NovelToon NovelToon

Gadis Bercadar Jodoh Gangster

Prolog

Lima pemuda baru saja memasuki area sekolah, kelima orang itu jalan berjejer dengan Nevan yang berada di barisan paling tengah. Maulana Nevan Ganendra, beberapa orang menyebutnya sebagai gangster.

Padahal gangster itu sebutan untuk orang jahat, sebenarnya Nevan tidak jahat. Hanya saja Nevan kejam dengan orang-orang yang di anggap musuh, jika tidak diusik Nevan juga pasti tidak akan mengusik orang.

"Lihat-lihat, gini nih kalau cewek nggak pernah lihat yang cakep-cakep." Dia adalah Jeno si youtubers muda, lelaki itu mengarahkan kamera ponselnya ke arah para gadis yang berbaris hanya untuk melihat Nevan dan ke empat sahabatnya.

"Ambil foto kok pakek hp, pakek komputer lah." Calvin, sahabat Nevan yang paling gila berkomentar.

Jeno melirik sinis Calvin. "Nggak sekalian pakek panci."

"Yan, ke kantin beli malkist abon." Iqbal, sahabat Nevan yang mempunyai sebutan maniak malkist.

"Masih pagi." Sean begitu sabar, dia adalah anggota yang paling kalem dan muda.

Nevan berdecak pelan. "Lo pada bisa kalem nggak? Les privat sama Sean biar akhlak lo pada nambah."

Tatapan Calvin begitu polos. "Berarti akhlak kita dikit ya Bos?"

"Masih perlu gue jawab? Bukan dikit tapi nggak ada." Ucapan Nevan begitu menyakitkan.

Calvin memasang wajah memelas seakan telah tersakiti, sementara Jeno samasekali tidak peduli dan sibuk dengan ponselnya. Yang terpenting bagi Jeno adalah tiktok, youtube, followers, subscribe, like, dan komen.

Di antara kelima orang itu hanya Sean dan Iqbal yang memakai baju masuk, sementara yang lain bajunya di keluarkan. Kelima orang itu menempati kelas yang sama dengan Sean sebagai ketua kelas.

"Bos, selera cewek lo yang kayak gimana?" Calvin menatap jejeran para gadis.

"Yang kalau di maki nggak marah, yang kalau di sakitin senyum, yang nggak baperan, nggak boleh cinta dan kagum sama gue, dan pastinya nggak banyak omong." Syarat Nevan sangatlah sulit.

"Kalau nggak cinta sama lo pasti nggak mau sama lo lah Bos." Otak Calvin terasa buntu.

"Mana cewek yang nggak tertarik sama gue? bawa sini biar gue kawinin." Nevan berucap tanpa beban.

"Nih Iqbal, dia nggak tertarik sama lo." Calvin menarik pelan tangan Iqbal.

"Apa?" Iqbal tampak bingung.

"Nevan mau kawin sama Iqbal? What, sini gue videoin biar viral." Kini Jeno malah ikut-ikutan.

"Sabar." Sean menatap Nevan yang tampak tertekan.

***

Semua murid sudah duduk di bangkunya masing-masing, semua berpakaian rapi kecuali Nevan, Calvin, dan Jeno. Guru belum datang membuat Iqbal sibuk memakan malkist abon miliknya. Sean berdiri menatap tiga pelaku yang tidak berpakaian rapi.

"Masukin seragam kalian." Ucapan Sean begitu singkat.

"Nggak." Nevan menentang keras memakai baju masuk, karena itu bisa menghilangkan kesan keren dalam dirinya.

"Gue ngikut si Bos lah." Hobi Calvin adalah meniru apapun yang di lakukan oleh Nevan, dia pengikut Nevan garis keras.

"Baju masuk tuh jelek, nggak suka gelay." Jiwa tiktok ayahnya menurun pada Jeno.

"Yang rapi dong kayak gue." Iqbal menyombongkan diri dan memasang wajah sok tampan.

"Bocah malkist diem," sahut Calvin.

Sean menunjukkan kertas yang berisi peraturan. "Wajib berpakaian rapi, tidak boleh memakai baju keluar."

