NovelToon NovelToon

Mencintai Dosen Beristri

Kejutan dari Pak Dosen

Di belakang gedung kampus, terlihat seorang wanita sedang menangis dan bahkan terisak. Pakaiannya kotor dan tubuhnya sangat bau, ada beberapa luka lebam juga di tangan dan kakinya. Rasanya sangat sakit saat merasakan lukanya itu.

Namun, saat wanita itu akan berdiri dan beranjak pergi untuk membersihkan diri, ia justru bertemu dengan seorang pria yang merupakan dosennya sendiri.

"Loh? Sekar?! Kamu kenapa?"

DEG!

Jantung Sekar langsung seakan berhenti berdegup, antara malu dan memang tidak mau dilihat, Sekar langsung berusaha menghindar dari dosennya itu.

Namun, dengan cepat, dosennya itu langsung menggenggam tangan wanita itu dengan erat.

"Tunggu! Kamu mau ke mana? Tubuh kamu banyak luka gitu, ayo bersihkan dulu!" ajak pria itu sembari berusaha mengajak Sekar.

"Sa–saya tidak apa-apa, Pak Faisal! Saya tadi ceroboh dan jatuh ke selokan, jadi kotor semua," kilah Sekar.

"Jangan terlalu banyak berkilah dan berbohong, saya tahu itu bukan luka karena jatuh. Ikut saya!" Pak Faisal membawa Sekar ke kamar mandi yang berada di belakang kantor dosen. Kamar mandi itu jarang sekali dipakai dan hanya beberapa orang saja yang memakainya.

"Bersihkan diri kamu dulu, saya ambilkan ganti sebentar!" pinta dosennya itu.

Sekar sedikit malu dan juga bingung, mengapa dia bisa bertemu dengan dosennya di saat seperti ini?

Karena Sekar juga sudah tidak tahan dengan baunya, ia pun langsung membersihkan dirinya dan mencuci pakaiannya yang sebenarnya sudah bau itu.

Di kamar mandi, Sekar sangat sedih sekali, sebenarnya dia tidak kuat lagi dengan pembullyan yang diberikan oleh beberapa wanita itu. Namun, ia tidak bisa menghindari apa yang sudah terjadi. Ia bahkan sempat menangis saat sedang berada di dalam.

Saat Sekar sedang mandi, dari luar terdengar suara Faisal yang tengah menggedor pintu kamar mandi.

"Sekar, ini handuknya. Juga ada beberapa pakaian yang saya bawakan!" ucap Pak Faisal yang berada di luar kamar mandi. Sedangkan ia bingung bagaimana dia akan keluar, sedangkan dia sama sekali tidak mengenakan pakaian sama sekali.

Alhasil, Sekar membuka sedikit pintunya dan mengeluarkan tangannya, terasa tangan Pak Faisal memberikan handuk dan juga tas yang sudah ia bawakan.

"Bajunya buang aja! Pasti bau, jangan pakai pakaian yang bau seperti itu. Di dalam tas juga saya bawakan parfum dan shampoo, dipakai ya!" ujar Pak Faisal.

"Ba–baik pak!"

Sekar hanya menuruti saja apa yang dikatakan oleh pria itu, dia juga sebenarnya sedikit tidak enak hati karena dia pasti tidak bisa membalas jasa pria itu.

Setelah sudah selesai membersihkan diri selama hampir 30 menit sampai benar-benar dirinya tidak bau lagi, Sekar pun membuka tas dan melihat ada pakaian mahal di dalam tas itu.

"Hah? Ini baju bermerek semua loh! Mana bagus banget!"

Ternyata setelah dibuka, itu adalah rok terusan yang ketika Sekar pakai, roknya hanya sampai lutut saja dan berwarna lilac. Untung saja pakaiannya pas dan membuat bentuk tubuh Sekar terlihat jelas, wanita itu jadi semakin cantik.

Sekar menyisir rambutnya dan sengaja belum mengucirnya karena masih sedikit basah, ia berniat menunggu kering sebentar lagi.

Hingga ketika sudah selesai, Sekar pun keluar dari kamar mandi. Ia sangat terkejut saat melihat Pak Faisal ternyata masih berada di sana!

Ia sedari tadi menunggu di sebelah pintu! Sekar jadi semakin malu.

"Sudah selesai?"

