NovelToon NovelToon

BORU NI RAJA

Aku Syok.

Sabtu 19 September 2009 adalah hari bahagia ku dan momentum spesial bagiku, menjadi wisudawati program sarjana hukum di salah satu universitas swasta agama Kristen di Medan.

Lulus dengan predikat cumlaude dengan waktu tiga tahun empat bulan, aku memberikan kata sambutan di podium ini.

Perempuan juga berhak untuk memperoleh pendidikan agar kelak menjadi perempuan tangguh dan tidak selalu bergantung pada laki-laki.

Laki-laki dan perempuan itu setara, sebagaimana Raden Ajeng Kartini telah memperjuangkan kesetaraan perempuan.

Begitulah orasi ku di depan podium yang disambut dengan tepuk tangan yang meriah.

Akan tetapi kedua orangtuaku seperti tidak bahagia akan title sarjana yang baru saja ku sandang.

Sarjana hukum karena cita-cita ku ingin menjadi hakim atau menjadi seorang notaris.

Lalu seorang laki-laki muda yang paling ku benci dalam hidupku malah mendatangiku di podium ini seraya memberiku Bunga.

Pria ini bernama Yosua, dua tahun diatas ku dan merupakan pariban ku yang paling ku benci di dunia ini.

Pariban digunakan untuk panggilan seorang wanita kepada seorang lelaki yang ibunya semarga dengan si wanita tersebut (Si wanita memanggil namboru ke ibu si lelaki).

Sementara seorang lelaki memanggil pariban kepada wanita yang adalah semarga dengan ibunya (si lelaki memanggil tulang ke ayah wanita).

Setelah memberikan bunga itu, lalu kami berdua turun, ternyata kedua orangtuanya Yosua sudah datang dan duduk dibelakang kedua orangtuaku.

"Harus kita rayakan ini," ucap mamaknya Yosua.

"Ngak usah bou, karena setelah acara ini aku harus kerja lagi." sahut yang berbohong.

Wajah namboru ku itu, kakak kandung bapakku langsung terlihat marah tapi aku ngak perduli.

Lalu bang Freddy datang menghampiriku seraya membawa buket bunga yang diganti dengan uang.

"Selamat ya sayang, akhirnya kamu dapat gelar sarjana hukum dan nanti kita sama-sama jadi pengacara.

abang akan membiayai pendidikan advokat mu agar bisa seperti abang dan kita sama-sama menjadi pengacara...!"

"Apa-apaan ini! maksud kau apa Nauli?" ucap mamaknya Yosua yang menyela ucapan bang Fredy.

Yosua sudah menangis karena bang Freddy merangkul bahu ku dengan begitu mesra, anak manja itu ngak tau kalau bang Freddy semarga dengan ku dan kami hanya akting.

"Kenalin bou, mak, pak...! ini bang Fredy calon suamiku, seorang pengacara yang hebat yang belum pernah kalah...!"

"Berapa kau sanggup memberi mahar untuk Nauli kami ini?" tanya bapak pada bang Fredy.

"Sewajarnya aja lah, ongkos tulang dan keluarga dari kampung ke Medan dan cukup untuk membeli ulos nantinya.

aku baru beli rumah untuk kami berdua, sisa uangnya untuk mahar Nauli.

syarat dari calon istri ku adalah punya rumah yang paling utama berikut dengan mobil pribadi sebagai kendaraan kami.

persyaratan lainnya aku harus punya tabungan yang memadai dan atas nama Nauli dan itu sudah terpenuhi.

kalau masalah mahar itu nomor sekian karena kami saling mencintai dan aku hanya memenuhi persyaratan yang diberikan Nauli padaku." jelas bang Fredy

Yosua semakin meradang tapi anak mami itu malu untuk ngamuk-ngamuk karena disini sangatlah ramai.

"Ngak bisa begitu, jika kau ingin menikahi Nauli kami, maka kau harus menyiapkan mahar dua ratus juta rupiah...!"

"Jangan gitulah tulang, atau memang mau menjual Nauli?

tapi yang jelas ya tulang, aku sudah memenuhi syarat dari Nauli yaitu calon istriku.

persetan dengan persyaratan dari bapaknya yang masuk akal itu, karena aku hanya butuh persetujuan dari Nauli saja...!"

"Iya... iya lah bang...! toh juga kedua orangtuaku ini ngak pernah memberi uang untuk biaya hidup dan biaya pendidikan ku.

ngapain aku harus minta persetujuan kedua orangtuaku...!"

