NovelToon NovelToon

Edward : Balada Dari Bukit Gloosween

Ch. 1 Mentari pagi yang indah

Pagi ini udara desa sangatlah sejuk, cahaya matahari yang hangat mulai terbit dari ufuk timur. Cahayanya perlahan-lahan mulai menyinari dunia dari balik dedaunan hijau.

Suasana alam yang asri menambah keindahan desaku yang damai, angin pagi berhembus sejuk melewati pakaian yang kupakai, embun pagi berwarna putih bagaikan debu-debu yang berterbangan diudara.

Warga desa memulai aktivitas paginya dengan semangat dengan berkerja diladang, mereka lebih senang memulai paginya dengan dengan pekerjaan dari pada tidur terlelap sampai matahari tergelincir diatas kepala mereka.

Aku merenggangkan tubuhku yang kaku setelah semalaman tidur diatas kasur yang keras. Kuputar pinggang kekanan dan kekiri agar hilang rasa keram dipinggangku. Kuhirup udara perlahan lahan melewati rongga rongga hidungku dan kuhembuskan "hah" terasa sangat segar.

Namaku Edward, aku seorang anak yang sedari kecil tidak mengenali siapa orang tuaku dan dimana aku dilahirkan. Aku tinggal dan besar dipanti asuhan didesa Hougwe yang terletak terletak diatas bukit gloosween, desa Hougwe terletak dikerajaan Huinjou wilayah benua bagian barat.

Panti asuhan tua ini berusia puluhan tahun dengan bangunan yang sedikit rusak pada bagian dinding ruangan. Panti asuhan ini telah berdiri puluhan tahun tanpa adanya renovasi bangunan.

Pernah suatu hari aku menangis, meratapi takdirku yang buruk ini dibawah pohon. tiba-tiba Bu Selner yang merupakan pemilik panti asuhan datang memelukku.

Dia mengatakan sesuatu yang tidak dapat kulupakan."kau tau Edward dulu ketika kamu masih bayi ada seorang wanita cantik nan anggun datang menitipkan mu kepanti asuhan ini, dia mengatakan suatu saat nanti dia akan kembali menjemputku, dan juga dia meninggalkan sebuah kalung berbentuk pedang kepadamu."Ucap bu Selner kepadaku sambil memberikan kalung peninggalan.

Kini usiaku 10 tahun yang dimana setiap anak yang sudah mencapai usia 10 tahun akan diberkahi dengan mana. sebuah energi misterius yang mengalir didalam tubuh makhluk hidup dan dapat dimanfaatkan untuk memperkuat fisik ataupun sihir.

Dan setiap anak yang berusia 10 tahun akan melakukan upacara kebangkitan kekuatan mana mereka di Aula Kebangkitan. Aku berharap semoga aku mempunyai mana yang besar agar dapat menjadi orang terkuat.

Aku mengepalkan tanganku. " Aku pasti bisa!."Ucapku berteriak sambil mengangkat tangan kelangit.

Seseorang datang. " Huaah ada apa Edward kenapa pagi-pagi begini kau berteriak?. " Ucap Silva yang terbangun karena teriakanku.

Aku menggaruk kepalaku. "ee... Maaf kak aku tidak bermaksud menggangu tidurmu, aku cuma sedikit bersemangat, bahkan aku semalaman tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena ini hari ini bertepatan hari ulang tahunku yang ke 10 tahun, aku tidak sabar menunggu kebangkitan manaku." ucapku dengan penuh semangat.

"Haduh aku kira ada masalah apa ternyata cuma hal sepele." Ucap Silva sambil menepuk dijatnya.

"Tapi kak aku tidak sabar lagi, waktu seakan akan bejalan lama sekali, apa salahku?." ucapku mengelak

Silva berjalan mendekat dan jongkok didepanku menyamakan tingginya denganku. " Dasar bocah! waktu yang kau tunggu-tunggu itu pasti akan datang, namun kau harus pikirkan hal apa yang harus kau persiapkan untuk hari esoknya, dan itu harus dimulai dari sekarang! agar kamu tidak terlalu terbebani dengannya." Ucap Silva sambil mengelus kepalaku sambil tersenyum.