Spontan pria itu melihat Sekar dari ujung kaki sampai ujung kepala, pria itu merasa bahwa Sekar sangatlah cantik sekali. Apalagi dengan pakaian yang sebenarnya akan ia berikan kepada mantan istrinya.

"Sudah, Pak. Terima kasih banyak, apa yang bisa saya lakukan untuk bapak?" tanya Sekar sembari malu-malu.

Pak Faisal terdiam sejenak dan memikirkan sesuatu, parfumnya ternyata juga sangat wangi, ia melihat sosok istrinya di dalam diri Sekar.

"Cantik banget kamu," gumam Pak Faisal.

"Eh?" Sekar langsung terdiam sejenak kala dipuji oleh pria itu, entah mengapa Sekar jadi semakin malu mendengar hal tersebut.

"Oh maaf, saya nggak bermaksud begitu kok. Kamu yakin mau membalas apa yang sudah saya berikan ke kamu?" Pria itu kembali berubah menjadi lebih serius lagi.

Sekar menelan salivanya dan sedikit takut dengan perkataan pria itu, sebenarnya dia masih merasa takut. Takut jika perkataannya itu akan membuat Sekar terjebak dalam perkataanya sendiri.

"I–iya pak. Kira-kira saya harus bagaimana biar bisa membalas budi ke bapak?" Sekar kembali menanyakan hal yang sama.

"Gampang, Sekar. Ikut saya sebentar yuk," ajak pria itu.

Pria itu membawakan pakaian kotor milik Sekar dan langsung membuangnya ke tempat sampah, sedangkan Sekar mengikuti di belakang Pak Faisal dengan sedikit gugup.

Ternyata Sekar di ajak ke dalam mobil milik Pak Faisal dan diminta untuk ikut dengannya. Namun, saat Sekar masih di luar mobil, ia berhenti dan tidak ingin masuk.

"Pak? Kita akan kemana? Bukankah tidak baik jika saya ikut mobil bapak?" tanya Sekar.

"Kata siapa? Masuk saja, kamu itu sedang pakai baju istri saya. Saya mau kamu ikut saya untuk mengantarkan saya beli yang baru lagi." Pria itu kembali mengajak Sekar untuk masuk.

Karena merasa tidak enak hati dan merasa sudah berprasangka buruk, Sekar pun akhirnya masuk ke dalam mobil dan kini, mereka berdua ada di dalam mobil.

Pak Faisal langsung tancap gas dan pergi meninggalkan kampus bersama dengan Sekar. Sepanjang jalan, mereka hanya diam saja, bahkan Sekar ingin bicara saja tidak mampu, dia takut jika dimarahi oleh Pak Faisal.

Hingga mereka pun sampai di mall dan Pak Faisal mematikan mesinnya. Sekar masih celingak-celinguk, dia sering ke mall itu bersama papanya.

Di saat Sekar sedang fokus melihat ke luar, tiba-tiba Pak Faisal langsung menarik lengan kiri sekar hingga mengarah ke dada bidang pria itu.

"Eh?! Pak?!" kejut Sekar.

"Ssst, jangan keras-keras," ujar pria itu.

Jantung Sekar berdegup dengan sangat kencang, ia tidak tahu sedang berada di situasi seperti apa ini.

Tiba-tiba, Pak Faisal memegang dagu Sekar dan mengarahkan wajah wanita itu ke atas, dan disambut oleh bibir Pak Faisal yang ternyata memang sengaja melakukan ini.

Sekar terdiam sejenak dan membelalakkan matanya, jantungnya semakin tidak karuan. Sekar langsung mendorong tubuh pria itu agar menjauh darinya.

"Pak?! Apa-apaan ini? Tolong jangan seperti ini ya! Saya memang mau melakukan apa saja untuk balas budi, tapi bukan dengan cara seperti ini!" hardik Sekar.

Namun, seakan tidak peduli dengan ucapan Sekar, Faisal langsung kembali mendekap erat wanita itu dan melumat bibir wanita itu sampai bisa terbuka dan lidah mereka bersentuhan.

"Tuhan, cobaan macam apa lagi ini?!" batin Sekar.

Dia yang Memulai!

Sekar berusaha mendorong dosennya sekuat tenaga. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Apalagi dia sekarang sedang berciuman dengan dosennya yang sudah duda!

"Pak! Apa yang sebenarnya bapak lakukan?!" tanya Sekar dengan penuh rasa takut. Apalagi sekarang dia tidak bisa kemana-mana karena pintunya dikunci dan jendela pun tertutup rapat.

