Bau obat yang menyengat kini sudah menjadi hal biasa bagiku. Sejak nenek sakit satu minggu yang lalu, rumah sakit satu-satunya tempat yang kini menjadi tujuan utamaku setelah pulang sekolah. Bahkan kematian seseorang yang dulu membuatku ketakutan kini tak lagi ku hiraukan, justru tangis keluarga yang ditinggalkan kini yang membuat dadaku sesak, sampai-sampai terbawa didalam mimpiku, sungguh menakutkan bagiku.
Matanya terlihat semakin sayu, kulit keributnya semakin tak karuan saja, suara yang dulu sering berkata lantang beberapa hari ini tak lagi terdengar. Penyakit diabetes yang di deritanya sungguh membuatnya semakin lemah. Dulu sebelum menderita diabetes, nenekku sosok yang gemuk dengan pipi yang mengemaskan, beda jauh dengan sosok yang kini terbaring didepanku yang terlihat kurus dan teramat lemah. Nenek adalah orang yang telah merawatku sendari kecil setelah ibuku pergi merantau ke Jakarta untuk bekerja, agar kebutuhanku terpenuhi tanpa kekurangan sedikit pun. Tapi dia lupa akan kasih sayang yang sangat aku butuhkan darinya, makanya nenek adalah orang yang paling aku sayang saat ini.
"Sa...tolong kamu beli nasi sama tisu diwarung depan rumah sakit ya!" Pinta Tante Lina, adik ibuku dan anak dari nenekku, satu-satunya orang yang berjaga bersamaku saat nenek sakit. Aku langsung mengangguk dan berjalan keluar untuk membeli apa yang diminta tante Lina.
Sepanjang jalan menuju ruangan nenek, hatiku tiba-tiba merasa tidak nyaman. Aku merharap semua baik-baik saja, namun semua itu hilang kala aku melihat tante Lina menangis didepan ruangan nenek. Akupun berlari menghampiri tante Lina yang terduduk dilantai.
"Ada apa tan?" tanyaku ketika sudah didekatnya. Bukan jawaban yang aku dapatkan, tapi pelukan erat dari tante Lina, tangisnya semakin pecah.
"Jawab tante!" Seruku lagi berharap Tante Lina segera menjawab.
" Nenek uda ngak ada Sa, nenek udah meninggal." Setelah mendengar itu, duniaku terasa berhenti, air mata yang sendari tadi aku tahan kini menyeruak keluar dari persembunyiannya. Apa yang aku takutkan kini terjadi, lantas pada siapa lagi aku meminta kasih sayang? Bolehkah Aku bangun dari mimpi ini sekarang?
PEMAKAMAN
Mendung menyelimuti pemakaman nenek pagi ini, para kerabat jauhnya sendari kemarin berdatangan untuk mengantar nenek ke peristirahatan terakhirnya. Tak terkecuali ibukku, sosoknya kini masih menangis tersedu disampingku, menyesali dirinya yang tidak ada saat nenek sakit. Sosoknya kini kehilangan cahaya satu-satunya yang tersisa didunia ini. Aku membiarkan dia menangis, toh itu semua agar dirinya merasa lega.
Jangan tanya perasaanku? Hancur itu pasti, tapi aku harus tetap melanjutkan hidupku. Nenek pasti akan mengomel jika aku terus-terusan bersedih dan menangis. Semasa hidupnya, nenek tidak pernah membiarkan aku terluka maupun menangis, dirinya akan mencari banyak cara agar aku berhenti menangis. Tapi anehnya kini malah nenek yang membuatku menangis semalaman hingga kelelahan. Duniaku akan terus berputar, meski nenek tak lagi disampingku. Tapi aku berjanji untuk hidup sehat dan bahagia agar nenek tidak bersedih melihatku dari atas sana.
" Asa...kini nenek udah gak ada, kamu ikut ibu ke Jakarta ya? Ibu gak mungkin ninggalin kamu sendirian disini." Ucap ibuku dengan tiba-tiba, hal itu sukses menyinggungku, bagaimana tidak? Saat makam nenek masih basah ibu malah berucap seperti itu. Aku masih berduka atas kepergian nenek, orang yang sangat aku sayangi.
"Masih ada tante Lina bu." Jawabku tanpa menatap wajahnya.
"Tante Lina punya kehidupan sendiri Asa, tolong turuti kata ibu ya? Ini demi kebaikan kamu, ibu janji akan menjaga kamu disana." Aku hanya mendengar tanpa berani menjawab, aku belum siap meninggalkan kota dimana banyak kenangan yang tercipta antara aku dan nenek.
