbuh di atas bibir Fazriel menambah kesan manis di mata Savinna.
Kayaknya gue gak jadi nyesel masuk ke sekolah ini. Gue pasti betah kalo kakak kelasnya modelan begini, batin Savinna.
***
Setelah menampilkan penampilan terbaik mereka di atas lapangan, para anggota futsal pun pergi ke ruang ganti untuk mengganti jersey mereka masing-masing. Suasana ruangan itu tak luput dari pembahasan teman-teman Alby yang tengah menggoda Alby lantaran laki-laki itu kembali menjadi pusat perhatian saat sedang berada di tengah lapangan tadi. Ledekan itu pun berhasil membuat telinga Kavi terasa panas. Laki-laki dengan nama lengkap Kaviandra Fazriel itu pun bergegas menyalin pakaiannya agar ia bisa segera pergi dari sana.
“Buru-buru amat sih, Kav ... kayak mau ambil gaji aja lo,” goda Alvero yang entah sejak kapan sudah berada di sampingnya.
“Gue mau ada urusan lain di ruang guru,” kelit Kavi.
“Oalah, pantesan ...”
“Kayaknya koleksi mantannya Alby bakal nambah lagi nih tahun ini,” goda Husein, salah satu teman Alby dengan nada yang sedikit berteriak, membuat Kavi mau tidak mau harus kembali mendengarkan percakapan mereka.
“Dia mah emang setiap tahun nambah terus mantannya, bahkan setiap semester,” timpal Rayhan yang juga teman sekelas Alby sekaligus wakil kapten futsal.
Alby yang mendengar itu pun hanya diam tak menggubris sama sekali, namun dari raut wajahnya terlihat jelas jika Alby sangat bangga dengan dirinya sendiri. Dan hal itu berhasil membuat Kavi tambah muak.
Mantan kok bertambah setiap tahunnya? Itu mantan atau umur? batin Kavi dengan ekspresi jengkelnya.
“Oi, Kav ... nanti lo ikut gue bagiin formulir pendaftaran ekskul, kan?” tanya Alby saat mendapati Kavi tengah menatap ke arahnya.
“Enggak dulu, gue sibuk,” jawab Kavi singkat dengan tangan yang sibuk melipat jersey miliknya sebelum ia masukkan ke dalam tasnya. “Gue cabut duluan.”
Kepergian Kavi yang terkesan terburu-buru tentu saja menimbulkan tanda tanya besar bagi seisi ruangan itu. Untungnya sebelum itu Kavi sempat membohongi Alvero sehingga Alvero bisa menjelaskan alasan kepergian Kavi yang terburu-buru itu.
***
Disaat teman-temannya sudah pergi ke kelasnya untuk memilih tempat duduk, Savinna masih berjalan menyusuri koridor seorang diri sambil menggendong ranselnya tanpa tujuan yang jelas.
Sebenarnya, Savinna melakukan itu hanya untuk mempersiapkan dirinya sebelum menemui teman-teman barunya. Savinna takut jika dirinya akan kesulitan dalam berbaur dan memilih teman, karena sejujurnya gadis itu belum juga menemukan seorang teman sejak awal MOS hingga saat ini.
Mau sampai kapan lo keliling kayak gini, Sav? Udah lah ... terima aja kalo emang gak ada yang mau temenan sama lo. Lo gak akan mati juga kan, kalo hidup tanpa temen? batinnya.
Disaat Savinna tengah berperang dengan pikirannya sendiri, ia malah menemukan sosok pria yang berhasil merebut seluruh perhatiannya saat sedang berada di lapangan tadi. Ya, pria itu adalah Fazriel.
Saat itu, Fazriel terlihat berjalan berlawanan arah dengan Savinna. Walaupun posisi mereka masih sangat jauh, tapi Savinna bisa merasakan jika jantungnya kembali berdebar hebat saat melihat pergerakan Fazriel di ujung koridor sana. Langkah Savinna pun terhenti dengan pandangan yang lurus ke depan.
Kenapa rasanya begini? Apa gue jatuh cinta sama dia?
Savinna menelan salivanya susah payah saat melihat posisi Fazriel yang sudah semakin dekat dengannya.
Enggak ... gue gak boleh papasan langsung sama dia. Gue harus mengindar.