"Pergi kau .. pergi...!" teriak bapak pada bang Fredy.

Berhubung kami menjadi bahan tontonan yang lain karena suara bapak yang kuat, sehingga bang Fredy pergi tapi kemudian senior ku itu berbalik badan.

"Sayang ku...! ku tunggu nanti malam, abang siap jadi suami mu, abang ngak perduli dengan kedua orangtua mu itu.

abang sudah membeli rumah baru yang sangat bagus dan tabungan abang sudah lebih dari cukup sebagai persyaratan dari mu sayang...!

I love you Nauli...! abang tunggu malam...!" ucap bang Ferdy yang akting.

Alhasil semua yang ada aula ini tertawa tapi Yosua semakin meradang dan meradang.

"Ayo kita pulang...!" teriak bapak padaku dan menarik tanganku.

Ku kembalikan bunga pemberian Yosua dan hanya buket uang yang ku terima, lagipula mana kenyang makan bunga.

Aku ngak perduli dengan ekspresi Yosua,  emangnya dia siapa? toh juga aku belum pernah aku meminta uang darinya.

Kami akhirnya pulang ke kos tapi bapaknya Yosua memaksa kami untuk pergi ke restoran mewah untuk merayakan wisuda ku.

Walaupun anaknya kecewa dan aku ngak perduli sedikitpun tapi  karena dipaksa pergi ke restoran sehingga aku harus ikut.**

Sebuah restoran yang sangat mewah dan kami duduk di sofa, mamaknya Yosua memesan makanan dan minuman yang sangat banyak.

"Cantik kali maen ku ini, bah! sudah pas kali sama Yosua kami ini...!"

"Ngak cocok sama sekali, aku itu lebih cocoknya sama bapaknya Yosua. Seorang pegawai negeri dan punya ternak babi serta sawah yang lumayan luas.

kalaupun aku ngak jadi nikah sama bang Fredy, lebih baik aku sama amang boru yang sudah jelas-jelas penghasilannya...!

"Jaga ucapan Nauli...! percuma kau kuliah dan menghabiskan uang banyak...!"

"Uang siapa yang ku habiskan? ada ku mintak uang bapak dan mamak untuk biaya kuliahku?" ucapku pada bapak yang menyela ucapanya.

Bapak tidak bisa menjawab pertanyaan ku, karena memang bapak tidak pernah memberiku uang.

Menurut bapak seorang anak perempuan itu tidak pantas untuk mengecap pendidikan tinggi, karena ujung-ujungnya akan ke dapur dan menjadi istri.

Cukup tamat sekolah dasar saja dan yang penting bisa membaca dan menulis.

Tradisi kuno yang menyesatkan, percuma dong Raden Ajeng Kartini memperjuangkan kesetaraan perempuan jika tradisi kuno yang di anut bapak masih digunakan di tahun 2015 ini.

"Cantik kali kau iban, oh iya bentar lagi kita akan menjadi suami istri...!"

"Kepala mamak kau suami-istri, kau kira siapa? kau ngak tau kalau sudah punya calon suami seorang pengacara yang hebat dan berpendidikan tinggi...!"

"Jangan keterlaluan  kau Nauli, jaga ucapan mu." teriak bapak padaku.

Kami berhenti bicara karena pelayan restoran sudah menyajikan makanan dan minuman yang dipesan oleh mamaknya Yosua.

Hanya mereka yang makan karena aku ngak selera lagi, perasaan ku ngak enak karena pastinya ini mengarah ke perjodohan.

"Adek mu mau melamar jadi tentara dan butuh uang banyak, bapak sudah menerima sebagian dari sinamot mu agar adek mu bisa mendaftar tentara...!"

"Masuk tentara atau menghamili anak orang?" tanyaku yang membuat bapak sangat murka.

"Bukan Nauli...! si Armadi memang mau jadi tentara dan orang dalamnya mintak 20 juta rupiah untuk bisa masuk...!"

"Mamak ngak perlu bohong sama ku, apa yang sebenarnya yang terjadi?" tanyaku sama mamak.

Lalu mamak mengarahkan tangan ku ke dadanya dan ternyata kedua payudara mamak sudah ngak ada lagi.

"Tiga bulan yang lalu, mamak operasi payudara dan biaya operasinya dari bou mu.

biaya operasi mamak dan biaya pendaftaran adik mu menjadi tentara, semuanya dari bou mu.

semuanya akan lunas jika Nauli mau menjadi istri Yosua...!"

