Hallo teman - teman ...
Ana Al Qassam sudah Vakum beberapa waktu karena banyak hal. Izinkan karya baru kembali di rilis. Serta mengakhiri novel sebelumnya yang mungkin kalian sukai. Menulis itu butuh imajenasi baik bukan??? Maafkan ya ? beberapa bulan lalu sedang tidak baik imajenasinya karena sebuah insiden hehhe. Ini kami sedang memperbaiki karya dengan merilis karya baru. Tapi bukan berarti karya yang belum selesai akan di tinggalkan. Tetap di teruskan jadi mohon bersabar dan sekali lagi maafkan author yang sempat down ya sayang! Terkadang hidup pun naik turun bukan??? Maka berikanlah dukungan kalian melewat karya baru ini. Thank you sayang ...
I love you teman - teman semua. Tanpa kalian siapa - lah Ana Al Qassam. Kalian adalah alasan rindu bagi kami untuk kembali menulis.
...----------------...
Zifara Meisya Rabbah yang lebih di kenal dengan dokter Zifa. Dia adalah putri pertama dari Ustadz Adam El Kautsar dan Dokter Alia.
Namun di sayangkan sampai di usianya yang 22 tahun saat ini dia masih bertahan tanpa hijab. Adam bahkan sebagai ayah merasa gagal dalam memberi pengertian pada putrinya. Bukan dia menyesali keputusan putrinya yang tak berhijab akan tetapi kesalahannya yang tak bisa mematahkan keyakinan Zifa.
Suatu malam Zifa menghampiri sang Abi di Batalyon Yonif XXX. Di mana ayahnya sering mengisi kajian di sana. Abi- nya itu sedang kurang sehat. Namun karena rasa tanggung jawab dia menggadaikan kesehatannya.
" Selamat malam nona! Ingin bertemu dengan siapa?" tanya petugas di pos penjagaan. Tanpa banyak bicara dia memberikan kartu identitas dan mengatakan sesuatu sehingga ijin pun dia kantongi.
" Saya Putri Ustadz El. Bisakah saya masuk untuk menjemput Abi? Dia sedang kurang sehat," ujarnya tanpa nada lemah gemulai dan tegas sekali. Dia berbicara wajar dan lempeng.
" Oh iya ... Silahkan nona! Sudah si tunggu," jawabnya mempersilahkan masuk Zifa.
Saat mobil Ziva melintas ke arah di mana kajian berlangsung. Dua petugas pos tadi saling bertukar pendapat satu sama lain untuk mengomentari putri seseorang yang penting bagi kesatuan ini.
" Yakin dia putri dari ustadz El? Cantik sih bro! Tapi ga pakai hijab loh??? Abinya pendakwah bro ... Apa iya dia putrinya??" tanya seseorang yang tadi sempat bersitatap dengan Zifa.
" Jika dia bilang putrinya maka ya putrinya. Untuk apa di debatkan lagi. Gak guna bro .... Masalah hijab itu urusannya dan hak-nya untuk apa ikut jadi komentator yang ada kita salah menilai," jawab temannya sambil memeriksa buku tamu hari ini.
" Tumben mulut bener??" tanyanya dengan tersenyum.
" Ya kali aja mulut gue lagi insyaf bro! Nah, loe ngapain tumben jadi komentator. Mana putri ustadz kita yang loe bahas!!!" serunya denga menepuk pundak temannya.
Sesampainya di depan ruangan itu ...
Manik mata seseorang menilisik tajam ke arah Zifa. Pasalnya siapapun masuk ruangan ini harus berhijab. Dia malah menggerai rambutnya yang tampak hita pekat dan sehat itu.
" Assalamualaikum .. Abi baik - baik saja?!" seloroh Zifa pada abi-nya.
Mulut menganga yang sedari tadi ingin komen malah kicep tak berdaya. Dia melihat interaksi antara ustadz El dengan gadis tak berhijab itu.