Tanpa berlama-lama lagi Savinna pun langsung berbelok lalu menaiki tangga untuk menuju kelasnya yang terletak di lantai tiga.
Savinna pun tiba di kelas sambil terengah-engah layaknya seseorang yang baru saja menemui hantu berwajah seram. Savinna berusaha untuk menetralkan napasnya sebelum ia memasuki kelasnya yang baru.
“Hai?”
Savinna sontak menoleh ke belakang saat mendapati sapaan dari seorang perempuan yang ada di belakangnya.
“Eh, muka lo kenapa pucat gitu? Lo sakit?” tanya perempuan itu pada Savinna.
Savinna pun menegakkan tubuhnya lalu berbalik menghadap perempuan itu, “Gue baik-baik aja kok.”
“Kelas lo disini juga?” tanya perempuan yang Savinna ketahui bernama Katrina itu.
Savinna pun hanya mengangguk disertai senyuman agar terkesan ramah.
“Kalo gitu, kenalin ... nama gue Katrina. Gue bisa jadi temen sebangku lo kalo lo mau,” ucap Katrina sembari mengulurkan tangannya ke arah Savinna. “By the way, nama lo siapa?”
Savinna langsung meraih tangan Katrina seraya memperkenalkan dirinya, “Nama gue Savinna. Gue mau banget duduk sebangku sama lo, kebetulan gue emang belum dapat temen.”
“Yeay! Akhirnya gue bisa punya temen juga!” ujar Katrina riang. “Kalo gitu sekarang kita masuk dan pilih tempat duduk yuk!” ajak Katrina dengan antusiasnya.
“Yuk!” sahut Savinna tak kalah antusias.
***
Setelah mendapat tempat duduk yang terletak di dekat jendela, Savinna dan Katrina pun mulai bertukar cerita tentang pengalaman mereka selama MOS kemarin. Katrina bercerita pada Savinna kalau dia sangat kesulitan dalam mencari teman yang satu frekuensi dengannya. Padahal Katrina ini adalah tipe orang yang cukup mudah berbaur dengan orang lain. Jika sekelas Katrina yang pandai bergaul saja kesulitan mencari teman, bagaimana dengan Savinna?
Ditengah obrolan mereka berdua, tiba-tiba kelas Savinna kedatangan beberapa anggota futsal yang akan mempromosikan ekskul mereka serta membagikan formulir pendaftaran pada murid yang tertarik untuk bergabung dengan ekskul futsal.
Setelah bicara panjang lebar, Alby selaku ketua sekaligus kapten dalam ekskul tersebut mulai bertanya, “Sampai sini, ada yang berminat buat gabung sama kita?”
Beberapa murid putra yang tertarik untuk bergabung pun langsung mengangkat tangan mereka.
“Kalo yang cewek boleh gabung juga gak, Kak?” salah satu siswi di kelas Savinna pun mulai mengajukan pertanyaan.
“Boleh banget, kami juga punya anggota futsal putri kok.”
“Wah, kalo gitu saya mau ikut, Kak.”
“Saya juga, kayaknya seru deh masuk futsal.”
Sekitar empat orang siswi yang berminat sudah mengangkat tangan mereka. Savinna juga sebenarnya sangat tertarik untuk bergabung, namun perhatiannya saat itu malah terfokus akan hal lain sampai-sampai ia tak sempat mengangkat tangannya sendiri.
Kak Fazriel kok gak ikut kesini ya? batin Savinna.
Lamunan Savinna seketika buyar saat Katrina menyenggol lengannya pelan, “Lo gak mau angkat tangan juga? Katanya lo mau ikut ekskul futsal?”
Savinna tak merespon Katrina sama sekali, ia malah menatap Katrina dengan tatapan ragu.
“Lo kenapa sih? Segitu terpesonanya ya sama Kak Alby?” goda Katrina.
“Eh, gak gitu ya!” bantah Savinna.
“Ada lagi yang mau gabung ke ekskul futsal?” tanya Alby lagi.
Katrina mengangkat tangannya lalu menunjuk Savinna yang duduk di sebelahnya, “Temen saya mau gabung nih, Kak ... tapi dia malu katanya.”
“Riiin ...” rengek Savinna lirih.
Alby dan teman-temannya pun tertawa setelah mendengar itu. Beberapa saat kemudian, Rayhan terlihat mendekati tempat duduk Savinna untuk memberikan formulir untuknya.