Aku terdiam mendengar nasehat kak Silva yang masuk akal. " Edward kok kamu bengong? Sudah nanti kakak temenin kok di Aula Kebangkitan, Maka dari itu Ayo cepat bangunkan yang lain."Perintah Silva padaku membuyarkan lamunanku.

"owh ya kak aku bangunkan yang lain."Ucapku sambil berlari masuk kedalam panti asuhan.

Namun aku berhenti tepat didepan pintu dan memandangi Kak Silvia dari kejauhan.

Kulihat dari kejauhan dia bediri menatap langit pagi sambil mengikat rambut hitamnya yang panjang. Dia terlihat sangat cantik dan mempesona dibawa terpaan sinar matahari.

Matanya biru bersinar bersih menyejukkan pandangan, bulu matanya yang lentik dan alis yang tebal menghiasi matanya yang indah,dengan bibir berwarna merah muda yang manis, tubuhnya yang tinggi dan sexy membuat mata tersihir untuk selalu memandangnya.semua itu tergambarkan kecantikannya diatas kulitnya yang putih.

Silvia adalah kakak dan panutan kami anak-anak panti asuhan. Dia merupakan satu-satunya anak kandung dari bu Selner. Kak Silvia sangat baik dan perhatian terhadap kami tanpa tebang pilih.

Di usianya yang relatif muda, 17 tahun. dia merupakan lulusan termuda akademi Zanei salah satu akademi terbaik di Ethyras. Setelah lulus dia langsung bergabung dalam devisi pertahanan Kerajaan Huinjou sebagai petarung garda depan.

Namun setelah 3 tahun bergabung didevisi pertahanan kerajaan , dia mengundurkan diri karena salah satu penyebabnya adalah kematian ibunya tercinta. Dia sangat terpukul atas kematian ibunya yang sudah tidak dapat di temuinya lagi.

Aku masih teringat jelas ketika Kak Silvia pulang dari perang melawan pasukan raja iblis. dia masih memakai baju besi dan belati ditangannya yang berlumuran darah. Kuperhatikan wajah sangat pucat dan air matanya menetes deras membasahi pipinya.

Hingga kini dia memutuskan tidak akan mengikuti setiap peperangan. Sudah puluhan surat perintah kembali dari kerajaan untuk berperang, namun Kak Silvia tidak meresponnya sama sekali.

"Edward kok malah melamun? Ayo cepat bangunin yang lain! Nanti anak-anak ada jam pelajaran bareng kak lucy."perintah Silvia membuat ku terbangun dari lamunan.

" baik kak."ucapku dan langsung pergi.

Aku berjalan melewati ruang tamu menuju kamar tempat anak-anak tidur." Krieet." suara pintu kayu tua dengan engsel yang sudah berkarat.

kuperharikan sekeliling mengingatkanku sebuah kenangan indah selama 10 tahun. kami tinggal diruangan dengan ukuran 3 × 4 meter berisikan 5 ( Alex, Thomas, Serly, dan Alice) sekaligus aku. kami merasakan senang dan sedih bersama bagaikan sebuah keluarga.

Aku berjalan menuju gorden. "Srak!." bunyi gorden yang kubuka. Cahaya mentari pagi yang terang menyusup masuk melalui celah jendela.

"Ayo-ayo cepat bangun! sudah pagi, nanti ada jam pembelajaran bersama kak lucy!." perintahku.

"Kak Edward jam berapa sekarang?." tanya gadis kecil Alice.

"Sudah jam 5 Pagi, Ayo cepat bangun!." Perintahku sambil membangunkan Thomas yang masih tidur lelap.

Anak-anak berhamburan mulai merapikan kasurnya masing-masing tanpa disuruh dengan mata yang masih mengantuk.

" Jangan lupa mengerjakan piket sesuai jadwal yang ditentukan!." Perintahku

" Siap kak."mereka langsung bergegas mengerjakan tugasnya masing-masing.

Kuperharikan dari jauh gadis Kecil Alice berusia 5 tahun sedang menyapu lantai diruang tamu, Membuatku teringat ketika dia masih bayi setiap hari selalu menangis dan ingin dimanja.

Kupalingkan pandanganku kerah Alex dan Thomas, mereka berdua menyapu halaman panti. Usia mereka berdekatan 6 tahun namun cuma selisih beberapa bulan, mereka berdua sedikit nakal dan sulit diatur namun mereka sangat penurut ketika berhadapan dengan kak Silvia.

