"Tidak!!"terdengar suara teriakan yang sangat keras dari mulut seorang wanita cantik. Wajah wanita itu terlihat emosi. Sedangkan kedua orang tuanya duduk di hadapan wanita itu.
"Pokoknya Mama ingin kamu segera menikah secepat nya, oke!!" teriak wanita yang berusia 50 tahun itu.
"Kenapa sih mah harus cepat-cepat menikah! Eon kan masih ingin fokus di karir mah," suara Cleona sedikit meninggi.
"Terus katanya kamu itu sudah punya pacar, kenapa sampai saat ini belum dikenalin sama mamah dan papa?" tanya Maria dengan tatapan menyelidiki menyelidiki.
"Tapi kami punya komitmen, kami menikah 1 tahun lagi mah, nanti setelah kami siap menikah, baru dikenalin sama mama," jawab Cleona.
"Eon, kami ingin segera menimang cucu dari kamu, masa usia kamu mendekati 30 belum juga mau menikah," papahnya Cleona akhirnya angkat bicara.
mata Cleona langsung mendelik.
"Lho kan Cika sudah memberikan kalian cucu, terus kenapa aku harus dituntut? pokoknya Eon satu tahun lagi menikah," tukas Eon.
"memang susah pah bicara dengan anak yang keras kepala, yang Mama inginkan anak pertama mamah itu cepat menikah, Cika adikmu tidak sebandel kamu," terlihat Maria langsung mendengus kesal.
akhirnya Edward sang papa bicara lemah lembut.
"Eon, kalau kamu memang punya calon suami, tolong kenalkan sama kami, kalau tidak, kami sudah mempunyai calon untuk kamu," ujar Edward lebih lembut.
"no,no, no memangnya ini zaman Siti Nurbaya pah, masa sih Eon mau dijodohkan," tukas Eon cepat.
" Kalau tidak dijodohkan, kamu nanti akan menjomblo seterusnya!" suara Maria naik 1 oktaf.
"idih, kok mamah bicaranya seperti itu sih, padahal, pokoknya Eon akan menikah tahun depan, tidak pakai titik ataupun koma," Eon langsung bangkit dari tempat duduknya dan masuk ke dalam kamar.
Edward dan Maria terlihat menghela nafasnya.
namaku Cleona Sagara, anak dari pasangan Edward Smith dengan Maria Aurora. Aku anak pertama dari pasangan orang tua itu. Adikku yang usianya beda 2 tahun sudah menikah dan mempunyai satu orang anak. Cika menikah di usia 24 tahun. Anaknya berusia 2 tahun, aku memang dilangkahi oleh adik aku sendiri tapi tidak jadi masalah bagi aku. tapi penghuni rumah ini selalu memanggil namaku dengan panggilan "Eon". Kekasihku yang paling menyukai nama panggilan itu. Kami memang keturunan blasteran Indonesia Belanda, mamah aku juga sama. tapi kami lama tinggal di Indonesia. Jadi aslinya kami orang Indonesia, karena aku dilahirkan di Indonesia, kecuali namaku agak sedikit ke barat-baratan begitu pula dengan nama kedua orang tuaku.
Usiaku sekarang 28 tahun, Cika adikku berusia 26 tahun. Kalau Cika sekeluarga datang sudah tentu rumah ini ramai. apalagi mama dan papa selalu mengajak cucunya yang menggemaskan itu.
aku memang sengaja menunda pernikahanku karena sebentar lagi aku akan diangkat menjadi seorang direktur di sebuah perusahaan. sedangkan adikku Cika, sudah bekerja di kantor instansi pemerintahan yang satu kantor dengan suaminya.
Itulah sedikit cerita tentang diriku juga keluargaku.
" Pah, tolong bilang sama teman papah itu, secepatnya kita jodohkan anak kita, Mama khawatir nanti Eon terlambat menikah bagaimana, sudah dilangkahi sama adiknya, nikahnya terlambat, Mama kan malu sama teman-teman mama," ujar Maria yang belum beranjak dari tempat duduknya.
"Iya, nanti papa bicara sama Norman, biar dipertemukan anak kita dengan anaknya, papa juga khawatir mah, seandainya Eon terlambat menikah gimana, usia kita makin lama makin menua, papa ingin menyaksikan Eon menikah dulu sebelum tuhan memanggilku," suara Edward terdengar parau.
Maria itu memeluk suaminya dan mengusapnya dengan lembut.
"Sabar ya pah, emang anak kita yang satu ini bandel banget juga keras kepala, tapi mah yakin hati Eon itu baik," ujar Maria dengan lemah lembut.