"Ngak ada tawar menawar disini, Yosua itu pariban mu dan sangat pantang menolak pariban dan jika kau menolak pariban mu maka malapetaka yang datang ke kehidupan keluarga kita." sanggah bapak yang memotong ucapan mamak.

Air mataku langsung mengalir deras di pipiku, menikah dengan Yosua sama saja bunuh diri.

"Nauli...! jadi istri Yosua aja, karena Yosua adalah anak laki-laki satu-satunya di rumah dan tentunya semua warisan...!"

"Aku ngak butuh warisan bou, bang Fredy sudah memberikan segalanya untuk ku.

rumah mewah, mobil dan tabungan untuk ku serta membiayai pendidikan advokat ku nantinya." ucapku yang menyela ucapan mamaknya Yosua ini.

"Nauli mata duitan juga, iya!" ujar bapaknya Yosua yang akhirnya buka suara.

"Ngak usah munafik amangboru, dulu istri mu masih muda amangboru nikahi dan amang boru sendiri sudah hampir berkepala empat.

karena banyaknya harta peninggalan orangtua amangboru sehingga bou mau menikah dengan amangboru yang sudah berkepala empat.

amangboru dan bou sudah seperti bapak dan putrinya di kala menikah waktu itu...!"

"Jabir kali mulut mu itu, bohong itu..!" sanggah mamaknya Yosua tapi bapaknya Yosua malah tertawa.

"Itu amang boru tertawa dan itu artinya benar," ucapku lagi.

"Tapi kan Nauli, pariban mu ini anak laki-laki satu-satunya yang akan mewarisi semua harta kekayaan...!"

"Dengar baik-baik amangboru, kenapa harta peninggalan orangtuanya amangboru masih utuh sampai saat ini.

hal pertama adalah bahwa amangboru anak tunggal dan laki-laki dalam keluarga serta berpendidikan tinggi yang bisa mengelola semua harta peninggalan itu.

amangboru ngak punya saudara perempuan yang akan siap menggrogoti nantinya.

coba bandingkan dengan Yosua, sekolah dasar aja ngak tamat atau mungkin Yosua ini buta huruf dan punya banyak saudara perempuannya.

ngak masalah jika tidak berpendidikan karena sebenarnya itu bukan patokan keberhasilan.

tapi Yosua ini tidak pernah...!"

"Cukup Nauli...! pokoknya kamu harus menikah dengan Yosua." bentak bapak padaku.

Yosua anak yang sangat manja dan bergantung pada mamaknya, manusia pemalas, sombong dan bahkan tidak lulus sekolah dasar.

Pendidikan tinggi memang bukan menjadi faktor penentu keberhasilan, itu tidak berlaku bagi Yosua.

Yosua saja masih disuapin mamaknya, apapun kata mamaknya dan itulah yang di laksanakan oleh Yosua.

Sebagai anak laki-laki dari sembilan suadara perempuannya, sebagai orang batak yang merupakan penerus marga sehingga Yosua menjadi pribadi yang sangat manja.**

Bapak sudah menerima panjar dari sinamot atau mahar ku dari keluarga Yosua, tak tanggung-tanggung yang mereka mintak yang mencapai 60 juta rupiah.

Akhirnya aku harus pulang kampung setelah menerima ijasah ku, bapak dan mamak tetap mengawasi ku agar tidak kabur.

Bapak dan mamak secara kompak mengancam ku, mereka berdua akan bunuh diri jika aku kabur atau menikah dengan bang Fredy.

Padahal aku ngak punya hubungan apapun dengan bang Fredy karena kami satu marga, bahkan bang Fredy sudah menggangap ku sebagai adik perempuannya.

Sesampainya di rumah kami, hanya berjarak tiga kilometer ke kantor bupati Tapanuli Utara.

Tukang jahit sudah berada di rumah untuk mengukur badan ku, apalagi kalau bukan untuk menjahitkan kebaya pengantin ku.

"Selamat datang eda ku, mau minum apa eda?" tanya seorang perempuan yang mendatangi ku di ruang tengah ini.

"Kau siapa?" tanyaku padanya.

"Calon istrinya Ramses," jawab mamak yang tiba-tiba datang ke ruang tengah ini.

"Calon istri Ramses! kok ada disini?" tanyaku pada mamak.

"Di rumah mak tua mu dia untuk sementara waktu, nanti setelah kau menikah baru giliran mereka...!"

