NovelToon NovelToon

Cinta Nara

Ditinggal kekasih

Cinta Nara

Part 1

Senja datang kembali. Senja yang selalu kutunggu. Menanti sang kekasih di bibir pantai. Sungguh indah lukisan langit jingga senja sore ini. Deburan ombak memecah lamunanku. Semilir angin yang menderu laksana cintaku yang terseret angin pantai dan menepi pada sosok Angga.

Iya, dialah cinta pertamaku. Seorang kakak kelasku waktu SMA. Sekarang Kak Angga sudah bekerja pada sebuah instansi pemerintah sebagai seorang pns di kotaku.

"Hai, sayang sudah lama berada di sini, " ucap Angga sambil tersenyum pada Nara.

"Iya nih, lama banget. Emang ngapain aja di kantor. Lalu aku disuruh datang sendiri ke pantai. Mbok ya, aku dijemput dari rumah. Mana sudah hampir setengah jam berada di sini " jawab Nara manyun.

"Begitu aja marah, Angga menghampiri Nara sambil mencolek dagu kekasihnya itu.

"Aku bawakan sesuatu untukmu. Pejamkan mata dulu ya.Tara ... , Angga lalu memberikan cincin emas putih yang langsung ia pasangkan ke dalam jari manis kekasihnya.

Nara tercekat tak bisa meluapkan rasa bahagianya dengan kata - kata. Aliran darahnya seperti berhenti sesaat. Disudut ujung matanya bulir- bulir air mata tumpah perlahan. Sangat terharu dengan pemberian Angga padanya.

"Jangan melow gitu sayang, ini pasangkan juga ke dalam jari aku, " pinta Angga.

Angga lalu mengeluarkan cincin emas putih yang sama persis dengan yang dimiliki Nara. Cincin yang tadi tersimpan di balik saku baju Angga kini telah melingkar ke dalam jari manisnya sendiri.

Ckrek ... , lalu kedua pasangan yang saling mencintai itu mengabadikan momen senja di pantai nan indah. Pantai panjang. Pantai yang keelokan alamnya dengan hamparan pasir putih yang memukau para pengunjungnya untuk sekedar menjejaki kakinya di pasir putih yang lembut.

Pantai dimana banyak pohon cemara dan pinus di sisi jalan yang memberikan kesan asri dan menambah kesejukan suasana pantai senja sore ini.

Pantai yang menjadi saksi bisu sepasang kekasih telah mengikat janji tak kan pernah saling meninggalkan.

"'''''""

Sudah hampir 3 bulan berlalu. Nara setiap sabtu sore selalu mengunjungi pantai ini. Alasannya sederhana. Ia hanya ingin menikmati lembayung senja.

Menikmati setiap keindahan ombak yang berkilau lewat pantulan sinar mentari yang mau tenggelam di samudera yang maha luas saat senja datang.

Melihat cahaya jingga di pantai ini menyeruak kenangan indahnya bersama kekasihnya. Angga. Lelaki yang kini pergi jauh menimba ilmu ke tanah jawa. Pergi meninggalkan Nara seorang diri. Pergi tanpa memberitahu dirinya sebelum keberangkatan untuk melanjutkan tugas belajarnya.

Rasa sakit di dada yang dirasakan Nara saat nama Angga terbesit di relung hatinya. Membuat hatinya makin tercabik - cabik saat orang lain yang lebih tahu dimana keberadaan Angga berada.

"Maafkan Angga, Nara. Kepergiannya mendadak. Pengumuman kelulusan tugas belajarnya tiba - tiba. Semua terkesan terburu- buru, " jawaban yang keluar dari mulut ayahnya Angga saat Nara berkunjung ke rumah Angga.

Hari - hari dilalui Nara dengan kesedihan yang mendalam. Pekerjaaannya sebagai seorang guru TK tetap tak bisa menyembunyikan rasa kehilangannya. Senda gurau dan kelakuan anak - anak yang masih polos itu hanya bisa dirasakannya sesaat saja.

Ketika tiba dirumah, apalagi dalam kamar seorang diri. Nara selalu terbayang wajah Angga. Cincin pemberian Angga terpaksa dilepas oleh Nara.

