💐💐💐💐💐💐
...HAPPY READING......
.
.
"Hey, apa yang kau lakukan? Kenapa kau merusak mobi--"
"Diamlah! Ini bukan urusan mu," sela Aulia terus mencoret-coret mobil Lamborghini Vaneno Roadster, berwarna putih. Jadi terlihat jelas bekas yang sudah dirusak.
"Hey... Apa yang kau lakukan?" dua orang satpam yang bertugas menjaga keamanan berlari ke arah Aulia. Namun, dengan sigap gadis tersebut menarik tangan pemuda yang tadi sempat menegurnya untuk duduk diatas motor miliknya.
"Ayo naiklah! Kita harus cepat pergi dari sini," gadis itu memasang helm dan membawa Evans meninggalkan tempat tersebut. Sambil tersenyum pemuda itu berpegangan pada jaket hitam milik Aulia. Padahal dia tidak tahu akan dibawa kemana.
Setelah hampir dua puluh menit mereka pun berhenti. Aulia menghentikan motornya di sisi jalan. Evans juga ikut turun karena begitu banyak pertanyaan didalam benaknya. Dia sangat penasaran atas dasar apa Aulia merusak mobil mewahnya yang baru saja dibeli empat hari lalu.
"Huh! Untung saja," seru Aulia tersenyum puas.
Evans memperhatikan gadis itu dan bertanya. "Sepertinya kau bahagia sekali, kenapa?"
"Haaa... haa..." Aulia tertawa dan mengikuti Evans duduk di bawah pohon yang ada di sekitar sana. "Aku bahagia karena sudah berhasil menghancurkan mobil si brengsek itu,"
"Brengsek? Siapa yang kau bilang brengsek?" tanya Evans semakin penasaran. Sebab jika diingat-ingat tidak pernah memiliki masalah dengan gadis tersebut.
"Dia adalah Leon, mantan pacarku," suara Aulia merendah. Pertanda bahwa hatinya sangat terluka.
"Leon? Siapa dia?"
"Dia laki-laki yang tidak tahu terima kasih. Sudah bersusah-payah aku mengumpulkan uang hasil kerjaku selama ini hanya untuk membiayai kuliahnya. Namun, setelah lulus dan memiliki pekerjaan. Dia membuang ku karena sudah memiliki kekasih yang baru," keluh Aulia menatap ke taman yang tidak jauh dari mereka.
"Jadi karena hal itu kau menghancurkan mobil tadi?"
"Iya, karena itulah aku merusak mobil tadi. Soalnya dia membelinya dari hasil kerja yang aku modal," seakan-akan sudah saling kenal keduanya bercerita.
"Tapi mobil yang kau hancurkan tadi adalah mobilku," kata Evans membuat Aulia terkejut. "Bukan mobil Leon mantan kekasih mu,"
"Aa--apa! Be--benar kah? Tapi sepertinya tidak mungkin karena tadi aku melihat sendiri Leon dan kekasihnya memarkirkan mobilnya disitu. Jadi kau jangan coba-coba untuk mengerjai ku," mendengar jawaban Aulia, pemuda itupun mengeluarkan dompetnya. Lalu dia memperlihatkan surat mobilnya.
"Ini lihatlah! Apakah kau masih ingat plat nomor dan warna mobilnya? Baca ini karena mobil itu baru aku beli 4 hari yang lalu," dengan sigap Aulia membaca secarik kertas mobil tersebut, karena gadis itu masih ingat betul berapa nomor plat nya dan... ternyata benar, Aulia salah sasaran.
"Lalu a--apakah kau mau me--menuntut ku? Tapi aku bersumpah melakukannya karena tidak sengaja," sepertinya hanya Aulia yang masih menanyakan hal tersebut. Karena siapapun orang nya pasti akan marah bila harta milik mereka dirusak tanpa sebab.
"Menurutmu sendiri bagaimana?" Evans balik bertanya karena merasa gemas pada pertanyaan gadis itu.