"Nggak boleh pakek baju keluar?" Nevan tiba-tiba berdiri.

Baik Jeno, Calvin, Iqbal, maupun Sean menunggu apa yang akan di lakukan oleh Nevan. Lelaki itu tiba-tiba membuka kancing seragam nya satu persatu lalu melepas seragam yang di kenakannya hingga tersisa kaos polos yang melekat di tubuhnya.

"Anjaaay, lo ngapain dah Bos?" Calvin tampak terkejut.

Semua gadis menatap ke arah Nevan namun tidak berani untuk memuji, mereka takut dengan kata-kata Nevan yang kelewat pedas dan bisa menyakiti mental siapapun.

"Nggak boleh pakek baju keluar kan? Ya udah gue nggak pakek." Nevan menatap datar Sean.

Sean tercengang. "Ya nggak gitu konsep nya."

"Wah." Iqbal berhenti memakan malkist dan bertepuk tangan dengan suara pelan.

"Van gue videoin nih biar tante Ajwa tahu," ujar Jeno.

Nevan melotot. "Heh! Mau gue panah ginjal lo!"

***

Saat perjalanan ke kantin Nevan baru sadar jika gantungan kunci yang biasa ia gantung di casing hp nya hilang, lelaki itu baru tahu karena baru saja mengeluarkan ponselnya. Itu adalah gantungan kunci berbentuk es krim, benda tersebut sangat istimewa.

Gantungan kunci itu adalah hadiah ulang tahun dari Ajwa di tahun kemarin, Ajwa sangat tahu jika putranya begitu menyukai es krim dari kecil. Nevan mencari gantungan kunci itu di saku nya tapi ia tidak menemukan benda tersebut.

"Nyari apa?" Sean selalu peka pada lingkungan sekitar.

"Bentar." Nevan tiba-tiba berhenti.

Keempat sahabat Nevan ikut berhenti dan memperhatikan Nevan.

"Nyari apa sih?" Jeno terlihat penasaran.

Nevan menatap Jeno. "Gantungan kunci gue nggak ada."

"Yang hadiah dari tante Ajwa itu ya?" Pertanyaan Calvin langsung di angguki oleh Nevan.

"Demi roma malkist, kok bisa ilang?" Hidup Iqbal selalu berkaitan dengan malkist.

"Mau kita bantu nyariin?" tawar Sean.

"Nggak perlu, gue cari sendiri aja." Nevan lalu pergi begitu saja.

Nevan menyusuri koridor, bahkan ia rela menatap bawah untuk mencari gantungan kunci tersebut. Andai itu barang lain Nevan pasti tidak perlu repot-repot seperti ini, bahkan lelaki itu mungkin tidak peduli dan lebih memilih membeli yang baru.

'Kemana ya, masa jatoh?' batin Nevan.

Nevan menatap tajam gadis yang berani menatapnya secara terang-terangan, ia tidak suka di tatap wanita dengan tatapan kagum dan penuh cinta. Bahkan ia tidak suka dekat dengan wanita, kecuali orang tertentu saja termasuk Ajwa dan Aylin.

"Kenapa pakek acara ilang sih? benda mati aja ngrepotin. Awas aja tuh gantungan kunci kalau ketemu, gue julitin habis-habisan.' Di saat seperti ini Nevan sempat-sempatnya julit

***

Di sisi lain seorang gadis bercadar sedang berjalan di koridor sambil menunduk, penampilannya membuat gadis itu dipandang aneh karena dia adalah satu-satunya gadis yang memakai cadar.

Gadis itu bernama Nazma Alisha, di tambah lagi Nazma hanya seorang siswi beasiswa membuat dirinya di pandang rendah oleh orang-orang. Jujur saja Nazma risih dengan tatapan itu, tatapan orang-orang yang begitu tidak menyukainya.

"Heh lo!" seru seorang laki-laki.

Nazma berhenti sejenak dan menatap orang itu, tubuhnya mematung saat mengetahui jika orang itu adalah Nevan. Lelaki yang terkenal kejam, pernah membuat tulang seseorang patah dan berujung di rumah sakit.

