"dasar brengsek, bajingan!" Berbagai umpatan kasar dilontarkan dengan percuma oleh gadis cantik yang sedang berbaring dengan novel ditangannya.
"Membosankan, namun sialnya buku buku seperti ini malah begitu laris di pasaran . Cerita dengan latar belakang kisah Upik abu begitu banyak beredar dengan ending yang sama, tapi entah bagaimana bisa buku ini benar benar membuatku darah ku mendidih setelah membacanya!"
Novel itu ia lemparkan begitu saja ke nakas samping ranjangnya. Gadis bernama Areya itu menghela nafas menetralkan emosinya yang tertahan selama membaca tadi.
"Malang sekali dirinya harus mati dengan sia sia! Padahal Alasan dia berbuat jahat pun tidak lain karna rasa cinta nya pada si pangeran bodoh itu, dasar brengsek! enak sekali si pemeran utama hidup bahagia dengan pangeran tanpa rasa bersalah. Dan juga si duke duke itu bisa-bisanya melibatkan diri jadi orang ketiga hanya untuk cinta tololnya itu. For fvck sake! kenapa lelaki jaman dulu begitu bodoh hanya karena dengan kepolosan seorang wanita!" Dirinya terus saja memaki novel itu. Sungguh dia tidak terima tokoh favoritnya dibuat mati begitu saja.
Semuanya berawal dari rekomendasi sepupunya yang miak novel, lalu memberikan novel tersebut kepadanya, ini adalah untuk pertama kalinya setelah hampir dua puluh tahun dia hiatus dari membaca novel . Biasanya dia akan lebih mementingkan dokumen dokumen penunjang kehidupannya dibandingkan bersantai di hari libur dengan tanpa melakukan apapun.
Diusianya yang ke-42, sudah hampir dua puluh tahun gadis itu atau Areya menjadi seorang pebisnis sukses, pemilik perusahaan ternama yang bergerak di bidang fashion dengan penghasilan tinggi.
Di usianya yang sudah tidak muda itu pun, dia masih singel bahkan dirinya enggan menjalin hubungan asmara seperti kebanyakan orang. Bukan karena trauma atau apa, hanya saja dia terlalu malas melibatkan dirinya dalam percintaan.
Dalam perjalanan hidupnya dia telah banyak melihat berbagai macam watak manusia. Dalam bisnis, entah itu baik atau buruk itu tidak penting. selama kau menang tidak ada salahnya menggunakan cara kotor sekali pun.
Kebanyakan mengumpat membuat di sedikit merasa stres, lantas Areya pun memutuskan untuk keluar menuju minimarket di dekat apartemennya sekalian mencari udara segar setelah hampir Berjam jam dia terkurung menahan emosi sebab novel yang ia baca.
Sambil berjalan dirinya menatap langit yang penuh dengan bintang malam ini , sepertinya langit dalam kondisi baik. Bibirnya bersendung kecil hingga tepat di penyebrangan dia melihat seorang anak kecil tengah bingung diantara banyaknya kendaraan yang henti karena lampu masih berwarna hijau. Namun tiba-tiba lampu berbunyi menandakan sebentar lagi warna lampu akan berubah menjadi merah yang artinya para kendaraan akan segera berjalan.
Dirinya melihat sekitar dan sialnya hanya dirinya yang berada disana. lampu akan berubah warna sedangkan anak itu masih saja diam dan tampak bingung.
Akrghh sial! Lampu telah berubah dan beberapa kendaraan sudah mulai berjalan. Tampa berpikir panjang Areya langsung berlari menghampiri anak itu namun sepertinya keberuntungan tidak berpihak padanya, saat Areya berhasil menggenggam tangan mungil itu tiba-tiba saja ada mobil yang entah kenapa melaju kearahnya dengan kecepatan tinggi, melihat itu Areya lantas mendorong tubuh anak itu dengan sekuat tenaga kearah samping. Dan beberapa detik kemudian tubuh Areya bertabrakan dengan keras oleh mobil itu terlempar hingga beberapa meter dari tempatnya.
Tubuhnya menghantam kerasnya aspal membuat Areya tidak dapat lagi bergerak yang dirasakan olehnya sekarang hanya rasa sakit yang menjalar keseluruhan tubuhnya.
Namun sebelum Areya menutup mata dia dapat sayup sayup mendengar suara beberapa orang yang menghampiri dirinya.
Areya tersenyum kecut menyadari di ambang kematiannya saja dia masih memikirkan novel yang diberikan oleh sepupunya itu
' kau sangat tidak beruntung Ranhy'
Di lain waktu, terdengar suara tawa dan cemooh mengiringi langkah kaki seroang gadis dengan balutan kain putih lusuh, wajah cantiknya kini penuh dengan luka, dia yang sebentar lagi akan dieksekusi mati.
Dia adalah Ranhy seagyr namanya dikenal sebagai penjahat kejam karena menghalalkan berbagai macam untuk mendapatkan gelar putri Mahkota hingga tega meracuni dan menyiksa adiknya yang malang.
