Lampu di jalan itu sudah berganti merah beberapa orang yang berpakaian kumuh langsung menyerbu kendaraan yang berhenti dengan membawa seperangkat benda-benda jualannya, kebanyakan anak kecil dan hanya beberapa orang saja yang masih remaja diantaranya Chami. Wanita muda itu sangat lincah, semangat, pantang menyerah, tetapi pemaksa. Chami Melania gadis cantik, putih mulus, wajah imut, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek hanya 160 cm dan tidak terlalu gemuk dan tidak terlalu kurus hanya 49 kg. Baru 2 bulan dia bekerja seperti itu karena sebab dan akibat, jika di lihat wajah Chami sangat kalem, lembut dan memancarkan aura kesempurnaan membuat banyak orang jatuh cinta pada pandangan pertama jika melihatnya.
Tok tok tok
Chami mengetok kaca jendela mobil yang yang paling mahal dari deretan orang menunggu lampu merah selesai itu, Chami tahu mana yang orang kaya betulan atau orang kaya palsu. Pakaian yang di gunakan Chami hanya baju kaos putih yang tampak lusuh dan celana hitam kain selutut, walaupun tampak lusuh tetapi tak terpungkiri di balik penampilannya dan dengan rambut acak-acakannya dia bisa memancarkan aura keindahan dengan senyumnya itu.
"Buka dong aku ada jual rokok nih buat di hisap! beli dong... Hei orang kaya!!" ucap Chami setengah berteriak sambil terus mengetok kaca pintu mobil depan itu.
"Bos di bukain atau tidak, kayaknya gadis itu maksa banget." Kata Beni supir mobil mewah itu kepada si pemilik mobil.
"Bukain aja suruh dia masuk duduk di sebelah ku," jawab sang pemilik mobil.
"Tapi bos pakaiannya itu..."
"Cepat sebelum lampu hijau!"
"Baik bos."
Kaca pintu mobil itu di turunkan Chami langsung memasang wajah terindahnya, ia senyum manis sekali membuat Beni yang melihatnya menelan air ludah dan mendadak kerongkongannya kering.
"Halo om beli rokok ad..." Belum siap Chami bicara sudah di potong dengan Beni.
"Ma...suk," ucap Beni tersendat karena ia begitu salah tingkah melihat gadis cantik di depannya.
"Wah mau borong nih ya, aku duduk depan atau belakang? Halo om ganteng!" Kata Chami semangat ia juga menyapa pemilik mobil itu yang menatapnya intens ia sadar di tatap seperti itu tetapi ia masa bodoh saja yang penting jualannya laku.
"Duduk di mana bos?" tanya Beni lagi padahal ia tahu perintah bosnya tadi menyuruh ia duduk di samping beliau.
"Di samping ku!" jawab pemilik mobil dengan angkuh.
"Silahkan langsung kebelakang," ucap Beni kepada Chami dan di angguk Chami dengan cepat.
"Halo, Om." Sapa Chami saat pintu mobil terbuka dan ia langsung duduk tepat di samping si pemilik mobil.
Arnold Schwarzenegger menatap Chami sangat intens dari atas kepala sampai bawah kaki, Chami terus memasang senyumnya agar orang itu membeli rokoknya.
"Oi om sedikit bule, jangan terlalu melihatku begitu nanti jatuh cinta bisa berabe." Kata Chami sambil cengengesan.
"Kau jual apa?" tanya Arnold datar.
"Om ini lucu ya kan om liat sendiri aku cuma jual rokok, nih rokoknya satu bungkusnya seratus ribu beli dong om!" Chami menjawab sambil menunjukkan rokok tersebut ke depan wajah Arnold.
"Mahal sekali rokoknya, jangan di beli bos!" sahut Beni tidak terima dengan harga rokok tersebut.
"Ayolah keburu lampu hijau nih, ayolah om di beli ya! gak ada yang laku loh aku jual hari ini." Chami memasang ekspresi sedih, Arnorld hanya melihat ekspresi itu.
"Gimana mau laku harganya aja kayak gitu," kata Beni tidak suka, pertama kali melihat Chami ia langsung suka, tetapi sekarang ia malah jengkel.
"Aduh tuh mulut ya, om supir enak kerjanya cuma di dalam mobil ini, dingin pula ada AC nya coba deh sekali jualan seperti aku ini boro-boro mengeluh langsung meninggal iya mungkin!" balas Chami tidak suka, ia kesal melihat supir yang bikin kesal itu.
