NovelToon NovelToon

NADYA

1. Pekerjaan Sampingan

"Nadya!!"

Gadis itu menoleh pada seseorang yang menyerukan namanya, lantas tersenyum simpul melihat Meylani yang memanggilnya.

"Ada apa Mey? Kenapa harus teriak-teriak?" sahut Nadya sembari menghampiri posisi Meylani.

Meylani mengatur nafas sejenak, "Gue butuh bantuan Lo!" serunya.

"Bantuan apa?" tanya Nadya.

"Bantuin gue, bersihin apartmen gue hari ini. Siang ini juga. Please!" mohon Meylani.

"Tapi siang ini aku kerja di outlet, Mey. Gimana ya?" Nadya berkata jujur, dia memang bekerja paruh waktu di sebuah outlet ayam goreng.

"Please tolongin gue, Nad! Nyokap gue mau datang jengukin gue, otomatis dia bakal ke apartmen gue. Dia pasti nyerocos panjang pas ngelihat betapa berantakannya apartmen gue yang abis diacak-acak sama anak-anak setelah pesta semalam."

"Tapi, Mey ..."

"Gue bayar 2 kali lipat. Ehm, 3 kali lipat kalo perlu, yang penting siang ini juga harus beres. Gue bisa stres denger omelan nyokap gue, Nad!"

Mendengar bayaran yang menggiurkan dari Meylani, tentu saja menggoyahkan pemikiran Nadya yang sebelumnya kekeuh ingin bekerja.

"Mau ya?" Meylani kembali membujuk.

Nadya tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya dia mengiyakan tawaran dari temannya tersebut. Meski tidak dekat dengan Meylani, tapi Meylani sering memberikan pekerjaan sampingan untuk membantu Nadya yang memang sedang membutuhkan uang tambahan untuk biaya kuliahnya.

...***...

Dengan alasan yang dipikirnya masuk akal, akhirnya Nadya berhasil mengatasi pekerjaan sampingannya yang mau tak mau harus dia tinggalkan sehari hanya untuk membersihkan Apartmen Meylani.

Sesampainya di Apartmen Meylani sepulang dari kuliah, Nadya dengan sangat telaten membersihkan tempat tinggal temannya tersebut. Harus dia akui jika tempat itu memang sangat berantakan.

Bukan hanya perabot yang tampak kacau, tapi pernak-perniknya juga terlihat tidak berada pada tempatnya.

Nadya mengerjakan itu semua tanpa mengeluh. Dia juga tau resiko dari pekerjaan yang dia lakukan. Setiap melakukan pekerjaan seperti ini, Nadya akan menutup mulutnya rapat-rapat dan tidak pernah menceritakan hal apapun yang dia lihat hari ini kepada orang lain.

Cukup lama Nadya membersihkan Apartmen Meylani, mulai dari mem-vacum, mengelap, lanjut mengepel lantai, juga membersihkan kamar mandi serta dapur yang benar-benar kacau.

"Semalam mereka pesta atau sedang lomba memasak?" Begitulah pemikiran Nadya yang hanya bisa dia pendam sambil sesekali tersenyum tipis membayangkan pesta anak-anak orang kaya.

Sampai akhirnya, Nadya pun selesai dengan pekerjaannya tersebut.

Ini bukan kali pertama Nadya membersihkan Apartmen temannya itu, mungkin ini kali ketiga atau keempat dia berada ditempat itu. Meylani terkenal sering mengadakan pesta dikalangan teman-teman sepantarannya, dan jika begitu Nadya lah orang yang dia cari untuk turut andil membersihkan Apartmen tersebut seusai acara dilakukan.

"Gimana? Udah selesai?" Meylani bertanya sembari melihat keadaan apartemennya yang memang sudah bersih dan kemas.

Nadya mengangguk sambil tersenyum simpul.

"Makasih ya Nad, nih bayarannya." ujar Meylani sembari menyodorkan beberapa lembar uang pecahan lima puluh ribuan kepada Nadya.

Nadya menerimanya dengan semringah.