"Jika menurutku bagaimana kalau kita berdamai saja, karena aku kan sudah bilang tidak sengaja," Aulia tersenyum canggung.
"Damai? Haa... ha... mudah sekali mengajak berdamai," jawab Evans tertawa karena dia merasa seperti sebuah lelucon. "Sekarang aku tanya padamu, Leon itu kerja sebagai apa dan di perusahaan mana?"
"Dia... bekerja sebagai Manajer di perusahaan Xenofrea grup. Memangnya kenapa?" Aulia balik bertanya.
"Sudah berapa lama? Aku rasa meskipun dia bekerja sepuluh tahun pun tidak akan bisa membeli mobil seperti mobilku," Evans berdiri dari tempat duduknya sambil mengetik sesuatu pada ponsel.
"Baru enam bulan terakhir. Memangnya kenapa dia tidak bisa membelinya? Apakah karena---"
"Karena harganya 200 Milyar. Apa mungkin Leon yang bekerja sebagai manajer selama 6 bulan bisa membelinya?" sela pemuda itu cepat.
"Me--memangnya mobil mu tadi harganya semahal itu?" Aulia kembali Nyengir salah tingkah dan hanya bisa merutuki kebodohannya sendiri yang sudah membawa Evans sampai ke tempat mereka saat ini.
"Iya, harganya segitu dan Lamborghini Vaneno Roadster itu baru aku beli 4 hari lalu. Tapi dengan seenaknya kau rusak berat,"
"Hey, aku minta maaf! Jadi jangan menyalahkan aku, karena semuanya terjadi gara-gara Leon brengsek itu. Jadi jika mau minta ganti rugi padanya saja," lebih baik marah daripada dia mendapatkan tekanan dari kecerobohannya.
"Bagaimana mungkin aku meminta ganti rugi pada orang yang tidak tahu apa-apa. Lagian bukti CCTV-nya pasti akan ketahuan siapa yang bersalah," seru Evans karena tidak habis pikir dengan pikiran Aulia.
"Eh, tidak-tidak! Aku akan menganti rugi mobilnya. Tapi... " gadis itu menatap wajah Evans dari arah samping. Pemuda itu tetap terlihat tenang dan santai.
"Tapi apa? Kau tidak percaya bahwa itu adalah mobilku?" tebak Evans ikut menatap pada Aulia.
"I--iya!"
"Astaga! Kau ini. Tunggu sebentar lagi anak buahku akan menyusul kita ke tempat ini," Evans hanya menggelengkan kepalanya. "Apakah kau juga tidak kenal siapa aku?"
"Tidak! Kita kan baru bertemu hari ini," jawab Aulia jujur apa adanya. Gadis ini memang suka ikut balapan motor, karena sejak remaja harus hidup sendiri setelah kedua orang tuanya meninggal dunia. Namun, dia bukanlah gadis tomboy. Aulia sama seperti gadis pada umumnya.
Apa yang dia lakukan adalah cara untuk melindungi dirinya sendiri. Agar tidak dikira gadis yang lemah.
"Aku adalah Evans, mari kita berkenalan dulu! " ajak pemuda itu karena meskipun dia sebut siapa nama belakangnya sudah pasti gadis di hadapannya tidak kenal juga.
"Nah, jika begini kan aku sudah tahu siapa kau sebenarnya. Namaku Aulia," mereka berdua saling berjabat tangan dan pada saat bersamaan datanglah anak buah Evans mengunakan mobilnya yang sudah rusak akibat dicoret-coret.
"Ternyata Tuan Muda sudah mendapatkan pelakunya?" seru pria yang memakai setelan jas rapi dan berlogo Gialola Mecine Grup.
"Ya, tapi ini urusanku. Kau bawa saja mobilnya kembali ke Dealer dan beli lagi yang baru. Tapi ingat warnanya harus sama dengan yang ini,"
Glek!