"Eh dasar wanita gila!" Beni benar tidak menyukai Chami, ia melihat ke depan dan ternyata sudah lampu hijau. "Bos sudah lampu hijau," kata Beni mengingatkan.
"Jalan aja terus." Jawab Arnold santai.
"Dengar tuh jalan aja terus!" Chami ikut memerintah Beni.
"Cih." Beni hanya berdecih mendengar itu.
"Hai om pendiam, jadi gak beli rokok ini? Satu cuma seratus ribu loh gak bikin om jatuh miskin kok," kata Chami sambil tersenyum-senyum memegang satu bungkus rokok.
"Aku beli semuanya, berapa?" tanya Arnold sambil menatap mata Chami, tetapi Chami tidak peduli di tatap seperti itu, malah dia senang karena rokoknya terjual habis dan ia mendapatkan keuntungan berkali-kali lipat.
"Mantap itu baru orang kaya, om suka merokok ya aku sarankan jangan merokok banyak-banyak nanti cepat mati. Nih liat nih, di kotak bungkus ini ada tulisan merokok membunuhmu dan lihat gambarnya tenggorokannya bolong, walaupun om orang kaya nih tapi jangan terlalu suka merokok, kalau langsung mati gak apa-apa sih tapi kalau sampai sakit apalagi kena kanker lambat matinya om." Jelas Chami membuat Beni menatapnya sinis sedangkan Arnold hanya diam saja mendengar itu sambil melihat Chami memasukkan rokok di dalam kantong.
"Om ini pendiam banget ya sayang padahal ganteng, coba om gak pendiam mungkin sudah suka aku hehehe. Becanda om jangan masukin ke hati, nih semua totalnya 2 juta 700 ribu di genapkan jadi 3 juta lah," ucap Chami santai, Beni sudah tersulut emosi di buatnya.
"Kasih nomor rekening mu biar aku transfer?" pinta Arnold.
"Boro-boro punya kayak gitu om uang cash aja aku gak ada." Chami menjawab dengan melihat Arnold yang juga melihatnya, Arnold langsung mengalihkan wajahnya.
"Ben, kita mampir ke ATM terdekat!"
"Baik, Bos."
"Om coba senyum deh aku yakin kalau om senyum pasti makin tambah tampan deh." Kata Chami sambil membuat pola-pola di wajah Arnold.
"Bisakah kau tidak cerewet?"
Bersambung
Arnold Schwarzenegger
Chami Melania
🌺Lanjut Baca🌺
"Baiklah aku bakalan diam, tapi om aku penasaran banget untuk apa om beli rokok sebanyak ini?" tanya Chami sambil melihat wajah Arnold.
"Cih... Cepat lajukan mobilnya dan segera ambil uang 3 juta!" suruh Arnold dan di anggukkan oleh Beni, ia tak menjawab pertanyaan Chami.
"Siap, Bos."
"Om enak gak jadi orang kaya? kayaknya sih gak bahagia buktinya om jarang senyum," ucap Chami lagi membuat Arnold menjelingkan matanya ke arah Chami.
"Berapa umurmu?" tanya Arnold kepada Chami.
"Umurku, 35 bos," jawab Beni dengan cepat.
"Bukan umurmu tapi gadis ini!" bantah Arnold.
"Oh maaf bos saya kira bos menanyakan umur saya hehehe, kita sudah sampai saya ambil uangnya dulu ya bos."
"Hmm.." Beni keluar dari mobil sedangkan Arnold masih menunggu jawaban dari Chami.
"Umurku baru 19 tahun om, walaupun aku ini sudah berumur 19 tahun tetapi kelihatannya seperti 18 tahun kan. Ya ialah kan aku baru kemaren ulang tahun hehehe, om gak sekalian nanya nama? Aku kasih tau aja ya namaku Chami Melania dan om bisa memanggilku Chami, cantikkan seperti orangnya." Tutur Chami percaya diri.
"Hmm..." Balas Arnold singkat
"Ah gak asik nih om sedikit bule, nama om siapa?" tanya Chami, Arnold menatapnya sekilas lalu memalingkan wajahnya lagi.
"Arnold." Jawabnya singkat lagi.
"Nama om aja kayak bule-bule gitu, masa nama om cuma Arnold aja apa ada kepanjangannya? gak mungkinkan cuma pendek segitu?"
"Arnold Schwarzenegger."
"Apa? Arnold apa om? Arnold Messenger?" tanya Chami kebingungan sebab nama pria di depannya itu sangat aneh.