" Agak baik nak! Kamu kenapa kemari tanpa hijab. Penghuni ruangan ini semuanya laki - laki Zifa," ujar sang ayah. Ziva menghela nafasnya dan menatap sekeliling. Benar saja masih ada beberapa orang abdi negara di sana.
" Mau bagaimana lagi Abi Ziva baru saja pulang dinas. Abi tahu Ziva memang tak berhijab. Sudah selesai kan kajiannya? Kita pulang sekarang!" Ajak Ziva pada Abinya. Abinya mengangguk pasrah saja. Putrinya ini masih saja belum berubah. Dia berharap kelak suaminya mampu merubah Ziva menjadi gadis yang lebih taat pada agamanya. Bukan Ziva tidak taat beragama dia hanya tidak berhijab. Mengaji dan sholatnya sudah baik. Entahlah hanya Allah yang mampu memberikan hidayah kepada - nya.
" Saya bantu Ustadz!" seru Sulaiman.
Dia langsung membantu ustadz El menuju mobil putrinya. Sulaiman adalah salah satu jamaahnya yang rajin dan pendiam. Dia suka membantu El kala membutuhkan sesuatu.
Ahmad Sulaiman Al Faroby dia bukan dari kalangan kaleng - kaleng. Keluarganya adalah pebisnis Kain ternama di industri dalam maupun luar negeri. Akan tetapi nampaknya sulaiman tak begitu tertarik menggeluti bisnis keluarganya. Sulaiman memilih jalan yang berbeda. Dia berlima dalam bersaudara. Sulaiman adalah putra kelima mereka. Hanya sulaiman yang menempuh jalur militer dalam hidupnya. Kakak - kakak sulaiman terjun ke dunia bisnis yang sama.
" Hati - hati ustadz di jalan!" seru sulaiman yang begitu sopan pada ustadz El.
" Terima kasih Sulaiman! Semoga berjodoh dengan gadis yang sholihah nak. Kamu pemuda baik," doa - doa El selalu di Aamiini oleh Sulaiman. Doa baginya adalah hadiah terindah dalam setiap deru nafas sulaiman.
" Abi ... Kita pulang sekarang," ujar Ziva memecahkan hubungan antara jamaah dan pendakwah itu. Sulaiman dengan sadar langsung menutup pintu mobil sang ustadz. Dia melangkah mundur layaknya seorang santri.
Dalam perjalanan Abi El diam seribu bahasa. Kepalanya pusing saat memikirkan Ziva. Umminya juga sudah sering mengingatkan putrinya agar berhijab. Tapi entahlah kenapa Ziva begitu kerasnya terhadap hal itu.
" Abi masih memikirkan Ziva???? Oh, ayolah Abi ziva sudah besar jangan terlalu di pikirkan. Suatu hari jika sudah waktunya pasti ziVa akan memakai hijab," ucap Ziva memecah keheningan. Namun Abinya tak merespon dengan baik sebab dia tak bisa berkomentar apapun.
Di Batalyon tepatnya di Barak ...
" Bro ... Sulaiman?! Tidakkah kamu melihat bahwa putri ustadz El sangat cantik??" tanya salah satu teman se-angkatan dengan sulaiman.
" Aku tidak memperhatikan detail kecantikannya tapi aku menyayangkan dia yang tak menutup aurat-nya," jawab Sulaiman dengan mengingat kembali pertemuannya dengan Ziva.
" Oh ... Ayolah bro?! Hanya kepala yang tak tertutup. Bukankah dia tipe - mu," jawab Alamsyah. Sulaiman hanya menggelengkan kepala.
" Agaknya aku harus menghapus kriteriaku saat ini Lam, rasanya itu tidak baik bagiku. Sudahlah ayo segera bersiap besok kita harus tugas selama 1 tahun di perbatasan!!! Lupakan sejenak pernikahan ... Jodoh pasti datang tepat pada waktunya. Dan aku berharap saat hal itu tiba aku masih hidup," jawab Sulaiman membuat Alamsyah menabok pemuda tampan itu.
Bookkk!