Seseorang menepuk pundakku. " Edward apa yang kau lakukan? Cepat sini bantu kak Silvia memasak!." perintah Serly lalu langsung pergi ke dapur.

Dia adalah gadis kecil yang berusia 8 tahun, dia itu

Gadis sering sekali memarahiku dan juga dia tidak bisa memasak, namun dia juga baik hati dan perhatian terhadap yang lain.

" Owh ya sebentar." ucapku.

Aku langsung berjalan menuju dapur. Kulihat kak Silvia Sedang sibuk memotong-motong sayuran.

"kamu dari mana? Lihat aku kerepotan, kamu tahukan aku belom terlalu bisa memasak." keluh Silvia.

" Iya² maaf, Aku tadi cuma mengawasi kerjanya anak-anak sebentar." ucapku sambil memberikan senyum ramah.

Aku melipat lengan pakaian ku.“ Masak apa sekarang kak?." tanyaku sambil mengambil kursi disampingku untuk mengsejajarkan tinggi badanku dengan meja dapur.

" Sup." jawab singkat Silvia sambil fokus memotong sayuran.

Aku menarik nafas dalam lalu menghembuskannya, Aku Memulai memasak, tanganku cekatan memasukkan bumbu-bumbu yang sudah disiapkan oleh Serly dan Kak Silvia.

Setelah beberapa saat tercium bau sedap dari masakanku. Aku menuangkan sup ke mangkuk membaginya rata, Kak Silvia dan Serly cekatan langsung membawanya kemeja makan.

" Anak-anak Ayo cepat makan!." Teriak Silvia, Anak-anak langsung berlarian menuju ruang makan.

Mereka seketika duduk dengan rapi. Alex dan Thomas yang tidak sabar langsung menyambar makanan. "Alex, Thomas apa kalian lupa aturannya?, Cuci tangan kalian sebelum makan!." Tegur Silvia.

Alex dan Thomas diam dan menuruti perintahnya untuk mencuci tanganya. Tanpa kusadari aku tersenyum melihat tingkah laku mereka.

"Edward kenapa kamu kok senyum-senyum sendiri?." Tanya Serly.

"Bukan apa-apa, Aku cuma teringat ketika mereka masih kecil dan tingkah laku lucu mereka." Jelasku.

" Tanpa terasa waktu berjalan dengan cepat, kini anak anak sudah besar, aku masih ketika mengajarinya membaca." Ucap Serly sambil memandangi Mereka yang makan dengan lahap.

                    **********************************************

Halo para pembaca 😁 Terima kasih sudah membaca Karya pertamaku.

Mohon Maaf sebelumnya 🙏 kalau ada tanda baca, penulisan dan alur ceritanya yang kurang jelas.

Maklum baru pertama kali membuat novel.

Terus suport aku dan tunggu chapter yang akan datang

Ch. 2 Hadiah Spesial

Kini kami berkumpul bersama di ruang makan berukuran 2×2 menter dengan meja di tengah. kami mengelilingi meja bundar dan menyantap sup sebagai sarapan pagi.

"Tak tak tak." Suara sendok dan piring beradu membuat suasana semakin ramai.

" Kak bagaimana caramu membuat sup se-enak ini?." Tanya Thomas. Sambil menggenggam sendok ditanganya

" Aku juga tidak tahu bagaimana cara membuatnya, dulu aku sering membantunya di dapur. Sampai sekarang aku cuma mengikuti setiap gerakan Bu Selner ketika memasak. dan kalaupun kurang bumbu aku tinggal tambah sedikit." jawabku sambil melahap makanan.

Alex menatap." Emnag bisa gitu ya?. " Tanya Alex bingung.

Kami menikmati sarapan pagi dengan nikmat dan bersenda gurau satu sama Lain. Setelah beberapa menit kemudian kami selesai dan langsung mencuci piring masing-masing.

Silvia berdiri meminta perhatian agar anak-anaknya tidak langsung bubar." Anak-anak apa kalian lupa ada sesuatu yang spesial pada hari ini?." Tanya Silvia

"Emang apa yang spesial?." Tanya Alex sambil mengunyah sisa makanan.

