Waktu menunjukkan pukul 10.00 malam. Biasanya pada jam ini masih banyak orang yang berkeliaran. Namun, malam ini terasa begitu sepi dan sunyi.
Rania yang sedang menonton TV dikejutkan oleh Lia sahabatnya.
"Ini sudah malam, kau tidak tidur?"
"Hah, apa???" Karena sekarang fokus menonton Rania tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Lia.
Lia yang melihatnya merasa kesal dan mengerucutkan bibirnya dengan sebal sambil menatap Rania. "Kau ini tuli ya?!"
"Maaf, aku tidak dengar." Rania langsung meminta maaf ketika melihat sahabatnya kesal karena ulahnya. Lia mendengus pelan sembari menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Rania.
"Iya, aku akan tidur!" Rania bangkit dari tempat duduknya dan menuju ke arah kamarnya.
Cklik
Gadis itu masuk ke dalam kamar dan langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur. la berbaring di atas kasurnya sambil memandangi langit-langit kamarnya.
Malam ini hawanya aneh sekali.
Setelah beberapa saat ia pun memejamkan matanya. Belum lama ia memejamkan matanya, tiba-tiba....
Pranggg
Terdengar suara benda pecah. Rania yang baru saja mau tidur pun kaget dan langsung menuju asal sumber suara itu. Ternyata suara itu berasal dari ruang keluarga. Rania pun berlari dengan wajah panik menuju ruang keluarga.
"Kyaaaaaa!!!" Rania menjerit dengan keras ketika tiba di ruang keluarga, karena melihat-lihat tergeletak dengan bersimbah darah. la pun menangis dan berjalan mendekatinya. "Hiks, hiks. Apa yang sudah terjadi padamu?"
"Per....gilah!" Dengan susah payah Lia berbicara dan menyuruh Rania untuk segera pergi. Namun, Rania tetap menangis sambil memeluk Lia dengan erat.
" Pergilah dari sini!!!"
" Tapi kenapa kau menyuruhku pergi? Memangnya ada apa?"
"Vam...pir!"
"Apa????"
Lia terlihat sangat lemas dan wajahnya sangat pucat karena kehabisan banyak darah. Akhirnya Lia pun menyerah dengan rasa sakitnya dan memejamkan mata.
"Lia, jangan tinggalkan aku!!"
Di dalam ruangan itu terasa angin berhembus kuat padahal semua pintu dan jendela ditutup. Dari angin tersebut terdengar samar-samar suara seseorang sedang tertawa.
Rania mengira ia sedang berhalusinasi. Namun, suara itu semakin lama terdengar sangat jelas sehingga sulit dikatakan bahwa bahwa ia sedang berhalusinasi.
"Ugh...." Rania mengerang kesakitan sambil memegangi lehernya seperti ada yang mencekiknya.
Tiba-tiba ada suara yang bertanya pada Rania.
[Mengapa kau menangis?]
Rania semakin panik saat mendengar suara tersebut dan menoleh ke sana kemari mencari sang pemilik suara. Namun, tidak ada siapapun di dalam ruangan itu selain dirinya dan Lia yang tergeletak di sampingnya.
[Mengapa kau diam saja? Apa yang kau pikirkan?]
Melihat Rania yang diam saja suara itu kembali bertanya dengan nada kesal.
[Bicaralah!!! Jangan hanya diam saja!! Kalau kau diam terus, aku akan mem....]
Pemilik suara itu menghentikan kalimatnya ketika Rania yang mulai membuka suara.
"Aa...Apa yang kau inginkan?"
[Wah,, rupanya kau tahu aku menginginkan sesuatu darimu.]
Rania terus memegangi lehernya seperti ada tangan tak kasat mata yang sedang mencekiknya.
[Langsung ke intinya saja. Aku ingin kau menjadi budakku.]
"Ta...Tapi kenapa?"
[Entahlah! Apa kau tidak mau?]