Bau rokok dan asap kendaraan berbaur menjadi satu, sukses menciptakan polusi udara yang sempurna. Hal ini sangat mengganggu pernafasanku, bagaimana tidak? Aku yang terlahir dan besar didesa terbiasa menghirup udara segar dan bersih. Belum lagi suara bising kendaran dan suara klakson saling bersautan membuat pening kepala saja. Aku tidak tahu kota yang selama ini menjadi tempat ibuku bekerja bertahun-tahun sangatlah menjemukan dengan aktivitas yang sangatlah padat. Satu hal yang mampu membuatku takjub akan kota ini, yaitu gedung-gedung tinggi menjulang dengan gagahnya disepanjang jalan menuju rumah majikan ibuku, yang mana akan menjadi tempat tinggalku dikota ini.
Mobil yang membawa kami melaju pelan disebuah kawasan perumahan dengan gerbang tinggi disetiap rumahnya. Lalu tak berselang lama, mobil itu berhenti di depan rumah dengan gerbang tinggi berwarna putih dengan aksen bunga di beberapa titik ujungnya, pikirku sangatlah cantik. Saat ibu membuka gerbang tersebut dan menyuruhku masuk duluan, netraku sangat takjub akan keindahan rumah majikan ibuku. Didepan sana dapat aku lihat betapa megahnya rumah itu, warna putih mendominasi rumah mewah itu.
Parahnya lagi aku lebih terkejut melihat isi didalam rumah tersebut. Bagaimana tidak? Didalam rumah tersebut terdapat kolam renang seukuran kolam renang wisata didesaku. Belum lagi taman bunga dengan aneka jenis bunga yang tumbuh rapi di sekitaranya, menambah teduh saja rumah ini. Apa aku norak? Aku tidak peduli itu, yang jelas aku sungguh kagum akan keindahan rumah majikan ibuku.
"Nita... Ini putrimu yang sering kamu ceritakan itu?" Ucap tiba-tiba seorang wanita yang baru saja turun dari tangga. Aku bisa tebak, ini pasti majikan ibu.
"Iya Nya." Jawab ibuku dengan tersenyum.
"Anak kamu cantik sekali Nit." Ucap majikan ibuku, hal itu sukses membuatku tersipu. "Selamat datang dirumah kami cantik, semoga kamu betah tinggal disini, oh ya nama kamu siapa?
"Asa..." Jawabku lirih.
"Nama yang cantik, secantik orangnya...Oh ya saya sudah mengurus kepindahan sekolah kamu, mulai besok kamu bisa langsung bersekolah si sekolahan putraku." Ucapnya yang sukses membuatku terkejut. Bagaimana tidak? Aku sendiri bahkan lupa akan sekolahku, karena terlalu sedih akan kepergian nenek, bahkan semua hal waktu di desa ibuku dan tante Lina yang urus, termasuk mengurus surat pindah sekolahku.
"Kenapa Asa harus bersekolah di sekolahannya den Cakra? Itu sekolah mahal Nya, mana sanggub saya bayarnya nanti." Balas ibuku.
"Aku akan menyekolahkan anak kamu sampai lulus dan sampai masuk universitas yang dia inginkan, aku ingin anak kamu sukses seperti apa yang kamu impikan selama ini Nit. Anggap saja ini balasan saya ke kamu, karena sudah bekerja disini selama lima belas tahun lamanya dan kamu juga mau menjadi sahabat saya, mau mendengar setiap keluh kesah dan masalah yang selalu aku hadapi Nit, kamu juga selalu mau menasehati ku." Jelas majikan ibu.
Entah kenapa setiap kata yang diucapkannya membuat hatiku tersentil, selama ini aku selalu menganggap ibu tidak pernah menyayangiku, bahkan setiap ibu telepon aku selalu cuek dan tidak mau berlama-lama berbicara dengannya. Namun fakta berkata lain, rupanya ibu sangatlah menyayangiku seperti halnya nenek, kenapa aku baru sadar sekarang?
"Makasih Nya..." Ucap ibuku dengan bergetar, aku tahu sosoknya sekarang tengah menahan tangis.
"Udah sana antar anak kamu ke kamarnya! dia pasti kelelahan." ucap majikan ibu sebelum sosoknya berjalan keluar meninggalkan kami berdua dengan suasana yang tiba-tiba canggung.
Sejak siang tadi, aku hanya rebahan dikamar yang kata ibuku khusus untuk para asisten rumah tangga. Namun, anehnya luas kamar itu melebihi kamarku didesa, ditambah kualitas dari setiap perabotan yang tidak main-main bagusnya. Apa se istimewa itu seorang asisten rumah tangga di rumah ini?