Aulia menelan saliva nya sendiri. "Dia ini mau membeli mobil seharga 200 milyar, tapi kenapa seperti mau membeli kue yang lima ribuan ya. Apakah dia benar-benar orang kaya? Huaaa! Bagaimana jika dia membawaku ke penjara karena tidak bisa menganti rugi mobilnya."
Raut wajah Aulia berubah-ubah. Dia sampai tidak sadar Evans mengibaskan tangan di depan mukanya.
"Kau kenapa? Ayo antar aku! Nanti di sana kita buat kesepakatan dengan cara apa kau membayar ganti ruginya,"
"A--aku akan mencicilnya. Aku berjanji tidak akan lari dari tanggung jawab. Ini kartu tanda penduduk milikku. Kau tidak perlu khawatir. Tapi aku mohon jangan bawa aku ke kantor polisi,"
"Haaa... haa... sepertinya dia bisa aku manfaatkan untuk menolak perjodohan dari mama dan nenek."
Gumam Evans tersenyum di sudut bibir atasnya. Namun, Aulia tidak mengetahui hal tersebut.
"Apapun itu, ayo ikut aku dulu! Aku lapar, belum makan siang. Nanti kita bicarakan di sana," ajak Evans dan disetujui oleh Aulia. Karena dia tidak memiliki pilihan lain.
...BERSAMBUNG......
💐💐💐💐💐💐
...HAPPY READING......
.
.
Uhuk!
Uhuk!
Aulia tersedak minumannya begitu mendengar permintaan Evans. Bagaimana mungkin jaman sekarang masih ada yang mau melakukan hal konyol. Begitulah yang gadis berumur 22 tahun itu pikirkan.
"Tenanglah! Kenapa kau kaget seperti ini," ucap Evans santai seraya menyerahkan tisu pada Aulia dan gadis itupun menerimanya.
"Apakah Kau masih waras? Masa iya hanya diajak naik motor otaknya langsung korslet," kata Aulia karena masih belum percaya pada permintaan Evans.
"Aku serius, tidak lagi bercanda. Jadilah pacar bohongan ku hingga aku terlepas dari perjodohan yang ingin dilakukan oleh keluargaku," Evans mengulangi permintaannya. Ya, pemuda itu menawarkan Aulia kerjasama yang saling menguntungkan mereka berdua tentunya.
"Apakah jika aku menerima tawarannya maka hutang ku akan lunas? Dan tidak perlu membayar ganti rugi mobil mu lagi?" tanya gadis itu memastikan. Sebelumnya dia sudah pernah tertipu oleh pemuda yang sangat dicintai dan sekarang ada orang yang baru ditemuinya ingin mereka menjadi pacar bohongan. Jadi sudah pasti Aulia harus memastikan keuntungan bagi dirinya.
"Iya, hutangnya akan lunas. Bukan hanya itu saja, aku juga akan memberimu uang tambahan sebanyak 200 juta. Asalkan kau bersedia menjadi kekasihku,"
"Eum... apakah aku boleh memikirkan terlebih dahulu. Tolong beri aku waktu karena ini bukan pekerjaan mudah harus berpura-pura menjadi kekasih mu," tawar Aulia. Meskipun saat ini dia membutuhkan uang untuk membayar hutangnya pada rentenir. Tapi gadis itu tidak ingin ceroboh.
Mereka berdua baru saja selesai makan siang di salah satu Restoran ternama. Evans sengaja mengajak Aulia ke sana agar bisa makan dan membicarakan masalah tersebut dengan tenang. Karena pemuda itu memesan ruangan privat. Tidak ada orang lain yang mengetahui keberadaan Evans saat ini. Ketika masuk Restoran Evans juga menggunakan masker penutup wajah.