Ingin rasanya Nara pergi menyusul Angga, meminta penjelasan atas apa yang terjadi. Mengapa pergi begitu saja, pergi tanpa meninggalkan kata perpisahan.

Angga adalah cinta pertama Nara. Merajut cinta sejak Nara kelas 1 SMA. Sedangkan Angga duduk di kelas 3. Perkenalan pertama kali saat MOS ( masa orientasi siswa).

Kak Angga adalah kakak ketua panitia MOS.

"Hei ... , teman - teman. Lihat ada adik manis banget nih, " ucap Angga ketika Nara sedang latihan baris bebaris bersama teman - teman angkatannya yang baru masuk.

Semua mata akhirnya tertuju pada Nara. Nara lalu tersipu malu. Mukanya memerah antara senang dan takut. Senang ada seseorang yang memujinya. Takut nanti kakak angkatannya ada yang marah padanya.

Bagaimana tidak kak Angga adalah sosok kakak kelas yang paling tampan dan cerdas menurut Nara. Hehe ... , padahal baru seminggu ketemu. Memujinya sudah setinggi langit. Haha ....

Itulah pesona kak Angga. Selalu menebar senyum ke setiap orang yang baru dikenalnya. Sosoknya sudah membuat teman angkatan Nara banyak yang klepek - klepek pada kharisma kak Angga.

Nara beruntung karena dari sekian banyak teman - temannya kak Angga memilihnya untuk menjadi pacarnya. Duh senangnya hehe ....

Sst ... ternyata kak Angga pernah pacaran dengan teman sekelasnya.Tapi itu dulu.Tak mengapalah karena sudah menjadi mantan. Dan sekarang akulah kekasih hatinya yang selalu dirindukannya. Ucap Nara dalam hatinya dikala itu. Hehe ....

Setelah kak Angga menamatkan SMAnya. Kak Angga kemudian kuliah di Universitas Negeri di kota kami. Memilih jurusan Akutansi sesuai keinginannya.

Sosoknya yang cerdas membuat kak Angga berhasil masuk perguruan tinggi negeri tanpa tes. Melalui jalur PMDK ( Penelusuran Minat dan Kemampuan Politeknik Negeri ).

Angga menyelesaikan kuliah kurang lebih empat tahun. Tak tanggung tanggung kelar kuliah meraih peringkat coumlaude. Ckck ....

Tak berapa lama setelah menyelesaikan kuliah kak Angga pun mengikuti tes CPNS dan alhamdulillah lolos. Dewi fortuna memang selalu menghantui kak Angga. Hehe ....

Selama itu pula aku selalu mendamping kak Angga. Menjadi kekasihnya hampir tujuh tahun lamanya. Ini menginjak tahun ke delapan usia pacaran kami. Tinggal selangkah lagi untuk meresmikan hubungan ini. Tapi sekarang, kak Angga raib. Seperti menghilang tanpa jejak.

Nara telah berupaya menelpon Angga melalui ponselnya. Tapi nomor Hpnya pun telah berganti. Bisa saja Nara meminta nomor ponsel Angga pada adiknya. Namun hal itu urung dilakukannya. Mengingat Angga tahu nomor ponsel Nara. Seharusnya Angga yang menghubungiku terlebih dahulu. Itu yang selalu disesalkan oleh Nara.

Semua pertanyaan menyeruak dibenak Nara. Mengapa? Ada apa? semua tak bisa memberikan jawaban yang diinginkan Nara.

Hanya Angga yang tahu jawabannya. Hanya dia. Apa yang harus kulakukan. Jerit Nara dalam hatinya. Jerit seorang kekasih yang ditinggal pergi kekasihnya tanpa pesan.

Semua berkecamuk dalam pikiran Nara. Hanya bantallah yang menjadi tempat tumpahan air mata Nara di setiap malamnya. Berharap suatu hari Angga akan mengabarinya. Berharap akan ada jawaban dari segala hal yang berkecamuk dalam pikirannya.

Dan ... , ingin rasanya pergi jauh dari kota ini. Semua sudut kota mengingatkan Nara pada Angga. Tak mungkin bisa melupakan seseorang yang telah bertahun tahun bersemayam dalam hatinya.