“Jangan malu-malu ya, santai aja sama kita,” ucap Alby yang masih berdiri di depan papan tulis bersama beberapa temannya yang lain.
Savinna pun hanya tersenyum kikuk setelah itu.
Sial, si Katrina malu-maluin gue aja!
Sepulang sekolah, Kaviandra atau yang lebih akrab disapa Kavi mengisi rutinitasnya seperti biasa yakni mengantarkan Amia pulang ke rumahnya sebelum ia pulang ke rumahnya sendiri. Kavi benar-benar melakukan rutinitasnya itu tanpa mengharapkan imbalan berupa uang karena ia berharap Amia bisa peka terhadap perasaannya kemudian membalas cintanya.
Terhitung sejak awal mereka bertemu, tepatnya saat mereka menduduki kelas 10, Kavi masih belum menyatakan perasaannya pada Amia. Alasannya bukan karena Kavi tidak berani atau bahkan takut ditolak, melainkan karena Amia yang selalu terang-terangan mengungkapkan rasa sukanya pada Alby. Alasan itu pula yang menggiring rasa iri dan benci Kavi kepada Alby.
“Silakan turun, nyonya ... kita udah sampai di tempat tujuan,” titah Kavi yang mengarah ke sebuah ledekan.
Amia pun turun dari motor Kavi, menyerahkan helmnya sambil tersenyum manis, “Terima kasih, Pak Kavi.”
“Enak aja, emangnya muka gue keliatan kayak bapak-bapak?” protes Kavi seraya menerima helmnya dari tangan Amia.
“Ya ... enggak sih, tapi kan lo ini emang calon bapak-bapak.”
Apa dia mau gombalin gue? Setelah ini dia pasti jawab calon bapak dari anak-anak kita deh.
“Calon bapak dari?” tanya Kavi memancing.
“Calon bapak dari anak-anak lo sama istri lo nanti lah!”
Jawaban dari Amia benar-benar di luar ekspektasi, Kavi tentu saja merasa kecewa setelah mendengarnya.
“Oh iya, Kav ... lo mau mampir ke rumah gue dulu gak?” tawar Amia.
“Di dalam ada siapa?”
“Gak ada siapa-siapa sih, lo kan tau orang tua gue sibuk kerja semua.”
Kavi pun mengangguk pelan, “Kalo gitu, next time aja deh. Gue juga mau buru-buru balik nih,” tolak Kavi secara halus. Padahal Kavi ingin sekali mampir ke rumah Amia satu kali saja hanya untuk berkenalan dengan orang tuanya. Namun kesibukan orang tua Amia seakan tidak memperbolehkan hal itu terjadi.
“Oke deh, hati-hati dijalan, Kav. Anyway semangat ya cari dedek gemoynya!” ledek Amia yang hanya dibalas dengusan oleh Kavi.
Gue itu sukanya sama lo, Mia! Kenapa lo selalu jodoh-jodohin gue sama orang lain sih? batin Kavi kesal.
***
Di tempat yang berbeda, Savinna tengah menikmati waktu siangnya dengan melakukan hangout bersama kedua sahabatnya yakni Kylie dan Cherry. Mereka menghabiskan waktu bertiga di sebuah cafe yang letaknya tak jauh dari kompleks perumahan mereka. Aktivitas ini biasanya mereka lakukan ketika sedang weekend namun tak menutup kemungkinan mereka akan hangout disaat weekdays seperti hari ini.
“Pantas aja lo betah, ternyata udah nemuin crush baru toh!” timpal Cherry setelah Savinna selesai menceritakan kejadian hari ini.
“Hahaha! Cepat juga lo dapat pawangnya, Na. Gak nyangka gue,” Kylie ikut menimpali.
“Bukan pawang, Ky ... masih jadi crush,” ujar Savinna mengoreksi.
“Paling sebentar lagi jadian,” celetuk Cherry dengan percaya diri.
“Bener tuh, cepat atau lambat kalian pasti jadi. Apalagi hobi kalian berdua itu sama ... gue yakin kalian berdua itu satu frekuensi,” Kylie pun ikut menimpali.
