NovelToon NovelToon

Pulau Janda Terbuang

Bab 1

"Mak, Munah nggak mau ke pulau itu. Munah nggak mau. Kok Mak dan Bapak tega sih buang Munah." Ucap Munah sambil tersedu.

Walaupun ia seorang wanita tangguh, akan tetapi saat mendengar akan di buang ke pulau terpencil, ia juga sangat sedih. Apalagi jika harus berpisah dengan kedua orang tua yang selama ini sangat ia sayangi.

" Munah, dengarkan Mak. Semua itu sudah menjadi peraturan di desa ini. Kita tidak bisa menolak permintaan mereka nak."

"Tapi Mak, Munah bahkan masih pera-wan. Munah Bahkan tidak tahu siapa dan seperti apa rupa suami Munah yang kata nya anak kota itu. Tolong lah Mak! Tolong selamat kan Munah."

"Nyawa Mak dan Bapak taruhan nya nak, jika kau tidak ingin pergi ke pulau itu. Apa kau mau? Belum lagi ada adik mu yang sakit-sakitan itu."

"Tidak. Munah sayang Mak dan Bapak. Baiklah, Munah akan pergi ke sana. Maafkan nasib dan takdir buruk Munah ya Mak. Doakan Munah panjang umur."

Mereka pun berpelukan sambil berurai air mata. Besok pagi, di saat matahari terbit, Munah harus sudah pergi dari desa itu.

Sebuah perahu kecil, yang menjadi sarana transportasi Munah di lautan, telah siap untuk membawa Munah menuju Pulau seberang. Beberapa perlengkapan maupun peralatan telah di siapkan di dalam nya.

Munah memakai kain sarung cantik dan kebaya berwarna senada. Tidak lupa selendang yang sama. Cantik rupa nya. Sintal tubuh nya. Ia berkulit putih walaupun mereka tinggal di dekat laut.

Banyak yang bilang, jika Munah bukan lah anak juragan Ikan. Ia ditemukan nyangkut di salah satu jaring saat juragan menjala ikan dulu.

Setelah Munah datang ke kehidupan nya, Baru lah ia bisa sukses seperti sekarang ini. Mereka juga sangat menyayangi Munah yang begitu baik dan rajin.

"Apa kau sudah siap Janda?"

Munah masih termenung. Bagaimana mungkin ia bisa hidup saat tidak ada orang tua di samping nya.

"Mengapa harus di buang ke pulau? Apa seorang janda tidak bisa tinggal di sini dan membaur?" Tanya Munah dengan mata kosong menatap hamparan laut yang akan menjadi teman nya nanti.

"Sudah, jangan banyak tanya. Janda itu dari dulu adalah suatu kesialan bagi warga di sini. Maka dari itu, setiap kali ada Janda, maka harus di buang ke pulau. Masih mending sih. Dari pada kalian kami bu-nuh."

"Menjadi Janda bukan lah keinginan kami."

"Sudah, Diamlah kau munah! Cepat naik!" Ucap Pria yang memimpin upacara adat.

Munah pun masuk ke dalam perahu sendirian. Belum pergi saja ia sudah gemetaran. Ia bahkan tidak tahu sejauh apa jarak menuju Pulau terbuang itu.

Gigi nya bergemeletuk karena menahan dingin nya cuaca di pagi hari. Suara burung-burung yang ada di sekitar pantai menambah horor nya suasana di pagi itu.

Para Tetua melakukan upacara adat untuk melepas kesialan dari desa mereka. Apalagi Munah, si-al nya memang keterlaluan dan yang paling berat. Ia bahkan belum bermalam pengantin.

"Ini nama suami mu. Sesampainya kau di sana, berdoalah untuk suami mu setiap hari, agar kesialan mu dijauhkan." Ucap Tetua adat sambil menyerahkan nisan yang bertuliskan nama suami nya Munah.