"Iya mah, kita harus ekstra sabar menghadapi sikap Eon seperti itu, jadi orang tua benar-benar harus menjadi orang tua yang bijaksana," Edward selalu mengelus punggung istrinya.
Sedangkan di kamar Cleona tampak berbaring sambil menatap langit-langit kamar. Tak air matanya menetes.
"Kenapa harus ada perjodohan, Mama dan papa selalu saja memaksakan kehendaknya tanpa mengerti perasaan aku," guman Eon dalam hati.
"Apa aku harus bicara sama Arga tentang perjodohan ini?" tanya Eon dalam dalam hati.
Air mata pun meleleh di pipi Eon.
Keesokan harinya saat sarapan pagi, terlihat mata Eon sedikit sembab, mungkin karena sepanjang malam tadi menangis.
"Nanti pulang kerja jangan kemana-mana, ada temen papah mau datang, pokoknya mamah tidak mau tahu, kamu harus pulang secepatnya," ujar Maria sambil meletakkan cangkir teh panas.
"Eon sepertinya lembur mah hari ini banyak," ucap Eon sambil meraih sendok.
"Jangan banyak alasan kamu, pokoknya mama tidak mau tahu jam 07.00 harus sudah ada di rumah," suara Maria terdengar sangat tegas.
lagi-lagi Eon bibirnya langsung terangkat sebelah.
"iya mah, iya," akhirnya Eon menjawab karena tidak ingin terjadi keributan dengan mamahnya.
"Nah gitu dong nggak usah banyak pakai drama, ingat jam 07.00 harus ada di rumah, pokoknya mama tidak mau tahu," ucapan Maria memang tidak bisa ditolak lagi.
Sementara Edward papa masih asik menikmati nasi goreng pete bikinan istrinya.
Selesai sarapan pagi, Eon langsung pamit berangkat ke kantor, tidak lupa mencium tangan kedua orang tuanya. Walaupun hatinya sedang kecewa sama mama dan papanya.
"Bu Eon, dipanggil sama bos!" seperti biasa Yuli berteriak memanggilku. pernah kerja aku di kantor ini. Bergegas aku bangkit dari tempat duduk lalu berjalan ke arah ruangan bos. Setelah di depan pintu ruangan bos, aku lalu mengetuk pintu dengan pelan-pelan.
"Masuk!" terdengar suara bos menyuruh masuk.
klik... pintu ruangan bos aku buka dan terlihat si tampan bos sedang duduk di atas kursi kerjanya.
"Duduk"perintah sang bos sambil menoleh ke arahku.
"Besok kamu diangkat di perusahaan cabang menjadi seorang direktur, perusahaan itu berada di kota Bandung, kamu siap-siap saja ya," ucap sang CEO itu yang tak lain adalah sahabatku sendiri.
Aku duduk terdiam, entah apa yang harus aku lakukan saat ini, sedangkan kedua orang tuaku meminta aku untuk segera menikah. Bahkan nanti sore aku dilarang ke mana-mana, karena aku mau dipertemukan dengan orang tua pria yang akan dijodohkan denganku.
"Apa harus besok aku berangkat Luna?" aku bertanya sama bos aku.
"Memangnya mau kamu kapan? tahun depan Eon? kamu jangan bikin pusing aku deh, tumben kamu seperti ini? biasanya juga kamu suka antusias aku suruh tugas ke mana-mana," ucap sahabatku itu.
"Oke, baiklah, jam berapa aku berangkat?" tanya aku sambil sedikit batuk, karena tenggorokanku sedikit kering.
"Dari sini kamu jam 08.00 pagi, biar nanti sopir yang antar kamu pergi ke Bandung, kalau kamu mau naik si cepat yang sedang viral itu sepertinya nggak mungkin, ya kan harus pesan dulu tiket, gue juga ikut," jawab Luna sahabatku.
"Oke, sudah hanya itu yang kamu sampaikan? gue kembali ke ruangan," tanya aku karena tidak ingin lama-lama di ruangan sahabatku.
" Ah, biasanya loe suka lama-lama di ruangan ini kan? kenapa sekarang pingin balik ke ruangan? tuh ada makanan di kulkas, bila perlu menghangatkan dulu di pantry," telunjuk sahabatku menunjuk ke arah tempat pendingin makanan.
"Males, sorry gue lagi nggak mood makan," bergegas aku bangkit dari tempat dudukku, dan keluar dari ruangan sahabatku ini.
Tiba di ruangan aku langsung menghempaskan bokong ku di atas kursi kerja yang empuk, aku menghela nafas dalam-dalam, benar saja besok aku harus ikut Luna ke Bandung, aku ditugaskan untuk memegang perusahaan yang ada di kota itu. Jabatan ku naik sebagai seorang direktur di perusahaan sahabatku sendiri.
