NovelToon NovelToon

Touriverse: Distortion Fiction Zero

Prolog

Pada suatu malam yang sunyi, di sebuah rumah bagaikan istana yang nyaman, suara berderit terdengar dari lantai keramik baru yang mengkilau.

Lampu malam yang redup menerangi ruangan dengan cahaya lembut, menciptakan bayangan-bayangan yang menari di dinding.

Terlihat Shizumichi, seorang anak kecil berusia delapan tahun memiliki rambut merah panjang dengan sedikit warna emas pada bagian poninya.

Dia dengan hati-hati membuka pintu kamarnya, berusaha sekuat tenaga agar tidak membangunkan adiknya yang sedang tidur nyenyak.

Namun, Kazumi, adik perempuannya yang baru berusia empat tahun dengan rambut emas pendeknya itu, ternyata memiliki pendengaran yang tajam.

Ia mengucek-ngucek matanya yang masih mengantuk, lalu bangkit dari tempat tidurnya.

“Kakak."

"Kakak."

Awalnya Shizumichi tidak mendengarnya, tetapi dia sempat hampir melompat ketika kain bajunya ditarik-tarik.

"... ...!"

"Terbangun pada pukul malam seperti ini..."

"Kak Shizu, mau ke mana?” tanya Kazumi dengan suara lirih dan mata setengah tertutup.

"Aku tidak akan pergi kemana-mana kok."

Kazumi memasang ekspresi cemberut sampai dia bisa dengan jelas membaca isi pikiran dari Kakaknya itu yang merupakan kemampuan spesial dari keturunannya, "Pembohong..."

"Isi pikiran dalam otak Kakak dipenuhi keanehan."

Shizumichi menghela nafasnya karena tahu dia tidak akan pernah bisa berbohong kepada adiknya yang dapat membaca pikiran siapapun. "Ketahuan ya..."

"Aku tidak mengerti..."

"Tidak ada pilihan lain." Jawab Shizumichi.

"Semua ini demi kebanggaanku."

"Masih belum mengerti! Kalau Kakak pergi jauh, aku tidak mau!" Suara Kazumi terdengar khawatir sekarang sampai ia juga dibingungkan dengan pikiran Kakaknya.

"Tidak kok."

"Hanya pergi sementara saja kok." Shizumichi tersenyum.

"Tidak mau!!!" Suara Kazumi semakin keras hingga kekhawatiran itu terkesan semakin menjadi kesedihan.

"Aku tidak ingin ditinggal sendirian..."

Air mata mengalir keluar, Kazumi mulai menangis layaknya seperti anak kecil yang tidak ingin ditinggal.

"Kakak!" Dia menangis selagi memanggilnya.

Suara tangisannya semakin terdengar keras sampai Shizumichi tidak tahu harus melakukan apapun.

Semakin dibiarkan, suaranya semakin membesar sampai ia memanggilnya dengan penuh jeritan.

"Kakak! Aku ingin pergi denganmu!!!"

Shizumichi terkejut dan segera menenangkan. “Ssst... Kazumi, jangan keras-keras."

"Kakak hanya ingin pergi sebentar, tidak lama kok,” bisiknya sambil berusaha terdengar tenang.

Kazumi yang masih menangis segera lompat-lompat dan menarik ujung baju kakaknya. “Aku ikut, Kak Shizu! Aku mau ikut!”

"Aduh..."

“Kazumi, tidak boleh. Ini rahasia kakak. Kamu nanti hanya akan membuatmu semakin ribet,” kata Shizumichi dengan nada setengah membujuk, setengah memerintah.

Air mata semakin mengalir deras di mata Kazumi. “Tapi aku takut sendirian, Kak Shizu!"

"Aku mau ikut! Aku tidak ingin Kakak pergi jauh-jauh!” Teriak Kazumi dengan suara gemetar

Shizumichi menghela napas panjang. “Tidak ada pilihan lain..."

"Baiklah. Mari kita pergi bersama."

"Beneran?" Kazumi menghapus air matanya selagi memasang tatapan senang padanya.

"Tapi, kamu harus dekat denganku ya. Kita akan terbang cukup jauh dan tinggi."

"Terbang tinggi dan jauh itu mustahil... aku tidak bisa..."

"Kakak bantu kok selama kamu mau pegang erat-erat, dan jangan membuat keributan."

Kazumi mengangguk antusias, senyumnya mengembang lebar, "Hm! Terima kasih, Kakak!"

Mereka berdua kemudian melangkah pelan-pelan keluar rumah, menapaki jalan setapak yang sunyi di bawah cahaya bulan yang bersinar terang.

Shizumichi mulai terbang bersama Kazumi yang sedang memegang lengannya erat-erat dimana perjalanan mereka ternyata menuju ke sebuah taman bermain yang tak jauh dari rumah.

Shizumichi dengan mata bersinar-sinar mendekati ayunan kesayangannya.

“Ini dia tempat rahasia kakak. Ayunan ini!” seru Shizumichi dengan bangga sambil duduk di atas ayunan yang berderit pelan.

Kazumi yang sudah mulai mengantuk kembali mengucek-ngucek matanya. “Hanya untuk main ayunan, Kak Shizu?"

"Tengah malam begini?” tanyanya dengan nada kecewa.

Shizumichi mengangguk penuh semangat. “Iya! Ini saat paling seru, Kazumi! Nggak ada yang ganggu, dan ayunannya berasa terbang beneran!”