"Makasih banyak ya, Mey." Nadya senang Meylani benar-benar menggajinya dengan nominal yang dijanjikan.

"Hu'um, lain kali kalo gue butuh lo lagi, lo jangan pernah kapok ya Nad," ucap Meylani disertai seringaiannya.

"Iya iya," jawab Nadya. "Aku permisi pulang ya, Mey."

Baru saja Nadya hendak keluar dari Apartmen Meylani, tapi tiba-tiba dia dikejutkan oleh tangan Meylani yang seketika itu juga mencegat bahunya.

"Nad!" panggil Meylani.

Nadya pun menoleh pada Meylani dengan tatapan keheranan. "Ada apa lagi, Mey?" tanyanya bingung. Dia pikir ada yang salah dengan pekerjaannya di apartemen gadis itu.

"Lo butuh kerjaan lain lagi gak?" tanya Meylani. "Lo kan pinter, mau gak Lo jadi guru les Alex?" tambahnya.

"Alex?" ulang Nadya dengan dahi mengernyit.

"Iya, Alex. Adiknya Sandra," jelas Meylani. Sandra adalah salah seorang kawan akrab Meylani. Mereka tergabung dalam grup sosialita di kampus yang terdiri dari kalangan anak-anak orang tertentu atau bisa dibilang menengah keatas.

"Memangnya adik Sandra masih sekolah?"

"Iya, mau gak?" tawar Meylani lagi. "Sandra lagi cari guru les privat buat Alex, gitu sih yang gue denger, ntar kalo Lo mau ... biar gue bilangin ke dia," jelasnya kemudian.

"Boleh deh. Tapi bisa gak kalau jadwal belajarnya disesuaikan sama jam kosongku? Kamu kan tau, aku kuliah dan juga kerja di outlet ayam goreng," ujar Nadya.

"Gampang, itu bisa diatur. Asal Lo udah bersedia aja. Ntar pasti Sandra bisa maklum dan sesuaikan sama jadwal Lo."

Nadya tersenyum tipis. "Oke deh. Aku mau," jawabnya antusias dan bersemangat. Lagi pula, dia juga menyukai anak kecil, jadi pekerjaan baru ini pasti akan sangat menyenangkan untuknya.

...Bersambung ......

2. Pertemuan Pertama

Beberapa hari kemudian, Nadya akhirnya bertemu dengan Sandra melalui Meylani. Mereka pun berkenalan singkat. Nadya juga menceritakan latar belakang serta pekerjaannya saat ini.

"Jadi kamu kerja sampingan di outlet ayam goreng tapi juga mahasiswi jurusan Bahasa Inggris di kampus ini?" tanya Sandra. Dia merasa tak pernah melihat Nadya sebelumnya, darimana Meylani mengenal gadis ini? Pikirnya.

"Iya, Kak." Nadya menjawab pelan.

Sandra tersenyum kecil. "Kamu kok bisa kenal Meylani? Sepertinya kamu bukan teman yang biasa main dengannya?" tanyanya kemudian.

"Meylani senior saya di kampus Kak, siapa yang gak kenal beliau. Saya juga kenal sama kakak, kalian kan mahasiswi populer," akui Nadya dengan polosnya.

Sandra terkekeh singkat. "Ya udah, kalau gitu kamu jangan panggil saya Kakak, panggil aja Sandra. Sama kayak kamu panggil Meylani dengan hanya menyebutkan nama. Stop call me 'Kak'!" kata Sandra dengan cengiran kecil diujung kalimatnya.

Nadya tertawa pelan. "I--iya, Sandra," tuturnya lembut.

Jika diurutkan berdasarkan umur, memang umur Meylani dan Sandra terbilang lebih tua 2 tahun diatas Nadya, tapi jika mereka tak ingin dipanggil dengan sebutan 'kakak', Nadya bisa apa?

"Okay, gimana kalau kamu mulai kerja dari awal bulan ini saja?" Sandra bertanya kembali pada Nadya.

Gadis berambut pendek sebahu itu pun mengangguk. "Boleh, tapi saya bisanya mengajar di malam hari karena pagi saya kuliah dan siang saya bekerja sampai sore," jelas Nadya.