"Jangan mamak bilang kalau sinamot ku untuk biaya pesta mereka." sahut ku pada mamak yang menyela ucapan mamak.

haaaaaaaa...!' suara napas mamak lalu pergi.

Demikian juga dengan perempuan muda itu yang langsung pergi, kalau ku taksir umurnya palingan dibawah umur 17 tahun.

"Namanya Friska, rumahnya paling ujung dan dia itu di usir oleh kedua orangtuanya karena sudah di hamili oleh Ramses." ucap tukang jahit ini.

"Jadi sinamot ku...!"

"Iya...! dugaan mu benar kalau sinamot dari mu akan digunakan untuk biaya pesta adek mu si Ramses dan Friska serta Armadi dan Merlin pacarnya yang sudah hamil.

kemarin itu inang simatua ku ikut marhusip disini, kata inang simatua ku bahwa sinamot mu senilai seratus lima juta rupiah karena kamu sudah sarjana.

palingan nanti hanya dua puluh juta yang di pakai untuk biaya pernikahan mu, sisanya akan dibuat untuk pesta pernikahan Ramses dan Armadi.

kedua adik mu telah menghamili anak perempuan orang lain dan mau tidak mau harus segera di kawinkan." jelas mak Santo ini.

Marhusip adalah suatu prosesi dimana pihak keluarga laki-laki dan keluarga perempuan bertemu untuk membahas keseriusan dalam rencana pernikahan.

Marhusip dalam bahasa Indonesia berarti "berbisik". Itu artinya, pihak keluarga laki-laki dan pihak keluarga perempuan akan melakukan pembahasan awal mengenai sinamot atau dalam bahasa Indonesianya adalah mas kawin.

Pembahasan awal mengenai sinamot ini, hanya kedua belah pihak keluarga yang boleh tahu mengenai besar kecilnya harga sinamot yang telah disepakati. Hal ini untuk mencegah terjadinya kegagalan dalam prosesi pernikahan adat Batak selanjutnya dan hanya perwakilan saja dengan  tujuan agar tidak diketahui oleh orang agar tidak malu jika batal pernikahan.

"Apa mamak melakukan operasi angkat payudara?" tanyaku lagi.

"Iya...! setelah menjual kerbau dan tiga ekor babi, kalau ku dengar-dengar Nauli yang membeli anakkannya, kan?" sahut mak Santo seraya bertanya.

"Kata bapak bahwa sinamot ku sudah diterima dua puluh juta rupiah untuk biaya operasi mamak dan untuk biaya daftar....!"

"Bohong itu da...! Ramses dan Armadi mau daftar tentara? mantan napi kok mau daftar tentara....!"

"Napi...!" ucapku lagi.

Tapi mak Santo berhenti bicara karena bapak datang, mungkin ini bersifat rahasia karena mak Santo berbicara dengan suara yang pelan saat mengukur tubuh ku.

Suami mak Santo adalah bapa uda ku, bapakku dan bapaknya adalah saudara kandung. itulah sebabnya mak Santo mengetahui kabar keluarga kami.

Partuturon atau panggilan dalam tradisi batak.

*Namboru atau biasa disingkat bou adalah panggilan kepada saudara perempuan atau saudara sepupu perempuan dari pihak bapak.

*Amangboru adalah panggilan kepada suami namboru.

*Eda adalah panggilan kepada adik ipar perempuan dan sebaliknya.

*Inang simatua adalah ibu mertua.

*Amang simatua adalah bapak mertua.

*Maen adalah panggilan seorang namboru kepada anak perempuan dari saudara laki-lakinya.

Batin Ku Berteriak.

Jam lima pagi aku sudah bangun dan langsung memasak, tapi di dapur ngak ada apapun yang bisa ku masak.

Kulkas yang ku beli hanya sebagai pajangan di dapur ini, tidak bahan makanan bisa ku masak.

Hanya nasi yang ku masak dan ku rebus sayur yang ku ambil dari samping rumah dan itulah yang ku makan.

Setelah mandi dan aku bersantai di dalam kamar, rasanya penat banget dan aku bingung harus ngapain.

"Kak Uli..!" teriak anak kecil dari luar.

Aku langsung keluar dari kamar dan kemudian ku buka pintu dan ternyata yang datang adalah Santo.

Anak tukang jahit yang merupakan sepupu ku, karena bapak kami adalah sepupuan. 