"Kau sudah membunuh sahabatku, dan kau bertanya apa aku mau menjadi budakku? Seharusnya kau sudah tahu jawabanku!"
Rania berbicara dan tegas, bahwa tentu saja ia menolaknya.
Prakk
Tiba-tiba sebuah cangkir melayang ke arah kepala Rania. Darah segar mengalir dari kepalanya dan ia pun semakin meringkuk kesakitan.
Biasanya manusia akan sangat ketakutan dan langsung pingsan bila berada dalam situasi seperti itu. Namun, berbeda dengan Rania yang tetap berani menghadapi situasi yang sangat berbahaya itu.
[Aku tanya sekali lagi, kau mau atau tidak?]
"Tidak! Aku tidak mau!"
Pemilik suara itu kembali bertanya, namun Rania tetap ada jawabannya yaitu 'tidak'!
Aku harus tetap hidup untuk membalaskan dendam atas kematian Lia.
Tiba-tiba terlintas dipikiran Rania ia harus tetap hidup demi Lia. Akhirnya ia mengubah keputusannya.
"Aku mau!!"
[Hmmm....?]
" Aku mau menjadi budakku!"
[Bagus!]
Seketika muncul cahaya yang menyilaukan, setelah beberapa saat cahaya itu pun mulai menghilang dan tampaklah sebuah kalung permata putih bersih. Kalung itu melayang mendekati Rania dan tiba-tiba terpasang pada lehernya dengan sendirinya.
[Kalung itu hanya sebagai tanda kau budakku.]
"Tanda...?"
[Jadi, kalau kau mencoba berkhianat, atau berpikir untuk melarikan diri dariku. Maka kalung itu akan mencekikmu sampai mati]
[Aku akan datang lagi untuk menjemputmu]
Setelah selesai berbicara suara itu pun menghilang dan ruangan itu pun menjadi sangat sunyi.
Rania masih mematung dan memikirkan apa yang dia lakukan tadi. Tiba-tiba ia merasa pusing, pandangannya mulai kabur dan ia pun jatuh tak sadarkan diri...
Tampak sebuah taman bunga yang sangat indah, di dalam taman itu terlihat dua orang gadis yang sedang asyik bercanda gurau. Tiba-tiba ada bayangan hitam yang muncul di belakang salah satu dari mereka, lalu bayangan itu menelannya. Gadis yang tertinggal seorang diri itu pun mulai menangis, dan muncullah awan hitam yang sangat pekat, dalam sekejap taman itu menjadi gelap gulita dan tidak terlihat apapun selain kegelapan.
*Lia*
"Lia!" Rania bergumam pelan memanggil nama Lia, dan mulai membuka matanya, namun ia belum sepenuhnya sadar.
Cklikk
Suara pintu terbuka, dari pintu yang terbuka seorang pria tampan memakai jas putih, pria itu pun bertanya pada Rania yang tengah berbaring di atas ranjang dengan nada lembut.
" Kau sudah sadar?"
" ....."
" Kau ada di rumah sakit!"
Rania terus menatap lelaki itu dan memandangi sekitarnya dengan heran, karena seisi ruangan itu berwarna putih. Lalu lelaki berjas putih itu memberi tahu dimana saat ini dia berada.
" Apa yang terjadi???"
Setelah sadar Rania tidak mengingat apapun yang terjadi saat itu. Jujur saja saat itu banyak kejadian aneh yang ia alami dan itu berlangsung begitu cepat sehingga ia sendiri pun merasa aneh.
"Orang-orang menemukanmu pingsan, dan disebelahmu ada mayat seorang gadis. Sebenarnya orang-orang yang menemukanmu mau melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Namun, setelah mereka mencari tahu, ternyata ini bukan ulah manusia, melainkan vampir. Jadi mereka mengurungkan niatnya untuk melaporkannya. Karena tidak mungkinkan....., seorang jaksa akan mengadili vampir...."