Nevan juga terkenal suka memalak, ia juga sering kabur di jam pelajaran, dia adalah ketua dari sebuah kelompok yang bernama Jevister. Seluruh murid tahu siapa itu Jevister, kelompok itu tidak suka di tentang apalagi dibicarakan secara diam-diam.

Mereka tidak tahu saja jika Jevister bukan kelompok yang seperti itu, mereka tidak sejahat dan sekejam itu.

"Heh lo, cewek yang pakek cadar!" Nevan kembali bersuara.

Nazma langsung berbalik arah dan berjalan dengan langkah cepat, gadis itu tidak ingin berurusan dengan Nevan. Sudah cukup setiap hari dia menjadi bahan bully, ia tidak mau menambah beban hidupnya dengan mengenal Nevan dan berada di dekat lelaki itu.

"Woi jangan kabur!" Nevan berdecak pelan.

Nevan berjalan ke arah tempat berdiri Nazma tadi, ia mengambil gantungan kunci yang ada didekat sepatutnya.

"Padahal gue cuma mau minta tolong ambilin gantungan kunci."

"Malah kabur, emang gue setan apa. Bener-bener kurang ajar tuh cewek." Nevan memasukkan gantungan kunci itu ke saku celana nya.

Nevan menatap Nazma yang sudah menghilang dari pandangannya. "Jadi keinget Bunda."

'Tuh kan jadi kangen, pengen peluk, pengen diperhatiin.' Nevan mengusap wajahnya frustasi, ia selalu menjadi kucing anggora saat berada di dekat Ajwa.

"Tapi kan ada Tuyul, pasti lebih sayang sama si Tuyul." Wajah Nevan terlihat kesal, yang di maksud oleh Nevan adalah adik laki-laki nya yang berumur lima tahun.

Bersambung....

01. Tantangan konyol

Bel pulang sekolah berbunyi tiga menit yang lalu, Nevan berjalan sendirian menuju ke arah parkiran. Saat bel berbunyi Nevan memang langsung keluar begitu saja tanpa menunggu keempat temannya.

"Gila." Nevan bergumam sambil memijat pelipisnya.

Kejadian hari ini saat istirahat adalah hal yang paling gila dalam hidup Nevan, lelaki itu tadi mendapatkan tantangan konyol. Nevan bahkan memaksa seorang gadis untuk menjadi istrinya, gila memang.

°°°

Waktu istirahat Nevan bermain truth or dare bersama dengan keempat temannya, semua memilih dare kecuali Sean. Iqbal mendapat dare tidak makan malkist selama seminggu, Jeno yang mendapat dare membuat konten goyang pinggul sambil bilang aku gila.

Sementara Calvin mendapat tantangan harus bersikap kalem saat pelajaran, tentu saja itu tidak mudah dan sangat menyiksa Calvin. Sean hanya memilih truth, ia sudah tahu jika dirinya memilih dare pasti tantangannya akan sangat tidak masuk akal.

"Giliran anak Bapak Altair nih, calon sultan masa depan!" Calvin bersorak senang saat tiba giliran Nevan.

"Gangster penyayang bunda," ujar Jeno.

"Demi malkist, tulang anak orang dipatahin giliran dimarahin emak langsung ngambek." Iqbal tersenyum geli.

"Heh diem!" Nevan menunjuk Calvin, Jeno, dan Iqbal satu persatu, dan jangan lupakan tatapan tajamnya.

"Sabar." Sean berusaha menenangkan Nevan. "Tapi emang kenyataan."

"Heh!" Nevan berganti menunjuk Sean, hatinya semakin panas saja.

"Udah-udah, pilih truth atau dare Van?" tanya Jeno.

"Ya pasti truth lah, nyari jalan aman kayak Sean," kompor Calvin.

"Gangster kok milih truth, gangster apa? Gangster oreo? Atau malkist?" Iqbal malah menambah-nambahi.

Sudah tahu Nevan mudah terpancing, tapi malah sengaja dipancing. Bukan hanya dipancing tapi juga di panas-panasi, bagaimana bisa hati Nevan tenang. Bahkan wajah Nevan saat ini sudah memerah.