Semakin kuat untuk melupakannya. Semakin terasa ada sembilu menikam dada Nara. Sakit teramat sangat. Menangis setiap malam, dan berharap bisa tidur selamanya. Dan ...

ketika bangun akan hadir sosok Angga di dekatnya.

Pasrah. Itulah hal yang sekarang Nara lakukan. Mencoba melakukan banyak hal. Ikut bimbel dan ikut berbagai informasi untuk mendapatkan beasiwa S2.

Terkadang karena sibuk menyibukan diri. Maka Nara sampai kelelahan sendiri. Tubuhnya semakin kurus dan sering jatuh sakit. Orang tua Nara pun kesal dengan Angga yang tega membuat anak semata wayang mereka menderita lahir dan batin.

"Nara ... , anakku bangkitlah nak. Kamu cantik dan masih muda. Jangan gara - gara Angga kamu jadi seperti ini , " ucap ibu sambil berurai airmata.

Nara ditempat tidur hanya memandang ibunya dengan pandangan sayu. Tapi ia bertekat dalam hatinya untuk tak ingin melihat ibunya menangis lagi.

Cinta Lama Bersemi Kembali

Cinta Nara

Part 2

Hampir tiga bulan lebih Angga berada di kota ini, kota Jakarta. Melanjutkan kuliah S2 jurusan Magister Akutansi (Maksi) Universitas Indonesia. Suatu kebanggaan pada diri sendiri sudah berhasil sampai pada titik ini.

Angin sepoi - sepoi berhembus di siang yang terik. Cuaca yang panas menyengat tertolong oleh pohon - pohon rindang di pelataran depan fakultas Maksi UI Salemba.

Kampus UI Fakultas Maksi yang asri. Kampus yang terletak di pusat kota. Beberapa bunga tampak bermekaran. Begitu juga dengan hati Angga. Cinta itu tumbuh kembali bermekaran bersama Dina.

Dina adalah cinta pertama Angga. Cinta yang dirasakan sewaktu mereka menginjak kelas tiga SMP. Angga begitu mencintai Dina. Tapi Dina pergi begitu saja meninggalkan kota Bengkulu menuju Jakarta. Dina meninggalkan separuh hatinya tertinggal di kota ibu Fatmawati ( istri presiden Sukarno).

Dina tak kuasa menolak kepergiaannya sendiri. Sebagai seorang anak perwira tinggi kepolisian Dina harus siap mengikuti ayahnya sebagai abdi negara. Ayahnya Dina di promosikan menjadi kapolres di Jakarta Selatan.

Cinta monyet yang mereka rasakan kembali bersemi di sini. Di almamater kuning ini cinta itu masih sama. Masih menggelora seperti dikala mereka masih remaja berseragam putih biru.

Bermula dari keberanian Dina yang iseng menelpon Angga tiga bulan lalu. Sore itu Angga belum pulang dari kantornya. Angga baru saja menerima pengumuman kelulusannya untuk mengikuti tubel (tugas belajar) di fakultas akutansi UI Salemba.

Tiba - tiba suara ponselnya berdering.

"Assalamualaikum Angga? apa kabar? masih ingat gak suaraku ini. Ya, udalah kalau emang lupa, " kata Dina mau mengakhiri telponnya.

"Tunggu ... , jangan dimatikan. Aku sepertinya mengenal suaramu, " suara yang tak mungkin aku lupa jawab Angga dalam hati.

"Dina ya !"

"Aku senang kamu masih bisa mengenal suaraku, " jawab Dina sambil mencoba mengatur degup jantungnya yang kian berdetak lebih kencang.

"Kamu apa kabar? Sudah hampir tujuh tahun kita tidak bertemu," kata Angga.

"Aku baik baik saja, sudah bekerja di perusahaan dan sekarang mau mengambil magister Akutansi di UI.

"A -pa ? kapan kuliahnya?, " tanya Angga penasaran.

"Minggu depan? aku mulai kuliah, " jawab Dina.

"Sama, kita akan kuliah ditempat yang sama, " ujar Angga pelan

Angga tak pernah menyangka. Keajaiban Tuhan itu ada. Seseorang yang pernah mengisi relung hatinya kembali hadir menawarkan cinta yang dulu sempat singgah.