" Sial! Jangan membuatku serem Sulaiman. Kita pasti bisa kembali nama dan nyawa. Ayo!" ajak Alamsyah dengan bersemangat sekali.
Hahahahhahahah.
Tak ada keindahan yang tercipta dengan sia - sia. Tak ada Nyawa yang terbuang sia - sia.
Jika Nafas terhenti maka pasti asa makna.
Jika Lidah keluh tak bisa berujar, maka itu pasti ada hikmah.
Sejatinya keabadian dan kebaikan seluruh alam hanya milik - NYA.
Kita semua di sini hanya pelakon untuk bersiap kembali kepada - Nya.
Entah dalam keadaan baik maupun tak baik.
Kita pasti akan bertanggung jawab akan apa yang ada di dunia ini.
Di kamar Ziva ...
" Mau sampai kapan Ziva tak memakai hijab? Bukan Ummi malu punya putri seperti Ziva. Tapi nak hijab bagi muslimah itu adalah sebuah kewajiban bukan sebuah pilihan. Nak ... Bunda bangga pada Ziva tapi bunda lebih bangga jika Ziva mengenakan hijab," kalimat itu terngiang - ngiang di telinga Ziva.
Agaknya Ziva sedikit salah paham pada ucapan bundanya. Dia agak tersinggung karena setiap dia bertemu keluarga besar yang bahas pasti hijabnya.
Ada apa dengan semua orang??? Lebih baik aku menikah saja. Agar tak merepotkan siapapun.
Rumah Sakit adalah rumah kedua bagi Zifa. Tak ada hal yang membuatnya mangkir dari tugas maupun aroma obat rumah sakit. Zifa memang bukan dokter spesialis seperti senior - seniornya. Dia terbiasa dengan kemandirian. Kali ini dia ingin melanjutkan spesialis jika memungkinkan.
" Zifa ... Sudah ada pemetaan dokter pribadi ada rollingan terbaru. Dokter sebelumnya sudah banyak yang pensiun," ucap salah satu teman Zifa.
" Ehem ... Lalu? Apakah khawatir dengan hal baru?" tanya Zifa dengan masih fokus mengecek laporannya.
" Ck. Menyebalkan," jawab dokter Diandra sambil memukulkan map di tangannya pada lengan Zifa.
" Kamu yang menyebalkan sudah lihat aku sedang sibuk masih saja menganggu. Huft ... Sana keluarlah Diandra! Aku sudah pusing dengan pernikahan," jawab Zifa tiba - tiba. Sontak saja temannya Diandra itu langsung menatap Ziva intens.
" Seriously beib!?" tanya Diandra terkejut. Zifa kini menatapnya nyalang.
" Seriuslah ... Capek aku Diandra ketika mereka membahas hijab. Aku juga ingin seperti mereka yang islami cara berpakaiannya. Tapi aku masih belum siap. Huft .... " keluh Zifa yang sejatinya selalu tak peduli akan hal itu. Nampaknya saat ini mulai berpengaruh pada dirinya. Sudah bertahun - tahun Zifa di terpa nasehat akan hal itu. Tapi hingga detik ini dia tetap saja masih yang sama.
" Menikah dengan siapa coba??" tanya Diandra langsung berubah jadi bloon seketika.
" Putra Kyai teman Abi," jawabnya singkat dengan nada kurang enak di dengar.
" Yakin???? Langsung pake hijab dong ya," goda diandra. Zifa menatap temannya itu secara horor.
" Bisa diam tidak! Aku pusing .... Aku masih memikirkannya," jawab Zifa dengan kesal. Diandra pun tertawa.
Hahahahhahaha.
" Pikirkan matang - matang! Bisa jadi kamu langsung pake cadar cantik hahahah," tawa diandra menggema di ruangan Zifa. Sebelum kena amukan temannya Diandra kabur dan menutup pintu dengan cepat.
Astaga anak ini! Masih saja sama.
Beda Zifa Beda lagi dengan Diandra. Keluarga diandra memang tak bernuansa islami kental. Jadi, keluarganya bebas mau berpakaian seperti asalkan dalam taraf sopan. Namun Diandra sedaei kecil cenderung berhijab jadi hal itu tak jadi masalah bagi keluarga besarnya.