"Saya suka kamu."

Sekar sedikit bingung dengan pernyataan pria itu dan masih berusaha mencerna kata-kata dari dosennya sendiri.

"Hah?" kejut Sekar.

"Saya suka sama kamu, Sekar." Pak Gibran mengulang kembali ucapannya itu.

"Mana bisa begitu, Pak?! Kita ini mahasiswa dan dosen! Saya ini murid bapak, mana bisa bapak tiba-tiba menyukai saya!" ucap Gibran.

"Kamu tidak ingat dengan kejadian beberapa waktu yang lalu ya?" tanya Gibran.

"Kejadian ... apa?" Sekar benar-benar tidak tahu apa yang diucapkan oleh dosennya sendiri. Apa yang terjadi sampai membuat Sekar lupa?

"Baiklah kalau kamu tidak mengingatnya. Aku akan memberitahukannya kepadamu sekarang juga," ucap pria itu dan kembali menyalakan AC di mobilnya agar mereka tidak kekurangan oksigen.

Jantung sekar berdegup dengan sangat kencang, sebenarnya kejadian apa yang dimaksud oleh dosennya itu.

"Aku melihatmu bukan sekali dua kali, Sekar. Kamu tidak ingat kamu pernah mabuk di bar?" tanya Gibran yang berusaha mengingatkan Sekar.

Namun, Sekar sama sekali tidak mengingat apa yang terjadi. Ia bahkan merasa bahwa dirinya tidak pernah mabuk ataupun pergi ke bar. Sekar pun terdiam sejenak.

Sedangkan Gibran sudah gemas dengan Sekar karena ia tidak mengingat apa yang terjadi. Padahal Gibran mengingatnya dengan jelas dan menjadi alasan mengapa ia menyukai Sekar.

"Maaf, Pak. Saya tidak ingat." Sekar merasa bersalah karena tidak ingat apa yang terjadi kepada dirinya dan mereka berdua.

"Ya sudah kalau tidak ingat. Kau tidak perlu susah payah mengingatnya. Kalau tidak salah, dulu kamu selalu membantuku membawa barang-barangku. Sejak saat itu aku jadi lebih menyukaimu. Kau bahkan membantuku saat aku masih belum menjadi dosen. Lalu, semua perasaanku kembali memuncak saat bertemu denganmu, saat itu istri pertamaku sudah tiada. Kamu yang ada di sisiku."

Sekar sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan oleh pria itu, karena dia sendiri sama sekali tidak mengingat apapun kenangan saat bersama dengan Gibran. Apakah ia sengaja menghapus semua ingatannya?

"Maaf, Pak. Saya benar-benar tidak ingat," ucap Sekar sekali lagi yang memang tidak ingat dengan apa yang terjadi selama ini.

"Ya sudah, sekarang kamu fokus saja menemani saya. Lama-kelamaan juga kamu akan ingat."

Kini, Gibran membuka pintu dan keluar dari mobil. Sekar pun ikut keluar dari mobil menyusul dosennya itu. Jujur saja dia jarang sekali pergi ke mall dan sedikit takut jika ada orang yang mengenalnya. Bukankah akan menjadi skandal yang menjijikkan?

Sekar berjalan di belakang dosennya karena tidak ingin disangka pergi dengan kekasihnya. Apalagi Sekar nampak seperti orang dewasa karena menggunakan pakaian yang tadinya diperuntukkan untuk istrinya Pak Gibran.

Sedangkan Gibran justru merasa risih saat Sekar berada di belakangnya seperti pembantu. Gibran langsung menggandeng tangan Sekar dan berjalan bersama dengan wanita itu.

"Jangan di belakangku. Aku tidak mau sampai kamu hilang. Aku juga tidak mau kamu seperti pembantuku yang selalu berjalan di belakangku." Gibran nampak sedikit kesal.

Ternyata pria itu sedikit menakutkan, apalagi kalau sedang marah.

Mereka berdua pun mencari dress yang bagus untuk istri Pak Gibran.

"Menurutmu, aku harus pilih baju yang mana? Jujur aku tidak paham dengan selera istriku sendiri," ucap Gibran.

"Eh? Tapi bapak beli baju ini." Sekar melihat ke arah pakaian yang ia beli.

"Aku hanya menggunakan instingku saja untuk membeli pakaian seperti ini. Aku sering sekali ditolak karena pakaian yang kubeli tidak sesuai dengan seleranya." Gibran nampak sedang memilah pakaian.