"Ck.. Arnold Schwarzenegger, jangan tanya lagi!"jawabnya kesal karena Chami menyebut namanya Messenger.
"Oh begitulah ya om kan, umur om berapa?" tanya Chami lagi.
"28." Arnold menjawab tidak melihat Chami padahal wanita itu sedang excitednya ingin mengetahui siapa pria di sampingnya itu.
"Wah om masih muda ya berarti aku jangan memanggil om dong, harusnya aku memanggil apa ya?" Chami bingung sendiri ia memainkan dagu seraya memikirkan, Arnold melirik ke arah Chami yang sedang berpikir tampak wanita itu sudah mendapatkan jawaban langsung Arnold menatap ke depan dengan cepat.
"Bagaimana kalau aku manggil om dengan panggilan Super, kerenkan?"
"Apa? Super?" tanya Arnold kaget ia langsung melihat wajah Chami yang begitu bersemangat.
"Iya Super, bagaimana kerenkan?" Chami menaikkan turun alisnya.
"Kenapa harus Super?" tanya Arnold penasaran.
"Om itu serba super jadi aku panggil Super aja ya?"
"Cih... Kalau begitu aku akan memanggilmu, Dekil." Balas Arnold.
"Loh kok Dekil sih om, aku kan cantik kok manggilnya Dekil sih."
"Liat aja penampilanmu itu." Tunjuk Arnold ke pakaian lusuh milik Chami
"Dasar Super mulut lemes dan jahat. Super, kok lama banget sih supirnya aku pengen cepat pulang nih!"
"Ck.. Dekil nyenyes, kau mau pulang kemana biar aku antar."
Chami ragu ingin memberitahu rumahnya, ia berfikir sejenak mencari cara agar pria yang di panggilnya Super itu tidak mengantarnya pulang.
"Kenapa diam? Dimana rumahmu?" tanya Arnold lagi.
"Aku gak punya rumah Super hiks... hiks..." jawab Chami sambil menangis.
"Apa benar dia gak punya rumah, kasihan sekali tapi kenapa dia seperti berbohong? Tapi dari penampilannya sepertinya dia memang tidak punya rumah." Batin Arnold.
"Jadi selama ini kamu tinggal dimana?" tanya Arnold penasaran, ia ingin membawa Chami pulang ke rumahnya.
"Di kolong jembatan hiks... hiks..."
"Sudahlah jangan menangis kau bisa ikut dengan ku sekarang." Kata Arnold membuat Chami mendongak dan langsung menyeka air matanya.
"Wah aku bakal ikut orang kaya nih," pikir Chami senang.
"Maksudnya bagaimana Super?" tanya Chami pura-pura bingung.
"Kau akan ikut denganku dan tinggal di rumahku, dimana keluargamu?" tanya Arnold, siapa tahu jika keluarga Chami juga kesusahan
"Tinggal di rumah kamu, Super? Keluargaku sudah pergi meninggalkan aku dan aku di telantarkan di kolong jembatan hu..hu.."
"Sudah diamlah, Dekil. Kau akan ikut denganku sekarang dan akan menjadi pembantu di rumahku!"
"Apa? Pembantu?" Tanya Chami kaget dalam hati.
"Pembantu, Super? tapi aku tidak tahu apa-apa bekerja sebagai pembantu."
Belum Arnold bicara Beni sudah masuk dan duduk di kursi mobil depan ia langsung menyerahkan uang 3 juta kepada Arnold.
"Nih bos uangnya, maaf telat tadi ada kendala sedikit." Kata Beni sambil memberi uang tersebut.
"Ya gak apa-apa, nih uangmu dan kau sekarang tinggal dan jadi pembantu di rumahku kau tidak akan susah berjualan di jalan seperti tadi." Ucap Arnold dan memberi uang tersebut, Beni kaget mendengar apa yang di katakan bosnya sedangkan Chami dengan senang hati menerima uang tersebut sampai di cium-ciumnya.
"Kita ke mall sebentar untuk membeli pakaian untuk dia." Kata Arnold kepada Beni.
"Eh jangan Super, aku membeli baju di pasar aja lebih murah dan lebih hemat. Aku baru nerima duit sebanyak ini masa langsung habis di beli baju." Cegat Chami sambil mengelus-elus uang di tangannya.
"Eh, Dekil uang itu kau simpan saja, aku yang akan membelikan mu pakaian nanti. Cepat Beni jalankan hari sudah mulai sore nih." Beni yang kesal hanya mengikuti perintah saja.