Kazumi hanya bisa menghela napas sambil melihat kakaknya yang tertawa riang di atas ayunan.

Malam itu, Kazumi menyesal telah memaksa ikut, sementara Shizumichi tetap menikmati ayunan malamnya dengan penuh keceriaan.

Bagi Shizumichi, ini adalah petualangan yang tak terlupakan, namun bagi Kazumi, ini adalah salah satu keputusan yang paling ia sesali seumur hidupnya.

Shizumichi mulai menggunakan ayunan itu lalu mengayunkan dirinya dengan gembira, sementara Kazumi berdiri di dekatnya, menahan rasa kantuk dan kebingungan.

“Kenapa sih, Kak Shizu, harus tengah malam? Kenapa tidak siang aja?” tanya Kazumi dengan suara lemah.

Shizumichi berhenti sejenak, lalu dengan ekspresi serius menjawab, “Karena kalau siang banyak anak-anak lain yang rebutan ayunan ini."

"Lagipula, malam hari itu spesial. Lihat deh, Kazumi, bintang-bintang di langit. Sangat cantik, kan?”

Kazumi mendongak, melihat langit malam yang penuh bintang. Sedikit terhibur, tapi tetap merasa lelah, dia hanya mengangguk pelan. “Iya, cantik... tapi aku ngantuk, Kak Shizu.”

Shizumichi tersenyum. “Sudah, sebentar lagi kita pulang. Kakak cuma mau satu ayunan lagi yang kencang."

"Kamu lihat, ya?”

Shizumichi kembali mengayunkan dirinya dengan semangat, berusaha mencapai ketinggian yang belum pernah ia capai sebelumnya.

Sementara itu, Kazumi mulai menguap dan duduk di rumput, memeluk lututnya.

Beberapa saat kemudian, Shizumichi melompat turun dari ayunan dengan lompatan dramatis, mendarat dengan gaya pahlawan yang ditiru dari film kesukaannya. “Tadaaa! Lihat, Kazumi! Keren, kan?”

"Uwoooohhhhh!" Kazumi terbinar-binar menyaksikan lompatan Kakaknya itu.

“Kak Shizu, aku mau coba ayunan itu juga. Boleh tidak?” pinta Kazumi dengan mata berbinar.

Shizumichi tersenyum. “Tentu, Kazumi. Kakak bantuin, ya?”

Kazumi mengangguk antusias, dan Shizumichi pun membantu Kazumi duduk di ayunan itu. Shizumichi berdiri di belakangnya, siap mendorong adiknya dengan lembut.

“Siap, Kazumi? Pegang erat-erat, ya!” kata Shizumichi.

Kazumi mengangguk lagi, memegang tali ayunan dengan kuat. Shizumichi mulai mendorong perlahan, ayunan mulai bergerak maju mundur. Kazumi tertawa riang, menikmati sensasi ayunan.

“Kak Shizu, lebih tinggi lagi! Lebih tinggi!” seru Kazumi dengan semangat.

Shizumichi, yang merasa tantangan ini mudah, mulai mendorong lebih keras. Ayunan semakin tinggi, dan Kazumi tertawa semakin keras.

Namun, Shizumichi ingin membuat adiknya lebih senang lagi, jadi dia memutuskan untuk memberikan dorongan terakhir yang super kencang. “Oke, Kazumi! Siap-siap! Satu, dua, tiga!”

Dengan dorongan super kuat, ayunan melesat ke depan dengan kecepatan luar biasa.

Kazumi tertawa terbahak-bahak, tapi tiba-tiba tertawa itu berubah menjadi jeritan saat ayunan mencapai ketinggian yang tidak terduga.

“Kak Shizuuu! Terlalu tinggi!” teriak Kazumi dengan suara panik.

Ayunan itu terlempar begitu tinggi hingga Kazumi hampir terlihat seperti terbang.

Dia melewati puncak pohon dan terus naik hingga awan-awan tampak semakin dekat.

Wajah Kazumi berubah dari senang menjadi kaget campur panik.

Sementara itu, di bawah, Shizumichi menatap dengan mulut ternganga, tidak percaya dengan apa yang baru saja dilakukannya. “Kazumiii! Pegang erat-erat!”

Shizumichi menginjak daratan sekuat tenaga lalu ia melakukan lompatan tinggi sampai tak sengaja melewatinya.

"Si-Sial! Aku menggunakan terlalu banyak tenaga!"

"Kakaaaaaaakkkkkkk!!!" Jerit Kazumi keras yang mulai terjatuh menuju daratan.

"Gawat. Aku harus melakukannya!" Shizumichi memunculkan jarum jam pada mata kirinya yang memperlihatkan jarumnya berhenti melakukan putaran.

Kekuatan dari waktu dia gunakan, menghentikan waktu yang menyebabkan tubuh Kazumi tidak bergerak sama sekali sampai dia menggunakan momentum itu secepat mungkin.

Hanya beberapa detik saja...

Akhirnya, setelah beberapa putaran dramatis di udara, ayunan itu mulai kehilangan momentum dan perlahan turun kembali ke bumi.

Kazumi mengira bahwa dia akan terluka, tapi ia tidak menyadari dirinya yang sekarang berputar-putar seperti baling-baling, mendarat dengan lembut di atas tubuh Shizumichi, masih memegang tali ayunan dengan erat.

“Kazumi! Kamu tidak apa-apa?”

"Syukurlah... untungnya aku sempat menghentikan waktu."