"Boleh lihat foto istri bapak?" tanya Sekar.

Gibran mengambil ponselnya dan melihat foto seorang wanita cantik yang jelas jauh lebih cantik dari Nara. Bahkan di foto terlihat sangat elegan.

"Kalau begitu...."

Sekar langsung menuju ke bagian lain dan mencari pakaian yang sesuai dengan yang digunakan oleh istrinya itu. Meskipun sebenarnya isi kepala wanita itu sangatlah berantakan karena bingung dengan pernyataan dosennya tadi di mobil. Padahal Gibran masih memikirkan istrinya, mengapa bilang suka kepada Sekar? Bukankah itu hal yang aneh?

"Ini saja, Pak. sepertinya istri bapak suka dengan pakaian seperti ini," ucap Sekar sembari memperlihatkan dress cantik dan harganya cukup mahal.

"Oh? Dia suka yang seperti ini ya? Kalau kamu suka yang seperti apa?" tanya pria itu yang juga sedang mencari tahu apa yang disukai oleh Sekar.

"Jujur saya suka pakaian apa saja. Seperti dress yang sedang saya pakai, dan juga kemeja. Karena saya sering kuliah, jadi banyak kemeja yang saya beli da berbagai motif juga," ujar Sekar sembari menjelaskan pakaian favoritnya.

Tiba-tiba Gibran mengambil dress yang hampir sama dengan yang digunakan oleh Sekar, yang satu berwarna hitam dan satu berwarna putih dengan motif yang sedikit berbeda. Lalu ia juga mengambil kemeja cantik dan mahal.

"Ukuran kamu M kan?" tanya Gibran.

"Eh? Iya Pak." Sekar hanya iya-iya saja karena raut wajah pria itu mengerikan kalau marah, dan Sekar sedikit trauma.

Hingga pada akhirnya, Gibran membayar pakaian yang ada di tangannya dan tangan Sekar. Sekar bahkan sempat bingung dan masih berusaha untuk berpikir positif.

Saat sudah selesai, mereka pun kembali ke mobil dan menghela nafas panjang karena lelah.

"Capek?" tanya Gibran.

"Sedikit, Pak. Ternyata luas banget mall nya."

"Iya, saya sering beli di sini karena jarang orang yang saya kenal dan kualitasnya juga bagus." Gibran menyalakan mobilnya, lalu teringat akan sesuatu. "Kamu belum makan, ya?"

"Eh, eh. Belum, Pak. Nanti saya makan di rumah aja, biasanya dirumah udah dimasakkin kok!"

"Nggak, saya belikan drive thru ya. Kebetulan saya juga lapar."

"Aduh, Pak. Saya jadi merepotkan ya?" ucap Sekar yang merasa tidak enak hati.

"Nggak, saya justru senang jalan sama kamu."

Pria itu mengenakan seatbeltnya dan langsung pergi mencari makanan. Hingga mereka pun makan bersama di mobil. Jujur saja perasaan Sekar bisa langsung berubah saat pria itu ternyata begitu baik dan juga perhatian.

Saat sudah selesai jalan-jalan, Gibran mengantarkan Sekar sampai ke gang dekat rumahnya.

"Terima kasih atas tumpangannya dan jajannya ya, Pak. Saya jadi nggak enak," ucap Sekar yang tidak enak hati.

"Nggak masalah! Jujur saya senang pergi dengan kamu. Lain kali lagi ya?" ucap Gibran dengan senyum kecil.

"Baik, Pak. Akan saya usahakan."

"Oh iya. Ini buat kamu."

Gibran mengambilkan tas berisi pakaian yang tadi ia beli.

"Loh, Pak? Ini kan punya istri bapak!" ucap Sekar.

"Iya yang di belakang punya istri saya. Yang ini punya kamu."

"Nggak pak. Saya sudah banyak merepotkan, saya tidak mau tambah merepotkan lagi."

Karena gemas dengan wanita itu, Gibran langsung mendekap wanita itu dan mencium kening Sekar dengan lembut hingga membuat Sekar terdiam.

"Balas budimu cukup ikut dengan saya. Saya sudah sangat bahagia dan bersyukur."

Karena tidak bisa berkata apa-apa lagi, Sekar pun pergi dari mobil pria itu dan menjauh dari hadapan pria itu. Jantungnya bisa lepas jika terus menerus berada di sisi dosennya dan terus menerus diberi kejutan berupa ciuman seperti itu.