"Kata siapa?" Nevan menggebrak meja. "Gue pilih dare."

"Wah keren." Jeno bertepuk tangan.

Calvin tersenyum. "Oke, lo harus nikahin cewek yang pakek cadar, namanya Nazma."

"Gila lo!" Tentu saja tidak setuju. "Ngotak dikit lah."

"Jangan main-main sama pernikahan." Sebagai orang yang paling waras, Sean memiliki kewajiban untuk memberitahu.

"Halah paling juga Nevan nggak berani, gangster penyayang bunda dia." Iqbal yang biasanya begitu polos, kini pandai kompor seperti Calvin.

"Gue berani." Seorang Nevan tidak suka ditantang, ia samasekali tidak takut dengan tantangan.

"Tenang Bos, jangan maksain. Kalau nggak sanggup lo boleh lebih milih nyerah dan jadi asisten kita berempat selama sebulan, asik nggak tuh?" Calvin menaik turunkan alisnya.

°°°

"Kurang ajar." Ingin sekali Nevan mengutuk Calvin.

'Sabar, nggak boleh emosi.' Nevan mengatur nafasnya.

Calvin tiba-tiba muncul dan merangkul Nevan. "Gimana Bos? Kapan mau kawin?"

"Lo gue kawinin sama sapi!" sewot Nevan.

Jeno tertawa. "Sama ayam aja, biar bisa makan telur tiap hari. Entar si Calvin juga bisa makan ayam tanpa harus beli."

"Ngeri, makan istri sendiri." Iqbal bergidik ngeri.

"Jaket lo mana?" Sean menyadari Nevan yang tidak mengenakan jaket.

Nevan tidak mengeluarkan suara, ia baru ingat jika jaketnya dibawa oleh Nazma. Seragam gadis itu basah, dan Nevan terpaksa harus meminjamkan jaketnya. Bukan peduli, tapi hanya sebatas kasihan.

"Kepo." Nevan mempercepat jalannya.

"Itu kayak mirip jaket lo." Sean menunjuk ke arah Nazma.

Jeno tampak tidak percaya. "Demi oreo nya Om Evin, entah apa yang merasuki lo Van."

"Cuma jaket doang." Nevan terlihat begitu tenang.

"Wisssh, jangan-jangan lo udah suka ya Bos sama dia," tuduh Calvin.

"Mustahil," balas Nevan.

"Mustahil bukan berarti nggak mungkin," timpal Sean.

"Loh, bukannya mustahil itu emang nggak mungkin?" Iqbal ikut berkomentar.

Calvin membekap mulut Iqbal. "Bocil diem."

***

Nevan mengucapkan salam saat memasuki rumahnya, lelaki itu juga menyalimi tangan Ajwa yang sedang duduk di sofa. Ajwa terus mengamati Nevan, ia hafal betul jika Nevan selalu melepas jaket ketika sampai di kamar.

"Tumben udah lepas jaket?" Ajwa menatap heran Nevan.

"Oh itu ... jaketnya ...." Nevan mengusap lehernya. "Itu Bunda, di pinjem."

"Di lelang kalik Wa." Altair yang berada di samping Ajwa menyahut begitu saja.

"Di pinjem siapa?" tanya Ajwa.

"Di pinjem temen," balas Nevan.

"Siapa? Calvin? Kenapa dia kedinginan? Terus kamu pinjemin jaket gitu? Biar kayak yang di film-film?" Altair ikut-ikutan bertanya.

"Nggak lah, Nevan nggak sepeduli itu. Mau Calvin kedinginan, masuk sumur, guling-guling di api, Nevan nggak peduli." Sejak kecil ucapan Nevan selalu pedas.

"Temennya cewek?" Ajwa kembali bertanya.

"Hai bocil, bocil tuyul." Nevan pura-pura menyapa Arthan.

Nevan berjalan menghampiri Arthan yang sedang bermain mobil-mobilan di atas karpet berbulu, lelaki itu jongkok tepat di samping Arthan. Nevan sengaja mendekati Arthan agar bundanya tidak bertanya lebih jauh.