"Baik bos."
"Super apakah kau tak sayang uang? Kau sudah mengeluarkan banyak uang untukku sampai 3 juta dan kau akan membelikan ku pakaian lagi wah kau memang tidak sayang uang."
"Ucapkan terima kasih jangan kau terus mengatai ku saja, Dekil."
"Eh.. terimakasih, Super." Kata Chami dengan senyum lebarnya.
"Cih... Dekil, Super. Apaan tuh dasar wanita gila satu juga bos nih belum apa-apa sudah bawa pulang aja. Biasanya gak suka sama orang baru nih malah pakek bawa pulang aja, malah pakai beliin pakaian segala biasanya pelit sekarang tiba-tiba jadi aneh." Gumam Beni pelan tetapi tidak terdengar oleh Super dan Dekil.
******Semoga terhibur semuanya, jangan lupa like dan coment ya biar tambah semangat nulisnya 😁
Maaf jika banyak typo bertebaran
Selamat Membaca Semua** 🤗🤗**
Di mall Chami sangat senang ia begitu excited berlarian kesana kemari dengan baju lusuhnya, Arnold terus saja memperhatikan kelakuan Chami yang begitu kelewat bahagia. Beni memandang Chami tak suka, entah mengapa jika wanita yang di lihatnya itu wanita yang penuh rahasia bahkan tidak seperti anak jalanan.
"Hahaha di sini enak banget Super, wah.. orang-orang di sini juga keren-keren." Chami memperhatikan orang-orang yang lewat yang menatapnya aneh.
"Mereka keren sedangkan kau lusuh, ayo kita beli bajumu." Chami mengikuti kemana Arnold pergi sedangkan Beni yang berada agak di belakang hanya memasang wajah masam.
Mata Chami di sajikan oleh pakaian-pakaian yang cantik, banyak dress yang berwarna-warni dan pakaian wanita masa kini. Arnold menyuruh Chami mencoba banyak baju walaupun pelayan toko itu tidak memberi izin awalnya karena melihat pakaian yang di gunakan Chami tetapi langsung mengangguk setuju setelah Arnold akan membelikan apa yang di coba Chami.
"Bos Anda yakin jika akan membelikan baju-baju yang tadi untuk wanita itu?" Tanya Beni tak yakin, maksudnya ia tidak terima jika bosnya yang pelit dengan dirinya dan memberi secara cuma-cuma untuk orang lain apalagi orang yang baru di kenal.
"Memangnya kenapa? Apa kau iri?" Tanya Arnold yang sedang duduk menunggu Chami keluar, Beni yang tengah berdiri di samping Arnold langsung menggeleng kepala cepat.
"Bagaimana aku tidak iri bos kau tidak pernah memberiku apa-apa, sekarang wanita gila itu mendapat hadiah yang... Argghh sabar Ben ingat Ayu wanita mu itu selalu menjadi penyemangat mu, Abang mencintaimu neng Ayu." Beni sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri sementara Arnold langsung tertegun saat melihat Chami sudah berganti pakaian dengan dress warna biru laut pilihannya tadi.
"Apa ini? Kenapa Dekil jadi cantik begini?" Gumam Arnold.
"Hai Super kok bengong sih, lihat nih aku cantik kan? Tapi ribet nih pakai yang beginian enak pakai celana bisa gerak bebas kemana-mana." Chami memutar-mutar badannya sambil memainkan dress yang di pakainya itu.
"Biasa aja, kalau Dekil ya tetap Dekil! Mbak ambil 10 dress yang ukuran seperti ini dan juga setelan wanita yang ada celananya, Dekil kau jangan ganti baju biar pakai itu saja." Suruh Arnold, pelayan tadi langsung segera menyiapkan apa yang di perintahkan untuknya tadi.
"Super ribet loh aku pakai yang beginian, oh iya baju tidurku bagaimana aku harus tidur pakai baju tidur dong." Kata Chami sambil memegang keningnya.
"Dasar wanita gila matre, bilang aja kau cuma moduskan sudah terlihat ternyata biang mu!" Kata Beni dalam hati tetapi mulutnya di monyong-monyongkan ke arah Chami.
"Tidak hanya baju tidurmu tetapi juga sendal, sepatu, sabun dan alat-alat kecantikan lainnya." Ucap Arnold sambil menunjuk senjal jepit yang di pakai Chami yang sudah tak layak pakai sebab di bagian tumitnya sudah bolong.
"Bos apa ini tidak kelewatan?" Tanya Beni tidak terima.