"Joko bin Jaka"

Begitulah nama yang tertulis di batu nisan milik suami nya Munah yang sampai saat ini tidak pernah ia lihat wujud nya.

Saat pernikahan itu terjadi, Munah tidak di izinkan melihat calon suami nya. Begitu lah peraturan yang harus di taati di desa yang aneh itu.

Perahu mulai berjalan di atas bening nya hamparan laut. Saat Munah sudah jauh dari tepian, ia pun berdiri.

"Woy Joko! Ku-rang a-jaaaaaar kau! Laki-laki bia-dab! Gara-gara kau aku di buang. Awas saja kalau aku ketemu kau di alam lain, akan ku ce-kik kau hingga ma-ti untuk kesekian kali nya." Ucap Munah sambil berteriak-teriak.

Suara nya menggema ke segala arah. Ia berteriak sambil sesekali menyeka air mata yang dari tadi terus menerus menetes.

Para tetua dan warga yang lain begitu terkejut dengan reaksi Munah. Baru kali ini ada Janda yang seberani Munah. Menghina suami yang telah tiada.

Biasa nya para Janda akan mendekap batu nisan milik suami mereka dan meratapi kepergian suami nya untuk selama nya.

"Sungguh anak mu akan di timpa ke sialan. Baru kali ini kami melihat ada Janda yang berani seperti itu. Entah apa yang akan terjadi pada pulau itu nanti nya." Ucap salah satu tetua yang ada di desa itu.

"Maafkan anak saya Munah. Dia masih sangat muda. Dia juga selalu di manja selama ini." Ucap Ibu nya Munah.

Kedua orang tua Munah hanya menangis. Mereka tidak berdaya dan juga tidak menyalahkan Munah. Harus nya dari dulu saja mereka mengembalikan Munah ke orang tua nya.

Tapi sekarang, semua sudah terlambat dan sudah terjadi. Mereka pun tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi mereka adalah orang terpandang di desa. Jadi, mereka tidak bisa macam-macam dengan adat istiadat yang sudah lama berjalan di desa itu.

Desa tanpa Janda. Begitu lah nama Desa itu. Desa itu masi berdiri hingga saat ini karena menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan leluhur mereka.

Janda adalah suatu kesia-lan. Mereka harus membuang si-al jika ingin Desa mereka bersih dan makmur. Apalagi bagi Juragan seperti orang tua nya Munah. Mereka adalah orang terpandang dan harus menjadi contoh.

Adapun setiap anak gadis yang sudah waktu nya menikah, akan di carikan jodoh oleh orang tua mereka. Ataupun akan ada keluarga dari pihak laki-laki yang akan datang meminang.

Semua kehidupan diatur oleh adat yang ada di sana. Mereka tidak boleh membantah, karena akan terkena kutukan.

Pernah ada wanita yang telah dilamar, kemudian ka-win lari bersama pacar nya, tidak lama kemudian mereka meninggal dengan cara yang tidak wajar. Dan hal itu, terjadi bukan sekali dua kali.

Sudah banyak kejadian yang menimpa pasangan-pasangan yang suka berpacaran. Desa itu pun melarang keras muda mudi saling berdekatan dan berpacaran.

Jika ketahuan, mereka akan di kenakan sangsi. Jika keluarga nya kaya, maka harus menyerahkan semua kekayaan nya pada Tetua adat dan bersiap untuk di eksekusi jika menolak.

Begitu lah konsekuensi bagi warga yang tidak mematuhi peraturan yang ada di sana. Ingin pergi dari desa itu itu pun mustahil. Harus ada izin dan ridha dari tertua adat agar mereka tidak tersesat di kota yang gemerlap.

Bab 2

Munah terombang ambing di lautan yang luas. Entah kemana arah pergi nya perahu itu. Ia hanya bisa pasrah dengan seluruh kenyataan yang ada.