Namun tidak ada yang tahu bahwa semua yang Ranhy lakukan lantaran dia sangat amat mencintai sang putra mahkota yang bahkan tak pernah meliriknya sama sekali, sangat ironis sekali.
Tubuh kurus itu jatuh tertunduk di depan tiang gantungan, didepan sana semua orang mencelanya menganggap dirinya sebagai manusia paling hina, senyum miris terpampang di wajahnya. kepalanya terangkat menatap sosok yang begitu dia cintai mati matian kini bersanding dengan sang adik menatap dirinya dengan tatapan angkuh juga sorot mata remeh.
Sekilas dapat dilihatnya bahwa sang adik kini tengah tersenyum merendahkan dirinya.
Matanya masih bersitatap dengan manik dingin sang adik, hingga kepalanya ditutup oleh kain hitam. Tubuh Ranhy ditarik paksa lalu diikat pada tali yang siap menggantungnya hidup-hidup.
Dalam batinnya Ranhy berujar bahwa ia tidak akan melupakan semua ini , di berdoa semoga ada anugrah dari yang maha kuasa untuk membalas seluruh rasa sakitnya kepada orang orang yang membuat dia menderita bahkan diakhir hidupnya.
Sayup-sayup dapat Ranhy dengar suara orang orang yang kini ricuh menyambut kematiannya, sang algojo pun sudah siap untuk menendang kursi kecil penyangga hidupnya.
Matanya memicing benaknya memohon
' tolong bantu aku ' dan berakhir, dia kehilangan hidupnya yang ironis ini.
🌼🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🌼
Hari ini entah sudah berapa lama Areya yang kini mendadak menjadi Ranhy itu mendengus kasar. Ini benar benar gila! Entah bagaimana dunia ini berputar hingga dia tiba di tempat kuno ini . Dan lagi para pelayan yang terus menatap aneh tingkah sang majikan sejak satu Minggu ini.
Mereka merasa sedikit lega melihat majikan mereka yang dulu sangat temperamen kini menjadi sedikit kalem atau cendrung pendiam. Mungkin sedikit bersyukur karena jatuhnya sang nona muda kedalam sebuah kolam hingga tidak sadarkan diri beberapa hari, tak sopan memang tapi perubahan drastis sang nona sangat amat mereka syukuri karena biasanya sang nona muda sudah berteriak mencaci maki, mencambuk bahkan menghina mereka dengan mulut pedasnya itu.
Mereka hanya tidak tau saja bahwa yang ada di depan mereka bukan lagi Ranhy seagyr sang nona muda tapi Areya seorang wanita dewasa masa depan.
Sudah dibilang bukan bahwa dunia ini gila bukan gila tapi sangat amat gila hingga kita tidak bisa memikirkannya lagi. Berawal dari kecelakaan mobil hingga berakhir disini. dia terbangun ditengah kota kuno yang mungkin terjadi di peradaban kuno .
namun ada yang lebih gila lagi Setelah mengumpulkan informasi selama kurang lebih lima hari , akhirnya dirinya stres saat mengetahui bahwa dia terjebak di dalam novel yang terakhir dia baca, mulai dari setting, alur, nama orang-orang di sini, gelar kebangsawanan bahkan raja yang memimpin saat ini semuanya sama persis seperti novel yang dibacanya.
"Gesy, tolong buat untuk teh," titah Areya pada salah satu maid yang sedari tadi menemaninya. Otaknya benar benar kacau, dia stress karena dia wanita dewasa yang terjebak dalam tubuh gadis berumur 18 yang akan di eksekusi mati empat tahun lagi!
"Baik, nona" jawab sang pelayan lalu pergi menjalankan perintah, saat ini dia duduk di gazebo yang kini dipenuhi oleh bunga bunga segar dan harum, setidaknya dia sedikit rileks di sini. Sedikit kurangnya dia bisa merasakan hidup di abad yang belum ada teknologi ini masih sangat murni dan alami.
"Silahkan, nona ini tehnya" ucap gesy yang datang dan langsung menuangkan teh untuk Areya.
Harumnya Aroma teh sangat terasa di penciuman. hangatnya air teh melewati kerongkongan, namun Areya tampak sedikit mengernyit. Teh ini Terlalu manis untuknya.
" Gesy, Berapa banyak gula yang kau masukkan?"
"Uhm, seperti biasa nona," timpal gesy dengan sedikit tergagap. Jelas sekali bahwa dia kini tengah berbohong. Tubuhnya sedikit bergetar disertai nafas yang tak teratur jelas bahwa dia sedang menyembunyikan sesuatu.
"Apa kau menyembunyikan sesuatu?"
Pertanyaan Areya sukses membuat tubuh itu menegang. Selama ini dia kira sudah berusaha untuk berhati-hati agar tak ketahuan, sebab hukumannya pun tak tanggung-tanggung dikeluarkan. Akan tetapi rahasia kecil atau besar lambat laun pasti terbongkar. Harapan mengirim uang untuk keluarga di desa harus terhenti hari ini juga
"Apa yang itu tentang Tyrese?" tanya Areya lagi lantas gesy mengangguk takut.