"Aduh! Sebenarnya apa yang sedang terjadi sih!"

Diperlakukan Berbeda

Di dalam sebuah ruangan kecil, terdengar suara seorang pria dan juga wanita yang tengah memperdebatkan sesuatu, suara mereka saling meninggi saat tiap kata keluar dari bibir mereka. Tak ada yang mau mengalah dengan argument mereka sendiri.

Padahal Sekar ingin sekali mengistirahatkan tubuhnya karena seharian pergi dengan dosennya dan cukup melelahkan.

“Sekar itu belum bisa ngehidupin dirinya sendiri mah! Kenapa kamu mau dia terus-terusan hidup mandiri dan nyari kerja sambilan? Kasihan dia masih 20 tahun dan tugas kuliahnya banyak!” hardik seorang pria yang berusaha menahan amarahnya dan menahan nada bicaranya agar tidak semakin meninggi.

“Justru itu! Keuangan kita juga semakin menipis pah! Bentar lagi adeknya juga mau kuliah kedokteran dan butuh duit banyak! Gaji papah aja nggak cukup lagi buat ngehidupin rumah tangga kita!” Balas istrinya.

Hal itu terus berlanjut hingga larut malam, sedangkan dibalik pertengkaran mereka berdua, ada seorang anak yang jelas tidak bisa tidur karena kamarnya bersebelahan dengan mereka. Ia berusaha sekuat tenaga untuk menutupi telinganya agar tidak bisa mendengar apa-apa.

“Sekar itu juga anak kita, Mah! Kenapa kamu pilih kasih gitu sih sama anak! Gajiku sebulan 20 juta loh! Itu kan cukup banget buat kuliah mereka berdua! Usaha kamu juga kayaknya lancar-lancar aja kok. Kamu pakai buat belanja ya?!” tuduh sang papa.

“Kok kamu jadi nuduh aku sih! Duit kamu itu habis buat bayar UKT si Sekar tuh! Dia juga banyak banget pengeluarannya! Niatnya kita pindah ke sini kan juga biar Sekar nggak usah ngekos dan nggak ngeluarin duit! Tapi anaknya boros banget, Pa!” Ibu mana yang tega menuduh anaknya sendiri.

“Kamu terus saja menyalahkan Sekar! Sudahlah! Perdebatan kita ini juga nggak ada gunanya!” hardik pria itu dan terdengar suara pintu kamar mereka terbuka, lalu menutup dengan kencang. Sekar meringkuk dan langsung menangis sejadi-jadinya kala mendengar kedua orang tua mereka terus menerus bertengkar perihal ekonomi mereka, dan disangkut pautkan dengan Sekar yang selama ini selalu berusaha menjalankan tugasnya sebagai anak dan belajar dengan rajin.

Yang sebenarnya, dia bahkan tidak pernah dibelikan barang yang dia inginkan, dia selalu berusaha menabung sendiri dari uang saku yang diberikan oleh papanya. Sudah lama sekali Sekar merasa bahwa ibunya sangatlah pilih kasih.

“Apa mama sebenarnya tidak sayang kepadaku ya?” rintih sang anak yang masih berusaha untuk tidak terlalu memasukkan perkataan mamanya ke dalam hati. Untungnya papanya selalu membela Sekar dan setidaknya dia jadi bisa merasa lega karena masih memiliki seorang papa yang luar biasa baginya.

Hingga malam semakin larut, karena Sekar terlalu lelah menangis ia pun tertidur dengan air mata yang masih mengalir di pipinya.

Keesokan harinya, Sekar sudah bersiap untuk berangkat kuliah pagi. Ia turun dari kamarnya menuju ke lantai satu untuk sarapan bersama-sama. Setiap hari rabu, mereka selalu sarapan bersama karena jam berangkat mereka sama.

Dengan kehidupan yang cukup mewah hingga memiliki dua ART, Sekar merasa hidupnya sudahlah cukup. Namun, ternyata sejauh ini ada hal yang menurutnya kurang….

“Gimana kuliah kamu, Sekar? Lancar kan? Kalau butuh apa-apa bilang sama papa ya.”

Papanya menyambut Sekar dengan hati yang berbunga-bunga, seakan semalam tidak terjadi

apa-apa.