Ia bahkan sampai berpikir, jika pulau Janda itu tidak lah ada. Apa mungkin, semua Janda memang sudah ma-ti di telan ganas nya ombak di lautan.

Munah semakin takut. Di lautan luas ini, ia hanya seorang diri. Tidak ada apapun dan siapapun di sana. Ia pun kembali memejamkan mata nya dan mencoba untuk tidur.

Beberapa saat kemudian, Munah terbangun saat merasakan perahu nya tidak lagi bergoyang. Seperti nya ia sekarang sudah berada di sebuah pulau.

Akan tetapi, ia tidak tahu apakah pulau ini yang menjadi tujuan nya. Munah turun dari perahu itu, dengan semua peralatan dan perlengkapan yang di berikan oleh sang Ibu.

Sesaat setelah Munah turun, perahu itu langsung kembali lagi ke lautan lepas. Entah bagaimana perahu kayu itu bisa berjalan dengan sendiri nya tanpa di kayuh.

"Selamat datang di Pulau Janda." Ucap salah satu wanita yang sudah berumur namun masih kelihatan cantik. Wajah nya tidak menampakkan keramahan sama sekali.

Entah bagaimana cerita nya wanita itu tahu jika akan ada wanita yang akan datang kesana.

"Iya.. Saya Munah. Anda siapa?" Tanya Munah mencoba untuk akrab.

Akan tetapi, wanita itu hanya diam saja saat Munah bertanya. Ia hanya berjalan dan menyuruh Munah untuk mengikuti nya masuk ke dalam hutan.

Munah pun mengikuti ke mana arah wanita itu melangkah. Di sepanjang pantai banyak di tumbuhi tumbuhan tapak kuda yang menjalar kemana-mana.

Tiba-tiba saja wanita itu masuk ke sebuah pintu yang terbuat dari semak-semak dan tumbuhan menjalar. Munah pun ikut masuk.

Saat ia telah berada di dalam nya, ia disambut oleh banyak nya nisan-nisan yang menancap di atas tanah. Masing-masing dari nisan itu, berdiri satu burung gagak di atas nya.

Seketika itu, bulu kuduk nya meremang. Apakah ketika ma-ti ia juga akan berada di bawah sana. Atau kah nisan-nisan ini milik manusia yang tinggal dahulu.

" Itu, nisan milik siapa?" Tanya Munah lagi. Ia bahkan tidak bisa diam.

"Itu nisan milik suami-suami yang telah meninggalkan kami lebih dulu." Ucap wanita itu.

Munah masih saja berjalan. Entah kemana kali ini ia akan dibawa. Dan ia juga heran, dari mana wanita itu tahu jika ia akan di bawa ke pulau saat itu.

Apakah mereka memakai burung merpati untuk saling berkomunikasi. Hmm, bisa saja sih. Pikir Munah.

Tidak berapa lama kemudian, sampai lah ia di sebuah tempat yang sederhana dan rindang.. Di sana banyak wanita-wanita dari segala macam bentuk nya.

Tua muda, cantik dan biasa saja. Bahkan di sana juga ada beberapa anak-anak kecil yang sedang berlarian. Tidak ada anak laki-laki. Semua nya berjenis kelamin perempuan.

Rumah-rumah di sana pun terbuat dari daun kelapa yang di anyam. Banyak juga tumbuhan menjalar yang tumbuh di atas nya. Munah hanya berpikir, apa yang terjadi ketika hujan.

"Ini tempat tinggal mu yang sekarang. Karena kau Janda kembang, kau harus di pingit selama beberapa minggu. Agar aura gelap di tubuh mu segera menghilang."

"Di pingit? Tapi, aku."

"Tidak ada tapi-tapi. Cepat lah masuk."

Munah tidak membantah. Ia langsung masuk ke dalam gubuk kecil yang hanya muat untuk diri nya sendiri. Ia bahkan tidak bisa berdiri di Gubuk itu. Gubuk itu hanya bisa di gunakan untuk duduk dan berbaring saja.