Alice yang berdiri disampingnya langsung mencubit pipinya. " Alex apa kamu lupa? Hari ini ulang tahunnya Kak Edward!." Tanya Alice geram.

" Aduh aduh sakit Alice... Tolong lepaskan... Aku cuma bercanda." Ucap Alex memohon agar melepaskan cubitannya, lalu Dia memegangi pipinya yang sakit.

"Tentu saja kak, kami tidak lupa hari ulang tahunmu kak Edward." Ucap Alice

Silva berjalan dengan membawa sepotong kue yang dia beli kemarin dengan lilin kecil. Anak-anak langsung bediri dengan wajah ceria, sedangkan aku dibiarkan duduk menikmati acara perayaan.

" Selamat"

"Ulang tahun"

"Kami ucapkan"

"Selamat"

"Panjang umur!"

"Kita 'kan doakan.Selamat"

"Sejahtera, sehat sentosa!!"

"Selamat panjang umur"

"dan bahagia"!

Silvia datang dan meletakkan sepotong kue di atas mejaku. " Maafkan kakak Edward, Kakak cuma bisa merayakan ulang tahun mu dengan sepotong kue kecil ini." Ucap Silvia dengan raut wajah sedih.

" Nggak kok kak nggak apa apa ini sudah lebih dari cukup bagiku, dan juga kakak sudah berusaha yang terbaik untukku." Elakku khawatir membuat Kak Silva sedih.

Silvia mengelus rambutku." Syukurlah, nanti kalo ada uang kita rayakan lagi ya?." Ucap Silvia menghibur.

" Kak Edward tiup lilinnya lalu berdoalah." Perintah Alice

Aku meniup lilin kecil." Semoga kesehatan dan kesejahteraan ada pada diri kita." Ucapku diiringi gemuruh tepuk tangan. Aku menyantap kue itu dengan lahap.

Alex dan Thomas berbarengan berjalan mendekat. Wajah mereka yang pura-pura sok jual mahal membawa sebuah kado ulang tahun.

Alex dan Thomas mengulurkan tangan, memberikan kadonya buatku." Kak ini hadiah dari kami, Tolong jaga baik-baik dan jangan merusaknya." Ucap Thomas sambil memberikan mainannya, sedangkan alex memberikan gantungan kunci bermotif beruang.

" Terima kasih banyak, Alex dan Thomas aku berjanji akan selalu menjaganya." Ucapku

Alice mendekat, dia berjalan perlahan-lahan dengan tangan kecilnya membawa sebuah boneka kelinci.

" Kak ini buatmu, Selamat ulang tahun semoga sehat selalu." Ucap Alice sambil mengulurkan tangan kecilnya, memberikan sebuah boneka kelinci.

Aku mengamati bentuknya. " Wah cantik sekali, Apa ini buatanmu?." Tanya ku

"i... Iya kak, tapi aku juga dibantu Kak Serly untuk membuatnya." jawab Alice malu-malu.

Pandangan mataku berpindah ke Serly. Aku tidak menyangka Serly yang selalu memarahiku membantu Alice membuat boneka ini.

" Jangan salah sangka aku membantunya bukan karenamu, tapi aku tidak bisa melihat Alice tangannya tertusuk jarum." Ucap Serly dengan tatapan sinis.

" Ciih siapa juga yang percaya kamu membuatnya untukku?." Ejekku.

Kami sudah dari dulu suka bertengkar karena hal sepele, namun kami tidak saling benci satu sama lain.

" Hushh sudah jangan bertengkar kalian! Serly Apa kamu juga tidak mau memberikan hadiah buat Edward?." Ucap Silvia sedikit geram.

" Iya deh kak." Ucap Serly dengan terpaksa.

Serly mengulurkan tangan dan memberi sebuah gelang terbuat dari tali. " Ini buat mu. Tolong dijaga baik-baik, jangan sampai rusak sedikitpun! ." Ancam Serly.

Aku terkejut melihat gelang pemberian dari Serly. "Hey apa ada yang salah dengan hadiah dariku?." Tanya Serly.

" Ngak ada masalah sama sekali, Cuma aku terkejut denganmu sudah 8 tahun kita bersama baru pertama kali ini kamu memberiku kado ulang tahun, seakan akan kau bukan Serly yang kukenal, yang selalu marah dan pelit, bahkan dulu aku berfikir kau rengkarnasi Ratu Iblis." Ucapku.