Savinna hanya menghela napas kala kedua sahabatnya itu berusaha untuk membesarkan hatinya. Padahal mereka bertiga sama-sama tahu kalau cintanya Savinna selalu bertepuk sebelah tangan. Dan Savinna pun yakin jika nasibnya kali ini tidak akan jauh berbeda dari sebelumnya.
***
Setelah puas bertukar cerita dengan kedua sahabatnya, Savinna pun memutuskan untuk pulang. Belum sempat Savinna mengganti seragamnya, ia sudah mendapatkan dua pesan masuk dari Reza, kakak laki-lakinya.
Pasti dia mau nanya gue habis pulang sama siapa hari ini ... batin Savinna.
Savinna sampai hafal dengan maksud dan tujuan Reza mengirimi pesan untuknya. Karena akhir-akhir ini Reza rutin sekali mengirimi Savinna pesan atau bahkan meneleponnya hanya untuk menanyakan hal yang sama. Dan itu semua sudah menjadi rutinitasnya semenjak Savinna naik ke kelas satu SMK.
Chat Whatsapp
Mas Reza: Dek?
Mas Reza: Kamu pulang sama siapa tadi?
Savinna: Sama Kylie dan Cherry, Mas.
Mas Reza: Good.
Mas Reza: Kalo lagi gak ada teman pulang, telepon mas aja. Biar mas yang jemput di sekolah.
Savinna: Kan mas Reza lagi kerja?
Mas Reza: Gapapa, nanti mas izin dulu buat jemput kamu.
Savinna: Repot dong, Mas..
Mas Reza: Mendingan repot daripada ngeliat kamu diboncengin sama cowok lain.
Mas Reza: Ingat ya, Dek. Kamu belum boleh pacaran sebelum lulus sekolah.
Kira-kira, begitulah isi percakapan antara Savinna dengan Kakak laki-lakinya. Entah itu percakapan secara langsung, melalui telepon ataupun chat, Savinna selalu saja diingatkan akan hal itu. Awalnya memang terasa muak, namun lama kelamaan Savinna mulai terbiasa dengan sifat posesif kakak laki-lakinya itu.
***
Kavi menikati makan siang terlambatnya sambil terus menggulir layar ponselnya. Laki-laki itu rupanya tengah sibuk memantau followers pada akun instagram milik Alby yang terus bertambah layaknya seorang selebgram.
Lumayan juga nih yang mau masuk ekskul futsal. Buktinya followers instagramnya Alby naik terus, mereka beneran tulus mau masuk futsal atau cuma gara-gara ada Alby ya?
Kavi terus bergumam dalam hati hingga melupakan makan siang yang tengah ia santap saat itu. Saking seriusnya Kavi memainkan ponselnya, ia sampai tidak menyadari kedatangan Rami, Mamanya.
“Habiskan dulu makan siangnya, Kavi. Jangan sambil main handphone. Mau mama sita handphonenya?” tegur Rami yang entah sejak kapan sudah duduk berhadapan dengan Kavi.
Kavi yang penurut pun langsung mematikan layar ponselnya lalu kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat terhenti tadi, “Maaf, Ma,” ucap Kavi sambil menunduk.
“Jangan keseringan terlambat pulang, jadwal makan siang kamu jadi ikutan terlambat gini, kan? Mama gak mau kamu kenapa-napa, Kav ... anak mama tingal kamu doang loh.”
Teguran Rami barusan berhasil membuat napas Kavi tercekat. Perasaan bersalah, sedih dan marah bersatu padu dalam dadanya. Kavi bahkan tidak menyadari jika tangannya sudah mengepal menahan emosinya, “Tolong jangan bahas itu lagi, Ma.”
Rami yang menyadari anaknya menjadi sangat emosional setelah ia menyinggung soal mendiang kakak perempuannya pun langsung membelai lembut kepalan tangan putranya itu untuk menenangkannya, “Gimana sekolah kamu hari ini? Lancar kan, Sayang?” tanya Rami berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan mereka.
Kavi pun hanya mengangguk lalu kembali memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya.
“Mama nungguin kamu bawa pacar kamu kesini lho. Jadi, kapan kamu mau bawa pacar kamu kesini?”
“Kavi gak punya pacar.”
“Apa? Anak Mama yang ganteng ini belum punya pacar?” tanya Rami tak percaya.
“Iya, Ma. Kavi gak punya pacar.”