"No problem, Nadya. Yang penting kamu bisa mengajari Alex dengan baik. Dia agak susah soalnya." Sandra pun menyengir.

"Kalau boleh tau, saya akan mengajari adik kamu pelajaran apa, ya? Ehm... maksud saya pelajaran apa yang dia kurang bisa?" tanya Nadya.

"Semua."

"Semua?" ulang Nadya dengan kernyitan dalam. Nadya pikir, dia hanya mengajari satu atau dua mata pelajaran saja yang kurang diminati Alex. Bahasa Inggris atau matematika, misalnya.

"Iya, semua. Alex memang sudah kursus bahasa Inggris dan musik. Tapi dia kurang pintar di semua bidang akademis."

Nadya melongo beberapa saat sampai akhirnya dia tersadar saat Sandra menjentikkan jari didepan wajahnya.

"Hello ... Nadya? Are you okey? Kamu gak apa-apa kan kalau mengajarkan Alex semua mata pelajaran?"

Nadya menyengir kecil, apa iya dia bisa melakukan semua itu? Sebenarnya bisa saja, apalagi ini menyangkut pelajaran anak kecil, jadi tanpa membantah Nadya pun menyanggupinya.

...***...

Pertemuan yang dipikir Nadya akan membuatnya senang dengan pekerjaan barunya akhirnya terjadi. Dia bertemu dengan Alex dirumah besar keluarga Sandra.

Nadya mengedip-ngedipkan matanya dengan tidak percaya. Kalau bisa dia ingin menepuk pipinya sendiri untuk menyadarkan diri jika saja hal itu maklum dilakukan didepan Sandra dan didepan Ibu dari gadis itu.

"I--ini Alex?" tanya Nadya, dia sedikit berbisik pada Sandra yang berada disisinya.

Sandra mengangguk singkat, dia juga memberi isyarat pada Alex untuk memperkenalkan diri pada Nadya yang sekarang dia rekrut untuk menjadi guru les pribadi adik lelakinya tersebut.

"Hai, gue Alex. Lo Nadya, kan? Gue udah denger tentang Lo yang bakal jadi guru privat gue," ujar Alex dengan suara serak khasnya.

Nadya mati kutu. Bagaimana tidak, semua bayangannya mengenai Alex sang anak kecil yang bakal menyenangkan saat dia ajarkan mata pelajaran, ternyata hanya angan-angannya saja.

"Salah gue. Salah gue gak nanya umur Alex berapa! Harusnya gue juga nanya anak kelas berapa yang bakal gue ajarin," rutuk Nadya didalam hatinya.

Benarkah lelaki ini yang bakal dia ajarkan didepan hari? Selama tiga kali seminggu? Lelaki dengan perawakan yang lebih tinggi darinya? Bukan anak kecil seperti bayangannya? Mam-pus Lo Nadya! Lagi-lagi Nadya merutuk dalam hati.

"Kamu harus panggil Nadya dengan sebutan Kakak, Lex!" ujar Sandra menyadarkan Alex.

"Kakak?" Alex tertawa bahkan nyaris terbahak. "Kecil begini gue panggil dia 'kakak'?" ucap Alex sembari menatap Nadya lekat-lekat.

"Alex... biar begitu, Nadya lebih tua beberapa tahun dari kamu. Apalagi dia yang bakal ngajarin kamu nanti," ujar seorang wanita paruh baya yang cantik, yang adalah mama Sandra dan Alex.

"Tapi, Ma.... dia lebih cocok jadi anak SMP," tutur Alex sambil cekikikan.

Nadya yang tadinya mati kutu, tak terima dibilang anak SMP oleh Alex.

"Iya tapi anak SMP ini yang bakal mengajarkan kamu semua mata pelajaran," sindir Nadya yang kini bersuara.

Sandra dan Mamanya mengulumm senyum saat melihat Alex melotot karena mendengar jawaban nyelekit dari Nadya.