Hampir dua tahun lamanya Angga terpuruk. Sampai ada Nara yang mampu membuka hatinya kembali. Nara memiliki rupa persis seperti Dina. Wajah dan kulit yang sama. Makanya saat pertama kali Angga melihat Nara ada desiran halus di dadanya seperti melihat kembali sosok yang amat dirindukannya.

"""'

Kegiatan di kampus begitu menyita waktu Angga. Mengambil kelas reguler adalah pilihan Angga. Sedangkan Dina mengambil jurusan ekstensi.

Disela - sela kesibukannya, Angga dan Dina bertemu di kantin pada sore harinya. Maklum saja, mereka berdua berbeda kelas. Angga jadwal kuliahnya pada hari senin sampai sabtu , dari pagi sampai sore. Sedangkan Dina setiap hari masuk sore dan malam. Kecuali hari sabtu masuk pagi sampai sore.

Untuk memudahkan proses perkuliahannya. Angga mencari kos - kosan di dekat kampus UI. Berjalan kurang lebih tiga ratus meter Angga sudah sampai di tempat ia menimba ilmu di sini.

Berbeda dengan Dina yang notabene anak Jakarta. Awalnya iya ingin bolak balik dari rumah, pekerjaan dan kuliah. Lama - lama ia memutuskan untuk menjadi anak kos juga seperti Angga.

Bekerja sambil kuliah amat melelahkan bagi

Dina. Akhirnya ia memutuskan untuk risign dari pekerjaan. Namun papanya Dina tetap menganjurkan Dina bekerja. Dina tak harus pergi setiap hari ke kantor. Dina adalah direktur sebuah perusahaan yang dibangun oleh papanya Dina.

Untuk menjalankan perusahaannya. Papa Dina akan mencari wakil direktur yang membantu Dina menjalankan kekosongan posisi direktur.

Menikmati kehidupan di Jakarta adalah keinginan Angga. Sudah bertahun - tahun hidup di kota Bengkulu. Ini pertama kalinya ia merantau. Pengalaman pertama dalam hidupnya.

Suasana senin pagi di pusat kota. Kendaraan lalu lalang seperti tak ada matinya. Geliat kehidupan dimulai pada pagi hari. Tampak beberapa mahasiswa dan para pekerja hilir mudik di depan gedung kampus Maksi UI.

Pagi yang cerah secerah hati Angga menyambut hangatnya mentari pagi. Setelah berpakaian rapi dan menggendong ransel di punggung lalu keluar dari kamar kos - kosan menuju kampus tercinta. Sambil bersenandung lagu " mutiara yang hilang, kini datang kembali .... "

Lagu itu diulang - ulang sampai tak terasa Angga sudah sampai ke tempat tujuannya.

Memasuki ruang kelas pun Angga masih tetap bersenandung kecil. Kemudian matanya mencari tempat duduk yang kosong di depan. Meletakkan tas ranselnya di bawah meja. Lalu duduk manis sambil menunggu kedatangan dosen dan beberapa teman yang belum datang.

"Ciye ciye ... , seorang teman mencolek Angga dari belakang. Karena sedari tadi matanya tak berkedip melihat Angga. Angga menoleh ke belakang sambil tersenyum pada Arif. "Napa Rif? "

"Kamu kenapa? kayak lagi seneng banget," ucap Arif penasaran.

"Iyalah, nanti sore aku mau jalan - jalan dengan Dina" ucap Angga pelan.

"Ooh ... , Arif membulatkan mulut tanda mengerti.

Arif adalah teman satu kampung dengan Angga. Satu tempat kerja dan sama - sama sedang kuliah mengambil jurusan yang sama. Sebagai seorang teman Arif tahu siapa pacar Angga di Bengkulu. Arif diam - diam menyukai Nara, cuma ia merasa sungkan pada Angga.

Jam dinding di ruang kelas menunjuk pukul 7.45 WIB. Beberapa mahasiwa sudah lengkap dan siap mengikuti mata kuliah manajemen pajak. Seorang pria tua berperawakan sedang dengan rambut sebagian memutih berusia hampir 50 tahun memasuki ruang kelas.