" Sialan! bukannya bersyukur mendapat hadiah dariku, malah mencelaku." Ucap Serly marah lalu melompat maju ingin memukul namun Kak Silvia dan yang lain menahannya.

*

Kini Aku duduk dihalaman panti dengan hati yang cemas dan tidak sabaran menunggu kereta kuda, pergi menuju Aula Kebangkitan yang terletak ditengah kota Lingbert.

Butuh 1 jam perjalanan menaiki kereta kuda untuk sampai dikota Lingbert. Karena desa kita terletak diperbatasan hutan Rawgle dan itu jauh dari kota Lingbert.

Seseorang menepuk pundakku. " Tenanglah! , tidak perlu khawatir dengan hasil yang buruk, Karena takdir ditangan tuhan." Ucap Silvia menenangkanku.

" Aku pasti bisa menjadi yang terbaik." Ucapku meyakinkan diri sendiri.

" Bagus, anak pintar." Ucap Silvia

Kuperhatikan dari kejauhan. Sesosok wanita berjalan dengan membawa sebuah tongkat sihir berjalan menuju panti asuhan.

Aku mengsipitkan mataku. " Kak Silvia itu Kak Lucy sudah datang. " Ucapku sambil menunjuk kearah Kak Lucy yang berhenti di depan pagar.

Silvia memalingkan pandangannya kearah Lucy. "Ahirnya datang juga dia." Ucap Silvia dan memberikan isyarat kepadaku untuk membukakan pagar.

Aku berlarian kecil menuju Kak Lucy dengan senyuman merekah dibibirku karena rasa senang didalam hati.

Dia adalah Kak Lucy wanita cantik dan pintar, dia merupakan salah satu teman seangkatan dengan Kak Silvia di Akademi Zanei. Dia menguasai ilmu sihir dari tingkat rendah hingga tingkat atas. Dan juga dia salah satu pasukan pertahanan kerjaan Huinjou.

Disetiap pagi Lucy selalu datang untuk mengajari anak-anak dengan materi dasar tentang mana.

Walaupun jarak yang ditempuh sangat jauh namun hal itu mudah buatnya, dia selalu menggunakan sihir terlangka Yaitu teleportasi agar mempersingkat waktu.

Aku memberikan hormat. " Selamat datang Kak Lucy, Apa kabar Kak?." Ucapku sambil membukakan gembok.

" Aku sehat, dimana anak-anak yang lain?." Tanya Lucy

"Masih persiapan kak, Tolong tunggu sebentar." Ucapku.

Lucy berjalan mendekati Silvia dengan hati senang, setelah 2 minggu lebih dia tidak bertemu dan mengajari anak-anak.

Lucy berjabat tangan dan memeluk Silvia. " Ya ampun Silvia aku rindu sekali kepadamu, maafkan aku tidak bisa datang selama 2 minggu ini, kau tahu kan Silvia? Aku tanpamu bagaikan burung dan induknya yang belum dewasa." Ucap Lucy mengeluh dengan pekerjaan.

" Heh! bilang aja kamu disuruh Pak tua yang sok memimpin itu untuk membujukku untuk bergabung lagi, memang pekerjaan apa yang kau lakukan ." Ucap Silva sambil membuang muka.

Lucy tertawa." Hehehehe... Aku cuma bercanda, aku sekarang ditugaskan buat membasmi monster dihutan Rawgle." Ucap Lucy sambil menepuk pundak Silvia.

" Memang ada apa dengan hutan Rawgle?, Bukanya Hutan Rawgle cuma hutan tingkat rendah?, lalu kenapa pasukan pertahanan sampai turun tangan?.“ Tanya Silvia mendengar situasinya yang makin rumit.

Lucy mendekatkan mulutnya ditelinga Silvia lalu berbisik." 2 minggu yang lalu pemimpin mendapat perintah dari raja untuk membasmi para monster di Hutan Rawgle . Karena beberapa minggu sebelumnya raja mendapat laporan dari warga, bahwa muncul monster rank A yang membunuh salah satu warga desa ini, dan juga muncul rumor pasukan Raja Iblis berada disana. " jelas Lucy membuat Silvia Terkejut dan hampir teriak, namun Lucy langsung menutup mulutnya

Aku berjalan mendekati Kak Silvia." Ada apa kak?." Tanyaku mencari tahu apa yang mereka bicarakan sampai membuat wajah Kak Silvia pucat.