Didalam novel hanya gesy lah satu satunya orang yang membantu Tyrese Sampai akhirnya cerita. Dia selalu bersembunyi jika ingin membantu Tyrese sang pemeran utama wanita yang berperan sebagai adik tiri dari Ranhy.
Ranhy beranjak pergi tanpa menunggu gesy yang masih gemetaran. Kamar Tyrese terletak di belakang mansion, tepatnya bekas kamar pelayan.
Sudah hampir dua tahun pernikahan ibunya dengan ayah tirinya Baron Kaiyl Vaverit . Keduanya saling jatuh cinta jauh sebelum menikah dengan pasangan masing-masing. Lantaran derajat Kaiyl cukup rendah, membuat orang tua Denas tentu saja tidak menyetujui cinta mereka. Areya hanya bisa tersenyum miris menyadari kisah cinta orang tua dari si pemilik tubuh.
Sang Ayah kandung juga tampak acuh melihat sang anak di perlakukan buruk oleh ibu tirinya Marquise Denas seagyr, ibu Ranhy.
"Oh, ada tamu rupanya," ujar Areya setelah melihat sosok yang begitu familiar.
Di dalam novel tertulis rincian tentang para pemain sehingga membuat Areya bisa dengan mudah mengenali setiap tokoh yang ada.
Contohnya sosok yang ada di hadapannya ini sosok yang digambarkan seperti dewa Yunani. Dengan Rambut hitam, garis wajah tegas, jangan lupa tatapan tajam bak elang. Ini dia Duke Napios kiltar
"Salam, Duke," ucap Areya, tak lupa memberikan gestur salam ala bangsawan.
"apa Anda tersesat tuan?"
Areya tersenyum sinis dalam hati. Sebenarnya bukan tanpa alasan mengapa dia lebih memilih untuk melalui jalan ini. Ingatan tentang pertemuan pertama antara Napios dan Tyrese masih terekam jelas dalam memorinya. Berawal dari rasa simpati hingga berubah jadi cinta tak terbalas. kasihan sekali nasib pria tampan ini hanya jadi bidak.
"Ya," jawab Napios singkat.
"Kalau begitu mari saya tunjukan jalan," ajak Areya tanpa menghiraukan kehadiran Tyrese.
Mata bulat dan bening itu memancarkan kecantikan alami. Polos. Siapapun yang terjerat pasti merasakan dorongan keinginan untuk melindungi. Areya tersenyum mengamati rupa dari si pemeran utama, kesan polos dan tak berdaya. tapi dia tidak akan tertipu sebab di dunianya sana pun banyak wanita yang bersembunyi dibalik wajah tanpa dosa itu.
" Nona Tunggu sebentar, aku ingin bertanya sesuatu," tanya Napios secara sopan namun sangat menjengkelkan ditelinga Areya
"gadis ini bilang dia merupakan salah satu Nona muda di mansion ini,"
Areya menatap Tyrese dengan pandangan malas, lalu kemudian menjawab pertanyaan si duke Napios,
"Benar, dia adalah saudara tiri saya,"
"Mengapa kamarnya terletak sangat jauh dengan ruangan utama?" Dari pada disebut pertanyaan ucapan Napios malah terdengar seperti sebuah interogasi.
"Apa hal itu sangat mengganggu Anda, tuan Duke?" Dengan nada tenang Areya menjawab pertanyaan itu.
" Heh, Walaupun saudara tiri, tapi seharusnya kalian diperlakukan sama bukan?" Ucapan remeh dari Napios mengubah suasana lebih menegangkan
Sebelum kemari Napios sudah lebih dulu membaca informasi tentang latar belakang keluarga Marquise tentu saja calon rekan bisnis harus diketahui guna menghindari kerugian. Tapi tetap saja fakta diskriminasi menjadi minat utama yang menarik. Sedikit aneh, memang. Karena tak biasanya bangsawan kelas atas ikut mencampuri urusan orang lain, terutama Napios sendiri.
"Pakaian dan fasilitas, disediakan. Perlakuan, tak ada satu pun yang berani melayangkan tangan padanya. Lalu menurut Duke, perlakukan apa yang kurang sama?" ungkap Areya, sungguh dia menahan diri untuk tidak memperlihatkan emosi yang mampu membuat Napios memiliki peluang untuk menyalahkan dirinya.
Bibir sang Duke tertutup, lidahnya seolah kelu untuk membalas. Jujur saja Selama dua puluh tahun hidup di dunia, banyak perkataan pedas dan sarkastik dari para bangsawan yang ia dengar, apalagi setelah sang Ayah meninggal dan mewariskan gelar Duke yang bertepatan pada usianya yang baru 17 tahun. Namun, baru kali ini seorang wanita dengan berani beradu argumen dengannya. Bahkan disaat para wanita diluaran sana Begitu berlomba untuk mendapatkan perhatian sang Duke dari keluarga Kiltar itu.
Detik itu Napios sungguh tidak tidak menyukai sifat dari Ranhy Seagyr atau Areya.