Santo membawa plastik kresek hitam dan kemudian diserahkannya padaku dan bocah yang masih berumur 5 tahun ini tersenyum padaku.

"Kakak cantik...! ini katanya kebaya martuppol kakak, tolong kakak coba dan kalau yang kurang silahkan dicatat biar ku sampaikan sama mamak." ucapnya dengan begitu lambat seperti di hapal.

"Tunggu sebentar, iya!" pintaku padanya.

Santo mengganguk dan duduk di kursi usang dan kemudian aku masuk ke kamar untuk mencoba pakaian tersebut.

Kebaya dan roknya pas di badan ku dan aku keluar untuk menunjukkan kebaya ini pada Santo.

"Kek mana, dek? apa cocok untuk kakak?" tanyaku padanya.

Tapi bocah umur lima tahun itu malah bengong tapi tetap menatapku.

"Dek...!" ucapku yang akhirnya membuyarkan lamunannya.

"Cantik kali kakak ku ini, tapi sayang kakak nikahnya sama sama si loak si gelleng pidong itu." ujar Santo dengan polosnya.

Si loak artinya adalah bodoh tapi tak terajar, gelleng artinya kecil dan pidong adalah kelamin laki-laki.

Itu artinya Yosua memiliki kelamin yang kecil tapi darimana Santo mengetahuinya?

"Tau darimana kalau pidong si Yosua kecil?" tanyaku padanya karena penasaran.

Biasanya anak kecil selalu jujur dan langsung ketahuan kalau berbohong, karena sejatinya anak kecil selalu jujur.

"Dua minggu yang lalu kami mandi di sungai ujung kampung sana, tiba-tiba si Yosua loak itu datang dan ikut mandi sama kami.

celananya yang dipakainya hanyut dibawa air karena memang longgar, disitulah kami liat kalau pidongnya kecil.

asal kakak tau, iya! lebih lebih besar pidong ku dari pidong si loak itu, bedanya punya dia itu berjembot aja." jawab Santo.

"Udah ah...! ngak bahas itu." ucapku padanya.

"Kakak tau ngak! ngak ada satu cewek pun yang mau sama si loak itu, karena pidong nya kecil.

bapak berantem sama bapaknya kakak karena bapaknya kakak ngotot mau menikahkan kakak sama si loak itu...!"

"Kenapa adikku sayang?" tanyaku karena penasaran.

"Si Yosua loak itu masih disuapin makan sama mamaknya, udah gitu si loak par lapo-lapo, partuak dan parjudi.

siang malam di lapo aja kerjanya, siang minum kopi, malamnya minum tuak dan sore harinya balap liar di lapangan sana.

kata bapak kalau kak Nauli adalah sarjana hukum alis orang pintar, jadi kakak ngak sangat tidak cocok sama Yosua yang tidak pernah sekolah itu.

kata bapak....!" jelas Santo dan kemudian terdiam karena melihat ku yang meneteskan air mata.

Tapi air mata ku yang mengalir langsung ku hapus, namun Santo sudah melihatnya dan kemudian mendekatiku.

"Maaf iya, Kak! Santo ngak bermaksud menyunggingkan kakak tapi Santo hanya berkata yang sebenarnya.

bapak kakak sama aja dengan Yosua, kerjanya di lapo aja." ucap Santo padaku.

"Kakak udah tau, dek! maaf karena kakak mengecewakan mu." sahut ku pada Santo.

"Santo memang kecewa tapi bukan kecewa sama kakak, tapi sama bapak kakak." ujarnya lagi.

Anak sekecil ini sudah menilai sosok Yosua yang amburadul, tapi kenapa kedua orangtuaku malah menjodohkan ku dengan pria itu.

"Oh iya, kak! apakah kebaya kakak itu masih ada yang kurang?" Santo bertanya padaku.

"Sudah pas kok, kakak suka karena jahitan...!"

"Mamak ku gitu, loh." sanggahnya dan kemudian tertawa.

Aku juga ikut tertawa karena lucu melihat ompong si bocah ini dan suara tawanya yang khas.

"Oh iya, dek! kenapa kebaya ini bisa pas ke badan kakak? terus siapa yang membayar kebaya ini?" tanyaku pada Santo.

"Kakak lupa iya kalau mamak pernah meminjam kebaya kakak di medan! kebaya itu terbawa mamak ke rumah.

mamak mengetahui ukuran kakak dari kebaya itu, tapi mamak masih ragu makanya disuruh coba sama kakak.

kalau yang membayar kebaya ini adalah mamaknya si Yosua, ngak usah mengharap kalau Yosua yang membayarnya." jawab bocah ini dan kemudian tertawa.