"Oke, kalau memang gitu. Coba aja Lo buktiin kalo Lo emang lebih pinter dari gue dan bisa mengajarkan gue semua mata pelajaran!" tantang Alex.

"Oke!" jawab Nadya tak mau kalah. Awalnya dia mau membatalkan perjanjian menjadi guru les privat Alex saat melihat sosok yang diajarnya bukanlah anak kecil, tapi ujaran Alex yang seakan meremehkan kemampuannya membuat Nadya geram dan justru ingin membuktikan jika dia mampu mengajari lelaki itu.

"Ya sudah, selamat belajar, ya!" kata Sandra sembari melambaikan tangan meninggalkan Nadya dan Alex ditengah-tengah ruangan.

Sandra dan sang mama pun pergi sambil mengulas senyum. Entah kenapa kali ini mereka yakin jika Alex akan menurut pada Nadya yang notabene nya adalah guru privat baru untuk lelaki itu. Padahal, sudah beberapa guru berhenti mengajar karena tidak sanggup menghadapi sikap Alex yang sering semena-mena pada sang pengajar.

...Bersambung......

3. Mulai belajar

Nadya berusaha menahan kesabarannya saat mengajari Alex pelajaran. Lelaki itu seperti tidak mendengarkan penjelasan Nadya. Alex benar-benar sangat menjengkelkan sekali.

"Dari bagian yang ini, bagian mana yang sulit buat kamu hafal?" tanya Nadya serius pada Alex.

Alex menggeleng pelan. "Gue gak suka pelajaran Sejarah," akuinya.

"Ini bukan tentang suka atau gak suka. Mau gimanapun kamu harus pelajari pelajaran ini, Alex!" kata Nadya.

"Ngapain belajar sejarah? Lebih enak belajar tentang masa depan."

"Ya Tuhan ..." Nadya membatin, mengelus dada menahan sabar. "Memangnya masa depan seperti apa yang kamu mau?" tanyanya kemudian.

"Masa depan yang cerah lah!" jawab Alex optimis."

"Kalau gitu, kamu harus belajar dengan giat. Mengandalkan harta orang tua aja, gak akan menjamin masa depan kamu cerah!" cetus Nadya.

"Oh ya? Siapa bilang?" Alex menantang. "Masa depan gue udah terjamin, gak mesti belajar beginian," katanya remeh.

"Gitu ya?" ujar Nadya pelan. Memang paling malas menghadapi anak mama yang manja dan hanya mengandalkan nama besar keluarganya. "Ya udah, kalau begitu gak ada gunanya saya disini mengajarkan kamu. Gak ada gunanya juga kamu sekolah. Lebih baik, kamu langsung kerja aja di perusahaan orang tua kamu!" sindir Nadya.

Alex terdiam. Dia melihat Nadya yang pelan-pelan mulai menyusun buku pelajaran diatas meja. Sedikit banyak, ucapan Nadya membuatnya sadar bahwa tidak segampang itu untuk masuk ke perusahaan milik orangtuanya sendiri. Dia harus punya bekal, itu yang Ayahnya katakan.

"Saya permisi!" kata Nadya yang perlahan bangkit dari duduknya. Dia benar-benar hendak meninggalkan ruangan itu berserta Alex saat itu juga.

"Tunggu!" Alex berkata pelan, tapi itu cukup untuk membuat Nadya menghentikan langkahnya. "Gue mau belajar!" katanya kemudian.

Nadya menoleh untuk melihat keseriusan diwajah pemuda itu. "Yakin? Kalau beneran mau belajar, buktiin ya!" ujarnya.

"Caranya?" tanya Alex menatap lekat pada Nadya. Dia juga tidak tau kenapa dia bisa menurut pada gadis berbadan mungil itu, padahal seharusnya dia senang karena misinya untuk menyingkirkan guru les baru sudah nyaris berhasil. Tapi entah kenapa kali ini berbeda. Seakan ucapan Nadya tadi benar-benar mempengaruhinya.