Kazumi mengangguk pelan, matanya masih berputar-putar seperti tokoh kartun yang pusing.

Namun, ekspresinya segera berubah menjadi marah. “Aku nggak apa-apa, Kak Shizu..."

"Tapi, Kakak keterlaluan!” katanya dengan nada kesal.

Shizumichi, yang merasa bersalah, mencoba tersenyum menenangkan. “Maaf, Kazumi. Aku tidak sengaja. Aku hanya ingin membuatmu senang.”

Kazumi melipat tangannya di dada, mukanya cemberut. “Aku tidak mau lagi diajak main sama Kak Shizu!"

"Kamu selalu bikin aku takut! Aku tidak percaya sama Kakak lagi!”

Shizumichi terdiam, merasa sangat bersalah. “Kazumi, aku janji tidak akan mengulanginya lagi. Maafin kakak, ya?”

Kazumi berdiri, masih dengan muka cemberut. “Tidak mau!"

"Aku pulang sendiri aja!” katanya sambil berjalan menjauh.

Shizumichi mengikuti dari belakang, mencoba membujuk adiknya. “Kazumi, tunggu! Maafkan kakak, ya?”

Kazumi terus berjalan, tak mau mendengarkan. Shizumichi hanya bisa menghela napas panjang, sadar bahwa dia harus bekerja keras untuk mendapatkan kepercayaan adiknya kembali.

Dan meskipun Shizumichi menyesal, Kazumi tahu bahwa petualangan dengan Kakaknya selalu penuh kejutan—baik yang menyenangkan maupun yang menakutkan.

Tetapi kali ini, Kazumi merasa cukup dengan petualangan konyol yang nyaris membuatnya terbang ke luar alam semesta.

Awal Suatu Cerita

Di dalam rumah kecil yang nyaman, Shizumichi berdiri di hadapan sesosok Ibunya yang terlihat begitu kesal. Sementara itu, Kazumi tergeletak di sebelahnya dengan ekspresi kesakitan.

"Kalian berdua memang menyedihkan... penyesalan terbesarku dalam kehidupan ini adalah melahirkan kalian yang tak ada nilainya!!!" seru ibunya dengan nada marah.

"Ibu kebanyakan enaknya saja! Tanggung jawab yang Ibu berikan kepada kami benar-benar nihil!"

"Apa kau bilang?! Dasar gadis tak tahu malu!"

"Kamu perlu diberi pelajaran!" Ibunya mengayunkan tangannya, bersiap menampar Shizumichi.

Namun, tepat saat tangan Ibunya hampir mengenai pipi Shizumichi, semuanya berhenti. Shizumichi menatap lurus ke arah kamera imajiner, lalu mengangkat tangannya, membuat tanda "T".

"Cut! Stop dulu!" teriak Shizumichi. Semua orang di sekitar terlihat bingung, termasuk Kazumi dan Ibunya.

...

...

Kazumi yang sedang menulis skenario sebelumnya langsung menatap Shizumichi karena sudah menghentikan dirinya.

"Apalagi...? Kau ini kebanyakan mengeluh tentang awal cerita yang aku tulis." Kazumi bertanya dengan tatapan lelah.

Kazumi menurunkan buku tulisnya, menatap Shizumichi dengan alis terangkat. "Bukankah sekarang waktu yang tepat untuk beristirahat?"

"Waktunya sudah cukup larut malam," ucap Kazumi selagi menatap keluar jendela yang sudah gelap gulita.

Shizumichi berdiri dan menatap Kazumi dengan serius. "Kazumi, aku bosan dengan awalan cerita yang selalu berjalan seperti ini."

"Setiap kali ada masalah, selalu ada adegan tamparan dari Ibu atau mungkin orang tua. Tidak ada yang lebih kreatif apa?"

"Kakak, ini kan bagian dari cerita yang aku tulis. Kamu harus ikuti skenarionya."

"Lagi pula terkadang semua cerita memang harus memiliki awal yang hampir persis dengan awalan lainnya."

"Itu yang membuatnya laku dalam pasarnya sendiri."

"Terkadang bersikap terlalu idealis itu tidak baik."

Kazumi mengerutkan kening dan menulis sesuatu di bukunya. "Ditambah lagi ini kan adegan yang dramatis. Orang-orang suka drama."

"Drama seperti itu terlalu biasa. Orang-orang kebanyakan lebih suka drama pada sosial media tahu," balasnya selagi melipatkan kedua lengannya.

Shizumichi menggeleng. "Dan awalan ini terlalu klise, Kazumi. Bagaimana kalau kita buat yang lebih lucu dan tidak seperti biasanya?"

Kazumi berhenti menulis, berpikir sejenak. "Hmm, lucu dan tidak biasa, ya?"

Shizumichi mengangguk penuh semangat. "Iya! Misalnya, bagaimana kalau Ibu tidak jadi menamparku, tapi malah memberiku... es krim? Atau balon? Atau..."

Kazumi tertawa kecil. "Es krim? Balon? Kakak, kamu kan tahu ini cerita tentang kesalahanmu. Mana mungkin dapat es krim."

Shizumichi menghela napas. "Oke, mungkin bukan es krim. Tapi kita bisa membuat adegan yang lebih kreatif dan nggak selalu tentang kekerasan fisik."

"Nanti mereka mengira ini adalah cerita dengan karakter utama yang Broken Home."

"Tidak maksud menyindir broken home. Maaf." Shizumichi menundukkan kepalanya.

