NovelToon NovelToon

PROMISE (Stay With You)

Wasiat Umi

Mentari bersinar dengan cerahnya di pagi hari ini. Secerah senyum gadis berhijab marun yang menikmati suasana paginya. Matanya terus berbinar menatap bunga-bunga di halaman rumah yang bermekaran indah. Warna-warna yang tercipta mengukir rasa bahagia dari sosoknya. Senandung sholawat terdengar lirih, senantiasa mengucap syukur atas nikmat yang telah Tuhan beri untuknya.

Namira Syofwa Nazah itulah namanya. Sosok berparas cantik pemilik mata hazel, gadis muslim yang taat akan agamanya di zaman yang penuh akan kemaksiatan.

"Shofwa..." Panggil pria paruh baya yang baru saja keluar dari dalam rumah.

"Iya Abi... ada apa?" Ucap Shofwa sembari menghentikan aktivitasnya menyiram tanaman, lalu berjalan menghampiri Abinya.

"Shofwa...apa kamu masih ingat wasiat Umimu sebelum meninggal?"

Detak jantung Shofwa seakan berhenti mendengar pertanyaan Abinya barusan. Tentu saja Shofwa mengingat pesan terakhir Uminya. Pesan yang sangat membebani hati Shofwa akhir-akhir ini. Lantas Shofwa mengangguk ketika Abi menunggu jawabnya.

"Alhamdulillah jika Shofwa masih ingat, bolehkan Abi minta mengosongkan waktumu untuk besok malam?"

"Untuk apa Abi?"

"Abi rasa sudah saatnya kamu mewujudkan keinginan Umimu nak, Insya Allah besok malam teman lama Abi akan berkunjung kerumah kita dengan membawa kabar baik."

Shofwa masih terdiam mencoba memahami ucapan Abinya barusan. Apa secepat ini? Shofwa ingin mengatakan bahwa dirinya belum siap menjalankan amanah Uminya. Dirinya baru saja lulus kuliah dan baru saja diterima kerja beberapa bulan di perusahaan.

"Shofwa merasa masih perlu belajar lebih banyak lagi Abi, Shofwa masih suka mengeluh..." Jujurnya pada Abi, toh itu lebih baik karena berhasil mengelurkan unek-uneknya.

"Shofwa dengarkan Abi! Tidak semua hal perlu di pelajari lebih dulu, salah satunya pernikahan nak. Ada kalanya kita belajar dari pengalaman yang kita lalui."

Jika sudah begini Shofwa tidak lagi bisa berkata, apa yang di ucapkan Abinya memang benar adanya. Pernikahan bukan suatu hal yang bisa dipelajari lebih dulu. Pernikahan adalah ibadah terpanjang kepada Robnya. Ibadah yang dapat mengantarkan dirinya ke surgaNya.

Delapan tahun yang lalu, tepatnya satu hari sebelum kepergian Uminya ke pangkuan Ilahi. Ketika dirinya telah dewasa dan siap, beliau berpesan untuk menerima perjodohan yang telah Umi rencanakan dengan sahabatnya dulu.

Waktu itu Shofwa masih remaja SMP dan belum terlalu paham mengenai permintaan Uminya, jadi dia menyetujui saja tanpa berfikir dua kali. Tapi sekarang ketika dirinya beranjak dewasa, pesan Umi selalu terngiang di otaknya dan selalu menghantui dirinya di setiap malam ketika akan tidur.

Dan kini, Abi mengingatkan pesan itu. Sudah siapkah dirinya menjalankan wasiat Umi? Siapkah dirinya menerima perjodohan ini?

"Baik Abi..." Jawabku dengan pasrah, lalu tangan abi mengelus kepalaku dengan lembut, menyalurkan rasa nyaman dan aman yang membuatku percaya, bahwa keputusan yang diambilnya memanglah benar. Senyumku kembali terukir, memandang wajah abiku yang terlihat semakin menua.

"Shofwa ayuk kepasar!" Teriak Hafsa sahabatku dari luar pagar.

"Abi, Shofwa pergi kepasar dulu ya, banyak yang harus shofwa beli." Pamitku pada abi.

"Iya nak ati-ati ya..." Balas abi sembari tersenyum manis kepadaku.

Sepanjang perjalanan, Hafsa terus bercerita tentang ini itu, namun aku mengabaiknya. Sampai ketika Hafsa menyadarinya dan mulai mengomeliku.

"Ada apa? Tumben gak denger ceritaku, biasanya kamu paling heboh kalau aku bercerita." Tanyanya kemudian.

"Sepertinya aku akan segera menikah Sa."

"HAH....."