Setelah Munah masuk, pintu pun langsung di tutup dari luar. Pintu itu juga di pakaikan palang agar Munah tidak kabur.

"Hay,," salah satu anak remaja menyapa Munah. Anak itu berdiri di depan gubuk yang di tempati oleh Munah.

"Hay juga."

"Apa kamu dari luar pulau?"

"Iya."

"Apa diluar pulau ini indah?"

"Iya."

"Apa ada banyak manusia juga seperti kita?"

"Iya."

"Wah,, aku rasa nya ingin ke sana juga. Keluar dari pulau ini."

"Hey Nur, ngapain kamu dekat-dekat dengan nya. Nanti kamu kena sial." Ucap salah satu Ibu-ibu yang menarik pergi gadis remaja itu.

Munah hanya menatap kepergian mereka dengan perasaan yang entah. Sekarang, entah apa yang harus ia lakukan di sana. Sungguh membosankan berada di dalam gubuk itu.

Pembawa sial? Aturan macam apa. Harus nya Munah pantas mendapatkan penghargaan karena menjadi Janda kembang yang belum merasakan yang nama nya malam pertama.

"Shhhtt,,"

Munah mendengar kembali suara-suara yang sedang memanggil nya. Akan tetapi, ia tidak menemukan suara itu.

"Hey, aku di sebelah sini." Ucap salah satu anak lainnya.

Ternyata di sana banyak juga gadis-gadis remaja. Munah jadi bingung, bukan kah di sana adalah pulau Janda. Akan tetapi, mengapa ada anak-anak gadis juga di pulau ini.

Jika mereka juga Janda, dan bernasib yang sama seperti Munah, itu tidak lah mungkin. Munah bahkan tidak mengenal mereka.

"Jangan ke sini. Nanti orang tua kalian marah."

"Tak apa. Tidak ada yang tahu aku ke sini. Aku hanya penasaran. Tadi, teman ku Nur juga datang ke sini, bukan?"

"Iya benar."

"Aku bisa saja membantu mu keluar dari Gubuk itu. Asalkan dengan satu syarat."

"Apa syarat nya?"

"Bawa kami pergi dari pulau Janda ini. Kami sudah bosan tinggal dari kecil di sini."

"Dari kecil?"

"Hmm,, benar. Ibu kami lagi hamil saat mereka di buang ke pulau ini. Jadi lah kami juga harus tinggal di sini dan tidak boleh keluar dari pulau."

"Tapi, bukan kah kalian bukan Janda? Untuk apa kalian juga tinggal di sini. Apa tidak ada sanak saudara, yang datang menjemput?"

"Tidak ada yang datang menjemput kami selama ini. Dan kami memang bukan seorang janda. Akan tetapi, kami juga sudah bukan anak gadis lagi. Kami,,"

"Hey, siapa di situ. Cepat pergi dari sana! Awas saja ya dekat-dekat dengan Janda sial itu. Pergi sana."

Anak remaja itu pun pergi dan lari terbirit-birit saat ketahuan oleh wanita lainnya.

Munah menjadi kepikiran dengan kata-kata anak itu. Apa yang sebenarnya terjadi di pulau ini. Jika memang ini adalah pulau Janda, lalu siapa yang telah merenggut kesucian gadis-gadis remaja itu.

Di sini bahkan tidak ada seorang pun Pria. Semua nya wanita. Anak laki-laki pun tidak nampak sama sekali.

Brak,,

Gubuk itu seperti ada yang menggebrak nya dari luar. Ternyata itu adalah salah satu emak-emak yang anak nya bernama Nur. Entah apa yang di inginkan nya saat ini.

Bab 3

"Hentikan! Jangan di goyang lagi dong. Munah pusing."

"Rasakan. Ini akibatnya jika kau banyak bicara."

"Siapa juga yang banyak bicara. Jangan asal nuduh dong. Aneh sekali ibu ini."