"Bu Eon, ini yang harus anda tanda tangan," ucap Vivi sekretarisku yang centil. Vivi memberikan berkas berwarna biru dan langsung diletakkan di hadapanku.
"Bu Eon jadi besok berangkat kan?" tanya Vivi.
Aku lantas menatap ke arah wajahnya.
"Lho, memangnya kamu sudah tahu?" aku balik nanya.
Vivi tertawa kecil.
"Tahu dong, kan bu Luna disuruh bikin berkas sama aku, ketika aku cek lewat file ternyata berkas itu pengangkatan Ibu menjadi direktur di perusahaan yang ada di Bandung," jawab Vivi yang terlihat mencomot permen di atas mejaku.
"Selamat ya Bu Eon, semoga betah tinggal di sana, cuma jujur saja, Vivi merasa kehilangan pimpinan sebaik Bu Eon," terdengar suara Vivi serak.
Aku langsung menatap sekretaris aku, rupanya hatinya sedih berpisah denganku.
" Tenang saja Vi, toh kita masih bisa berkirim pesan lewat aplikasi, Ibu juga tidak akan melupakan kamu," ucapku terharu, benar tidak menyangka Vivi akan kehilangan aku.
" Sejujurnya, Vivi tahu dari minggu lalu kalau ibu akan dimutasi ke perusahaan di Bandung dan diangkat menjadi direktur, tapi jujur saja Bu bos kita yang menyuruh kami untuk diam," Ujar Vivi lalu duduk di hadapanku.
Aku langsung tercekat, lantas aku mengangkat wajahku, kupandangi sekretaris aku, Lalu aku tersenyum.
"Terima kasih ya Vi, atas kerjasamanya selama ini, aku akan merindukan kamu, kamu adalah teman sekaligus partner kerjaku yang paling baik selama di perusahaan ini, aku sangat kehilangan kamu, tapi harus bagaimana lagi berusaha di Bandung membutuhkan aku, nanti kalau aku balik ke Jakarta, kita pasti akan bertemu," aku sedikit menyerocos di depan Vivi.
"Pokoknya, kalau Ibu balik ke Jakarta, hubungi Vivi, awas jangan lupa ya Bu, kalau begitu, Vivi permisi ya Bu," kulihat sekretaris aku beranjak dari tempat duduk, lalu bergegas keluar karena masih banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan.
aku menyandarkan tubuhku di kursi kerjaku, aku lantas memejamkan mata dan pikiranku melayang kekasihku yang saat ini sedang bekerja juga. Arga Winata nama kekasihku, dia orangnya pendiam, banyak yang memuji ketampanan dia, aku kenal dia baru 1 tahun, Dan sampai detik ini aku belum pernah bertemu dengan orang tua Arga. saking sibuknya pekerjaanku, hingga aku tidak ada waktu untuk berkunjung ke rumah orang tua Arga. Dan untungnya Arga tidak menuntut aku untuk bertemu dengan orang tuanya, begitu pula sebaliknya, aku menuntut Arga untuk bertemu dengan orang tuaku. Kami sama-sama disibukan oleh pekerjaan kami.
Aku kembali teringat masa-masa pertemuan dengan Arga yang menjadi kekasihku sekarang ini.
Flashback on
"Eon!!!!!" seperti biasa aku mendengar teriakan Luna di pagi hari ini, Luna itu tidak suka menghubungi aku lewat telepon atau berkirim pesan, dia itu suka memanggil aku berteriak-teriak di depan pintu ruangannya, sedang sebenarnya bikin kesel aku, karena dengan sikap dia semua karyawan memandang tajam ke arahku. Bergegas aku keluar dari ruangan yang kebetulan berada di tangan dia.
"Apaan sih loe, teriak-teriak begitu, aku malu kan," ucapku setelah mendekat.
"Ikut dengan aku nanti jam 10.00, ada meeting dengan perusahaan Ardi Wilaga. mereka mengundang makan siang sekaligus membicarakan kerjasama dengan perusahaan kita, gue tidak mau tahu ya, loe harus ikut, titik, tidak pakai koma," jawab Luna tegas.
Aku cuma menghela nafasku, lalu ku anggukkan kepalaku. Luna kembali masuk ke dalam ruangannya. aku membalikkan badanku dan kembali ke ruangan aku juga.