“Kalo gebetan punya?” tanya Rami lagi.
“Punya sih ... tapi dia suka sama cowok lain,” ungkap Kavi jujur.,
“Duh, kasihan banget anak mama ... lebih baik cari yang lain aja, Kav. Jangan terpaku sama dia yang gak cinta sama kamu. Mama yakin kok, pasti ada satu gadis yang tulus mencintai kamu suatu hari nanti.”
Sayangnya, Kavi belum bisa nemuin cewek yang bisa buat Kavi nyaman selain Amia, Ma ... batin Kavi.
Keesokan harinya, Savinna diantarkan ke sekolah oleh Reza menggunakan motor ninja hijau kesayangannya. Tak tanggung-tanggung, Savinna diantarkan sampai ke area parkir sekolahnya oleh Reza.
“Mau mas antar sampai kelas juga, Dek?”
Savinna sampai harus melayangkan pukulan ringan ke lengan kakaknya itu saking kesalnya. Reza pun terkekeh melihat tingkah sang adik, “Mas cuma bercanda, Dek. Tapi kalo kamu nganggap serius juga gapapa sih.”
“Rese!"
Tawa Reza semakin pecah melihat ekspresi jengkel Savinna, “Mas berangkat kerja dulu ya? Gak boleh lupain pesan dari Mas ya.”
“Iya, Mas ...” sahut Savinna setelah mendaratkan bibirnya di punggung tangan Reza.
Reza pun langsung pergi bersama motornya meninggalkan area parkir SMK Catorce setelah mengucapkan salam pada adik perempuannya itu.
Saat keberadaan Reza sudah benar-benar menghilang dari pandangannya, baru lah Savinna melangkahkan kakinya untuk menuju kelas.
Namun, belum ada lima langkah Savinna berjalan, gadis itu kembali berhenti melangkah saat mendapati sosok yang sangat tidak asing lagi di matanya. Persis di hadapannya dalam jarak beberapa meter saja Savinna melihat Fazriel yang masih duduk di atas motornya bersama seorang gadis di sebelahnya. Gadis itu tampak baru saja turun dari jok penumpang dan sedang melepas helmnya sebelum dikembalikan pada Fazriel. Gadis itu tak lain dan tak bukan adalah Amia.
“Jadi, Kak Fazriel udah punya pacar ya?” lirih Savinna nyaris tanpa suara. Ajaibnya, Fazriel langsung menoleh ke arah Savinna saat itu juga seakan Savinna baru saja memanggilnya dengan keras. Savinna tentu saja panik dan langsung berbalik memunggungi mereka. Dengan langkah yang tergesa, Savinna memilih untuk memasuki area sekolahnya melalui pintu belakang. Walaupun jarak kelasnya akan semakin jauh apabila ia memilih jalan itu, tapi Savinna lebih memilih untuk lelah dalam perjalanan daripada harus berpapasan langsung dengan Fazriel dan perempuan itu.
Mimpi apa gue semalam? Bisa-bisanya pagi ini gue eye contact sama Kak Fazriel.
Savinna sangat senang kala mengingat dirinya sempat beradu tatap dengan Fazriel dari kejauhan. Namun, rasa senangnya itu segera sirna saat Savinna kembali teringat akan gadis cantik yang berdiri di samping motor Fazriel.
Stop, Sav ... lo gak boleh jatuh cinta sama pacar orang! Mungkin emang takdir lo buat jadi jomblo abadi, batin Savinna.
Brugh!
Saking tidak fokusnya Savinna, ia sampai tidak sengaja menabrak seorang senior yang tingginya mungkin setara dengan Fazriel.
“M-maaf, Kak. Saya gak sengaja.”
Laki-laki itu tak merespon Savinna sama sekali. Ia malah memandangi wajah Savinna lekat-lekat tanpa ekspresi yang berarti. Savinna yang risih sekaligus takut pun memilih untuk pergi meninggalkan laki-laki tersebut.
Ngeri banget.. batin Savinna.
***
“Orang gila mana yang mau antar jemput cewek tanpa status dan imbalan apa-apa?” sindir Nauval saat Kavi sudah tiba di kelasnya.
“Apaan sih? Pagi-pagi udah gak jelas aja,” ketus Kavi tak terima dengan sindiran Nauval.