"Lagi-lagi mulai ngelantur..." Kazumi menghela nafasnya.

"Baiklah, Kak Shizu. Aku akan coba tulis ulang."

Semua tulisan Kazumi tidak memberikan kepuasan apapun kepada Shizumichi hingga awalan dari ceritanya berakhir diubah.

Perubahan yang tidak begitu signifikan karena Kazumi pikir lebih baik merubahnya agar bisa mengubah pikiran Shizumichi juga yang menginginkan revisi lagi dan lagi.

...

...

"Ibu! Ayah!" teriak Shizumichi keras selagi mengulurkan lengannya ke depan.

Penglihatannya menyaksikan pemandangan yang begitu mengerikan sampai dapat memicu trauma yang dalam.

Air mata mengalir deras layaknya seperti air terjun dalam kedua matanya sampai ia tidak bisa melakukan apapun untuk menyelamatkan kedua orang tuanya.

Orang tuanya yang telah dibunuh oleh sesosok siluet hitam, bentuknya atau penampilannya tidak terlihat sama sekali sampai Shizumichi tidak dapat mengidentifikasinya.

Shizumichi perlahan-lahan bangkit dari atas lantai yang licin karena air matanya, sudah sepastinya dia akan melawan.

Namun, kenyataannya...

"'Cut! Cut! Cut!!!"

...

...

Kazumi mengepalkan pensilnya dengan sangat erat karena ia sudah muak mendengar perkataan 'Cut' darinya yang sudah melebihi ratusan kali.

"Sekarang apalagi...!?" tanyanya dengan suara keras.

"Ini awalan paling membosankan dari segala cerita yang pernah tertulis!"

"Awal cerita... Orang tua karakter utama terbantai..."

"Aaaggghhhhh! Cerita yang begitu klise dan biasa! Pasti si karakter utama akan memiliki kekuatan monster aneh dalam dirinya yang tak terkendali."

"Atau mungkin dia akan memiliki sikap dingin karena kehausan dengan yang namanya balas dendam."

Shizumichi terus berbicara tanpa henti sampai Kazumi dapat merasakan otaknya yang berputar-putar ratusan keliling.

Jika dia dibiarkan seperti itu maka Kazumi tidak akan mendapatkan waktu tidurnya, tak ada pilihan lain kecuali memberikan pensil itu kepadanya.

"Nih! Pikirkan sendiri saja! Aku mau tidur!" Kazumi bangkit dari kursinya.

Shizumichi memasang tatapan kaget lalu ia melihat Kazumi yang mendekati kasurnya, tetapi ia langsung menarik lengannya.

"Tidak! Tidak! Tidak!"

"Jangan tidur dulu! Kita setidaknya harus menyelesaikan awal cerita ini!" Shizumichi memohon dengan suara kerasnya itu.

"Kenapa tidak besok saja sih?! Sekarang sudah menginjak pukul tiga di pagi hari!!!" balasnya dengan suara yang begitu tinggi dan kesal.

"Itu artinya kita tidak membuat proses apapun... aku mohon, Kazumi... Aku mohon~" Shizumichi memperlihatkan tatapan yang dipenuhi belas kasih untuk mengubah pikirannya.

"Grrrggghhhh... Merepotkan sekali!!!" Kazumi kembali duduk di sebelah Shizumichi yang terlihat sangat senang.

"Baiklah~ sudah waktunya untuk memperlihatkan kemampuan---"

"Cut!" Kazumi menyela.

"Heh!? Aku belum mulai menu---"

"Cut! Cut!" Dia terus menyela sampai Shizumichi memegang kedua bahunya itu.

"Aku belum mulai menulis!!!"

...

...

"Kenapa dunia ini hanya untuk mereka yang memiliki kelebihan seperti bakat...?" tanya Shizumichi yang sedang berdiri sendirian di padang rumput.

Suasana begitu sunyi dan damai, walaupun sunyi air hujan terdengar begitu keras dikarenakan cuacanya sedang turun hujan yang begitu deras.

Tubuh Shizumichi basah kuyup dikarenakan hujan yang tentunya membasahi tubuhnya itu.

"Padahal seharusnya dunia ini diberikan keadilan dengan menyamai semuanya... disetarakan dalam segala aspek seperti privilege."

"Mereka menginginkan sesuatu yang instan... itu menyedihkan---" Shizumichi melihat ke depan sampai terkejut oleh kedatangan Kazumi dengan tatapan kesalnya itu.

"Awalan apa ini... kenapa sampai ada kata 'privilege'. Tidak! Ini lebih meniru awal cerita dari cerita sebelumnya yang sudah tamat!!!"

"Cuuuuuuuuuuut!!!" teriak Kazumi keras.

...

...

"Apa-apaan kau ini mencoba untuk menjiplak awal cerita dari Yuusuatouri alias cerita awal?! Kau ingin mengulangi konflik yang sama, hah!?" Kazumi menarik pipi Shizumichi.

"Aduh-duh! Sakit!" Shizumichi menyingkirkan jari adiknya itu.

"Apa sih, Kazumi?! Inikan cerita yang murni berasal dari ideku!"

"Hah!? Kau tidak memiliki pemikiran yang sama ketika aku menulis awal ceritanya!"

"Itu karena ceritamu sangat klise dan membosankan sampai kebanyakan novel di pasarnya tersendiri memiliki awalan seperti itu!" serunya.