Silvia tersenyum." Tidak ada apa-apa kok." Ucap Silvia sambil mengusap kepalaku. Membuatku merasa lebih curiga dengannya.

Silvia menatap Lucy. " Nanti sepulang dari Aula Kebangkitan, kita membahasnya lagi." Ucap Silvia dengan raut muka serius dan dingin seakan akan aura sekitar terasa berat.

" I.. Iya, Tunggu siapa yang akan ke Aula Kebangkitan?." Tanya Lucy untuk mencari topik lain setelah melihat wajah serius Silvia

Aku mengangkat tangan." Aku kak." Jawabku singkat sambil melirik kerah Kak Silvia yang masih menatap dengan tatapan menakutkan.

Tiba tiba Lucy menggenggam tanganku." Oowh jadi kamu yang baru ulang tahun?, Selamat ya semoga sehat selalu dan sukses." Ucap Lucy sambil mendekatkan mukanya ke wajahku.

"i..i..iya kak, Terima kasih." Ucapku terbata-bata.

Lucy mengeluarkan sesuatu dari kantung dimensinya. Aku terkejut melihat kantung milik Lucy.

Kantung itu bukan kantung biasa. Kantung itu adalah kantung dimensi yang mampu menyimpan berbagai macam barang. Dan juga Kantung dimensi harganya sangat mahal dan langka.

" Nih buat kamu, ini yang bisa kuberikan padamu, aku berharap kelak kau menjadi penyihir terhebat." Ucap Lucy sambil memberikan tongkat sihir.

Aku menggenggam tongkat sihir yang diberikan Lucy kepadaku. " Tentu, Aku akan menjadi yang terhebat dari siapa pun." Ucapku dengan penuh semangat.

" Aduuh! Pintar sekali adik kecilku ini." Ucap Lucy lalu memelukku erat.

" Kak Lucy, Tolong lepaskan aku, dadaku sesak." Ucapku berusaha lepas dari pelukannya bukan karena sesak, namun malu dilihat banyak anak-anak yang sedari tadi mengawasi kita dari belakang.

" Lucy cukup lepaskan dia, lihat wajahnya memerah karenamu." Perintah Silvia membuat Lucy sedikit kecewa karena dia masih ingin memeluk Edward.

" Huh! Lain kali aku tidak akan melepasnya." Ucapku Lucy kesal.

Lucy mengalihkan pandangannya. " Ayo adik-adik, kita mulai pembelajaran kali ini dengan penuh semangat!.“ Ucap Lucy.

Ch. 3 Kota Lingbert

Di tengah hutan yang rimbun dan penuh misteri, Aku dan Kak Silvia menaiki kereta kuda kami dengan penuh antusias.

Aku, yang baru berusia 10 tahun, mengendarai Shadow, kuda hitam yang gagah. Di sampingnya, Kak Silvia dengan anggun menunggangi Misty, kuda putih yang setia.

Hari ini adalah hari yang sangat istimewa bagi ku . Aku akan menghadiri acara kebangkitan mana di kota Lingbert, sebuah tradisi penting yang menandai kebangkitan kekuatan magis dalam diri setiap anak yang mencapai usia 10 tahun.

“Kak Silvia, bagaimana rasanya ketika mana-mu bangkit?” tanya ku dengan mata berbinar-binar. Perasaan hatiku bercampuran antara kegembiraan dan sedikit rasa gugup.

Kak Silvia tersenyum lembut, mengingat kembali pengalamannya sendiri. “Itu adalah momen yang luar biasa, Edward. Rasanya seperti ada energi hangat yang mengalir di seluruh tubuhku, memberikan kekuatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Kamu pasti akan merasakannya juga.”

Aku dan Kak Silvia melanjutkan perjalanan melewati hutan Giantu, yang terkenal dengan pepohonannya yang lebat dan jalan-jalannya yang berkelok.

Di sepanjang perjalanan, suara kicauan burung dan gemerisik daun menambah suasana magis hari itu. Aku terus memikirkan tentang kekuatan apa yang akan aku dapatkan.