"Diamlah!" Jawab Arnold singkat.
"Wah benarkah Super, apakah kau akan membelikan aku semua itu? Kau memang baik Super." Chami berjingkrak-jingkrak senang ia seperti menjadi wanita seutuhnya nanti, tidak seperti di jalanan yang tidak memperhatikan penampilan.
"Iya." Jawab Arnold.
Setelah berbelanja cukup banyak untuk keperluan Chami di tambah sempat makan di restoran merekapun sampai di depan rumah Arnold yang terlihat mewah, rumah bergaya modern dan pastinya membuat hati menciut jika orang atau anak jalanan melihat itu.
"Ini rumahmu Super?" Tanya Chami setelah keluar dari mobil ia begitu terkagum-kagum melihat kemewahan rumah Arnold.
"Iya ini rumahku dan ingat kau akan bekerja untukku di sini dan akan menjadi pembantu!" Jawab Arnold seraya mengingatkan.
"Iya..iya aku paham aku akan jadi pembantu di sini, tapi sungguh rumah ini sangat besar. Mmm.. pasti anak-anak mu suka bermain di halaman ini kan?" Chami melihat sekitar halaman yang juga cukup besar, ia juga membayangkan anak-anak Arnold bermain dengan ceria di halaman itu.
"Aku belum menikah jadi aku belum punya anak, ayo kita masuk." Arnold jalan duluan dan di ikuti Chami dari belakang sedangkan Beni yang dari tadi sibuk sendiri sedang berusaha membawa banyak barang-barang milik Chami yang baru di beli tadi.
"Awas kau wanita gila!" Ucap Beni dengan geram sambil menenteng barang-barang yang banyak.
"Umurmu sudah 28 tetapi kenapa kau belum menikah Super?" Tanya Chami penasaran.
"Aku belum mau." Jawab Arnold.
"Kau belum mau Super? Tapi rumah sebesar ini kau hanya tinggal dengan Om supir stress itu, ahh... Jangan-jangan kalian?" Chami menutup mulutnya, Arnold langsung berhenti dan membalikan badannya melihat Chami yang kaget.
"Jangan-jangan apa, Dekil?" Tanya Arnold ingin tahu sebab ia juga penasaran apa yang ada di otak gadis di depannya itu, Arnold terus melihat Chami menunggu kata apa yang akan di keluarkan oleh Chami.
"Kalian, Gay?" Chami masih tak percaya dengan isi pikirannya sendiri tetapi melihat wajah Arnold yang santai saja membuat ia yakin bahwa Arnold benar-benar gay.
"Super, apa kalian benar-benar gay?" Tanya Chami cepat ia ingin tahu sebab ia juga akan tinggal di rumah itu.
"Kalau iya bagaimana?" Arnold menyunggingkan senyumnya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Chami membuat wanita itu makin tak bernafas karena kaget tadi.
"Jadi ka..lian benar-benar ho...mo?"
Tak.
"Aw... Sakit Super." Ringis Chami karena Arnold mengetok kepalanya, Chami mengelus kepalanya dan memandang Arnold kesal.
"Isi kepalamu itu yang homo, aku tampan, keren begini di bilang gay. Cih..." Arnold tidak menyangka jika Chami berpikiran seperti itu.
"Tapi..."
"Diamlah sebelum aku mencium bibirmu itu agar kau berbicara tidak jelas lagi." Chami dengan cepat menutup mulutnya dengan kedua tangan sangat erat kemudian ia menggelengkan kepala dengan kuat.
"Gadis pintar, cepat setelah itu istirahatlah bersiap untuk bekerja besok. Beni akan menunjukkan kamarmu, aku ke kamar dulu!" Chami mengangguk mengerti setelah itu Arnold meninggalkan Chami yang tengah berdiri menatapnya, tak lama itu Beni dengan wajah masamnya menghampiri Chami.
"Hey wanita gila."
Beni yang melihat kelakuan Arnold dan Chami hanya memandang saja, ia sungguh kesal karena Chami menyebutnya stress dan ia juga mendengar jika Chami mengatakan ia dan Arnold adalah homo. Beni sangat tidak suka ada orang yang terlewat batas, ia sadar diri jika dirinya hanya supir di situ tetapi melihat kelakuan Chami yang bersikap sok dewasa membuatnya geram.
🌺**Mohon dukungannya dengan like dan coment, maaf jika banyak typo bertebaran.🌺
Terimakasih atas kunjungannya** 🤗🤗
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!