"Aku mengerti."
"Oh iya, siapa namamu?"
"Rania."
"Aku dokter Silveen!"
"...…."
"Kalau begitu kau istirahat saja dulu! Aku akan pergi sebentar."
...********...
Silveen pergi ke ruangan dokter dengan wajah cemas sesampainya di sana ternyata sudah ada seseorang yang sedang menunggunya.
" Kau sudah datang?"
Silveen terkejut melihat sosok yang bertanya padanya. Sosok itu berbalik kearahnya dan tampaklah seorang pria tampan berambut merah gelap, kulitnya putih pucat bagaikan mayat dan memiliki bola mata berwarna merah. Silveen kemudian cepat-cepat menutup pintu ruangan, sampai tangannya terjepit.
"Tidak perlu terburu-buru."
" Ma.....maaf! Nanti akan menjadi masalah jika ada yang melihatmu."
"Apa tanganmu baik-baik saja?"
"Apakah kau khawatir padaku?"
"Tidak!"
"Benarkah?"
"Aku mengatakannya karena ada alasannya."
Vampir itu langsung membantah ucapannya.
"Alasan?" Silveen pun langsung memutar keras otaknya untuk mencerna kata-kata vampir itu.
"Ya..."
"Alasan apa?"
Mendengar pertanyaan Silveen, vampir itu memasang ekspresi bosan dan mendengus pelan.
"Diamlah!! Aku kesini ingin bertanya, apa kau tahu tentang gadis yang diserang oleh vampir...?!" Vampir itu langsung bertanya tanpa basa-basi. Karena memang vampir pada umumnya tidak terlalu suka pada hal yang bertele-tele.
"Memangnya ada apa?"
"Kau mau memberi tahu atau tidak?!"
"Memangnya kau akan terima, jika aku tidak memberitahumu?"
Vampir itu dibuat kesal oleh Silveen, dan menatapnya tajam.
"Apa kau mau mati?!"
Tiba-tiba udara panas menyelimuti mereka berdua. Silveen mulai gemetar dan merasa takut saat merasakan hawa panas itu seperti membakar tubuhnya.
"Rania..."
"Hmmm...?"
"Namanya Rania.!"
"Apa dia ada disini?"
"Ya! Aku...yang merawatnya."
"Bagus kalau begitu."
"...."
"Setelah sembuh, antarkan dia pulang, lalu...bawa barang-barangnya dan ajak dia ke rumahmu."
"Tapi...Tapi kenapa?"
"Jangan banyak bertanya! Lakukan saja apa yang kuperintahkan!"
"Bagaimana jika...dia tidak mau?"
"Dia pasti mau."
Wunggg
Tiba-tiba muncul portal hitam di dinding, setelah selesai bicara, vampir itu masuk ke dalam portal tersebut. Portal itu segera menelannya dan menghilang.
Setelah 3 hari dirawat di rumah sakit akhirnya hari ini Rania diperbolehkan pulang. Ia pun tersenyum ceria. Namun, tiba-tiba wajahnya terlihat sangat sedih.
Lia
Ternyata dia masih mengingat kejadian tentang Lia, perlahan air matanya menetes membasahi pipinya, ia pun segera menyekanya karena khawatir ada orang yang melihatnya menangis.
Aku tidak boleh menangis seperti ini, aku harus tetap semangat.
"Semangat..!!!" Rania pun menyemangati dirinya sendiri dan kembali tersenyum.
Cklik
Suara pintu terbuka, Rania segera berbalik dan melihat siapa yang datang.
"Oh...dokter."
Ternyata yang datang adalah Silveen. Silveen tersenyum hangat melihat kondisi Rania yang sudah membaik.
"Jangan seperti itu..., panggil saja aku Kak Silveen."