"Ya, tidak masalah. Kau boleh memikirkannya terlebih dahulu. Aku memberimu waktu empat hari dari sekarang. Jika kau tidak mau menerima tawaran ku, maka kasus ini dengan terpaksa aku serahkan pada pihak berwajib. Ingatlah aku memiliki bukti CCTV dimana dirimu dengan sengaja merusak mobilku," jawab Evans sengaja menakut-nakuti karena tahu bahwa Aulia tidak memiliki uang untuk ganti rugi.
"Kenapa Kau menakut-nakuti aku. Aku kan sudah bilang tidak sengaja melakukannya," seru Aulia karena merasa dirinya tidak terlalu bersalah.
"Aku tidak menakut-nakuti mu, Nona Aulia. Aku hanya ingin menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Kenapa sulit sekali hanya menjadi kekasih bohongan, hanya itu saja. Setelah aku bebas dari perjodohan tersebut, maka kau juga bebas. Bisa melanjutkan hidupmu seperti semula,"
"Iya, aku tahu. Tapi... " Aulia menggantung ucapannya karena ponsel gadis itu berdering. "Tunggu sebentar ya, aku harus mengangkat telepon ini,"
"Silahkan! Angkat saja dulu, mana tahu itu dari orang yang uangnya pernah kau pinjami," Evans tersenyum kecil karena tidak susah baginya untuk mengetahui tentang identitas Aulia beserta tempat tinggalnya. Aulia tidak berkata-kata lagi karena langsung pergi menjauh dari Evans untuk mengangkat panggilan tersebut.
📱"Aulia, kapan kau membayar bunga beserta uang pokonya? Ini sudah telat dua hari tapi kau tidak ada menghubungi Saya?" tanya seorang rentenir tempat meminjam uang dengan bunganya yang besar. Padahal Aulia belum berkata apa-apa.
Aulia📱"Maaf, Pak. Dua hari ini Saya sangat sibuk. Jadi tidak sempat menghubungi Anda," dusta Aulia karena dia tidak memiliki uang untuk melunasi hutang tersebut yang berjumlah 70juta. Padahal dia tidak mengunakan sepeserpun uang tersebut karena untuk membayar semester akhir mantan kekasihnya satu tahun lalu.
📱"Apapun alasannya Saya tidak mau tahu. Kau harus membayar uang pokok dan bunganya yang berjumlah total 124juta. Besok pagi Saya akan datang ke kos-kosan mu. Karena selama ini Saya sudah berbaik hati selalu memberikan keringan," rentenir tersebut langsung mengakhiri panggilan telepon lebih dulu. Awal mula hutang Aulia memang hanya 70 juta. Namun, karena sering menunggak jadilah berjumlah ratusan juta hanya dalam waktu kurun dua tahun.
"Ya Tuhan, dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu? Sedangkan untuk mengganti rugi mobil Evans dan hutang ku yang lainya saja aku tidak memiliki uang. Semua ini gara-gara si brengsek itu."
Gumam Aulia cuma bisa menyesali kebodohannya. Hanya dibumbui kata-kata cinta dia rela berkorban uang ratusan juta dan terlilit hutang di beberapa tempat. Semua itu dia lakukan agar kekasihnya bisa selesai kuliah. Namun, janji tinggal janji karena setelah sukses pria tersebut mencampakkan Aulia.
"Apa aku terima saja ya tawaran pria ini? Agar aku bisa terlepas dari hutang-hutang ku."
Sungguh berat bagi Aulia untuk mengambil keputusan. Akan tetapi dia tidak memiliki uang untuk membayar semua hutang-hutang nya.
"Kenapa Nona Aulia? Apakah ada masalah? Aku lihat wajahmu begitu pucat," tanya Evans berpura-pura tidak tahu. Padahal orang-orang nya lah yang menemui rentenir tersebut agar mendesak Aulia.