Zifa yang menutup ruang prakteknya itu. Dia istirahat sejenak. Dia ingat bahwa hari ini keluarga besar akan kembali bertandang ke rumah Abinya. Dia malas sekali jika harus berdebat kembali masalah hijab.
Sebenarnya ada apa denganku? Kenapa selalu memberontak kala mereka menanyakan hijab. Hmmmm ... Kenapa jadi seperti ini???
Hari ini mungkin berat bagi Zifa untuk beranjak pulang tapi apapun itu dia harus pulang. Zifa yang telah bersiap pulang itu mendapatkan telpon dari seseorang.
" Ya ... Dengan Dokter Zifa di sini?!" tanya Zifa di sambungan selulernya.
" Dokter ... Maaf mengganggu. Saya tahu dokter baru hari ini resmi menjadi dokter keluarga kami. Tapi keluarga saya ada yang sakit bisakah dokter berkunjung ke rumah kami??? Kami sungguh butuh bantuan," suara panik sangat terdengar jelas dalam irama suaranya. Zifa pun lagi - lagi tak bisa mangkir begitu saja.
" Kirimkan alamat rumah kalian! Saya berangkat," jawab Zifa dengan tegas tanpa banyak alasan ke sana kemari.
" Terima kasih dokter," ucapnya sebelum mengakhiri perbincangan.
Zifa pun segera meluncur dimana mereka tinggal sesuai dengan alamat yang di kirim. Diandra yang melihat sahabatnya terburu - buru sampai tidak menegurnya. Jika Zifa bersikap begitu maka ada urgent.
Dalam perjalanan ...
" Assalamualaikum ... Bi Zifa pulang terlambat ya!? Ada pasien penting yang harus di tangani. Salam pada Ummi ... " pamit Zifa.
" Hati - Hati Zifa," jawab Abinya.
Saat Abinya itu menutup ponsel. Ummi sudah menatap lekat suaminya itu. El tahu bahwa Alia tidak suka putrinya itu mangkir dari pertemuan keluarga. Selalu saja alasannya pasien.
" Tidak bisa datang lagi??" tanya Ummi nampak tidak bahagia. El pun langsung merangkulnya dengan penuh kasih sayang.
" Dia datang hanya saja dia bilang terlambat. Jangan terlalu menghakimi anak itu sayang. Bisa - bisa dia jauh darimu. Walau bagaimana keadaannya dia putri kita kan?? Jangan lelah mengingatkannya. Jangan bandingkan dia dengan siapapun! Jika tidak kita akan benar - benar kehilangan dia," nasehat El pada Alia.
Alia selama ini mendidik putrinya dengan keras harus ke jalur A, B,C,D tanpa melihat apa yang di ingini putrinya itu. Namun keadaan itulah yang membuat Zifa sampai pada titik di mana dia ingin menjadi diri sendiri tanpa ada bayangan background keluarga besarnya.
" Bukan itu maksud Alia mas ... " lirihnya sedih.
" Tapi putrimu memahami itulah yang Umminya lakukan. Menjadi apa yang Ummi-nya mau. Sayang ... Kadang anak kita itu tidak harus menjadi seperti yang kita inginkan. Tapi, tetap kita berikan wawasan keagamaan yang baik dan menasehatinya. Sudahlah ... Doakan saja Zifa kembali pada hal yang baik dan benar," jawab El tanpa ingin menyakiti hati Alia.
Di kediaman pasien Zifa ....
" Apa rumah ini?" tanya Zifa pada dirinya sendiri. Akan tetapi sebelum bertanya pada satpam Zifa sudah melihat nama pemilik di Dinding Gerbang rumah.
Al Faroby Family.
" Permisi pak! Saya Dokter Zifa ... " ucap Zifa pada satpam depan.