Pelajaran mata kuliah manajemen pajak berakhir sudah. Bapak dosen yang bernama Pak Aris lalu undur diri lalu dilanjutkan dengan mata kuliah yang lain dan seterusnya.

Selesai mata kuliah hari ini kurang lebih jam setengah tiga. Seperti yang telah disepakati bersama Dina. Angga ingin melihat monas dari dekat. Ini pertama kali ia ke monas setelah tiga bulan menginjakkan kaki di ibukota negara Indonesia tercinta.

Dengan naik mobil ertiga putih yang dikendarai Dina akhirnya sampai juga mereka ke tempat tujuan. Eits ... , sebelumnya mereka mampir sebentar untuk sholat ashar di Masjid Istiqlal.

Setelah menyelesaikan sholat ashar tibalah mereka di Monas. Jam tangan Angga menunjuk pukul 15.30 Wib. Bukan main senangnya Angga bisa melihat Monas dari dekat. Tapi apa dikata sebelum mobil mereka mau masuk langsung dicegat petugas parkir di pintu masuk.

Dina yang menyetir mobil lalu membuka kaca jendela mobilnya.

"Maaf mbak ... , Monas setiap hari senin tutup kecuali hari libur. Kalau mau besok saja ya!! Sesi pertama jam delapan pagi sampai jam empat sore. Sesi kedua jam tujuh malam s.d jam sepuluh malam, " kata petugas yang menjaga pintu masuk monas.

Tugu monas adalah ikon DKI Jakarta. Tugu ini dibangun sebagai monumen peringatan perjuangan dan perlawanan rakyat dalam merebut kemerdekaan dari pemerintahaan kolonial Belanda. Tugu monas ini memiliki tinggi 132 meter dengan mahkota bergambar lidah api yang dilapisi emas.

Lembaran emas yang menempel di mahkota monas diyakini oleh Angga dan sebagian orang Bengkulu adalah emas yang berasal dari Bengkulu.

Menurut berbagai literatur yang ada emas yang ada di monas adalah sumbangan dari seorang pengusaha dari Aceh bernama Teuku Markam pada masa pemerintahan presiden Sukarno. Emasnya berasal dari desa Lebong Tandai kabupaten Rejang Lebong provinsi Bengkulu.

Gagal sudah keinginan Angga untuk bisa melihat monas dari jarak dekat. Tak mengapa hanya sampai di pelataran pintu masuk saja. Akhirnya perjalanan mereka pindah ke kawasan Kota Tua.

Menikmati indahnya suasana malam di kota tua. Lampu - lampu berpijar menambah elok bangunan putih peninggalan Belanda. Riuh rendah suara pengunjung diikuti lantunan live musik menambah syahdu suasana malam ini.

Setelah mengelilingi berbagai bangunan dan museum yang ada di Kota Tua. Angga dan Dina menyempatkan diri untuk mampir ke dalam Cafe Batavia. Duduk sambil menikmati hidangan kuliner yang telah dipesan. Berbagi cerita dan sesekali tertawa lepas. Maklum saja Angga dan Dina sudah hampir tujuh tahun tidak bertemu.

Duduk saling berhadapan bersama Dina. Saling menatap dalam diam. Angga merasakan ada desiran halus menelusup di dadanya. Begitu juga yang Dina rasakan. Debaran yang dirasakan seperti yang dirasakan Angga.

"Din ... , apakah hatimu masih milikku," ucap Angga pelan sambil menggenggam jemari tangan Dina dan berusaha mengatur degup jantungnya yang melompat - lompat.

Lalu Dina mengangukkan kepala tanda mengiyakan dan tersenyum menatap mata coklat Angga.

Hormon norephinefrine mulai bekerja pada sepasang sejoli ini. Aura kebahagian bisa terlihat dari orang yang sedang jatuh cinta. Seperti yang dialami Angga dan Dina saat ini. Cinta yang pernah ada kini bersemi kembali.

Sahabat

Cinta Nara

Part 3

Kita tinggalkan sejenak Angga dan Dina yang tengah berbahagia. Berbanding terbalik dengan yang dialami Nara. Hatinya hancur, separuh jiwanya pergi. Hanya dengan Adeline seorang sahabat yang bisa menjadi tempat sandaran buat Nara berkeluh kesah.