Selama diperjalanan aku berfikir, Apakah aku akan memiliki kemampuan memperkuat fisik dan bergerak cepat bagaikan assasin, seperti Kak Silvia? Atau mungkin kemampuan menguasai rapalan mantera sihir, seperti yang dimiliki Kak Lucy?

Setelah beberapa jam perjalanan, Aku dan Kak Silvia tiba di sebuah sungai kecil. Kak Silvia memutuskan untuk berhenti sejenak agar kuda-kuda yang kami tunggangi bisa beristirahat dan minum. “Kita punya cukup waktu, Edward. Jangan khawatir, kita akan tiba tepat waktu sebelum upacara dimulai.”

Aku duduk di tepi sungai, menatap bayangannya di air. “Aku berharap kekuatanku bisa membantu orang-orang, seperti Kak Silvia dan Kak Lucy,” Ucapku dengan suara lembut.

“Dan aku yakin kau akan melakukannya, Edward. Kau adalah anak yang luar biasa,” jawab Kak Silvia sambil tersenyum penuh kasih.

Setelah kuda-kuda kita cukup beristirahat, Aku dan Kak Silvia melanjutkan perjalanan.

Hutan semakin lebat, dan cahaya matahari hanya sedikit menembus kanopi pohon di atas kepala kita.

Namun, semangat Ku tak tergoyahkan. Aku tahu bahwa di balik pepohonan ini, masa depannya sedang menunggu.

Namun, tiba-tiba, dari balik semak-semak, muncul sekelompok bandit bersenjata. Mereka terlihat garang dan berbahaya, dengan senyum licik di wajah mereka.

“Berhenti di situ!” seru salah satu bandit dengan nada mengancam. “Serahkan semua barang berharga kalian, dan mungkin kami akan membiarkan kalian hidup.” Ucap pemimpin para bandit sambil menghunuskan pedangnya.

Aku merasakan jantungnya berdegup kencang. Aku melihat ke Kak Silvia dengan wajah penuh ketakutan.

Kak Silvia segera menarik kendali Misty dan turun dari kudanya, berdiri di depanku untuk melindungi.

“Jangan takut, Edward. Aku akan melindungimu,” bisik Kak Silvia dengan tegas sambil mengeluarkan sepasang belati tajam dari kantung dimensi.

Dengan penuh keberanian, Kak Silvia menghadap para bandit. “Kami tidak punya barang berharga yang kalian cari. Biarkan kami lewat, dan tidak akan ada yang terluka.”

Bandit-bandit itu tertawa keras. “Kau pikir kami akan begitu saja melepaskan kalian? Serahkan semuanya, atau kami akan mengambilnya dengan paksa.” Ancam Pemimpin para bandit.

Pemimpin para bandit kemudian memberikan isyarat kepada salah satu anak buahnya untuk menyerang. "Jangan sampai melukai wanita itu, kita bisa bermain-main dengannya nanti." Ucap pemimpin para bandit dengan tatapan mesum melihat ke arah Kak Silvia.

Salah satu bandit mendekati Kak Silvia dengan senjata terhunus. Namun, dengan gerakan cepat dan cekatan, Kak Silvia menangkis serangan itu dan menjatuhkan bandit tersebut.

Kak Silvia menatap tajam ke arah mereka, tidak menunjukkan rasa takut sedikitpun. "Aku hanya ingin melewati tempat ini. Aku tidak ingin ada masalah."

Salah satu bandit tertawa sinis. "Masalah sudah datang padamu, nona! . Kau sudah menyakiti anak buahku!." Ucap pemimpin para bandit dengan penuh amarah.

Kak Silvia menghela napas dalam-dalam, Kak Silvia menyilangkan Belati nya dan memasang kuda-kuda bertarung. "Aku tidak akan menyerah begitu saja," katanya tegas.

Membuat suasana sekitar menjadi sangat dingin dan sesak karena Aura pembunuh menyebar ke segala penjuru hutan.

Pertarungan pun tak terhindarkan. Dengan gerakan cepat, Kak Silvia menghunus belatinya dan menangkis serangan pertama yang datang dari salah satu bandit.

" Traangg - Tiiiiingg!." Denting Belati dan pedang beradu, bergema di udara saat.

 Kak Silvia menunjukkan kemampuannya yang luar biasa. Dia melompat, berguling, dan menyerang dengan presisi yang menakjubkan.