" Silahkan dokter .... Semua orang sudah menunggu anda!" jawab satpam dan langsunh membuka gerbangnya lebar - lebar. Zifa tersenyum dan kembali mengendarai mobilnya ke halaman luas di sana.
Rumah megah nampak sangat indah sekali bahkan estetik. Halaman luas dan rapi menunjukkan bahwa mereka orang berada. Zifa merasa baru kali ini menjadi dokter keluarga kaya. Ini kali pertama baginya.
Belum mengetuk pintu sudah ada yang membuka pintu membuat Zifa melongo.
" Silahkan dok! Tuan sudah menunggu anda di dalam," ucap pelayan rumah ini. Lagi - lagi ziva hanya mengulas senyum padanya.
Sesampainya di dalam rumah ...
" Permisi pak! Saya dokter Zifa ... " ucap Zifa pada laki - laki paruh baya dengan wajah tampan dan nampak familiar baginya. Dia tersenyum dan hal itu membuat Zifa seperti mengenal wajah itu.
" Dokter silahkan masuk! Cucu saya sakit entah tadi makan apa tenggorokannya sakit. Saya takut jika dia harus di operasi sebab dia masih berusia 3 tahun!" keluh kakek dan laki - laki paruh baya yang nampak tak asing.
" Baik ... Saya periksa dulu ya pak. Permisi!" ucap Zifa tanpa mengurangi rasa sopannya.
" Hallo sayang ... Apa kabar hari ini???? Mana yang sakit coba tunjukkan sama tante Zifa? Aaaa ... " ucap Zifa pada anak itu.
Dia menurut dan membuka mulutnya. Ziva menemukan duri di tenggorokannya dan itu belum Fatal.
" Tante bantu sulap buat sembuhin ya!??? Anak pinter tahan sakitnya sedikit ya??! Boleh kok sayang kalau mau cubit tante. Gimana? Boleh tante bantu .... " tanya Zifa pada anak perempuan itu. Dia nampak mengangguk dan Zifa segera membantunya mengeluarkan duri.
Selama hampir 1 jam karena sulitnya pengambilan akhirnya sukses. Meskipum harus ada drama menangis dan lain sebagainya.
" Pak ... Resep ini tolong di tebus. Untuk ke depannya makan gadis kecil ini tolong di perhatikan!" pinta Zifa. Namun saat Zifa hendak mengambil tasnya tiba - tiba tangannya di tarik seseorang yang tak lain adalah Nyonya besar keluarga Faroby.
" Dokter ... Ikut makan bersama kami! Jangan menolak loh ya .... " ajaknya sambil mengapit tangan Zifa.
Eh .... Ini Emak siapa??? Kenapa begitu hamble.
Semua orang yang melihat kejadian itu hanya terkekeh saja. Sedangkan Zifa tersenyum bingung serta kikuk.
Dalam perjalanan ke ruang makan agaknya pendengaran Zifa agak berkurang. Sebab dia mendnegar sesuatu yang aneh baginya.
Jika masih single menikahlah dengan putraku dok! Dia tampan kok ... Tapi sayang anaknya lagi tugas.
" Tante ... Zifa harus segera pulang," ucapnya menghentikan langkah wanita patuh baya itu. Wanita itu menatap Zifa lekat.
" Tidak ingatkah padaku Dokter Zifa??? Tante adalah ibu malang malam itu yang kamu tolong," ujarnya membuat Zifa terdiam sejenak.
Zifa memutar kembali ingatannya. Dia bedah satu persatu memory-nya. Dia mengingat wajah ibu ini mirip seseorang yang pernah dia bantu.
" Apakah Mom Rasyi?" tanya Zifa pada akhirnya. Tanpa basa basi dan rasa sungkan Ibu 5 anak itu memeluk Zifa penuh rasa rindu.
" Alhamdulillah ingat ... " jawabnya sambil memeluk Zifa.
" Jangan terkejut dokter Mom memang begitu apalagi kamu jadi dokter keluarga kami karena mom memohon pada pihak rumah sakit. Kamu sudah di anggap anak ke enamnya," sahut perempuan cantik yang mengenakan hijab senada dengan bajunya. Zifa tersenyum kikuk tapi dia harus mencari tahu sesuatu.