Adeline adalah sahabat Nara sejak SMA. Persahabatan berlanjut saat Nara kuliah di Unib ( Universitas Bengkulu). Dan Adeline pun kuliah ditempat yang sama dengan Nara tapi berbeda jurusan.

Sebagai seorang sahabat yang mengetahui bagaimana perjalanan cinta Nara. Makanya Adeline selalu siap menjadi teman bicara Nara.

Disela kesibukan Adeline sebagai seorang pengajar di Lembaga Bimbel. Ia selalu menyempatkan waktu dan pikirannya untuk Nara.

Adeline adalah seorang pendengar yang baik dan juga paling jago memberi nasehat. Sosoknya yang periang dan humoris membuat Nara bisa sedikit terhibur.

Sore itu matahari malu - malu menampakan wujudnya. Jarum jam ditangan Nara menunjuk pukul 16.00. Dengan naik motor honda astrea putih Nara melesat menjemput adeline di kantornya. Kebetulan Adeline sudah selesai mengajar.

Motor honda itu membawa Nara dan Adeline melesat menerobos jalanan menuju pantai panjang. Ada selaksa bahagia Nara bisa melhat keindahan alam pohon pinus dan cemara di sepanjang pinggir jalan pantai panjang. Pohon pohon yang menjulang tinggi seakan menjadi pagar sebelum kita melihat indahnya samudra hindia yang mengagumkan ciptaan Tuhan.

Bersyukur kami sebagai warga Bengkulu tak perlu jauh - jauh mengunjungi pantai ini. Membutuhkan waktu hanya 15 menit dari pusat kota untuk menuju pantai yang cantik ini.

Tiba di pinggir pantai panjang. Nara memarkirkan motornya. Lalu keduanya berlari - lari kecil bersama Adeline menuju pantai. Semilir angin yang cukup keras menghempas kegalauan kedua anak gadis ini. Mereka tertawa lepas saat menjejaki kaki diihamparan pasir putih nan lembut. Lalu mengejar ombak yang datang silih berganti. Berteriak dalam derunya ombak adalah hal yang biasa dilakukan oleh mereka berdua.

"Aku benci kamu Angga, " teriak Nara dalam hempasan ombak yang menghampirinya.

"Aku benci kamu Dirga," teriak Adeline berteriak lebih keras lagi.

"A-pa? " Nara kaget setelah apa yang diucapkan Adeline. Merasa paling bersalah karena tak peka Adeline mempunyai masalah yang sama dengannya.

"Adeline ... , " kamu kenapa? kenapa tak pernah cerita padaku kalau ada masalah.

Adeline tersenyum , lalu berkata, " Aku gak apa - apa. Biar sama- sama berteriak berdua. Hehehe ... , " Adeline menyangkal ucapan Nara.

Adeline yang periang sosok humoris yang jago memberi nasehat. Selama Nara berteman tak pernah melihat sahabatnyanya ini dirundung masalah. Ya, sudahlah yang penting saat ini Adeline baik- baik saja pikir Nara dalam hati.

"Adeline ... sekarang aku uda lega. Melupakan semua tentang Angga. Harus, terkadang sepintas dalam pikiran kalau Angga akan kembali lagi. Tapi itu tak mungkin. Aku tak mau berharap lagi."

"Iya, Nara. Lupakanla Angga, karena dia tak pantas mendapatkan orang sebaik kamu. Gadis cantik yang baik. Dia akan menyesal meninggalkanmu. Karena kamu terlalu baik Nara."

Nara tersenyum sumringah mendengar ucapan Adeline.

"Akan aku buktikan pada dunia. Aku akan baik - baik saja tanpa kamu, Angga, " ungkap Nara

Lalu Nara melepaskan cincin dari jari manisnya yang pernah diberikan Angga padanya. Kemudian Nara berlari kecil ketengah pantai saat ombak surut. Dilemparnya cincin itu ke dalam lautan yang maha luas.

"Di saat senja kau berikan cincin pengikat janji. Disaat senja pula cincin ini kulepas. Aku berharap akan segera melupakanmu Angga, " Nara berucap di dalam hatinya.

Kemudian Nara kembali ke bibir pantai. Ada rasa lega saat cincin itu telah benar - benar hilang dari pandangannya.