"Huh!" Aulia kembali duduk sambil menghela nafas dalam. "Eum... bisakah kau menambah uang tambahannya? Ma--maksudku seperti ini, aku memiliki banyak hutang. Jika hanya 200 juta itu kurang. Aku ingin melunasi semua hutang ku," ucap Aulia terbata-bata. Dia bukannya tidak tahu diri yang serakah akan uang. Namun, semua orang tempatnya meminjam uang sudah menagih. Dulu ketika meminjam uang tersebut mantan kekasih gadis itu mengatakan jika dia sudah bekerja akan membantu Aulia membayarnya. Tapi lagi-lagi hanya sebuah tipuan belaka.
"Akan aku pikirkan nanti. Jika kinerja mu baik maka aku akan memberimu lebih dari 200 juta. Tapi untuk awal kerjasama ini hanya ada uang 200 juta dan hutang mu padaku lunas," jawab Evans sudah dapat laporan juga dari anak buahnya. Jika Aulia memiliki hutang dimana-mana. Namun, untuk saat ini dia hanya ingin Aulia menerima kesepakatan yang Evans inginkan.
"Bisakah uang 200 juta itu kau berikan hari ini juga? Aku tidak akan kabur, kau jangan khawatir,"
"Gadis sebaik ini kenapa ada laki-laki yang tega membohonginya. Dia sampai mengorbankan semua uang tabungan dan rumah peninggalan orang tuanya hanya ingin kekasihnya menjadi sarjana dan orang sukses. Awas saja, aku akan membalas perbuatan mu itu."
Gumam Evans merasa geram pada mantan kekasih Aulia.
"Tidak masalah. Kau tunjukan saja tempat orang yang menagih mu, aku sendiri yang akan menemanimu membayarnya hari ini juga," jawab pemuda itu karena mendapat laporan bahwa rentenir tempat Aulia meminjam uang sangatlah licik. Evans tidak mau ada orang yang menipu gadis itu lagi.
"Tapi---"
"Iya, atau tidak? Karena aku tidak ingin uang yang aku berikan malah hilang di jalan karena kau menaiki motormu begitu kencang," sela Evans tidak bisa dibantahkan lagi. Pemuda itu sebetulnya sangat baik, tapi saudara tirinya selalu mengincar nyawanya karena Evans adalah satu-satunya anak laki-laki Tuan Gialola. Empat orang nya lagi adalah perempuan semuanya dari istri pertama. Sedangkan Evans anak dari istri kedua Tuan Gialola.
"Oke, tidak masalah. Jadi jelaskan dulu seperti apa cara kerjaku," akhirnya Aulia menyetujui menjadi pacar bohongan dari Evans Gialola.
... BERSAMBUNG... ...
💐💐💐💐💐💐
...HAPPY READING......
.
.
"Apakah ini tempatnya?" tanya Evans begitu mereka sampai di depan rumah milik Rentenir tempat Aulia meminjam uang. Ada pagar tinggi menjulang mengelilingi rumah tersebut dan juga penjaganya yang lumayan banyak. Dapat ditebak bahwa mereka adalah para preman bayaran yang bekerja dengan si rentenir
"Iya, ini tempatnya," jawab Aulia sambil melepas helm dari kepalanya. Karena mereka pergi mengunakan motor, bukan mobil. Sebetulnya Evans ingin pakai kendaraannya, tapi Aulia menolak. Jadilah mereka berdua naik motor dengan gadis itu sebagai sopirnya.
"Kenapa? Apakah kau takut?" perkataan Aulia seperti sebuah ejekan.
"Hah! Takut? Hahaha! Mana mungkin aku takut. Kau ragu padaku," tawa Evans sambil melihat di sekeliling mereka berdua.
"Aduh, kenapa premannya banyak sekali? Jika di keroyok bisa kabur dari sini apa tidak ya? Jika hanya empat atau lima orang aku masih bisa melawannya. Tapi... jika sebanyak ini bisa-bisa aku yang mati. Rugi dong, bersusah payah mama membesarkan ku, tidak mati ditangan kaka ku, malah mati ditangan preman pasar."
Gumam Evans sebelum dia mengaduh kesakitan.