" Mom Rasyi? Tapi menempatkan Zifa di sini tidak menjegal siapapun kan? Sebab Zifa masih terbilang baru," tanya Zifa dengan serius.
" Seriuslah sayang .... Mana mungkin mom begitu. Mom tahu jika dokter kami sudah purna maka aku meminta kamu yang jadi penggantinya. Mom pernah melihatmu di daftar dokter muda heheheh. Makan dulu setelah itu boleh pulang," ucap mom Rasyi yang meladeni-nya sendiri tanpa meminta pembantu.
" Mom ... Jangan begini tidak enak! Duduklah Zifa ambil sendiri," jawab Zifa dengan memegang pergelangan tangan Mom.
" Ah, tidak nak! Harusnya anak itu yang melayanimu sekarang. Hah ... Dia malah nugas setahun lamanya," gerutu Mom Rasyi. Semua orang geleng - geleng kepala tak percaya Mom - nya begitu obsesi dengan Zifa.
" Mom ... Sudah! Kapan dia makan? Jangan di ajak ngobrol teruslah .... Makan saja dokter," ujar putri yang lainnya. Zifa mengangguk canggung. Dia masih baru akan tetapi keluarga ini begitu hamble.
Mereka tak bersuara lagi. Setiap orang fokus pada makanan yang ada di piring masing - masing. Zifa melirik arlojinya harusnya dia segera pulang jika tidak Ummi akan ngambek padanya seperti sebelum - sebelumnya.
" Mom ... Zifa harus segera pulang. Ada tamu di rumah jadi Ummi sudah menunggu," pamit Zifa. Nampak Mom Rasyi agak kecewa karena gadis itu hanya bertandang sebentar.
Sikap mom Rasyi membuat semua orang gemas. Semenjak kejadian malam itu mom Rasyi jadi kepo akan kehidupan Zifa. Keteledoran putranya malam itu hampir saja membuat nyawa Mom Rasyi hilang. Namun Zifa kala itu tanpa banyak berfikir membantu Mom Rasyi tanpa pamrih.
Namun Mom Rasyi membuat Janji pada putranya agar menikahi perempuan yang sudah menolongnya. Benar saja ... Setiap putranya mengenalkan calon istri Mom Rasyi selalu menolak mereka hingga akhirnya sang putra tak mengenalkan siapapun. Karena itu sangat percuma sekali.
Malam itu ....
Hujan begitu lebat. Seorang wanita paruh baya menunggu di halte bis. Entah siapa yang di tunggu. Tadi adalah pemberhentian bis terakhir namun dia tak ikut ke dalam kendaraan umum itu. Sehingga entah apa yang dia lakukan. Barang yang dia pegang berantakan ke jalanan. Sepi awalnya namun saat wanita itu mengambil barang bawaannya sampai ada salah satu mobil melintas. Bertepatan dengan hal itu Zifa yang baru selesai dari apotik melihat hal itu berteriak dan segera menarik sang ibu.
" Ibu awas!!!!" teriaknya sambil menarik ibu itu ke dalam pelukannya.
Aaaaahhhhhhhhhh!!!!
Bruuuukkkkk.
" Astaga! Apa yang terjadi ???!!!" teriak ibu itu. Zifa memeluknya di bawah guyuran hujan untuk menenangkan wanita paruh baya itu.
" Buuu .... Tidak apa - apa tenang! Semuanya baik . Ibu selamat saya juga selamat. Akan tetapi belanjaan ibu sudah berserakan di jalan tidak apa ya???!!!" ujar Zifa menenangkan.
Tanpa banyak menjawab Mom Rasyi itu memeluk Zifa dengan erat. Dia bersyukur bertemu dengan gadis baik. Tak berselang lama mobil sport berhenti di depan mereka.
" Mom ... Why??? Kenapa hujan - hujanan? Come on jangan seperti anak kecil lagi," sapa lelaki bertubuh atletis yang memakai kaos oblong celana sedengkul dan pakai sendal jepit tak lupa masker hitam dan topi kesayangannya.