“Lancar kok, Pa. Sekar menikmati banget kuliah Sekar dan temen-temen Sekar juga baik banget!” ujar Sekar dengan senyuman.

“Syukur deh kalau gitu, tadinya papa takut kamu nggak mau kuliah di tempat yang dekat sama rumah ini. Papa nggak mau kamu sampai ngekos sembarangan,” ujar papanya Sekar sembari mengoleskan selai cokelat ke rotinya sendiri.

“Terima kasih ya, Pa. Sekar suka kuliah di sini kok,” jawab Sekar yang juga sedang menikmati sarapan paginya dengan nasi goreng.

“Inget ya! Nggak ada tuh yang namanya pacaran-pacaran! Mama sama papa nyekolahin kamu bukan buat pacaran ya,” ketus mamanya Sekar.

“Iya, Ma. Sekar nggak bakal pacaran dulu kok. Sekar lagi nggak pingin mikirin itu malah,” jawab Sekar yang nada bicaranya semakin pelan.

“Bagus deh kalau sadar diri. Syukur-syukur kamu kerja biar bisa nambah uang jajan kamu sendiri, nggak usah sampai minta papa dan adik kamu juga ada duit!” Singgung mamanya Sekar yang nampak tidak menyukai Sekar.

“Ma! Kok gitu si bilangnya!” Papanya Sekar langsung menyikut lengan istrinya perlahan dan marah.

Sekar yang tadinya sedang menikmati makanannya, langsung hilang mood makannya dan berusaha untuk tersenyum.

“Tenang aja Sekar, Papa bakal kasih berapapun yang kamu mau kok. Jangan sungkan minta papa ya?”

“Sekar bakal cari kerjaan kok, Pa,” imbuh anak pertama di rumah itu.

Sontak hal itu langsung membuat papanya sedikit bersedih, namun sebaliknya, mamanya justru sangat bahagia mendengarnya. “Nanti aku bakal cari kerja sambilan biar aku nggak perlu uang jajan lagi, Pa. Biar papa juga bisa kasih uang ke Rena. Dia bentar lagi juga mau kuliah, Pa. Pasti keperluannya banyak, Sekar bakal berusaha cari kerjaan kok.”

Dengan polosnya, wanita itu tersenyum kecil dan langsung membuat papanya iba, ia merasa gagal jadi seorang ayah.

Sekar pun kembali makan dua suap, lalu mengambil roti dan mengoleskan selai ke rotinya. Ia membawa bekal untuk di makan di kampus agar bisa menghemat pengeluarannya sendiri dan juga kedua orang tuanya.

“Makanan kamu nggak dihabisin, Nak?” tanya papa.

“Sekar udah kenyang, Pa. Ini sekar bawa bekal roti ya?” ujar Sekar sembari memasukkan roti ke dalam wadah makanan.

Ia pun langsung beranjak dari kursi dan mencium kedua tangan orang tuanya, hingga saat ia sedang mencium tangan papanya, beliau tidak melepaskan genggaman tangan Sekar.

“Nanti kalau sudah selesai kuliah, ke kantor papa ya? Papa mau bicara sama kamu,” ujar papanya Sekar.

“Pa! Mau ngapain sih kamu! Jangan dimanja terus, kebiasaan deh!” ketus istrinya.

Namun, saat itu papanya Sekar tidak menjawab apa-apa dan hanya diam saja mendengar protes dari istrinya. Batinnya sudah terlalu lelah untuk kembali berdebat.

Sekar pun menganggukkan kepalanya dan langsung pergi berangkat kuliah. Hanya butuh waktu 5 menit untuk sampai di universitasnya.

Memiliki teman yang baik, dosen yang pengertian, circle yang menyenangkan, adalah impian dari Sekar sendiri. Ia merasa hidupnya sangatlah tidak beruntung di usianya yang masih muda, jika boleh meminta, ia ingin agar hidupnya jadi lebih baik dan jauh dari orang-orang yang toxic, seperti yang ada di kampusnya dan kelasnya sendiri.

Sekar menatap ke langit-langit yang berwarna biru cerah, saat sudah sampai di gerbang utama kampus, Sekar menghela nafas panjang lebih dulu, karena hari yang berat sudah menanti di depannya.

Saat sekar sedang naik tangga menuju kelasnya, kakinya tiba-tiba tersandung dan membuat Sekar terjatuh.

DUG!

“Aduh!” rintih Sekar saat ia terjatuh

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!