Kazumi merasakan frustrasi yang menekan dirinya cukup dalam sampai ia ingin sekali menendang Shizumichi keluar dari kamarnya itu.

Tetapi, sayangnya dia harus tetap menghormati sesosok Kakaknya itu. Walaupun terkadang dia memiliki pemikiran aneh yang selalu merepotkannya.

"Ditambah lagi, aku tidak berniat untuk menjiplak! Kau sendiri tahu istilah 'ATM' bukan?!"

"Nah, mulai! Lagi-lagi kata aneh yang tidak ada di kamus bahasa mana pun!" Kazumi menggelengkan kepalanya.

"Ucap seorang gadis bermata empat yang dikatakan pintar. Kata-kata itu berasal dari Manusia negara Indonesia." Shizumichi mengangkat jarinya.

"ATM alias Amati, Tiru, Modifikasi."

"Itu yang aku coba lakukan." Shizumichi tersenyum bangga dengan gerakan tambahan berupa tepukan pada dadanya sendiri.

Kazumi hanya bisa diam dengan ekspresi yang sudah sangat lelah dan juga kebingungan, seperti biasa Kakaknya memang selalu memiliki kata-kata aneh yang muncul murni dalam otak dangkalnya.

Tidak mau melanjutkan percakapannya, dia langsung mengambil pensilnya lalu dihancurkan hanya dengan kedua telapak tangannya.

"Oh, lihat. Pensilnya---"

Shizumichi memperlihatkan lambang jam pada mata kirinya yang menyebabkan dua potongan pensil itu bersatu kembali karena kekuatan waktunya.

"Pensilnya diperbaiki. Nehehehe." Shizumichi terkekeh.

"Naarrrrgggghhhhhh! Aku mau tidur! Aku mau tidur!!!" Kazumi mengacak-acak rambutnya penuh emosi.

"Tidak, kita akan lembur sampai menemukan awal cerita yang baru!!!" Shizumichi mengangkat tinjunya ke atas.

Kazumi perlu memikirkan sesuatu untuk melewati situasi ini, satu-satunya cara terbaik yang bisa dia lakukan adalah memberikan sesuatu padanya.

Pada akhirnya, Kazumi memang harus menawarkan sesuatu kepada Kakaknya sampai pikirannya itu berubah dimana ia mau memenuhi keinginannya.

Jika terus dilanjutkan Kazumi akan berakhir tertidur di atas meja, sekarang saja matanya sudah terasa begitu berat.

Dia memulai pergerakan pertama dengan menepuk bahunya itu, "Kakakku yang tercinta dan tercantik. Alangkah baiknya kita tidur hari ini."

Shizumichi mengangkat alisnya, "Hoh?"

"Pada siang hari kita akan menikmati camilan terenak yaitu kentang goreng. Jadi sekarang kita---" Tangan Kazumi yang menyentuh bahunya itu langsung terjatuh karena Shizumichi melakukan perpindahan instan sampai tiba di atas kasurnya itu.

"Ayo, kita tidur sekarang, Kazumi~" Shizumichi menepuk-nepuk kasurnya itu.

"Kau tidur di kamarmu!" Kazumi mendekati kasurnya.

"Tidak mau! Kamarku jauh!"

"Jauh!? Kamar kita ini terhubung dengan pintu di sebelahmu itu---"

Shizumichi tertidur cepat sampai Kazumi hanya bisa diam dengan tatapan lelahnya itu sampai ia tidak memiliki opsi lain kecuali menghela nafasnya cukup panjang.

"Merepotkan..."

Kazumi berbaring di sebelah Shizumichi yang tertidur, dia menepuk tangannya dua kali untuk mematikan lampu dalam kamarnya.

Kepalanya mulai ia istirahatkan pada bantal empuk lalu dia menatap ke atap, "Tidak terasa waktu berlalu cepat..."

"Dulu aku ingat Kakak bodoh di sebelahku selalu saja mengajak bermain ayunan pada larut malam seperti ini..."

"Hahhh... Semuanya juga tetap tidak berubah dimana ia mengajak diriku begadang untuk menulis cerita."

"Kapan ya kejadian itu...?"

"Oh, benar... tiga puluh tahun yang lalu..."

"Sekarang aku sudah berusia 30 tahun sedangkan Kakakku 36." Kazumi menghadap ke arah Shizumichi yang tertidur pulas.

"Besok akan menjadi hari yang merepotkan lagi... Hahhhh..."

"Selamat malam, Kakak..."

Keluarga Besar

Ketika matahari mulai terbit sinarnya perlahan menyusup ke dalam kamar melalui celah-celah tirai, memancar hangat di atas wajah Kazumi yang tertidur lelap.

Suara burung berkicau di luar jendela, menandai awal dari hari baru. Namun, di dalam kamar, suasana masih tenang dan sunyi.

Kazumi berguling-guling di tempat tidur, matanya yang setengah tertutup perlahan terbuka.

"Hm... sudah pagi ya..." gumamnya dengan suara serak, menyadari bahwa hari sudah jauh lebih terang dari biasanya.

Matanya terbuka lebar ketika melihat jam di dinding. "Apa?! Sudah jam sebelas?!"

"Sial! Aku kesiangan!" Kazumi berteriak panik, seketika rasa kantuknya menguap.

Ia melompat dari tempat tidur dengan gerakan yang tergesa-gesa, hampir tersandung selimut yang terjuntai ke lantai.