"Ayo Adeline ... , kita pulang, " ajak Nara menggandeng tangan sahabatnya itu.

Lalu motor honda putih itu melesat melintasi jalanan. Sayup - sayup suara adzan magrib berkumandang.

Setelah mengantar pulang Adeline, Nara mampir ke masjid terdekat dari rumah Adeline. Oh ... ya, Adeline berbeda akidah dengan Nara. Nara yang beragama Muslim dan Adeline beragam kristen. Perbedaan diantara mereka tak menghalangi persahabatan mereka.

Sepulangnya dari mengantar Adeline. Nara langsung pulang menuju rumah. Ibunya Nara menyambutnya dengan harap harap cemas. Karena Nara biasanya ijin dulu kalau mau pergi pulang setelah magrib.

Jam dinding di rumah Nara menunjuk jam setengah sembilan malam. Tiba - tiba bunyi telpon rumah Nara berdering.

"Assalamualaikum Nara, Adeline meninggal dunia. Dia minum racun rumput, " sahut seseorang di ujung telpon memberi tahu Nara.

"Tidak mungkin, " tak percaya apa yang baru didengarnya."

Sontak saja gagang telponnya terlepas dari genggaman tangan Nara. Nara begitu terkejut. Seperti mendengar berita yang mustahil. Dan Nara selalu berulang kali berucap tidak mungkin sambil berteriak. Tak mau menerima kebenaran dari berita buruk yang baru saja didengarnya.

Mendengar teriakan Nara. Ibu lalu menghampirinya. Lalu memeluk Nara yang sedang duduk di depan telpon dengan wajah bermandikan air mata.

"Ada apa yang tidak mungkin Nara, " ucap ibu sambil menghapus air mata anaknya.

Masih sesunggukan Nara mengatakan tidak mungkin Adeline meninggal. Baru beberapa jam yang lalu Nara masih bersama Adeline. Nara tak yakin apa yang sudah didengarkannya sebelum melihat langsung sahabatnya itu.

Bersama ibunya Nara langsung menuju rumah Adeline. Di teras depan rumah Adeline tampak kerumunan orang - orang yang ikut melayat. Tampak beberapa teman SMA dan kuliah Adeline berkumpul dirumah Adeline.

Masih terdengar isak tangis keluaga Adeline yang belum bisa menerima kepergian Adeline yang mendadak.

Tangis Nara pun pecah di depan jenazah sahabatnya itu. Menangis tersedu - sedu berbaur dengan tangis keluarga Adeline.

Merasa sangat bersalah kenapa Adeline tak pernah bercerita masalah yang sedang dihadapinya.

Bisik - bisik terdengar beberapa orang yang mengatakan Adeline bunuh diri minum racun rumput untuk mengakhiri hidupnya. Alasan dibalik itu karena masalah cinta. Perbedaan agama yang menghalanginya dengan Kak Reno.

Sungguh tragis nasibmu sahabatku.Hanya karena cinta yang tak direstui oleh kedua orang tua mereka. Maka kau ambil jalan pintas yang salah. Bunuh diri.

Tubuhmu terbujur kaku dengan senyum terukir di wajah pucatmu. Mungkin kau telah tenang di sisi Tuhanmu. Aku akan selalu berdoa dengan caraku untukmu. Maafkan aku sebagai seorang sahabat tak pernah tahu masalahmu. Kau menyimpan rapat lara di hatimu.

Keesokan harinya. Saat matahari tepat di atas kepala. Kurang lebih jam 12-an jenazah Adeline dikebumikan. Nara dan Ibunya turut hadir dalam acara pemakaman tersebut.

Selamat jalan Adeline, selamat jalan sahabatku. Terimakasih untuk semuanya. Selalu ada buatku. Maafkan aku tak pernah mengetahui masalah yang kau hadapi.

Begitu kejamnya cinta sampai kau mengakhiri hidupmu dengan jalan seperti ini. Kau terlalu baik, orang baik yang pergi begitu cepat. Hanya linangan air mata yang menghantarkan kepergianmu. Ungkap hati Nara yang dituangkannya melalui diary mungil yang selalu menjadi tempat curhatnya selain Adeline.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!