"Seperti dilayani oleh pelayan, misalnya," tekanan Napios
"Saya baik-baik saja, Duke. Hubungan saya dan kak Ranhy juga sangat baik. Saya sangat senang tinggal disini" jawab Tyrese menyela saat Areya ingin menjawab.
Wajah Areya langsung datar. Gadis ini selain licik juga tidak punya sopan santun rupanya. Areya tersenyum tipis, ternyata sedang pura pura polos rupanya. Jika sekarang yang ada didepannya adalah Ranhy Seagyr sudah dipastikan bahwa dia akan langsung naik pitam, mendengarkan ucapan Tyrese terlihat seperti merendahkan.
"Maaf, tapi Tyrese juga selama ini dilayani. Benar tidak, gesy?"
"Be-benar, Tuan"
Para Pelayan yang dari tadi berdiri tegang akhirnya turun ikut. Dengan gugup Gesy menjawab,
" Selama ini saya yang selalu membantu Nona Tyrese,"
Mata Tyrese seketika membola kaget,
"Ge-gesy! sejak kapan kakak tahu? kau tak apakan? Kak aku mohon tolong jangan apa apakan gesy dia tidak salah" ucap Tyrese sambil memohon
Areya memutar matanya malas. cih, pandai sekali si munafik ini untuk membuat dia terlihat buruk di hadapan sang Duke.
" Gesy apa aku ada menyiksa mu ?" Tanya Areya pada gesy yang menunduk takut
"Tidak tuan"
"Atau ada aku memecat mu lalu menyuruh mu untuk pergi?" Tanya Areya kembali
" Tidak nona, nona hanya meminta hamba untuk menemani nona saja " ungkap gesy
Areya tersenyum tipis melihat respon Tyrese yang sedikit geram terlihat dari tangan yang mengepal itu . Mudah untuk menghadapi manusia dengan sejuta kemunafikan yang tersimpan di balik wajah polosnya itu.
"Apa ada yang lain lagi, Duke?" ucap Areya, memilih mengabaikan Tyrese yang terdiam setelah ucapan gesy tadi.
"Tidak," Napios dengan sedikit enggan mengakui kebenaran yang sudah diungkapkan pelayan tadi.
"Jika begitu, mari saya antar kan ke ruangan Ibunda berada" Areya berbalik tanpa melihat kearah Napios.
Bibir menyunggingkan seringai. Dengan memanfaatkan setiap alur yang dia tahu, Areya siap melampiaskan kekesalan akan ketidak adilnya tokoh yang menjadi daya tarik nya.
Sejujurnya tak ada satu tokoh pun yang mengetahui fakta bahwa Ranhy sebenarnya Ranhy tau mengenai gesy yang selalu membantu Tyrese namun dia abai karena rasa simpatinya, sedangkan gesy sendiri membantu Tyrese dengan uang dan sepucuk kertas berisi pekerjaan apa yang harus dilakukan. Gesy yang polos dan memang senang dapat uang tambahan memilih untuk melaksanakan pekerjaan, walaupun atau itu di larang oleh sang majikan.
Karakteristik Ranhy terlalu polos. Hanya karena rasa simpatinya dia Membantu Tyrese yang malang namun, sepertinya kata pepatah 'AIR SUSU DIBALAS TUBA' itu memang ada, kebaikan yang Ranhy berikan malah di balas dengan kematiannya sendiri .
"Kau ingat kan perkataan ibunda tadi, kau harus berusaha menarik hati Pangeran!" kalimat yang sama entah sudah berapa kali diucapkan sang Ibunda, bahkan dia sudah hafal di luar kepala.
"IbundaTenang saja," ucap Areya singkat. jujur Areya sendiri sudah mulai pusing dengan ocehan dari sang ibunda.
kereta kuda yang membawa Areya dan sang ibunda pun terus berjalan, Areya dan sang ibunda akan pergi ke istana untuk menghadiri jamuan teh dari sang Ratu. Ini adalah kebiasaan para bangsawan di sini untuk membawa putri putri mereka untuk dikenal dengan sang Pangeran agar tertarik dengan anak mereka.
Sungguh di bagian ini Areya sangat ingin muntah saat membacanya. Di mana dalam cerita sikap Ranhy begitu agresif mendekati sang Pangeran setelah dia menyatakan kalau dia jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat betapa gagahnya sang pangeran. Ewh sangat cheese sekali.
"Pelayan bilang kemarin saat Duke Napios datang anak sialan itu bertemu dengannya kemarin. Dasar jalang! Dia pasti berpura-pura baik agar dikasihi. Ran! jangan biarkan siapapun mengasihaninya, atau dia akan semakin melonjak nantinya!" Ujar Denas dengan ekspresi wajah yang jelas menaruh rasa tidak suka pada anak tirinya itu.
Areya sendiri tahu alasan dibalik rasa tidak suka Denas pada Tyrese. Semua tidak lain berasal dari ibu kandung Tyrese atau mantan istri ayah tiri Ranhy. Ibu Tyrese sendiri sudah meninggal sekitar dua tahun lalu, dan tak lama setelah kematian sang istri Kaiyl Vaverit ayah tiri Ranhy langsung melamar Denas yang sudah menjanda sejak Ranhy kecil.