"Jangan bohong. Aku mendengar saat kau bicara dengan anak ku Nur. Jangan kau buat dia menjadi si-al seperti mu."

"eits dah ni orang. Siapa juga ngomong yang bukan-bukan. Munah itu cuma menjawab apa yang ditanyakan oleh Nur. Itu saja sih. Lagian ibu ini aneh deh. Cuma karena itu aja bisa marah."

Ibu nya Nur semakin menggoyangkan Gubuk itu sehingga Gubuk itu terbalik dan membuat Munah jatuh.

"Auh,,,"

Suara Gubuk yang rubuh membuat semua wanita berdatangan dan ingin melihat, apa yang telah terjadi di sana.

"Wah, dia benar-benar pembawa si-al. Lihat lah Gubuk itu sampai rubuh di buat nya."Ucap Para Wanita sambil berbisik-bisik.

Munah hanya melongo saat mendengar Ibu-ibu itu mengatakan hal yang tidak masuk akal.

"Gubuk ini rubuh karena emak nya si Nur. Dia yang udah ngelakuin hal ini. Enak aja kalian malah nyalahin Munah."

"Wah, dia berani sekali menjawab perkataan kita. Padahal baru hari ini dia tiba di pulau.

Lagi-lagi Munah di buat tak percaya. Apa-apa an tempat ini. Belum lagi dengan wanita-wanita aneh yang asal saja menuduh nya.

" Ada apa ini? "Tanya wanita yang pertama kali bertemu dengan Munah di pantai.

Sepertinya dia adalah tetua yang menjaga tempat itu. Terlihat bagaimana orang-orang menghormatinya.

" Wanita si-al ini merubuhkan Gubuk dosa." Ucap emak nya Nur tiba-tiba.

" Eh, bohong itu. Beliau malah yang merubuhkan nya dengan cara menggoyang-goyang kan tuh Gubuk. Munah sampe pusing di buat nya."

"Diam! Kau anak baru, berani sekali bicara." Ucap Tertua yang di sapa Wak Salma.

"Ya, Munah punya mulut dan bisa bicara. Munah nggak bisu. Wajar dong kalau Munah ngomong. Lagian, Munah juga nggak salah kok. "

Ctarrrr,,

Kaki Munah di libas menggunakan rotan. Hal itu membuat nya kesaki-tan sekaligus terkejut. Apa-apaan ini main pu-kul begitu saja. Bahkan seumur hidup, ia tidak pernah di pukul oleh kedua orang tua nya.

"Sekali lagi kau bicara, rotan ini akan mengenai wajah mu."

Munah langsung terdiam dan bersusah payah menelan saliva. Ia tidak mau bicara lagi jika memang akan terkena rotan. Sa-kit nya bukan main.

"Dimana nisan suami mu."

Munah hanya menunjuk dan tidak bicara. Ia malas nanti salah lagi. Pusing dengan aturan yang tidak jelas. Harus nya begitu ia datang, harus ada orang yang menjelaskan kepada nya terlebih dahulu.

"Kenapa diam? Mana suara mu? Apa kau mulai bisu?"

"Tadi kata nya munah nggak boleh bicara. Yaudah, Munah diam ni sekarang. Munah diam." Ucap Munah sambil mengambil nisan yang bertuliskan nama suami nya.

"Sekarang, kau pergi ke kuburan yang ada di sana. Dan kau tancapkan nisan itu. Jangan lupa, letakkan pula kertas ini disana."

"Tapi, ini udah mau malam. Apa nggak bisa besok aja?"

"Sekarang Munah!"

"Iya. Iya.. Galak amat sih. Si amat aja nggak galak kayak gini."

"Kau menghina suami ku?"

"Hah! Suami siapa?" Tanya Munah yang bingung.

"Amat itu mendiang bapak nya Nur."Ucap salah satu warga.