"Bising kali kau, sana pulang." ucap bapak yang baru bangun.

"Ihhhhhhhh...! kalau bukan karena kak Uli, aku juga ogah ke dini." sahut Santo dan kemudian keluar dari rumah.

Bapak ngomel karena Santo mengejek bapak dan mengatai bapak si tukang mabuk, bapak menoleh ku karena ku tatap.

"Aku mau ngak mau nikah sama Yosua karena cintaku hanya untuk bang Fredy," ucapku pada bapak.

"Jika ingin bapak dan mamak mati gantung diri, silahkan menikah dengan laki-laki kurang ajar itu." sahut bapak dan kemudian pergi.

Ku hapus air mataku karena ngak ada gunanya, aku ngak mau merasa bersalah seumur hidup karena kedua orangtuaku bunuh diri jika aku kabur dari rumah ini.

"Cantik kali kebaya mu, aku mau kebaya ini." ujar Friska yang baru datang ke rumah ini.

"Sadar diri kau setan...! calon suami itu orang miskin, calon suami kau dan keluarganya ngak akan mampu membuat kebaya seperti ini." ucapku padanya.

Aku langsung masuk ke kamar karena muak melihat perempuan pezinah itu.

"Bou...!" perempuan pezinah itu berteriak memanggil mamak ku.

Tapi aku ngak perduli, lalu ku ganti pakaianku dan kudengar suara pintu kamar yang digedor kuat dari luar.

Setelah aku berganti pakaian dan pintu ku buka, kulihat mamak dan Friska serta Ramses sudah berdiri depan pintu kamar.

"Tolong bilang sama bou untuk membuat kebaya seperti milik mu untuk Friska calon eda mu...!"

"Makanya jangan modal telor aja, dasar benalu!" ucapku pada Ramses dan aku masuk ke dalam kamar.

bam....bram...pam....!' suara pintu yang ku banting kuat.

"Nauli...! ngak bisa lagi minta tolong sama kau." teriak mamak dari luar.

"Dasar anjing....! babi...!" teriakku didalam kamar.

Lalu ku banting kursi ke pintu kamar sekuat tenaga ku seraya diriku berteriak, aku benar-benar putus asa dan kecewa.

Aku bingung harus berbuat apa, hidup ku rasanya sudah hancur berantakan karena di jodohkan dengan Yosua si anak mami.

Lapo adalah warung, partuak adalah peminum tuak yang handal, tuak adalah minuman tradisional batak yang beralkohol, parjudi artinya pemain judi.

Martuppol.

Jam delapan pagi dan Yosua bersama rombongannya sudah hadir didepan rumah dan acara adat berlangsung.

Hingga akhirnya kami bersama-sama menuju gereja untuk melangsungkan martuppol atau bertunangan.

"Cantik kali sayang ku...!"

"Ngak usah banyak bacot kau, perhatikan aja langkah mu." ucapku pada Yosua yang mencoba merayuku.

Yosua terdiam dan kami lanjut jalan hingga akhirnya tiba di gereja dan masuk kedalam gereja.

Tidak berapa lama kemudian diadakan acara kebaktian terlebih dahulu dan kemudian khotbah singkat.

Kini tiba saatnya kami saling membacakan janji pernikahan dan pembacaan tentang riwayat diri masing-masing.

Terlebih dahulu pendeta membaca riwayat hidup kami dengan lengkap dan kini tiba saatnya untuk membacakan janji pernikahan.

"Sa..saya...! ti..d...a..k... tidak...!" ucap Yosua yang seperti mengeja huruf demi huruf.

Yosua hanya sampai kelas dua sekolah dasar dan berhenti sekolah karena tidak bisa membaca.

Pada jaman kami belum ada PAUD atau pendidikan anak usia dini, kami bisa membaca saat di bangku kelas satu sekolah dasar.

Jika belum bisa membaca maka tidak akan naik kelas sampai bisa membaca dan menulis baru bisa naik kelas dua.

"Pelan-pelan iya dan ngak usah buru-buru...!" ucap pak pendeta.

haaaaaaaa...!'

Suara napas panjang dari Yosua, wajahnya berkeringat padahal gereja ini full kipas angin dan daerah kami termasuk daerah dingin.