Namira Shofwa Nazah

Perjodohan

Cuaca dirasa begitu panas di tengah kota berpenduduk padat. Suara klakson kendaraan yang berlalu lalang membuat gaduh suasana. Suara nyanyian dari dua bocah kecil yang ngamen di dekat lampu merah mengusik pendengaran seorang pemuda berparas rupawan dari dalam mobilnya.

Lantas dirinya menurunkan kaca mobil dan memanggil kedua bocah kecil itu untuk mendekat. Dua bocah kecil itu mematung ketika mendapat dua lembar uang seratus ribuan dan sekantong plastik berisi makanan dari pemuda itu.

Dua bocah kecil itu tersenyum bahagia dan tak lupa berucap terima kasih pada sosok yang kini mobilnya mulai berjalan menjauh karena lampu sudah berwarna hijau.

Rumah megah didepan sana masih terasa sama di netra gelap pemuda itu. Sosoknya turun dari mobil dengan menenteng koper besar, lalu tanpa ragu dirinya masuk kedalam rumah yang tidak lain dan tidak bukan adalah rumah keluarganya.

"Assalamu'alaikum..." Ucap pemuda itu ketika memasuki rumah besarnya.

"Wa'alaikum salam...Kakak..." Jawab seorang gadis berhijab coklat yang kini menuruni tangga dengan berlari.

Pemuda itu menerima pelukan hangat dari saudara satu-satunya yang dia miliki itu. Lantas sosoknya menoleh pada Ayah dan Bundanya yang baru saja keluar dari dapur.

Senyum hangat dan pelukan dari Ayah Bundanya membuat sosoknya terharu. Rindu yang selalu dirasa pemuda itu ketika empat tahun berada di luar negeri untuk kuliah dan memegang cabang perusahaan keluarganya disana kini terbayar sudah.

"Bagaimana? Tidak ada apa-apakan dijalan?" Tanya Bundanya penasaran.

"Aman Bunda..." Ucapnya sembari memgecup pipi Bundanya.

"Arka kamu itu sudah besar nak! Masih aja nyium Bunda." Protes Bundanya sembari mengelus sayang kepala putranya itu.

"Cie yang besok mau mengkhitbah cewek..." Ucap Azkia yang sukses membuat senyum Arka luntur. Sosoknya kini berjalan ke sofa dan merebahkan tubuhnya disana. Menghiraukan tatapan Ayah dan Bunda yang penuh akan tanya.

"Kamu udah dewasa dan mapan Arka, Ayah Bunda hanya tidak ingin kamu memilih wanita yang salah. Toh perjodohan ini baik untuk kamu, menghindarkan kamu dari zina." Ucap Farhan yang membuat Arka sedikit emosi.

"Yah, ini bukan lagi zaman Siti Nurbaya. Arka bisa cari pendamping hidup sendiri. Lagian Arka ingin fokus kerja dan membahagiankan kalian lebih dulu. Pernikahan ibadah terpanjang kepada Tuhan, Arka gak mau main-main apa lagi salah pilih." Elak Arka dengan sopan.

"Reswara Arkana Abrisyam...masa iya Ayah dan Bunda mau kasih pilihan buruk untuk anaknya. Insya Allah pilihan Ayah Bunda terbaik untuk kamu nak. Kami mengenal gadis itu, dia wanita sholeha yang cantik, pintar, dan pekerja keras, dia anak dari sahabat Ayah dan Bunda sejak lama. Bunda harap kamu menerima perjodohan ini sayang!"

Arka terdiam, dia ingin membantah tapi rasanya akan percuma saja. Ayah dan Bundanya sudah menaruh harapan besar untuk penerima perjodohan ini.

"Azkia juga menjamin kak, gadis yang akan kakak khitbah wanita baik-baik seperti yang dikatakan Ayah Bunda. Dia kakak tingkat kampus Azkia dan tahun ini dia lulusan dengan nilai terbaik di kampus kak."

Arka menghela dan akhirnya hanya mengangguk pasrah, menerima perjodohan yang orang tuanya lakukan dengan sahabatnya itu.

"Besok malam kita datang kerumahnya, kamu jangan ada jadwal dulu Arka!" Peringat Zahwa Bundanya.

"Astaga Bunda! Kenapa tidak bilang ke Arka dulu sih? Anak Bunda ini baru aja pulang dari perjalanan luar negeri. Biarkan Arka istirahat dulu Bunda!" Ucap Arka tidak habis pikir dengan Bundanya.

"Kalau Bunda bilang, nanti kamu mengundur kepulanganmu Arka dan Bunda tidak menerima penolakan titik!"

Telak, Arka sudah tidak bisa berkata jika Bundanya sudah berkata seperti itu. Dengan langkah lemas Arka menaiki tanga menuju kamarnya yang terletak di lantai atas. Pikiranya masih melayang akan perjodohan dirinya besok.