Meskipun dikepung, Kak Silvia tidak kehilangan fokus, dia terus menyerang dan menghindari setiap serangan. Satu persatu bandit tumbang oleh keahlian dan ketrampilan dalam bertarung.

Puluhan bandit, melihat temanya bergelimpangan, maju dengan kemarahan membara. Mereka menyerang dengan brutal, tapi Kak Silvia tetap tenang.

Aku terpesona melihat keberanian dan keterampilan Kak Silvia. Namun, jumlah bandit terlalu banyak, dan Kak Silvia tahu dia harus melindungi Edward dengan cara apapun.

“Edward, cepat! Sembunyilah di balik batu itu!” seru Kak Silvia sambil terus bertarung.

Aku berlari secepat mungkin menuju batu besar yang terletak tidak jauh dari situ. Aku bersembunyi di baliknya, matanku tidak bisa lepas dari Kak Silvia yang berjuang melawan para bandit.

Kak Silvia bergerak dengan lincah, menghindari serangan demi serangan dan mengalahkan beberapa bandit dengan keterampilan bertarungnya.

Namun, jumlah bandit yang banyak membuat situasinya semakin sulit, ditambah Ranah yang dimiliki para bandit berada pada Rana Pasukan setara dengan pasukan elit kerajaan.

Saat Kak Silvia mulai kelelahan, salah satu bandit berhasil menjatuhkan senjatanya. Aku melihat hal ini dengan panik.

Aku tahu aku harus melakukan sesuatu untuk membantu Kak Silvia. Dengan keberanian yang tiba-tiba muncul, Aku keluar dari persembunyian dan mengambil sebuah panah yang dijatuhkan para bandit.

Aku menarik tali busur lalu membidik salah satu bandit yang bersembunyi, siap untuk menusuk kan pedangnya ke Kak Silvia“Jangan berani-berani menyakiti Kak Silvia!” teriakku sambil melepaskan anak panah.

seketika anak panah melesat melewati pepohonan yang menghalangi, lalu menancap di bahu walaupun akurasi panahku jelek, namun dengan keberanianku mengejutkan para bandit.

Tepat pada saat itu, suara derap kuda terdengar mendekat. Sekelompok penjaga dari kota Lingbert datang dengan cepat, dipimpin oleh seorang kapten yang tangguh. “Lepaskan mereka!” teriak sang kapten. Para bandit, yang sekarang kalah jumlah, segera melarikan diri ke dalam hutan.

Penjaga Lingbert segera mengelilingi kita , memastikan kita aman. Kak Silvia menarik napas lega dan memelukku dengan erat. “Kamu sangat berani, Edward. Kamu menyelamatkan kita.”

Aku tersenyum lemah. “Aku hanya ingin membantu, Kak Silvia.”

Kapten penjaga mendekat dan memberi hormat. “Apakah kalian baik-baik saja? Kami mendengar ada keributan dan datang secepat mungkin.”

“Terima kasih, kalian datang tepat pada waktunya,” kata Kak Silvia dengan rasa syukur.

Dengan pengawalan para penjaga, kita melanjutkan perjalanan menuju Lingbert. Aku merasa lega dan bangga telah menghadapi bahaya bersama Kak Silvia.

Aku tahu bahwa acara kebangkitan mana nanti akan menjadi lebih bermakna setelah pengalaman ini.

Perjalanan semakin lancar saat aku dan Kak Silvia mendekati batas hutan. Perlahan-lahan, pepohonan mulai menipis dan kita bisa melihat cahaya terang dari kota Lingbert di kejauhan.

Menara-menara tinggi dan tembok kota yang kokoh menyambut kita dengan pemandangan yang megah.

“Kita hampir sampai, Edward. Siapkan dirimu untuk momen yang akan mengubah hidupmu,” seru Kak Silvia menatapku dengan semangat.

Aku mengangguk dengan penuh antusiasme. Aku dan Kak Silvia memacu kuda-kuda kita menuju Lingbert, melintasi jalanan berbatu yang mengarah ke pusat kota.

Dari kejauhan mataku memandang nampak sebuah bangunan megah dengan hiasan ornamen bebatuan dan pepohonan menambah kindahan.

"Luar biasa." Ucapku dalam hati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!