“Gue tau lo suka sama Amia, Kav. Tapi lo sadar kan kalo Amia itu gak suka sama lo. Jadi buat apa lo seroyal itu sama dia? Dia bukan pacar lo, anjir!” pekik Nauval yang sudah geram melihat kebodohan sahabatnya itu.
Kavi yang malas menggubris Nauval pun memilih untuk diam lalu menyumpalkan airpods ke lubang telinganya sendiri. Nauval yang belum puas menceramahi sahabatnya itu pun mencabut sebuah airpods yang menempel di telinga kiri Kavi, “Gak usah usil bisa gak?” protes Kavi geram.
“Gue harap lo segera sadar dan berhenti ngelakuin hal yang sia-sia kayak gini. Karena tanpa lo sadar, ada cewek yang diam-diam naruh perasaan yang tulus sama lo, Kav,” jelas Nauval seraya mengembalikan airpodsnya pada Kavi.
Kavi masih terdiam bahkan setelah Nauval mengembalikan airpods miliknya. Sebagai sahabat karibnya, Kavi memang sudah tahu sejak lama jika Nauval memiliki sebuah kelebihan yakni dapat mengetahui isi hati setiap orang yang ia temui. Kavi pun sempat tidak percaya akan hal itu, namun Nauval telah memberikan banyak sekali pembuktian hingga membuat Kavi mulai mempercayai kemampuannya itu.
Tak ingin ambil pusing dengan perkataan Nauval barusan, Kavi pun memilih untuk mempersiapkan dirinya untuk melakukan magang internal.
***
Savinna tengah berjalan menuruni anak tangga menuju lobi karena ia baru saja mendapat tugas dari wali kelasnya untuk meminta kertas absensi disana.
Setibanya di lobi, Savinna tak menemukan seorang pun disana. Suasana lobi juga tampak hening.
“Dimana guru piketnya?” gumam Savinna.
Savinna terkejut bukan main saat mendapati seorang laki-laki muncul dari balik meja lobi yang cukup tinggi itu. Bagaimana dirinya tidak terkejut kalau yang muncul dari balik meja itu adalah Fazriel, laki-laki yang akhir-akhir ini meresahkan hati dan pikirannya.
Fazriel pun menatap Savinna dengan tatapan biasa sambil bertanya, “Ada perlu apa?”
Bukannya menjawab, Savinna malah semakin tertegun seolah terhipnotis dengan tatapan Fazriel.
Masyaallah gantengnyaaa..
“Halo?” tegur Kavi sambil melambaikan tangannya di depan wajah Savinna. Namun upaya Kavi tak membuahkan hasil sama sekali, buktinya gadis dengan gaya rambut ponytail itu masih bergeming di tempatnya.
Nih cewek lagi kerasukan atau gimana? batin Kavi.
“Hai, Bro!” sapa Alby yang baru saja mendatangi lobi. “Gue mau minta kertas absensi dong!”
Tanpa berkata apa-apa, Kavi langsung saja memberikan sebuah kertas absensi untuk Alby.
“Eh, lo yang kemarin mau daftar ekskul futsal itu, kan?” sapa Alby saat ia menyadari ada keberadaan Savinna disana.
“I-iya, Kak ...” sahut Savinna sedikit gugup.
Nih cewek pilih kasih banget, giliran ditanya sama Alby langsung jawab. Tadi gue tanya berulang kali gak direspon sama sekali. Semua cewek sama aja, mandang fisik!
Kavi bergumam kesal dalam hatinya. Kekesalannya semakin menjadi saat melihat Savinna dan Alby malah berbincang persis di depan matanya.
“Lo kesini mau ngapain?” tanya Alby.
“Mau minta kertas absensi juga, Kak,” Savinna kembali menatap Kavi berusaha untuk terlihat biasa saja, “Kak Fazriel, saya minta kertas absensinya juga ya.”
Degh..
Kavi terdiam beberapa saat setelah Savinna memanggilnya dengan sebutan itu. Kavi sangat tidak menyangka akan ada perempuan yang memanggilnya dengan sebutan itu lagi.
“Hahahaha! Nama dia Kavi by the way,” ralat Alby disertai dengan gelak tawa.