Andai Ajwa tahu jika Nevan meminjamkan jaketnya pada Nazma, pertanyaan Ajwa akan lebih banyak lagi. Di tambah lagi Nazma adalah gadis yang ia targetkan akan menjadi istrinya, bahkan Nevan yakin jika Altair tidak akan percaya.

"Woi bocil." Nevan merebut mobil-mobilan milik Arthan.

Arthan hanya menatap mobil-mobilan itu sekilas lalu mengambil mainan nya yang lain.

"Bocil tuyul, tumbenan lo sabar." Nevan tidak menyerah untuk menganggu Arthan.

Arthan menengadahkan kedua tangannya. "Ya Allah, jauhkan Althan dali godaan setan."

"Songong banget lo anj---"

"Jir." Altair melanjutkan ucapan Nevan.

"Nevan, siapa yang ngajarin ngomong kayak gitu. Kalau kesel istighfar, Bunda nggak suka Nevan ngomong kayak gitu."

"Maaf Bunda." Nevan seketika langsung jinak.

"Kakak juga, harusnya ngajarin yang baik. Bukan malah ikut-ikutan ngomong kayak gitu." Ajwa juga menasehati Altair.

Altair merangkul Ajwa agar istrinya tidak mengomel, pria itu mengambil jalan damai dengan meminta maaf. Jika Altair tidak mau kalah dan meladeni Ajwa pasti ujung-ujungnya akan tidak ada habisnya, pada akhirnya mereka akan bertengkar.

"Minta maaf Wa, bercanda doang tadi."

"Kata-kata kasar nggak bisa buat candaan Kak."

"Iya paham, ya udah maaf. Senyumnya mana?" Altair memegang pipi Ajwa.

"Hem." Ajwa berusaha untuk tersenyum.

"Yang ikhlas senyumnya, katanya kalau mau ngapain aja harus ikhlas."

"Emang Kakak tahu ikhlas itu apa?"

"Melakukan sesuatu dengan tulus, semata-mata hanya karena Allah."

"Iya bener." Ajwa tersenyum lebar, rasanya senang sekali mendengar kata-kata itu dari mulut Altair.

Altair ikut tersenyum. "Cantik Wa."

"Semua wanita cantik Kak."

"Nggak, nggak semua wanita itu cantik."

"Ya berarti Kakak mandang fisik."

"Ya nggak gitu lah, kalau di dunia ini semua cantik kata jelek nggak akan ada gunanya."

***

Sore ini Nevan mengajak Arthan jalan-jalan, tentu saja karena terpaksa. Jika bukan karena bundanya Nevan tidak akan pernah mau jalan berdua dengan Arthan, jelas-jelas kedua orang itu selalu musuhan dan tidak pernah akur.

"Abang, mau pelmen." Arthan menunjuk penjual permen.

Kedua orang itu kini berada di taman, Nevan benar-benar seperti seseorang yang sedang menjaga anaknya.

"Apa Yul pelmen? Di dunia ini nggak ada yang namanya pelmen, adanya permen."

"Iya, pelmen." Arthan berusaha mengucapkan huruf R.

"Di bilangin nggak ada yang namanya pelmen."

Kedua orang itu terus adu mulut, terlihat jelas jika Arthan tampak sangat kesal. Tenggorokan Arthan sampai kering karena meladeni abangnya yang gila itu.

"Pelmen setan!" Arthan tidak bisa sabar lagi.

"Heh, gue bilangin Bunda lo. Wah, pasti entar lo nggak di bacain dongeng lagi sama Bunda."

"Astagfilullah, Abang duluan yang mancing."

"Oke beli permen, gue kasih duit lo beli sendiri."

"Ndak, Abang yang beli. Althan tungguin di sini."

Kedua mata Nevan melebar, biadab sekali adiknya ini. Usia Arthan masih kecil tapi sudah menjadi juragan sejak dini, sangat tidak bisa di tiru. Karena lelah bertengkar Nevan akhirnya mengalah, dengan syarat Arthan harus menunggu dan tidak boleh kemana-mana.