Tepat jam 10, aku, Luna juga Vivi berangkat ke sebuah restoran yang cukup terkenal untuk bertemu dengan klien perusahaan Luna. Oh, aku hampir lupa, nama perusahaan sahabatku, Luna'i internasional yang bergerak di bidang garmen. Luna'i itu sebenarnya singkatan dari keluarga sahabatku itu. Perusahaan saat ini sedang berkembang pesat, banyak orderan yang memakai jasa garmen kami untuk memproduksi baju-baju dari para pembeli, bahkan dari luar negeri banyak sekali yang memesan order sama kami. Aku sebagai manajer produksi saat ini. Luna mempercayakan produksi pakaian sama aku karena sesuai dengan pendidikan aku yang saat kuliah mengambil jurusan mode.
" Duh, kok gue deg-degan ya, rasanya gimana gitu, perusahaan Ardi Wilaga itu perusahaan besar loh," ucap Luna.
Aku dan Vivi terdiam lalu saling berpandangan.
Kami tiga tiba di sebuah restoran yang cukup mewah. Sang sopir lalu memarkirkan, kami langsung keluar dari mobil, berjalan ke arah lobi restoran. Vivi langsung bergegas bertanya sama resepsionis.
"Oh dari perusahaan Ardi Wilaga ya? itu ruangan nomor 4 Bu, mereka sudah menunggu 5 menit yang lalu, silahkan masuk," jawab resepsionis itu setelah TV bertanya.
"Ruangan nomor 4 Bu," ujar Vivi sama Luna.
Luna berjalan di depan duluan kami mengekor dari belakang.
Tiba di depan ruangan itu, Luna langsung mengetuk pintu, terdengar suara orang dari dalam dan menyuruh kami masuk.
Ketika pintu ruangan terbuka, mataku terpana melihat sesosok pria yang begitu tampan di depan mataku. pria itu memandang ke arahku, dan aku langsung menundukkan kepalanya.
"Tatapan matanya sangat tajam bagaikan mata elang, duh tampan sekali pria," ucapku dalam hati.
Pria itu terus menatap aku tanpa berkedip sedikitpun. Bahkan saat dimulai, pria itu sesekali menoleh ke arahku.
Deg..... jantungku berdetak keras saat tatapan tajam menusuk ke dalam jantungku. Terasa panas dingin tubuh ini. Berkali-kali aku menundukkan kepala, untuk menghindari tatapan dia.
Sebelum selesai meeting, kami harus memperkenalkan diri masing-masing. Dari sanalah aku tahu, pria itu bernama Arga.
flashback off.
Jam 17.00, aku baru keluar dari kantor Luna'i internasional. Hari Luna meminta laporan harus segera dibereskan karena seperti biasa awal bulan akan segera datang. Otakku terasa sangat panas melihat berkas-berkas yang harus aku selesaikan. Dan tepat jam lima pekerjaanku sudah ku selesaikan dengan baik.
Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku untuk bertemu dengan arti mencurahkan segala isi hatiku. Ku ambil ponselku, kucari nomor pria yang mengisi hari-hariku selama setahun ini. Telepon bersambung, tapi tidak diangkat juga. Aku langsung menutup telepon karena tidak diangkat juga.
"Ada apa dengan dengan Mas Arga ya? kok dari tadi tidak diangkat terus sih? ke mana? tumben biasanya aku telepon langsung," aku terus bertanya-tanya di dalam hatiku.
Aku membelokkan mobilku menuju sebuah. Jiwa shoping aku kembali meronta-ronta. Dan aku benar-benar lupa dengan pesan mamaku agar segera cepat pulang. Tapi entah kenapa, hatiku menolak untuk bertemu dengan pria yang dijodohkan mamah aku.
Ting... ada pesan masuk ke dalam ponselku, kubiarkan dulu karena sebentar lagi mobil yang aku kemudikan, akan memasuki area parkir. Setelah mematikan mesin mobil aku, kuraih ponselku. Karena ada pesan yang masuk. Dan setelah kulihat ternyata Mas Arga yang mengirimkan pesan sama aku.
"Aku sedang kebingungan honey, aku benar-benar bingung saat ini, aku akan dijodohkan oleh kedua orang tuaku". Ku eja satu persatu pesan yang dikirimkan oleh orang yang aku cintai, dan langsung saja jantungku terasa meledak setelah selesai membaca pesan itu.
Jeder!!...... bagaikan petir di siang hari, tubuhku bergetar hebat, aku pegang dengan kuat kemudi mobil ini. Tak terasa air mataku meleleh, lalu aku menangis tersedu-sedu sambil menyembunyikan kedua wajahku di balik kemudi.
"Kenapa nasib kita sama Mas? kenapa kita sama-sama dijodohkan oleh orang kita, kenapa cinta kita tidak bisa bersatu, kenapa orang tua kita begitu tega Mas memisahkan cinta kita, akhhhhh," aku menjerit di dalam hatiku.
Bahuku terguncang, saking kuatnya aku menangis di dalam mobil.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!