"Auh! Kenapa kau menyakiti aku?" tanya Evans karena bukan sakit tapi sebetulnya dia kaget.
"Kau yang kenapa melamun. Jika takut kenapa tadi memaksa mau ikut bersama ku," Aulia merengut kesal karena Evans saat dibonceng pakai motor juga ketakutan.
"Hey, aku bukannya takut. Tapi lagi memikirkan apakah uangnya cukup atau tidak,"
"Apa? Jadi kau tidak memiliki ua---"
Shuiit!
Evans membekap mulut Aulia mengunakan tangannya. "Diamlah! Kenapa kau ini ribut sekali. Aku hanya bercanda," kata pemuda itu tergelak. Entah mengapa melihat wajah Aulia marah dia justru merasa bahagia. Seolah-olah memiliki mainan baru.
"Awas kau ya, jika bermain-main denganku. Maka kau yang akan aku jadikan bahan jaminannya sampai aku memiliki uang untuk melunasi hutangnya," ancam Aulia yang membuat Evans tersenyum lebar.
"Ya, tidak masalah. Asalkan kau sanggup membayar ku satu harinya 500 juta."
"Hey, kau mau memeras ku? Mana aku punya uang sebanyak itu. Jika aku punya uang tidak mungkin punya hutang dimana-mana," seru Aulia yang menanggapi serius. Padahal Evans hanya bercanda.
"Kau banyak hutang karena kebodohan mu sendiri. Bukan karena---"
"Aulia, kau sudah datang? Apakah sudah memiliki uang untuk melunasi semua hutang-hutang mu?" Pak Yoseph yang merupakan Rentenir keluar untuk menyambut kedatangan Aulia.
"Iya, Saya sudah memiliki uang. Teman Saya ini yang akan membayarnya," mendengar perkataan Aulia, Pak Yoseph melihat penampilan Evans dari atas hingga bawah.
"Jika dilihat dari penampilannya dia adalah orang kaya? Apakah orang yang datang tadi musuh dari pemuda ini? Aneh sekali tiba-tiba mengancam ku agar mendesak Aulia melunasi hutang-hutang nya."
Gumam Pak Yoseph heran karena dia juga dibawah ancaman. Siapa lagi jika bukan ulah bodyguard Evans sendiri. Hanya saja beliau tidak tahu.
"Evans, ayo bayar!" Aulia menyenggol lengan pemuda itu. Andaikan dia tahu siapa Evans sebenarnya maka tidak mungkin berani memerintah seperti itu. Apalagi hanya menyebutnya Evans. Tidak ada kata tuan mudanya.
"Nanti dulu, kau ini kenapa ceroboh sekali. Orang ini sepertinya begitu licik, jadi jangan asal bayar," bisik Evans karena tidak ingin Pak Yoseph mendengar ucapnya.
"Ayo kita masuk dulu! Tidak baik mengobrol di depan rumah," ajak Pak Yoseph dan Evans langsung saja menarik tangan Aulia agar mengikuti pria tersebut.
"Gadis ini sangat polos. Dia tidak tahu kejamnya Dunia ini bila berhubungan dengan uang. Pantas saja dia bisa dibohongi oleh mantannya."
Kata Evans di dalam hatinya. Meskipun mereka baru bertemu dan kenal beberapa jam, tapi dia dapat menyimpulkan bahwa Aulia adalah gadis yang mudah diperdaya.
"Ayo, silahkan duduk!" Pak Yoseph mempersilahkan. Sehingga Evans dan Aulia pun ikut duduk di sofa yang sama.
"Apakah benar kau ingin melunasi hutang-hutang mu, Aulia?" pria setengah baya itu mengulang pertanyaan yang sama.
"Sa---"
"Tentu saja. Memangnya kami tidak ada pekerjaan lain. Sehingga datang ke sini dengan omongan kosong. Sekarang kembalikan jaminan yang Aulia berikan, maka Saya akan melunasi hutang-hutang nya," Evans memotong perkataan Aulia. Sehingga gadis itu diam tidak melanjutkan ucapnya.