"Ibunda tidak perlu khawatir, aku bisa mengatasinya" ucap Areya menenangkan sang ibunda yang tampak menggebu itu.
Kereta kuda mereka telah memasuki pekarangan istana. Sepanjang perjalanan yang mereka lalui Areya benar benar disuguhi pemandangan yang amat menyejukkan mata. Mulai dari hijaunya rerumputan, pohon pohon yang menyejukkan lalu saat masuk ke perkarangan istana ia juga di perlihatkan pekarangan bersih, bunga bunga yang tampak subur, patung-patung di depan istana yang di buat oleh para ahli kerajinan di susun rapi di depan istana hingga kesan mewah amat melekat saat pertama kali kemarin. tumpuan beberapa batu yang diukir sedemikian rupa lalu di letakkan tengah-tengah air mancur dan pagar tanaman yang terawat sempurna. Areya sendiri benar benar di buat kagum melihat semua ini.
"Akhirnya kau sampai, Denas!" Sapa seseorang saat Areya dan ibundanya baru saja turun dari kereta.
"Oh, Hera!" Balas Denas lalu keduanya berpelukan singkat.
Hera Deswasri atau yang akrab dipanggil Hera merupakan bangsawan di kalangan Marquise, sama seperti Denas .
Mereka bersahabat saat masih kecil hingga saat ini masih terjalin begitu erat. Namun sangat amat disayangkan tali persahabatan itu tidak ikut terjalin pada anak anak mereka. Semuanya karena sifat Ranhy yang sedikit buruk juga selalu agresif pada sang pangeran membuat Harist tidak menyukai sifat kekanakan Kanakan Ranhy.
jika pun seandainya Ranhy menjadi pendamping penerus kerajaan. Sebuah Monarki tidak mungkin dipimpin oleh ratu yang kurang kompeten dan kekanak-kanakan, bukan?
"Oh kau membawa tuan muda Harist?" Tanya Denas
" Iya, hanya sekedar menemani, wah apa ini Ranhy? Dia sangat cantik hari ini" ucap Hera saat melihat Ranhy yang jauh dari biasanya, sederhana namun cantik.
" Maksud bibi aku buruk rupa sebelumnya?" Canda Areya
Hera terkekeh sambil menggeleng, ia menyadari bahwa Ranhy kini tampak lebih santai dan ceria.
"Ayo kita masuk! Dan biarkan pangeran ku menemani putri mu yang cantik itu lalu berkumpul dengan yang lain," ajak Hera yang dibalas anggukan oleh Danes.
Keadaan menjadi hening setelah sang Ibu meninggalkan mereka berdua. Sungguh ini sangat canggung untuk keduanya yang ibunya saling bersahabat. Kalau disini adalah Ranhy yang asli sudah dipastikan dia akan terus mengoceh tentang pangeran Lordias dan akan membandingkannya dengan Harist. Namun kali ini sungguh diluar dugaan Ranhy terlihat lebih kelam dan cenderung lebih memilih memperhatikan sekitar seolah ini pertama kalinya ia menginjakkan kaki di istana ini.
"Mau kemana kau hai nona muda ?" tanya Harist saat melihat Ranhy yang hendak pergi.
Ranhy menghentikan langkahnya lalu menoleh,
"Melihat lihat mungkin." Balas Areya acuh
" Cih, Bilang saja ingin menempel in pangeran" Harist menyindir Ranhy
Sudah menjadi kebiasaan bagi Ranhy kalo sudah berkunjung ke istana, ia akan terus mencari pangeran lalu menempelnya.
Ranhy menghela nafas malas kemudian mengendikkan bahu sebelum benar-benar pergi,
" Terserah, lagi pula aku Sudah tidak tertarik untuk itu,"
Di dalam Istana begitu megah. Terdapat pilar pilar besar yang menjulang tinggi, pengangan tangga berukir sebegitu indah lalu dipoles hingga bersinar. Lukisan keluarga Kerajaan yang dicat dengan minyak bingkai emas lalu di gantung di dinding dinding istana. Semua perabotan terlihat jelas hasil buatan tangan pengrajin ahli juga. Dan yang lebih hebatnya, sama sekali tidak ada debu yang ditemukan di setiap sudut ruangan semua bersih dan ditata rapi.
Areya berhenti tepat di ruang baca yang terletak di dekat taman. Di dunianya banyak buku tentang bisnis dari peradaban kuno yang dijadikan sebagai panutan. Seakan akan menjadi tidak pernah lekang meskipun ditengah pemikiran yang lebih modern.
"Siapa yang menyuruhmu masuk tanpa izin?!"
sebuah suara berat membuat langkah Ranhy terhenti ketika ingin memasuki ruangan tersebut. Sosok tinggi dengan Surai hitam legam yang sedikit memanjang. Memakai pakaian berwarna putih dengan beberapa sulaman benang emas khas keluarga Kerajaan.