Siapkah Arka membimbing seorang wanita? Siapkah Arka menjadi seorang suami yang bertanggung jawab? Siapkah Arka melupakan kisah cintanya pada seseorang yang kini masih diharap kehadiranya?

Reswara Arkana Abrisyam

Taman Kota

Gerakan santai sosok Shofwa ketika membereskan meja kerjanya berbanding terbalik dengan isi pikiranya yang begitu berisik. Dalam diamnya, dalam tenangnya, sejujurnya Shofwa begitu gelisah tidak karuan karena memikirkan perjodohannya nanti malam.

Helaan nafasnya senada dengan langkah kakinya ketika meninggalkan ruangan kerja yang beberapa bulan telah dia tempati. Shofwa berjalan santai menuju halte bus didekat taman kota, biasanya dia akan riang gembira setiap kali pulang kerja. Namun, senyum yang selalu terukir diwajah cantinya tak terlihat seharian ini.

Kesalnya teralihkan ketika mendengar pertengkaran dua bocah kakak beradik yang merebutkan sebuah balon. Entah kenapa hal itu mampu mengundang Shofwa untuk mendekat dan melerainya.

Namun, baru saja melangkah, Shofwa kembali menghentikan langkahnya . Terlihat seorang laki-laki lebih dulu melerai pertengkaran dua bocah bersaudara itu.

Entah kenapa melihat cara laki-laki itu melerai pertengkaran dua bocah itu, berhasil membuat hati Shofwa tersentuh dan tanpa sadar senyumnya mengembang sempurna.

Shofwa mendengar apa saja yang diucapkan laki-laki itu, sampai dua bocah itu saling berpelukan dan tersenyum bersama, tak lupa saling berucap maaf.

Shofwa memberanikan diri melangkah mendekati mereka. Sontak hal itu menarik perhatian mereka, atensi mereka kini sepenuhnya tertuju pada Shofwa. Terlebih lagi saat ini Shofwa mencari cari sesuatu di tasnya.

Tak lama kemudian Shofwa menyodorkan dua buah permen kepada dua bocah tadi. Sepasang mata dua bocah itu lansung bersinar kegirangan dan dengan cepat tangan mereka meraih permen itu. Hal itu mengundang tawa Shofwa.

Tiba-tiba sebuah tangan besar berada didepan Shofwa, seperti meminta sesuatu padanya. Mata Shofwa langsung beralih mencari mata pemilik tangan besar itu. Mereka saling memandang seperkian detik sebelum Shofwa lebih dulu memutus kontak haram itu. Meskipun sebentar, mata hitam nan teduh laki-laki itu sukses membuat Shofwa terpana.

"A...pa?" Tanya Shofwa ragu pada laki-laki didepannya itu.

"Permen!" Pinta laki-laki itu, seketika Shofwa langsung mengerutkan dahinya dan kembali mencari sesuatu di tasnya yang tak lain sebuah permen yang diminta laki-laki tadi. Shofwa menghela ketika tak menemukan apa yang dia cari.

"Maaf...sudah habis, kamu bisa beli diwarung ujung taman sana kalau benar-benar mau." Ucapnya lirih sembari menutup tasnya kembali dan menunjuk sebuah warung berwarna biru di ujung taman.

"Baiklah..." Ucap laki-laki itu santai.

"Aku pergi dulu...busku sudah datang" ucap Shofwa buru-buru sembari melangkah meninggalkan dua bocah bersudara dan laki-laki tadi.

Laki-laki tadi terus memandang kepergian Shofwa dengan tanda tanya. Entah apa yang dia pikirkan tentang Shofwa, yang jelas tatapan kagum tercetak jelas di senyumnya yang menawan.

Shofwa terus memandang keluar jendela bus, menikmati waktu senja yang tercipta disepanjang jalan. Jalanan yang awalnya lenggang kini mulai padat akan kendaraan bermotor. Itu semua selalu tercipta ketika para pencari cuan pulang kerumah, setelah seharian penuh menghabiskan waktu ditempat kerja.

Entah sudah keberapa kali Shofwa menghembuskan nafas resahnya. Raut gelisah diwajah tak lagi bisa ditutupi olehnya. Dering ponsel yang tiba-tiba terdengar dari penumpang lain menyadarkan dirinya. Bahwa dia harus menerima takdir yang telah ditetapkan Tuhan untuknya.

Mau lari pun tak lagi bisa, karena konsekuensinya umi yang telah lama berpulang akan bersedih diatas sana, meratapi anakknya yang tak mau mewujudkan harapan terakhirnya sebelum meninggal.

Shofwa hanya percaya, dibalik semua ini pasti akan ada keindahan yang akan di dapatkanya, Tuhan itu maha baik, lalu mana mungkin dia menghianati mahkluknya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!