"Astaga! Aku benar-benar tidur nyenyak," keluhnya sambil bergegas menuju kamar mandi.

"Kakak, kenapa tidak membangunkanku?!" teriaknya sambil membuka pintu kamar mandi dengan kasar.

Namun tidak ada jawaban dari kakaknya yang mungkin masih tertidur di balik selimut miliknya.

Kazumi menyalakan keran, membiarkan air mengalir dan membasuh wajahnya yang terasa lelah.

Air dingin memberikan kesegaran instan, membangunkannya sepenuhnya. "Ahhh... Tidak ada yang lebih baik dari air pada pagi hari mengenai wajah..."

"Ini terasa lebih baik," ujarnya sambil melihat wajahnya di cermin. Kantung mata terlihat jelas akibat begadang semalam, dan rambutnya berantakan.

Setelah membasuh wajahnya, Kazumi mengambil sikat gigi dan pasta gigi, lalu mulai menyikat giginya dengan cepat.

Ia mencoba mengatur pikirannya, merencanakan apa yang harus dilakukan hari ini. "Hari ini harus lebih produktif."

"Tidak ada alasan lagi untuk bermalas-malasan," gumamnya dengan tekad yang baru.

Setelah menyikat gigi, Kazumi meraih handuk dan mengeringkan wajahnya. Kemudian, ia menyisir rambut emasnya yang acak-acakan, mencoba membuatnya terlihat lebih rapi.

"Rambut ini selalu sulit diatur," keluhnya sambil mencoba menahan tawa mengingat betapa sering Shizumichi mengejeknya soal rambut berantakannya.

"Untuk sekarang aku mandinya nanti saja..." Kazumi mengumpulkan rambutnya dengan rapi, lalu mengikatnya menjadi gaya ekor kuda yang anggun.

Selesai di kamar mandi, Kazumi kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian.

Ia memilih pakaian yang nyaman namun tetap rapi, sebuah blouse berwarna pastel dan celana jeans.

"Oke, siap untuk hari ini," ujarnya dengan penuh semangat.

Saat ia keluar dari kamar, aroma wangi dari dapur menggelitik hidungnya. "Aroma ini... apakah sudah waktunya makan siang?"

"Tidak... Aku mencium aroma hidangan telur..."

"Aku harap Ibu tidak memarahi diriku yang terbangun telat pada pukul seperti ini..." pikirnya sambil berjalan ke dapur, berharap Ibunya tidak marah kepadanya.

Alasannya Kazumi jarang sekali bangun terlambat karena dia selalu bangun pagi untuk memasak sarapan bersama Ibunya.

Ketika tiba di dalam dapur, Kazumi melihat sesosok wanita yang begitu cantik bersinar seperti malaikat dengan rambut merahnya yang panjang itu.

Beliau mengenakan celemek yang masih rapih walaupun sudah memasak banyak sekali makanan, terlihat dari sisa-sisanya yang terletak di atas meja.

"Ini adalah Ibuku... Ryuusaku Koizumi. sebagian dari kalian seharusnya sudah tahu sih..." batin Kazumi.

Koizumi menoleh dan tersenyum lebar selagi memejamkan matanya. "Oh. Selamat pagi menjelang siang, Kazumi! Akhirnya bangun juga ya..."

"Ibu membuatkan pancake dan omelet khusus untukmu."

"Eh... Ibu tidak marah?" Kazumi bertanya dengan tatapan khawatir.

"Marah? Untuk apa?"

"Sesekali tidak apa bukan? Begadang melakukan sesuatu yang produktif. Lagi pula kamu sudah membantu Ibu cukup banyak dari kecil."

Kazumi mendekati meja makan dan duduk. "Terima kasih, Ibu. Maaf, aku benar-benar tidur nyenyak tadi malam."

Koizumi tertawa kecil sambil menyajikan sarapan. "Tidak apa-apa. Lagi pula, kita butuh istirahat setelah malam yang panjang."

Kazumi tersenyum, merasa lebih baik setelah berbicara dengan Koizumi. "Ya, Ibu benar. Terima kasih lagi, Ibunda."

Koizumi meletakkan piring pancake dan omelet di depan Kazumi dengan senyum lembut. Ia kemudian duduk di seberang meja, menatap putrinya dengan penuh kasih sayang.

"Kazumi, bagaimana dengan Kakakmu? Apakah dia masih tidur?" tanya Koizumi sambil menyandarkan punggungnya pada kursi.

Kazumi mengangguk sambil menyantap sarapan yang telah disiapkan ibunya. "Ya, sepertinya begitu. Aku tadi tidak mendengarnya sama sekali."

Koizumi menghela napas ringan. "Dia selalu seperti itu, ya. Tidur larut malam dan bangun kesiangan."

Kazumi tersenyum sambil mengunyah sepotong pancake. "Iya, Kak Shizu memang selalu punya cara untuk membuat malam panjang kita semakin panjang."

Koizumi mengangguk setuju. "Ibu ingat dulu ketika kalian masih kecil, Shizumichi selalu mengajak bermain sampai larut malam."

"Bahkan sering kali kalian berdua tertidur di ruang tamu."

Kazumi tertawa kecil mengenang masa itu. "Benar sekali, Ibu. Kak Shizu selalu punya ide-ide aneh untuk membuat malam lebih seru."

Koizumi tersenyum sambil memperhatikan putrinya menikmati sarapan. "Tapi kamu tahu, Kazumi, Ibu sangat bangga pada kalian berdua."