Karena merasa kurang nyaman dengan panggilan 'dokter', ia pun memerintahkan Rania agar memanggilnya dengan sebutan 'Kakak'. Karena ia menganggap panggilan 'Kakak' terasa lebih cocok dan lebih akrab.
"...Kak Silveen."
"Hari ini kau sudah boleh pulang ya???"
"Ah...iya."
"Aku akan mengantarmu pulang."
"Terima kasih...tapi kenapa Kak Silveen mau mengantarku pulang?"
"Sebelum aku menjawabnya...aku ingin bertanya sesuatu padamu."
"Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Apa kau mengenal Pangeran Louis?"
Rania bingung harus menjawab pertanyaan Silveen. Dan mengapa Silveen manggilnya dengan sebutan Pangeran? Siapa sebenarnya Louis itu? Pertanyaan itu terus berputar di kepala Rania, tiba-tiba terlintas satu kata di kepala Rania, yaitu 'vampir'.
Apa mungkin yang dimaksud Kak Silveen adalah vampir itu? Tapi bagaimana ia mengenalnya?
"Apa kau mengenalnya?"
"Entahlah... sepertinya aku tidak kenal orang itu."
Sebenarnya Rania kurang yakin, bahwa yang dimaksud Silveen adalah vampir yang waktu itu mengancamnya. Karena dia sendiri tidak tahu nama vampir itu, dan tidak tahu rupa wajahnya.
Mereka berdua pun berjalan menuju tempat parkir kendaraan.
"Kau tunggu di sini saja...! Aku akan mengambil mobil dulu."
"Baiklah."
Setelah Silveen datang sambil mengendarai sebuah mobil, ia pun segera maminta Rania untuk masuk kedalam mobil. Setelah masuk ke dalam mobil, Rania yang langsung memasang sabuk pengaman.
Terdengar deru mesin mobil dan perlahan mobil itu bergerak meninggalkan lapangan parkir. Karena masih jam kerja, jalanan di siang hari itu terlihat sepi. Mereka akhirnya tiba di depan rumah Rania lebih cepat.
"Aku turun di sini saja."
Rania meminta agar silver menghentikan mobilnya di depan pintu gerbang masuk rumah Rania. Silveen kemudian mengangguk dan berkata 'baiklah'. Rania lantas membungkuk sopan pada Silveen yang ikut turun dari mobil.
"Terima kasih...Kak Silveen sudah mengantarku."
Rania berjalan menuju pintu rumah, setelah sampai di depan pintu, ia mengetuk pintu dan terdengar suara 'klik' disertai dengan pintu terbuka, dan terlihat seorang wanita di hadapan Rania. Rania yang hendak masuk ke dalam rumah segera menghentikan langkahnya dan berbalik. Dan melihat Silveen masih ada disitu, ia pun bertanya pada Silveen.
"Kak Silveen...mau mampir ke rumahku dulu?"
"Ah...tidak."
"Lalu mengapa Kak Silveen masih di situ?"
Silveen pun merasa malu dan menggaruk-garuk kepalanya, padahal tidak merasa gatal ataupun berkutu. Sebenarnya Silveen merasa dirinya seperti orang gila, karena dia dari tadi hanya berdiri saja.
Silveen lalu berjalan menghampiri Rania dan berkata, "Apa kau mengusirku?"
Rania yang terkejut dengan pertanyaan Silveen, spontan menggeleng-gelengkan kepalanya, dan membantah ucapan Silveen. "Ah...itu. Aku tidak bermaksud mengusirmu, habisnya dari tadi Kak Silveen diam di situ."
"Sebenarnya aku disuruh untuk mengantarmu pulang, lalu mengemasi barang-barangmu dan membawamu ke rumahku." Silveen pun menjelaskan maksudnya kepada Rania, bahwa ia disuruh oleh vampir bernama Louis untuk membawanya.
"Kau pasti sudah tahu kan?" Setelah berkata demikian, Rania hanya mengangguk, yang artinya dia sudah mengerti maksud Silveen.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!