***

Nazma sedang berjualan gorengan, biasanya di sore hari gadis itu berjualan gorengan di sekitar taman. Nazma juga berjualan bubur, saat berjualan Nazma tidak sengaja melihat anak laki-laki yang hendak menyebrang.

"Hei." Nazma menarik tangan anak itu yang hampir saja tertabrak.

"Bunda." Anak laki-laki itu memeluk Nazma.

"Hah? Bunda?" Nazma tampak bingung.

Anak itu melepaskan pelukannya. "Kok suala Bunda beda?"

Nazma tersenyum di balik cadarnya. "Nama Kakak Nazma, nama kamu siapa?"

"Althan, emang Bunda udah ganti nama ya? Bunda juga udah lupa ya sama namanya Althan?" Tatapan Arthan begitu polos.

Bersambung....

02. Dituduh penculik

Nevan kembali sembari membawa permen untuk si tuyul alias adik laknatnya itu, namun langkah Nevan semakin lebar saat menyadari jika si tuyul tidak ada. Padahal Nevan sudah menyuruh Arthan untuk menunggu, tapi sekarang anak itu hilang.

"Tuyul! Woi Tuyul!" Nevan menatap sekitar.

Lelaki itu tidak peduli dengan pandangan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan aneh, bagaimana tidak aneh jika Nevan memanggil tuyul di sore hari.

"Si Tuyul kemana coba?" Nevan berdecak pelan.

"Udah di bilangin disuruh nunggu, nggak ngerti bahasa manusia kalik ya tuh bocah. Maklum sih, kan Tuyul," gerutu Nevan.

"Awas lo Yul kalau ketemu." Nevan berniat mencari keberadaan Arthan.

Nevan mengelilingi taman, berharap dirinya akan menemukan Arthan. Nevan tidaklah cemas, ia juga tidak khawatir. Bahkan Nevan tidak peduli jika Arthan cosplay menjadi tuyul dan minum susu kucing tetangga.

Katakanlah jika Nevan abang laknat, Nevan tidak masalah dengan gelar itu. Karena sesungguhnya yang mengatai Nevan lanknat dia jauh lebih laknat, Nevan mencari Arthan hanya sekedar formalitas dan terlihat seperti abang yang baik.

"Tuyul! Yul, lo kalau nggak balik gue santet!"

Nevan menunjuk beberapa orang yang menatapnya, lelaki itu terlihat galak. "Nggak usah natap gue!"

"Woi Tuyul! Majikan manggil nih!"

Nevan memicingkan matanya, ia mendapati sosok Arthan yang bersama dengan wanita bercadar. Nevan tahu betul jika itu bukan Bundanya, lelaki itu bergegas berjalan ke arah Nevan.

"Mau lo apain adek gue? Penculik 'kan lo?" Nevan menarik tangan Arthan dan merangkulnya.

"Abang itu Bunda." Arthan menunjuk Nazma.

Nevan berdecak pelan. "Itu bukan Bunda Tuyul."

"Itu Bunda abang, lihat sama kayak Bunda." Arthan sangat polos.

Nevan menghiraukan ucapan Arthan dan lebih memilih menatap Nazma. "Dasar penculik lo, kalau mau nih anak beli. Gue jual dia seharga seribu rupiah."

Nazma melongo di balik cadarnya, Nevan terlihat seperti om-om yang sedang mengeksploitasi anak. Nazma tahu betul orang yang ada di depannya ini, ia tidak menyangka jika Nevan yang terkenal sebagai gangster ternyata begitu konyol.

"Kamu lucu ya." Nazma sampai tidak sadar telah mengatakan hal itu.

Nevan mengubah wajahnya menjadi dingin. "Lucu? Lucu lo bilang? Jangan asal ngomong, gue bisa panah ginjal lo kalau lo mau."

Nazma hanya bisa menunduk, ia menggengam erat kotak berisi gorengan yang ada ditangannya.

"Abang ndak boleh malah-malah sama Bunda." Arthan masih menganggap jika Nazma adalah Ajwa.

"Lo penculik kan, ngaku lo!"