Savinna tentu saja terkejut mendengar hal itu. Selain terkejut, Savinna juga sangat malu saat mengetahui dirinya telah salah menyebutkan nama Kavi. Sebenarnya, Savinna tidak sepenuhnya salah, hanya saja panggilan Fazriel terkesan aneh dan asing disana karena tak ada yang memanggil Kavi dengan nama belakangnya itu.
“Kenapa lo ketawa? Fazriel kan juga nama gue! Jadi suka-suka dia lah mau manggil gue pakai sebutan apa!” protes Kavi tak terima.
“Ya tapi aneh dong kalo tiba-tiba dia panggil lo pakai sebutan Fazriel?”
“Siapa yang bilang aneh? Gue suka kok,” bantah Kavi.
Kedua mata Savinna semakin membulat saat Kavi mengatakan hal tadi. Savinna pun menerka-nerka akan maksud dari kata ‘suka’ yang Kavi maksud.
“Ini kertas absensinya, nanti setelah diisi kembaliin ke lobi lagi ya,” ucap Kavi sembari memberikan kertas absensinya pada Savinna.
Savinna pun langsung menerima kertasnya sambil tersenyum canggung, “Makasih ya, Kak Kavi,” ucap Savinna sebelum ia hengkang dari hadapan Kavi.
Kavi tampak kecewa saat Savinna mengubah panggilannya. Padahal Kavi sangat suka dengan panggilan awalnya tadi. Kekecewaan Kavi semakin menjadi-jadi saat melihat Alby mengejar Savinna dan berusaha untuk menyamakan langkah mereka.
Sebenarnya siapa cewek itu? Apa dia mangsa barunya Alby? batin Kavi bertanya-tanya.
***
“Hei, tunggu!”
Teriakan Alby sontak menghentikan langkah Savinna hingga membuat gadis itu menoleh ke arahnya.
“Nama lo siapa?” tanya Alby penasaran.
Savinna hanya menunjuk sebuah name tag yang terjahit persis di atas saku kemejanya.
“Oh, Savinna ... cantik juga ya namanya,” puji Alby yang lebih mengarah ke sebuah gombalan. “Oh iya, kenalin nama gue Alby.
Udah tau! batin Savinna.
Gadis itu benar-benar berbeda dengan siswi yang ada di sekolah ini. Disaat siswi lain berlomba-lomba untuk mengambil perhatian Alby atau berusaha untuk menciptakan interaksi dengan si most wanted itu, tapi Savinna malah terlihat tak tertarik sama sekali.
“Saya ke kelas duluan ya, Kak ... lagi buru-buru soalnya.”
Setelah berpamitan, Savinna langsung mempercepat langkahnya meninggalkan Alby tanpa menunggu respon dari sang senior itu terlebih dahulu.
Gila, baru kali ini gue dijutekin sama cewek. Kayaknya dia termasuk spesies langka yang harus gue miliki.
***
Saat sudah memasuki jam istirahat, Savinna mulai menikmati makan siangnya bersama Katrina di kantin.
“Itu sambalnya gak lo makan, Sav?” tanya Katrina di sela aktivitas mereka.
“Enggak, gue gak suka pedes.”
“Buat gue aja ya?” pinta Katrina.
“Boleh ... ambil aja,” ucap Savinna memberi izin.
Keduanya pun kembali menikmati makan siang mereka masing-masing.
Saat Savinna sudah hampir menghabiskan makanannya, tiba-tiba nafsu makannya hilang saat melihat kedatangan Kavi bersama seorang gadis yang bersamanya di area parkir tadi pagi. Ya, lagi-lagi Kavi terlihat bersama Amia, membuat Savinna semakin yakin jika gadis itu adalah pacarnya.
Savinna tak sadar jika Kavi juga tengah menatap ke arahnya saat itu. Dan saat Savinna sadar, tatapan mereka pun kembali bertemu. Sepersekian detik setelahnya, Savinna langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain, begitu pula dengan Kavi.
“Buruan yuk, Rin. Minum gue habis nih, gue mau minta temenin ke minimart setelah ini,” ajak Savinna,
“Oke, sebentar lagi makanan gue habis kok. Kebetulan gue juga kepingin beli cemilan buat dimakan di kelas nanti,” balas Katrina.
Benar kan dugaan gue, pasti nasib gue gak akan jauh daripada sebelumnya, kalo enggak bertepuk sebelah tangan pasti gue jatuh cinta sama cowok orang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!