Karena sudah terlalu lama berdiam diri dikamar itu, akhirnya aku memberanikan diri untuk jalan-jalan di dalam rumah ini. Langkah demi langkah semakin membawaku pada keindahan rumah majikan ibuku. Banyak ornamen cantik pada setiap sudut dinding, menambah kemewahan rumah ini. Langkahku berhenti di taman, semburat kemerahan yang tercipta senja sore kali ini terasa berbeda. Aneka bunga yang saling bermekaran ditaman ini menciptakan senja yang paling sempurna. Di tambah pantulan sinar dari air kolam renang menambah rasa damai dihati.
Namun, semua keindahan itu sirna ketika aku melihat seseorang berdiri didepan pintu menatapku dengan wajah datar. Tak ada keramah yang terpancar dari sosoknya. Matanya hitam legam tajam ketika memandang, seakan-akan tatapnya mampu menghacurkan lawan bicaranya saja. Kulihat dia mulai berjalan kearahku, entah kenapa di dalam diriku tercipta rasa takut ketika sosoknya semakin mendekat. Namun, anehnya netraku enggan memutus kontak dengannya. Saat sosoknya sudah berdiri didepanku, kulihat dia mendekatkan wajahnya kearahku yang sedang terduduk di bangku taman. Sontak hal itu membuatku terkejut hingga aku membelalakan mataku.
Aku telisik setiap inci wajahnya. Tampan satu kata yang tepat untuknya, bahkan dia layak menjadi idaman setiap wanita, bagaimana tidak? mata sipit dengan tatapan tajam melekat padanya, alis tebal yang menambah ketegasan dari sosoknya, rahang tajam yang membuatnya berkarisma, dan jangan lupakan hidung mancung serta bibir tipis yang mempesona. Sosoknya begitu sempurna, ditambah tubuhnya yang begitu tinggi atletis.
"Lo siapa?" Tanyanya datar yang sukses menarik diriku dari keterkaguman sasoknya. Aku ingin menjawab, tapi lidahku terasa kelu ditambah nyaliku sebesar biji sawi. Aku hanya menunduk menatap tanganku yang saling bertahutan, mencoba menenangkan diri.
"Lo bisu?" Tanyanya lagi yang sukses menyinggungku. Saat mulut ini akan menjawab, sosoknya melepas baju yang dikenakannya. Refleks aku menutup mata dengan kedua tanganku. Sungguh hal ini diluar dugaanku, ini pertama kali aku melihat seseorang tidak memakai bajunya. Dia bukan lagi wanita tampan idaman wanita, tapi laki-laki gila yang beruntung memiliki wajah tampan.
BBYUUURRR........bercikan air sukses mengenai kakiku. Karena rasa penasaran, akhirnya aku memberanikan membuka mataku. Kulihat laki-laki itu tengah berenang, sesekali ia menenggelamkan seluruh tubuhnya kedalam air. Aku mengangga dibuatnya, bagaimana tidak? Sosoknya tadi sempat membuatku berfikiran yang tidak-tidak kini malah seenak jidat memamerkan keahlian renangnya yang super handal didepanku yang sama sekali tidak bisa berenang. Karena jengkel, aku sengaja membuang bajunya yang tergeletak di sampingku ke kolam renang. Hal itu sukses menarik atensi sosoknya. Dia menatapku dengan tatapan yang tidak bisa aku artikan. Karena aku takut terjadi hal yang tidak-tidak, aku memutuskan beranjak dari tempat itu, dan meninggalkan laki-laki gila itu sendirian di sana.
Namun, sebelum aku masuk kedalam rumah, tangan besar lebih dulu menyeretku kembali ketaman. Jangan tanya siapa pelakunya! Yang pasti laki-laki gila yang berani membuka bajunya didepan seorang wanita. Aku membalas tatapan tajamnya, rasa takut yang sempat aku rasakan kini tiba-tiba menghilang entah kemana.
"Lepas!" Ucapku lantang sembari berusaha melepas genggamannya.
"Lo gak bisu ternyata? Siapa lo yang berani bersikap kurang ajar sama gue? Hah jawab!" Tanyanya dengan amarah yang jelas terlihat diwajahnya. Belum sempat aku menjawab, terdengar seseorang berlari kearah kami, rupanya ibu.
"Aden....aduh den maafkan anak saya ya, maaf sekali...dia anak bibi namanya Asa. Mulai hari ini anak bibi ikut tinggal disini, karena di desa udah gak punya siapa-siapa. Sekali lagi maafkan kelakuan anak saya!" Jelas ibu kepadanya. Tunggu! Aden? Jangan-jangan dia anak majikan ibu. Seketika aku menyesali perbuatan kurang ajarku barusan padanya. Untungnya ibu berhasil membuat amarah laki-laki reda, dan membiarkanku pergi bersama ibu masuk kedalam rumah. Kali ini aku selamat, tapi tidak ada jaminan ketika aku nanti bertemu dengannya lagi. Oh Tuhan tolong aku kali ini!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!