" Waduh,, "

Munah cepat-cepat menutup mulut nya agar tidak mengeluarkan suara lagi. Ia pun langsung pergi ke kuburan tempat semua nisan-nisan dikubur.

Burung-burung gagak mulai beterbangan saat Munah datang. Ia jadi merinding melihat mata-mata gagak itu yang berwarna merah.

"Apa lihat-lihat. Pergi sana!" Ucap Munah sambil mengayunkan nisan suami nya.

Munah pun mencari tempat yang bagus untuk ia tanami nisan milik suami nya itu. Ia bingung, dengan cara apa ia akan menanam nya. Sedangkan ia lupa meminta cangkul.

Ia pun menggali kuburan dengan nisan suami nya yang terbuat dari kayu. Setelah di rasa cukup dalam, Baru lah ia menancapkan nisan itu.

"Selamat beristirahat dengan tenang suami yang tidak pernah ku lihat wujud nya." Ucap Munah yang akan beranjak pergi.

Namun tiba-tiba tempat itu sepertinya tertutup dengan kabut dengan cepat. Semua tidak kelihatan jika dipandangi. Munah begitu ketakutan karena ia seorang diri di sana.

Ia pun duduk di bawah pohon. Ia kedinginan dan kelaparan. Ia lupa makan tadi. Padahal Ibu nya sudah banyak memberikan nya bekal.

"Ibu.. Hiks."

Munah meneteskan air mata nya sambil terus memanggil ibu nya. Ia benar-benar tidak tahu jalan pulang di tengah kabut seperti ini.

Ia takut saja jika ada binatang buas yang nanti nya datang. Maka nya, ia lebih memilih duduk di akar pohon yang besar. Setidak nya ia bisa sembunyi di sana.

Srek.. Srek.. Srek..

Terdengar suara tapak kaki dari kejauhan. Munah menutup telinga nya dan menunduk. Ia tidak peduli dengan suara itu dan terus saja menunduk sambil menutup mata nya.

Persetan dengan setan. Ia sudah tidak peduli. Kalau pun ia harus ma-ti malam itu, ia sudah pasrah. Tapi, ia sedih karena tidak merasakan yang nama nya malam pengantin.

"Bagaimana? Sudah?" Ucap seseorang yang wajah nya tidak terlihat.

Munah mendengar beberapa orang sedang berjalan ke arah kuburan para suami. Entah apa yang mereka lakukan disana. Munah pun tertidur karena sangking ketakutan nya.

Keesokan pagi nya, Munah terbangun saat matahari mulai menampakkan sinar nya. Suara burung menambah semarak nya hari itu.

Munah berjalan menelusuri kuburan karena ia mencium aroma enak dari sana. Ternyata banyak makanan enak yang ada di kuburan itu.

Munah yang lapar, langsung duduk cantik dan memakan makanan yang ada disana. Walaupun kopi sudah dingin, ia pun tetap meminum nya. Untung saja makanan dan minuman itu di tutup sehingga tidak terkena debu.

"Maemunah! Apa yang kau lakukan!"

Munah langsung terdiam dan berhenti makan. Ia hampir saja tersedak saat mendengar suara Wak Salma yang menggelegar.

"Munah lapar Wak. Dari kemarin belum makan. Wawak apa mau, Munah ma-ti kelaparan di pulau Janda ini."

"Tapi, mengapa harus makanan itu yang kau makan. Itu untuk arwah Munah."

"Wak, di sini tu cuma ada nisan kosong. Nggak ada apa-apa di sini. Jadi, arwah mana yang Wawak maksud?"

"Lancang kau Munah! Benar-benar si-al kau ini. Ayo ikut aku!"

"Sebentar Wak, Munah habiskan dulu ayam goreng ini. Kasihan Wak."

"Cepat Munah! Sekarang!"

Munah pun bangun sambil menenteng ayam goreng di tangan nya. Entah dari mana para janda itu menemukan ayam yang enak seperti itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!