Ini dia sang pemeran utama pria pangeran Lordias Deminup
Orang yang paling tidak ingin Areya lihat kini malah berdiri tepat di depannya dengan gaya angkuhnya.
"Salam kesejahteraan, pangeran" Areya salam sopan ala kerajaan.
" Maaf, kalo saya tidak sopan dan terkesan lancang untuk masuk. Di depan tidak ada orang yang menjaga jadi saya kira perpustakaan boleh masuk oleh para tamu yang ingin berkunjung," jelasnya
Sang Pangeran tersenyum remeh, "Itu hanya alasan mu kan. Kau sebenarnya datang untuk mencari ku, kan? Sudah berkali kali saya bilang berhenti mengikuti ku nona Ranhy! Saya sama sekali tidak pernah tertarik dengan Anda!"
Areya tersenyum sumbang mendengar ocehan orang yang berada didepannya ini. Sudut bibirnya ia tertarik ke atas sambil memperhatikan sosok pangeran idaman para wanita ini. Jujur saja Areya sudah sangat amat tidak sabaran untuk mencakar wajah rupawan itu. Bahkan dia sudah mengumpat dalam hati, tidak mungkin dia memaki-maki anggota kerajaan terutama calon putra mahkota.
Liat saja Areya akan benar benar memberikan pelajaran pangeran Lordias yang sudah membuat Ranhy kesayangannya menderita tiada henti.
"Terserah Pangeran ingin berasumsi seperti apa tentang saya, tapi yang jelas saya benar-benar tidak sengaja kesini lalu berniat membaca, itu saja" jawab Areya dengan sedikit malas.
"apa saya diperbolehkan masuk pangeran?"
Lordias menatap mata Ranhy yang berada didepannya dengan seksama. Rasanya Sedikit aneh ketika melihat tatapan yang dipancarkan oleh netral yang berkilau itu. Tidak ada gemilang, tak ada tatapan memuja, dan juga tutur kata yang digunakan pun sangat jauh berbeda, tidak manja atau mendayu.
"Silahkan kalo ingin membaca, tapi kau harus ingat jangan pernah menggangguku!" Tungkas Lordias dengan sedikit penekanan.
Sebenarnya Lordias hanya inginmelihat apakah Ranhy sedang berbohong atau tidak.
"Baiklah pangei, saya ucapkan terimakasih atas kemurahan hati pangeran,"
setelah itu Areya langsung pergi dari hadapan Lordias yang masih menatap bingung.
Waktu terus berlalu dan kini tak terasa Sudah lebih dari sejam mereka didalam sana namun Ranhy atau Areya tak pemah sekalipun mendekat atau pun menegur.
Gadis cantik itu hanya akan berpindah tempat saat mencari buku yang lain atau pun mengembalikan buku yang sudah ia baca.
Lordias sendiri sempat mencoba keluar sebentar untuk melihat apakah Ranhy akan mengikuti atau tidak. Dan ternyata gadis itu tetap diam bahkan tidak menoleh sedikitpun.
"Pangeran"
Suara halus itu langsung membuat Lordias menoleh. Sudah dia diduga pada akhirnya Ranhy pasti akan bosan dan seperti biasa, ia akan menggangu nya. Namun Ranhy malah membungkuk singkat
" Saya sudah selesai, terimakasih terimakasih karena sudah mengizinkan saya membaca disini. Kalau Saya pamit undur diri, Salam untuk pangeran"
"Tunggu!" Ucapan itu mengalir begitu saja tanpa persetujuan pemiliknya.
Seakan kata-kata dan tindakannya tidak sejalan. Seluruh nya berlawan pikiran nya timbul banyak tanya. Memang seharusnya Lordias senang karena sudah tak ada lagi pengganggu, namun di sisi yang lain juga Lordias juga ingin Ranhy tetap mengejarnya.
"Ya? Pangeran, apa ada sesuatu yang pangeran ingin kan?" tanya Ranhy memastikan.
" Bukankah kau tadi membaca, lantas buku apa saja yang tadi kau baca?" Lordias ingin memastikan bahwa Ranhy bukan sekedar mencari alasan untuk mencari perhatian anya dengan melakukan trik tarik ulur yang biasa digunakan para wanita untuk menarik perhatian pria.
Satu alis Areya terangkat. Ada apa dengan Pangeran ini bertingkah nya sangat aneh. Bukankah dia tak tertarik sama sekali dengan apapun yang Ranhy lakukan.
"Saya hanya membaca beberapa buku sejarah, beberapa buku tentang sistem perdagangan dan seni desain grafik,"
Lordias sedikit kaget. Pasalnya sangat jarang wanita memiliki ketertarikan tentang perdagangan terlebih grafik. Karena biasanya mereka hanya dipersiapkan untuk menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik, seperti merawat kecantikan mereka, beretika baik, bisa menyulam dan mengatur keuangan keluarga mereka.
Lordias tiba-tiba pergi lalu kembali dan langsung menyerahkan sebuah buku ke Areya.