"Jaminannya hanya surat rumah yang harganya tidak sebanding dengan uang 70 juta. Untuk apa dikembalikan,"
"Hahaaa!" Evans tertawa sumbang. Dia sudah tahu dari bodyguard nya bahwa Pak Yoseph sangatlah licik.
" Apakah Anda sedang membuat lelucon, Pak? Saya tidak akan membayar sepeserpun jika jaminannya belum dikembalikan sekarang juga." kata Evans dengan wajah serius nya. Dia memang orang yang humoris jika sedang santai. Namun, Evans akan menjadi sangat kejam bila ada yang bermain-main dengannya. Seperti itulah dia dan ibunya bisa bertahan di keluarga Gialola selama ini.
"Vans, kau tinggal bayar saja jangan---"
"Diamlah! Ini urusan ku sebagai calon pacar mu," sela Evans sedikit memelankan suaranya.
"Cepatlah, Pak. Jika tidak ada surat jaminannya, Saya tidak akan membayarnya. Saya tidak memiliki waktu untuk bermain-main dengan, Anda," desak Evans. Karena malam ini dia harus membawa Aulia ke kediaman keluarga Gialola. Dan diperkenalkan sebagai kekasihnya.
"Petrik, cepat ambil surat rumah Atas nama Demian!" perintah Pak Yoseph karena tadinya dia mengira Evans bisa dibodohi seperti Aulia. Setelah surat rumah peninggalan orang tua gadis itu dikembalikan Evans langsung mentransfer uang ke rekening Pak Yoseph. Sehingga lunas lah hutang Aulia pada Rentenir tersebut.
Setelah urusan di sana selesai Evans mengajak Aulia pergi ke sebuah butik ternama dan masih mengunakan motor.
"Ayo cepat kau coba dress nya!" titah Evans sambil duduk untuk melihat penampilan Aulia.
"Kau menyuruhku ikut fesyen show atau menjadi pacar bo--"
"Sayang, sudah cukup kau berpenampilan seperti ini hanya untuk membuktikan cintamu padaku. Sekarang aku sudah percaya bahwa kau benar-benar mencintaiku," sela Evans cepat. Dia langsung berdiri dan merangkul mesra bahu Aulia. Karena pemilik butik langganan keluarganya ada di sana.
"Aulia, aku sudah membayar mu mahal. Aku tadi kan sudah bilang jangan banyak bicara karena bisa-bisa Tante Anya melaporkan pada mamaku jika kita hanya pacar bohongan," Evans berbisik di telinga Aulia.
"Tapi... " Aulia tidak jadi bicara lagi karena dia baru ingat jika pacar bohong nya itu orang kaya. Tidak mungkin dia datang ke kediaman keluarga Gialola memakai celana jeans dan berpenampilan seperti sekarang.
"Sayang, kau kenapa diam saja? Apakah pakaian di butik ini tidak sesuai dengan selera mu?" tanya Evans kembali bersandiwara.
"Tante Anya, tolong pilih dress yang paling mahal di butik ini. Kekasihku tidak biasa jika hanya memakai dress yang harganya dibawah 100 juta," perkataan Evans membuat Aulia menelan saliva nya sendiri.
"100 juta hanya untuk satu dress? Apakah aku lagi bermimpi menjadi Cinderella? Jika iya, tolong bangunkan aku sekarang juga."
Gumam gadis itu di dalam hatinya. Dia merasa semuanya seakan-akan mimpi yang indah. Hanya dalam hitungan jam seluruh hutang-hutang nya sudah dilunasi. Dan sekarang dia di suruh memakai dress yang harganya ratusan juta.
...BERSAMBUNG......
.
.
Ini pemeran Evans Gialola versi Mak Autor ya🥰
Umurnya sudah 25 tahun.
Ini adalah pemeran Aulia. Umurnya 22 tahun.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!