Nazma menggeleng. "Aku bukan penculik."

"Gue laporin polisi kalau lo nggak mau ngaku."

"Aku nggak nyulik adik kamu." Nazma benar-benar takut sekarang.

"Halah boong, mana ada orang jahat mau ngaku. Lo pasti sok-sok an pakek cadar biar nggak ketahuan kalau lo itu orang jahat."

Nazma menggeleng kuat, hatinya sakit saat Nevan mengatakan hal itu. Nazma samasekali tidak ada niat buruk pada Arthan, gadis itu bahkan membantu Arthan untuk menemui keluarganya agar anak itu tidak jalan sendirian. Dan Nazma tidak pernah menduga jika Arthan adalah adik Nevan.

"Aku nggak kayak gitu Nevan."

"Bahkan lo tahu nama gue, fiks lo udah rencanain penculikan ini."

Arthan hendak membela Nazma. "Abang---"

"Diem lo Yul." Nevan membekap mulut Arthan.

"Nevan aku minta maaf." Nazma meminta maaf walaupun dirinya tidaklah salah.

"Tuh kan kebukti kalau lo emang penculik, kalau lo bukan penculik lakuin satu hal buat buktiin."

"Aku harus lakuin apa?" Lebih baik Nazma menurut daripada harus terkena masalah.

"Lo harus jadi istri gue ... Nanaz." Sebenarnya Nevan tahu jika yang di depannya ini adalah Nazma.

Nanaz ... seorang gadis yang Nevan targetkan untuk menjadi istrinya.

***

Nevan turun dari motornya, ia membiarkan Arthan berada di atas motor dan tidak membantunya untuk turun. Nevan bahkan mengancam tuyul kecil itu, jika tuyul kecil itu gerak sedikit saja maka Nevan tidak akan segan-segan merobohkan motor miliknya.

"Gue udah bilang kan, tunggu! Nggak ngerti kata tunggu?! Gimana kalau lo ilang, kalau lo ilang gue kan seneng."

"Abang mau tulun." Arthan merengek.

"Nggak usah turun-turun! Lo ngapain tadi ngilang? Kalau mau susu kucing bilang Tuyul, gue kasih lo susu cap monyet." Nevan terus mengomeli Arthan.

Mata Arthan berkaca-kaca. "Tadi Althan ngejal kucing."

"Kucing nggak usah dikejar, tapi dinaikin." Sadis sekali Nevan ini.

"Abang mau tulun." Arthan mencoba untuk turun.

"Siapa suruh lo gerak? Gerak dikit lagi gue robohin nih motor, biarin aja lo ketiban motor terus jadi Tuyul penyet."

"Abang, pelmen Althan mana?" Arthan tiba-tiba mengingat permennya.

Nevan mengeluarkan permen dari saku jaketnya membuat senyum Arthan menggembang, senyum itu berubah menjadi tangis kala Nevan membanting permen itu ke tanah dengan sangat kuat. Sengaja memang, agar si tuyul menangis melihat hal itu.

"Tuh, makan tuh permen. Masih untung permen yang gue banting bukan lo." Nevan terlihat sangat galak.

Arthan menangis membuat wajahnya basah karena air mata. "Abang jahat!"

"Ya, gue jahat dan lo Tuyul laknat."

"Bunda, Abang jahat!" Arthan menangis histeris.

"Nangis! Nangis yang kenceng. Kak Aylin udah tinggal di rumah suaminya, Bunda gue bujuk dikit paling lo dicampakkan."

"Althan bilangin Ayah." Arthan menangis sesenggukan.

"Ayah gue julitin dikit pasti langsung jadi cs gue." Nevan melambaikan tangannya. "Dadah Tuyul, gue masuk ke dalem rumah dulu ya."

***

Nevan bersantai di kamar sambil bermain game panahan di ponselnya, untuk saat ini Nevan sedang malas memanah sungguhan. Makannya lelaki itu lebih memilih bermain game, Nevan memang sangat menyukai dan begitu ahli dalam memanah.

"Nevan." Seorang mengetuk pintu kamar Nevan.