"Jika begitu, jelas sedikit tentang buku ini, bukankah kau sudah membacanya"
Entah apa yang ada dipikiran Lordias, tapi meskipun tidak tahu apa yang sedang di pikiran olehnya, Areya tetap menurut.
"Buku ini menganut tentang para pedagang rasis yang hanya menjual barang mereka ke orang orang mereka saja dan engga untuk memberikan nya pada orang orang yang mereka anggap berbeda dari mereka."
"Bagaimana kau..." Lordias hampir tidak bisa berkata kata lagi
"Kesimpulan buku ini seperti para bangsawan yang menjual anggur mereka kepada bangsawan lain dan tidak untuk rakyat biasa yang dianggap tidak mampu." Jelas Areya kembali.
"ada lagi, yang mulia?"
Lordias hanya bisa tertegun. Pada mulanya, Ranhy terlihat tak tahu apa-apa. Namun kini Lordias melihat sesuatu yang berbeda. Rasa penasaran perlahan muncul. Ranhy tak lagi sama.
"Oh, maaf sepertinya saya harus bergegas. Ibunda pasti telah menunggu saya," ucap Ranhy setelah melihat jam.
" Jika tidak ada lagi, saya izin pamit, Pangeran!"
Lordias kembali hendak menahan Ranhy, namun Ranhy sudah terlebih dahulu membuka pintu perpustakaan dan berjalan keluar. Tidak, Lordias masih belum percaya akan perubahan Ranhy. Dia harus memastikan hal sebelumnya bukanlah sebuah kebetulan. Dia akan menayangkan kembali.
"Ibuku menyuruh untuk mengantarkan mu pulang . Katanya akan berbelanja bersama Ibumu terlebih dulu," ucap Harist saat bertemu Ranhy
"Bukankah kau bilang sudah tidak tertari dengan pangeran? Namun faktanya yang terlihat tidak seperti itu," Harist memang tak segan melontarkan komentar sarkastik kapanpun dan di manapun, dia cukup sarkastik.
Areya memutar malas kedua bola matanya.
"Terserah diri mu saja, Aku sudah lelah ingin dan ingin segera pulang!"
Lordias memandang kepergian keduanya. Entah berapa banyak kata-kata pedas yang diterima dan perlakuan yang tak menyenangkan didapatkannya juga berapa waktu yang terbuang hanya untuk usaha mendekatinya. Sekarang dia mengerti kenapa Ranhy tampak acuh padanya. Ranhy telah memutuskan untuk berhenti.
Tingkat gelar kebangsawanan Eropa
Laki-laki Perempuan
Raja. Ratu.
Pangeran. Putri
Duke. Duchess
Marquis Marquise
Count. Countess
Visscount. Visscountess
Baron. Baroness
Rakyat biasa
Baron itu sama kayak rakyat biasa cuma baron lebih tinggi tingkatannya.
Sungguh entah setan apa yang merasuki Denas pagi ini. Pagi tadi tepatnya saat matahari baru saja ingin menyapa, sang Ibunda menerobos masuk ke dalam kamarnya dan memintanya untuk bersiap menggantikannya untuk bertemu Duke Napios.
Namun justru itu kepala pusing sejak tadi mengamati berkas kerjasama yang menurut Areya sangat amat buruk. Matanya sibuk mengamati sedang kan jarinya sesekali mencoret tulisan yang berada di berkas.
"Ini benar benar gila"
Dalam novel, Duke Napios dengan sengaja menyetujui kerjasama dengan sang ibu yang akhirnya membuat usaha mereka jatuh dan Denas mulai mengidap depresi. Dan alasan dibalik semua semua yang dilakukan nya semata-mata sebagai balasan untuk perlakuan-perlakuan buruk yang di terima oleh Tyrese.
Sungguh Areya Sampai ingin muntah rasanya saat membaca nya.
Tok
tok
tok
"Nona ada tamu yang ingin bertemu dengan mu" Gesy
“suruh saja masuk” titahnya
Pintu dibuka menampilkan sosok Butler muda, dengan setelan berwarna hitam lengkap, tak lupa dengan Duke Napios yang berada di belakangnya.
Areya langsung bangkit untuk menyambut sang Duke sebagai bentuk kesopanan.
"Selamat pagi, salam Duke"
"Saya ingin bertemu dengan marquise, Dimana Marquise Denas?" tanya Duke heran sebab tak mendapati sang Marquise, melainkan sang putri.
"Ibunda sedang ada urusan lain jadi beliau meminta saya-"
Entah dimana kesopanan sang Duke, Napios langsung memotong ucapan gadis cantik itu,
"Cih, ingin menggantikan? maaf saja, tapi kerjasama ini bukanlah lelucon. Atau percobaan untuk belajar bisnis,Kerugian besar akan berakibat fatal!" ucap Napios dengan nada yang terdengar begitu tak bersahabat.
Areya menarik napas lelah, berusaha untuk menenangkan agar tak meledak saat itu juga. Wajahnya sangat amat rupawan namun sangat disayangkan karakternya cacat. Semua Kesempurnaan turun menjadi nol besar.