Nadya berbalik sempurna menatap Alex sekarang. "Diawali dengan cara bicara kamu. Gak ada 'lo-gue'. Minimal kamu bilang diri kamu dengan sebutan 'aku' dan panggil saya dengan sebutan 'kakak'," katanya dengan tampang meyakinkan Alex.

Alex mengulumm senyum. "Oke. Gue ... maksudnya, aku gak bakal bilang lo-gue lagi. Tapi gue, ehm ... aku juga gak bakal manggil Lo kakak! Kakak gue cuma Sandra doang," ujarnya songong.

"Ya terserah, tapi saya gak mau dipanggil 'lo'!" gumam Nadya.

"Ehem ..." Alex berdehem singkat. "Aku panggil nama aja," kata Alex memberikan pendapatnya.

Nadya mengangguk samar. "Kalau gitu, kita mulai lagi buat belajar," tuturnya. Nadya pikir pemuda ini masih bisa diberitahu jadi baiklah dia akan mulai mengajari Alex alih-alih memilih untuk merelakan pekerjaan barunya.

"Berarti negosiasi kita udah deal, kan?" tanya Alex yang melihat Nadya kembali duduk didekat meja belajarnya.

"Negosiasi yang mana?" Nadya balik bertanya.

"Aku gak harus manggil kamu kakak." Alex menyengir.

"Coba kasi saya alasan, kenapa kamu gak mau manggil saya kakak selain karena saya memang bukan kakak kamu?"

"Karena kamu ... gak cocok." Alex menggeleng-gelengkan kepalanya dengan senyuman lebar.

Nadya tau apa yang dimaksud Alex dengan tidak cocok, mungkin karena postur tubuhnya yang lebih kecil dari Alex, atau mungkin karena Alex pernah menganggapnya sebagai anak SMP.

Nadya mengabaikan segala pemikirannya terkait hal itu, sebab sekarang dia ingin fokus mengajarkan Alex tentang pelajaran.

"Nah, sekarang bagian mana yang kamu gak ngerti?" tanya Nadya menatap Alex.

Disaat yang sama, Alex juga tengah menatap Nadya hingga tatapan mereka bersiribok satu sama lain.

"Ehm, aku gak ngerti yang ini!" tunjuk Alex asal. Dia hanya ingin mengalihkan tatapan matanya yang sebelumnya terkunci dihadapan Nadya. Itu memalukan, pikirnya.

Nadya mengangguk, dia mulai menjelaskan kembali pada Alex demi mengurangi rasa canggung akibat kejadian sepersekian detik yang sempat terjadi dimana tatapan mereka bertemu dan berhenti disatu titik yang lurus.

Nyaris dua jam Nadya sudah mengajari Alex, hingga akhirnya dia menyudahi pelajaran mereka hari itu.

"Besok kita belajar lagi, kan?" tanya Alex yang membuat Nadya mengernyit keheranan. Kenapa tiba-tiba lelaki ini antusias sekali belajarnya? Bukankah diawal dia seakan menentang keberadaan Nadya untuk mengajarinya?

"Besok libur, Lex. Kita belajar lagi hari Kamis, ya," tutur Nadya lembut.

"Kenapa?" tanya Alex dengan nada yang ... kecewa?

Kenapa Nadya menangkap nada seperti itu dari kalimat Alex?

"Ya gak kenapa-napa. Les nya kan 3 kali seminggu. Jadi cuma hari Selasa, Kamis dan Sabtu," terang Nadya.

"Oh gitu ya?" Lagi-lagi nada Alex terdengar kecewa, membuat Nadya diam-diam mengulumm senyumannya.

"Hmm," jawab Nadya singkat. Dia pun bangkit dari posisinya dan berjalan menuju pintu keluar dari ruangan belajar Alex.

Seperginya Nadya, Alex justru ikut tersenyum entah karena hal apa. Yang jelas dia pun tidak mengerti kenapa tiba-tiba keadaan berubah menjadi seperti ini hanya dalam beberapa jam bersama Nadya. Apa kepintaran Nadya berhasil membuat Alex merasa kagum padanya? Atau justru ada hal lain yang membuat Alex merasa tertarik? Entahlah.

...Bersambung ......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!