Ajwa masuk ke dalam kamar Nevan sambil menggandeng Arthan, Nevan yakin jika si tuyul sudah mengadu pada bundanya.

"Nevan kamu apain Arthan sampek nangis gini?"

"Dibikin kena mental dikit doang Bunda, si Tuyul baperan." Nevan berucap tanpa beban.

"Bunda abang jahat." Arthan memeluk Ajwa dari samping.

"Nevan, Bunda 'kan udah bilang. Kamu harus baik sama Arthan, dan panggil nama Arthan yang bener. Nama itu doa Nevan, kamu ngerti kan?"

"Yes." Nevan menggeleng.

Ajwa tampak menghela nafas, sudah tidak heran lagi dengan sikap Nevan. Anaknya itu sangat mirip dengan Altair, suka menguji emosi.

"Abang juga punya pacal Bunda, tadi Abang bilang gini ... lo halus jadi istli gue nanas. Abang mau punya istli buah Bunda." Bukan Arthan jika tidak polos.

"Bener Nevan? Kamu udah punya pacar?"

***

Pagi-pagi bukannya semangat wajah Nevan justru tampak kusam, itu semua karena tuyul di rumahnya. Ajwa mendiamkan Nevan sebagai hukuman karena lelaki itu telah membuat Arthan menangis, dan yang lebih parahnya lagi Altair justru malah mengejeknya.

"Dedek Epan kenapa? Cakit ya? Aduh, anak bunda lagi sedih." Calvin berbicara seimut mungkin.

Nevan menatap tajam Calvin. "Diem! Mau gue panah ginjal lo?!"

"Bikin video dulu Van, Mas Nevan  ... mana semangatnya?" Jeno mengarahkan kameranya ponselnya pada Nevan.

"Ini semangatku." Suara Iqbal terdengar bernada. "Tarek sis ... maklist."

"Cakep, jawab kayak gitu dong Van." Jeno mengacungkan jempol nya pada Iqbal.

"Gemesnya Iqbal picisan, anak siapa coba?" Jangan salahkan Calvin jika tingkahnya sangat absurd, dia itu turunan bapak Chiko makannya seperti orang tidak waras.

"Anak Papa oreo dong." Iqbal tersenyum lebar.

Nevan mendorong pelan ponsel Jeno, lelaki itu sedang tidak berminat meladeni para sahabatnya yang biadab dan kurang akhlak. Hanya Sean yang waras dan selalu stay kalem.

"Lo kenapa?" Sean berinisiatif untuk bertanya.

"Gue didiemin Bunda, gara-gara si Tuyul. Emang biadab tuh Tuyul." Wajah Nevan tampak lesu.

"Tuyul?" Kening Sean berkerut. "Arthan?"

"Iya si Tuyul, nama Arthan kebagusan buat dia."

"Istighfar Epan, Adek sendiri di julitin. Parah parah parah parah parah." Calvin menggeleng pelan.

"Lo harusnya bersyukur, punya adek gemoy kayak Arthan," ujar Jeno.

Ingin sekali Nevan muntah uang dolar, maklum namanya saja anak sultan. Bukannya sombong, hanya saja pamer.

"Iya gemoy, gemes banget pengen gue smackdown." Nevan tidak terima Arthan di bilang gemoy.

"Btw, Epan soal dare itu gimana? Udah sampek tahap apa? Pendekatan? Lamaran? Atau apa?" Calvin terlihat begitu bersemangat.

Sial sekali, lagi-lagi Calvin membuat Nevan mengingat tentang dare konyol itu. Bahkan harga diri Nevan turun drastis karena meminta Nanaz menjadi istrinya, ditambah lagi gadis itu tidak langsung menjawab yes saja. Sungguh sangat merepotkan hidup Nevan.

"Lo ada niatan buat nikahin dia?" Sean menatap Nevan serius.

"Bisa dipertimbangin." Nevan tampak berpikir. "Tapi dia harus memenuhi persyaratan."

"Apa?" tanya Jeno.

"Nggak mati walaupun ginjalnya udah gue panah," balas Nevan.

Bersambung....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!