"Sa...sa...saya...ti..da..k.. tidak....!"

hahahaha.... hahahaha.....!" suara tawa Santo yang duduk bersama oppung borunya.

"Si gelleng pidong tidak bisa membaca...!" ucap Santo dengan begitu kuatnya tapi mulutnya langsung ditutup oleh oppung borunya menggunakan tangan.

Dalam gereja dan adat batak yang begitu kental, sehingga oppung borunya menutup mulut Santo.

"Oppung kenapa sih? si loak itu memang kecil pidongnya karena kami pernah mandi di sungai...!"

Mulut Santo di bungkam lagi oleh oppung borunya karena ucapannya dan akhirnya dibawa keluar dari gereja.

Pidong yang dimaksud oleh Santo adalah kelamin Yosua dan gelleng artinya kecil dan itu artinya kalau senjata Yosua sangat kecil seperti yang di ucapkan oleh Santo.

Hanya kaum bapak yang berani bisik-bisik karena biasanya hal-hal seperti itu berasal dari mulut kaum bapak.

Sementara kaum ibu hanya bisa terdiam tapi sebagian berbisik-bisik yang tentunya membahas burung Yosua yang di katai oleh Santo.

"Tenang bapak ibu...! tadi itu anak-anak dan ngak usah terlalu di ambil hati, kita lanjutkan ya." ujar pendeta tapi wajah Yosua masih memerah.

Ngak bisa ku bayangkan sebenarnya, di gereja dan dihadapan banyak orang dan di katai burungnya kecil dan itu merupakan harga diri seorang laki-laki.

Pada akhirnya pendeta yang membaca dan di ikuti oleh Yosua hingga akhirnya selesai juga dan kemudian penandatanganan saksi.

Dua kali minggu ibadah barulah kami akan menerima pemberkatan pernikahan dan pendeta meminta Yosua untuk menghapal akad nikah nantinya.**

Kami semua sudah berada di depan rumah ku, untuk selanjutnya marhata sinamot dan sebagainya.

Memang benar kalau sinamot ku senilai seratus lima puluh juta rupiah dan sudah dipanjar dua puluh juta rupiah.

Hanya dua juta rupiah yang belum diserahkan dan nanti akan diberikan ketika acara adat pernikahan.

Hingga akhirnya acara selesai dan aku masih di rumah karena alap jual, nanti Yosua dan keluarganya akan menjemput ku di rumah ini.

Acara sudah selesai dan para tetangga yang membersihkan semuanya karena ini adalah adat dan semua bekerjasama.

"Lihatlah tuh calon eda mu itu, bisa-bisa nanti rambut mu rontok di buatnya." ucap tetangga ku seraya membantu membuka hiasan rambutku.

"Biar aja lah bou, aku juga ngak tau nasibku ke depannya." sahutku dengan santai.

"Kamu tenang aja...! kata si Rere kalau tahun depan di bulan mei kalau ngak salah akan dibuka pendaftaran calon pegawai negeri sipil.

Rere juga baru selesai wisuda sarjana hukum di universitas Sumatera Utara dan akan mengikuti seleksi hakim.

kamu daftar aja dan jika sudah jadi hakim kau tinggalkan si loak itu." ucapnya dengan begitu santai.

Si loak artinya adalah si bodoh yang bisa di tipu dan itulah arti si loak di kampung kami ini.

"Jadi si Rere sekarang kemana?" tanyaku yang penasaran.

"Dimedan lah, katanya dia sudah diterima di kantor pengacara gitu. kalaupun Rere ngak lulus seleksi hakim, nantinya akan melamar pekerjaan di bank tapi tunggu dapat dulu status pengacaranya." jawabnya mak Rere.

"Emangnya bou ngak mau menjodohkan Rere gitu?" tanyaku lagi.

"Ngaklah...! biarkan dulu Rere bekerja sesuai dengan bidangnya dan jika Rere menyerah akan jodoh maka bou akan bertindak.

bou yakin kok kalau Rere bisa mendapatkan jodohnya, saat ini biarkanlah Rere bekerja untuk mencari pengalaman hidupnya.

toh juga bou ngak banyak mengeluarkan uang untuk membiayai kuliahnya.

bou hanya bayar kos-kosannya dan biaya hidupnya sebelum beasiswanya keluar." jawab bou mak Rere.

Seandainya mamak ku punya pemikiran yang sama seperti bou ini, pastinya saat ini aku sudah berada di kantor pengacara sebagai pegawai sembari belajar dan pendidikan advokat.