" Anak kecil katamu!!! Dasar anak pecicilan ... Karena kamu telat jemput hampir saja mom di jemput maut!!!! Kenapa lama sekali???!!!!" Teriak mom Rasyi pada putranya. Putranya itu tampak menghela nafas dan membantu mom-nya berdiri.
" Maaf mom ... Baru selesai keluar dari tugas. Lain kali mom jangan keluar sendiri deh," jawabnya malah membuat momy-nya kesal.
Buuuggghhh!
" Jangan banyak bicara! Bantu gadis itu kakinya takut sakit habis bantu Mom kamu yang masih bernafas hingga detik ini," cebik Mom Rasyi sebal.
" Bisa berdiri?" tanya sang putra. Lagi - lagi mom memukulnya.
" Bantu dia bukan malah tanya!!!" seru Mommy dengan nada tinggi. Putranya itu menunduk dan menatap Zifa yang meringis. Agaknya kaki gadis itu terluka. Dengan sigap putra mom Rasyi membantunya.
" Sebentar aku akan bantu obati! Aku ambil obat P3K dulu," ujar pemuda itu. Zifa menggelengkan kepala.
" Aku baik - baik saja! Bantu ibumu saja. Aku harus pulang," jawab Zifa. Mom Rasyi memegang tangan Zifa.
" Panggil Mom Rasyi nak! Kelak semoga kita berjodoh bisa bertemu lagi," ujar Mom Rasyi sambil menangkup wajah ayu Zifa.
" Aamiin ... Sehat - sehat ya Mom! Zifa pulang dulu," jawabnya. Namun saat akan berdiri sumpah demi apa kakinya ngilu sekali.
" Ssshhhhhh .... " desisnya.
" Duduklah sebentar aku bantu meredakan keseleo-nya," jawab Putra mom Rasyi. Dia nampak memegang kaki Zifa dan membantu gadis itu.
Aaauuhhhhh!
Teriak Zifa kala kakinya di tarik. Setelahnya Zifa di bantu ke mobilnya.
" Jaga ibumu ... Tadi begitu menakutkan baginya. Semoga ibumu tidak trauma akan kejadian baru saja," ucap Zifa pada pemuda itu. Pemuda itu mengangguk dan melihat name tag di baju Zifa.
dr. Zifara Meisya R.
" Tentu," jawabnya singkat.
Mobil Zifa meninggalkan jalanan itu. Di mana menyisakan ibu dan anak di halte tersebut. Mom Rasyi dan putranya diam di tempat sejenak.
"Mom boleh mengatakan sesuatu tidak sayang?" tanya mommy-nya.
" Katakan saja mom! Kenapa harus ijin dulu Ahmad juga anak Mommy? Langsung saja bicara," jawab Ahmad dengan jelas.
" Jika bertemu dengannya lagi. Nikahilah dia nak ... Mommy udah terlanjur suka padanya," jawab Mom Rasyi membuat Ahmad tersedak ludahnya sendiri.
Uhuuk. Uhuukk. Uhuuk.
" Mom ... Pernikahan bukan bahan candaan! Mom tidak mengenalinya. Sudahlah mom kita pulang!" ajak Ahmad dengan serius kali ini.
" Jika tidak berjanji maka Mom tidak mau pulang," ambeknya itu. Ahmad yang malas berdebat akhirnya mengiyakan saja tanpa sengaja.
" Baiklah! Apa kata mom saja bagaimana baiknya," jawabnya pada titik akhir kelelahannya hari ini.
" Anak baik ... Mom sayang padamu Ahmad," ucap Mommy. Ahmad menggelengkan kepala dan mengajak pulang tanpa drama dulu.
" Kita pulang sekarang ... " ajak putranya itu dengan semangat sebab dia sudah sangat lelah sekali. Malas berdebat ujung - ujungnya mom pasti merengek.
Zifa namanya. Calon mantu Mom Rasya!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!