"Meski terkadang kalian bertingkah aneh, kalian selalu punya semangat dan kreativitas yang tinggi."

"Selama kalian tidak menggunakan kekuatan dan kemampuan untuk hal aneh." Koizumi mengangkat jarinya sebagai peringatan.

"Tenang saja, Ibu. aku tidak akan menggunakan kekuatan pikiranku, The Mind, tanpa pertanggungjawaban apapun."

"Kak Shizu saja tidak menggunakan kekuatan waktunya secara sembarangan."

Koizumi mengangguk, "Syukurlah kalau begitu."

Kazumi tersenyum, merasa hangat mendengar kata-kata ibunya. "Terima kasih, Ibu. Kami juga sangat menghargai semua yang Ibu lakukan untuk kami."

Koizumi mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Kazumi dengan lembut. "Kalian adalah harta berharga Ibu."

"Jadi, apapun yang kalian lakukan, selama itu membuat kalian bahagia dan produktif, Ibu akan selalu mendukung."

Kazumi mengangguk dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. "Kami beruntung memiliki Ibu yang luar biasa."

Setelah beberapa saat, Kazumi menyelesaikan sarapannya. "Ibu, aku akan membangunkan Kak Shizu sekarang. Sudah saatnya dia bangun dan ikut menikmati hari ini."

Koizumi mengangguk. "Baiklah, Kazumi. Beritahu dia bahwa sarapan sudah siap. Mungkin kalau dia tahu ada pancake dan omelet, dia akan bangun lebih cepat."

Kazumi tertawa kecil. "Itu ide yang bagus, Ibu. Kak Shizu pasti tidak akan bisa menolak pancake buatan Ibu."

"Ditambah lagi aku sudah menjanjikan kentang goreng untuknya."

Dengan semangat baru, Kazumi bangkit dari kursi dan berjalan menuju kamar Shizumichi.

Ia membuka pintu kamar kakaknya dengan lembut, melihat Shizumichi yang masih terlelap di atas tempat tidur.

"Kak Shizu, bangunlah. Sudah waktunya makan siang," bisiknya sambil mendekati tempat tidur.

Namun, Shizumichi hanya menggeliat sedikit, masih tenggelam dalam tidurnya, "Hwaahhh... Kentwang... goyeng... Am... Am... Am..."

Kazumi tersenyum, lalu dengan lembut menggoyangkan bahu kakaknya. "Kak Shizu, ada pancake dan omelet buatan Ibu. Ayo bangun."

Shizumichi membuka matanya perlahan, menatap Kazumi dengan tatapan setengah mengantuk. "Pancake dan omelet?"

Kazumi mengangguk. "Ya, Ibu sudah menyiapkan sarapan untuk kita. Ayo bangun sekarang."

Dengan usaha yang sedikit lebih keras, Shizumichi akhirnya duduk di atas tempat tidur, menguap lebar. "Oke, oke. Aku bangun sekarang."

Kazumi tersenyum puas. "Bagus. Ayo, kita ke dapur."

Kazumi memimpin jalanan dimana Shizumichi mengikutinya ke dapur dengan langkah-langkah mengantuk, menggosok matanya.

Ketika melihat ibunya yang tersenyum lebar di dapur, dia mencoba untuk tersenyum balik.

"Selamat pagi, Ibu," sapa Shizumichi dengan suara serak.

Koizumi tersenyum lebih lebar lagi, menepuk bahunya dengan lembut. "Selamat pagi, Shizu. Akhirnya bangun juga. Cepat duduk dan nikmati sarapanmu."

Shizumichi mengangguk dan duduk di meja makan, aroma pancake dan omelet langsung membuatnya merasa lebih segar.

"Terima kasih, Ibu. Ini terlihat enak sekali," katanya sambil mulai menyantap makanannya.

Sementara itu, Kazumi mengambil sikat rambut dan berdiri di belakang Shizumichi. "Aku akan menyisir rambutmu, Kak. Rambutmu selalu berantakan setelah bangun tidur," katanya dengan nada menggoda.

Shizumichi tertawa kecil sambil terus makan. "Baiklah, Kazumi. Terima kasih."

Kazumi mulai menyisir rambut Shizumichi dengan lembut, merapikannya dengan hati-hati.

Shizumichi merasa nyaman dan menikmati sarapan sambil merasakan sentuhan lembut adiknya.

Koizumi bertanya, "Jadi, apa yang kalian lakukan tadi malam sampai begadang begitu?"

Kazumi dan Shizumichi saling bertukar pandang sejenak sebelum Kazumi menjawab. "Kami sedang bekerja pada cerita baru, Ibu."

"Kakak merasa bahwa cerita yang kami buat terlalu klise, jadi kami mencoba membuatnya lebih kreatif dan berbeda." Kazumi menjawab selagi merapihkan rambut Kakaknya.

Shizumichi mengangguk sambil menyantap sepotong pancake. "Benar, Ibu. Kami mencoba mencari cara untuk membuat awal cerita yang lebih menarik dan tidak biasa."

Koizumi mengangguk, tampak tertarik. "Begitu ya? Bagus sekali."

"Ibu senang mendengar kalian begitu bersemangat dengan apa yang kalian lakukan."

"Terutama lagi menulis cerita ya... mengingatkan Ibu kepada Nenek kalian." Koizumi terkekeh.

Kazumi tersenyum sambil terus menyisir rambut Shizumichi. "Nenek memang penulis yang hebat ya, Ibu. Tanpa beliau maka cerita ini tidak akan bisa tertulis."