"Menurut bou lah, berapa lama aku bisa mempertahankan pernikahan ini?" tanyaku dengan nada suara yang pelan.

"Bukannya mendahului Tuhan, Iya! tapi kalau melihat sikap Yosua, mamaknya dan para saudara perempuannya.

mungkin kamu hanya bertahan selama setahun, tapi bou yakin kalau kamu adalah orang pintar.

bou yakin kalau kamu bisa melakukan yang terbaik dengan cara mu dan ngak usah pikirkan yang lainnya.

jalanin aja dulu dan lihatlah bagiamana nanti kedepannya dan harus melakukan apa untuk yang terbaik.

kamu lulusan terbaik dari sekolah mu dan kamu membiayai kuliah mu sendiri hingga lulus dan dapat gelar sarjana.

ngak mudah untuk meraih itu semua, kerja sambil sekolah dan itu bukan pekerjaan mudah.

Nauli bisa bekerja sambil sekolah hingga menjadi lulusan terbaik, bou yakin kalau Uli bisa melakukan yang jauh lebih baik lagi." ujar bou mak Rere dengan begitu lembut di kupingku.

Aku hanya mencoba berbakti pada kedua orangtuaku dengan cara mengorbankan masa depanku dengan menikah.

Menikah dengan seorang pria yang dikendalikan oleh mamaknya seratus persen dan aku ngak tau kedepannya bagiamana.

"Memang benar kalau keluarga calon suami mu itu punya banyak harta, tapi jika tidak pandai mengolahnya maka hancur seketika.

lapo tuak, main bilyard dan balapan liar ngak jelas seperti itu. apapun ngak bisa dilakukannya karena semuanya di atur oleh mamaknya.

mungkin saja malam pertama kalian akan di ajarin oleh mamaknya, di ajarin gimana caranya menggoyang dengan benar." ucap mak Rere.

"Bou ini ada-ada ajah lah...!"

"Iya loh Nauli...! itu si Yosua di suapin makan loh dan bajunya di pakaiin baju.

bou malu melihatnya dan adik mu si Manro yang baru kelas enam sekolah dasar sudah malu kalau kulihat mandi.

pokoknya siap-siap aja untuk kemungkinan buruknya dan siap-siap untuk menghadapi para saudara perempuan calon suamimu yang melebihi ibu tiri yang jahat." sanggah mak Rere.

"Bou...! apa bou percaya kalau menolak pariban akan mendapatkan malapetaka?" tanyaku karena itu alasan pertama kedua orangtuaku untuk menjodohkan ku dengan Yosua.

"Persetan dengan pariban, bou aja menolak pariban ku dengan alasan biar keluarga nambah.

buktinya bou dan keluarga baik-baik aja, bou melahirkan satu anak perempuan dan tiga anak laki-laki.

Rere anak pertama dapat beasiswa di universitas Sumatera Utara, lalu Revan jadi tentara lalu Kardo jadi polisi.

itu hanya alasan kedua orangtua mu saja, karena sudah telanjur menerima uang sinamot dari keluar keluarga bou mu itu.

pacar kedua adik mu hamil duluan, disuruh melamar tentara tapi bawa pacar dan kemudian menghamilinya.

itu hanya alasan saja, kedua orangtua mu itu terlalu memanjakan adik-adik mu karena laki-laki dan itu tidak berlaku bagi bou." ucapnya dengan tegas.

Hanya alasan saja, menolak pariban akan mendatangkan malapetaka adalah cerita dongeng dari jaman dahulu yang tidak pernah terjadi.

Semuanya informasi sudah terkumpul, kedua orangtuaku menjadohkon ku dengan Yosua agar bisa menikahkan kedua adik laki-laki yang telah menghamili pacar-pacar mereka.

Dengan semua yang terjadi dan aku harus mempersiapkan mental ku ke depannya, mental untuk menghadapi suamiku, kakak ipar dan adik ipar serta ibu mertuaku.

Tuhan...! tolong kuatkan hati dan kuatkan mental ku Tuhan untuk menghadapi jalan hidup ku ke depannya.

Mudah-mudahan aku sanggup dan mudah-mudahan ada jalan terbaik untukku, jalan yang membuat keluar dari hidup yang akan rumit ke depannya.

Bukannya mendoakan hal buruk, tapi sudah tau mengenai keluarga Yosua dan sikapnya yang terkadang di luar nalar umat manusia.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!