"Ya, benar. Siapa tahu kalian bisa mengambil inspirasi darinya."

"Tidak usah, Ibu. Rasanya kami membutuhkan sebuah originalitas." tolak Shizumichi.

Koizumi tersenyum bangga. "Itu yang Ibu harapkan dari kalian. Kalian berdua memiliki potensi yang besar, dan Ibu akan selalu mendukung kalian."

Setelah beberapa menit, Kazumi selesai menyisir rambut Shizumichi, yang kini terlihat lebih rapi. "Sudah selesai, Kak."

"Rambutmu sekarang terlihat bagus," ujarnya sambil meletakkan sisir di meja.

Shizumichi meraba rambutnya dan tersenyum. "Terima kasih, Kazumi. Kau selalu tahu cara membuatku terlihat lebih baik."

Kazumi duduk di sebelah Shizumichi dan mulai mengambil celemek untuk digunakan karena ia harus menepati janjinya membuatkan kentang goreng untuknya.

"Kazumi, tolong buatkan untuk Ibu juga."

"Baik, bu."

Shizumichi bangkit dari atas kursi lalu ia melakukan peregangan yang begitu tinggi, "Hmmmm~ ahh~ siang-siang begini enaknya minum yang segar."

Koizumi melihat putrinya itu mendatangi kulkas lalu membuka pintunya sampai dikejutkan dengan isinya yang dipenuhi botol berisi susu, "Hehhhh!? Kenapa semuanya susu?!"

"Hah... Tidak ada pilihan lain, susu juga memang segar sih di siang hari."

"Shizumichi, itu bukan susu yang bisa kamu minum." peringat Koizumi.

"Heh?" Shizumichi melirik ke arahnya.

"Itu susu untuk adikmu yang paling kecil Ken."

Shizumichi menganga, "I-Ibu bilang semua botol ini adalah asimu!?"

"Benar."

"Astaga, sudah seperti sap---" Sebelum Shizumichi menyebut 'sapi', Kazumi menggunakan kekuatan The Mind untuk membuatnya tidak mengatakan kata itu.

"---seperti Ibu yang bertanggung jawab, hehehe." Shizumichi terkekeh selagi mengusap rambutnya sendiri.

Penglihatannya itu sempat mengarah pada Kazumi yang hanya bisa menghela nafas dimana ia berbicara langsung ke dalam pikirannya, jaga mulutmu itu, bodoh..."

"Nehehehe~!"

Shizumichi mendekati Koizumi, "Oh iya, Ibu. Kemana adik-adik yang lain?"

"Mereka pastinya sedang di luar dan di kamar Ibu tidak bisa menyebut satu-satu sedang apa." jawabnya selagi menatap Kazumi memasak kentang goreng.

Mereka mulai membicarakan tentang adik-adik Shizumichi, dan kebetulan suara tangisan bayi bisa terdengar dari pintu masuk menuju dapur.

Karena suaranya sangat keras, mereka bertiga langsung melirik ke arah seorang pria muda berambut emas yang sangat tinggi sedang menggendong bayi.

Bayi itu menangis selagi memeluk lengannya dimana pria itu tidak bisa melakukan apapun untuk menenangkannya, "Koizumi, sepertinya Ken menginginkan susu darimu langsung."

"Begitu ya. Kalau begitu berikan padaku, Shinichi." Koizumi mengulurkan kedua lengannya dimana pria yang bernama Shinichi itu memberikan bayi Ken padanya.

Koizumi memberikan beberapa kecupan kecil pada pipi bayinya serta usapan lalu ia mulai menyusulnya agar putranya yang paling kecil bisa tenang.

Shinichi mencium aroma yang cukup sedap, "Ohh, Kazumi. Kamu sedang memasak kentang goreng?"

"Iya, Ayah. Mau juga?"

"Boleh dong."

Shinichi duduk di sebrang Koizumi dimana ia juga bisa melihat Shizumichi berdiri di sebelahnya itu selagi melipatkan kedua lengannya.

Ekspresinya terlihat seperti mencurigakan sesuatu pada Ayahnya itu, "Tatapan itu, aku melihat suatu kecurigaan."

"Kenapa, Shizumichi? Aku dengar dari ruang tamu kamu sedang mengembangkan cerita baru ya." Shinichi mengatakannya selagi mengusap kepala putrinya itu.

"Cepat beritahu beritanya."

"Huh? Berita apa?"

"Botol asi sebanyak itu di dalam kulkas, aku yakin kita kedatangan anggota keluarga baru bukan?" tanya dengan ekspresi penuh kecurigaan.

Shinichi sontak kaget mendengarnya sampai ia berkeringat karena tidak menyangka Shizumichi bisa sepeka itu sampai Koizumi mulai terkekeh.

"Se-Sejak kapan kau bisa sepeka ini?!"

"Tidak mungkin!" Kazumi terkejut melihat ekspresi Ayahnya itu dimana ia langsung melirik ke arah Koizumi yang hanya mengangguk.

"Kalian akan memiliki adik perempuan baru." jawab Koizumi yang sedang menyusui Ken selagi mengusap perutnya sendiri.

"Heh!?" Kazumi sontak kaget.

"Adik baru lagi!?!?" teriak Shizumichi keras.

"Itu artinya... Itu artinya...!!!"

"Aku sekarang sudah memiliki lima puluh sembilan adik!!!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!