"Alangkah baiknya bila Duke bisa mendengarkan terlebih dahulu hal-hal yang ingin saya sampaikan," ucap Areya dengan lembut, tak lupa menyunggingkan sebuah senyum tipis.
Iris saling bertemu. Tampak Keraguan besar terselip , dirinya bukan tidak tahu apa yang direncanakan sang Marquise.
wajah rupawan dan status tinggi, lantas membuat banyak orang tua menjodohkan anak mereka sendiri . Dengan alasan keturunan. Namun hal yang paling tidak Napios mengerti ialah pemikiran para Lady di negeri ini. Berniat menolak dengan kasar agar tidak ada secuil harapan yang didambakan, justru membuat rasa cinta semakin kuat. Ramah, menjadi terobsesi. Dingin, dipuja setengah mati.
"Baiklah" Napios mencoba kembali mendengar kan apa yang akan di sampaikan oleh nona muda ini. Itung-itung melihat sampai pemikiran sang gadis. Jika tidak bermutu maka ia akan pergi percuma membuang waktu bukan.
"Lanjutkan,"
Napios masuk keruangan itu lalu duduk tepat di depan Areya. Jujur saja Penampilan sang nona muda in menjadi perhatiannya. Penampilan seperti ini terlalu sederhana untuk ukuran seorang nona muda dari keluarga bangsawan. Hanya memakai gaun berwarna biru dengan rambut yang diikat rapi dan riasan tipis namun tetap cantik memancarkan aura elegan khas Marquise.
Bukankah Ranhy terkenal karena gaya berdandannya yang norak bahkan memalukan? Lantas kenapa ini berbeda?
"Duke?" panggil Areya setelah melihat Napios merenung sambil menatap nya.
"Ya?" Napios tersentak lalu berkedip beberapa kali guna mengembalikan kesadaran.
Kertas kertas yang ada di depan meja Areya berikan pada sang Duke. Walaupun tak sopan karena banyak coretan, yang penting poin utama tersampaikan. Urusan Napios tersinggung atau tidak, itu urusan nanti. Lagi pula Areya sendiri sudah tebal telinga yang namanya kerjasama tidak pernah mementingkan status sosial, melainkan bagaimana caranya agar saling menguntungkan. Just bisnis.
"Saya telah meninjau kembali semua perencana bisnis ini, mengingat Ibunda sudah memberikan kepercayaan penuh pada saya," Areya mulai menjelaskan.
"Panen teh kali ini memang sangat melimpah, langkah yang bagus untuk memanfaatkannya menjadi peluang bisnis dan memberdayakan para pekebun. Namun, disini menurut saya target konsumen tidak jelas" jelas Areya membuat Napios mengangkat kedua alisnya.
"Mengapa demikian? apa salahnya jika para bangsawan dan rakyat bisa mencicipi brand kopi yang sama?"
"Ego para bangsawan rata-rata tinggi, sudah jelas mereka tidak akan mau mendapatkan pelayanan yang sama dengan rakyat biasa mereka tidak akan setuju, dan itu akan memakan biaya yang besar. Sementara rakyat biasa tidak akan setiap hari membelanjakan uang mereka untuk segelas kopi mahal. Menurunkan harga jelas bukan opsi jika melihat biaya transportasi pengiriman dari perkebunan ke kota dan juga para pekebun pasti meminta biaya lebih." Areya setelah mengoreksi lembar proposal kerja sama milik sang ibunda dan Duke Napios.
Napios tertegun. Sebenarnya Keinginan untuk mencoba mempersempit jarak antara para bangsawan dengan rakyat biasa sudah lama ia pikirkan sebelumnya , hingga akhirnya Denas memberi kesempatan dengan tawaran kerjasama. Saat ingin merealisasikan tanpa harus kehilangan harta, karena sekalipun gagal, Denas yang akan menanggung kerugian besar. Apalagi setelah melihat perlakuannya pada sang anak tiri, Marquise seperti ini sangat pantas digulingkan.
Dan Kini, ada halangan yang menyusahkan.
"Apa salahnya mencoba terlebih dahulu?" Napios berusaha mempertahankan keinginan nya.
Areya menatap tepat pada manik sang Duke.
"Jika anda tetap pada pendirian, saya rasa lebih baik kerjasama ini kita dibatalkan. Saya tidak ingin meneruskan bisnis yang tidak saya yakini," keberhasilannya, Areya menahan kata terakhir di dalam didalam hati nya.
Tatapan sang Duke berubah dingin,
"Sungguh? Apa kau yakin? kau pasti tahu, banyak bangsawan yang berebut ingin bekerja sama denganku,"
Jika kerjasama ini gagal ibunya pasti akan marah besar. namun Areya tidak terlalu memikirkan itu. Toh nanti pun ia bisa menggantinya dengan keuntungan berkali-kali lipat. Tunggu saja. Bukan tanpa alasan Areya bersikap berani seperti ini, pastinya dia punya rencana yang lain yang lebih matang dan keuntungannya pun jauh lebih besar.
Areya tersenyum tipis menyadari suasana yang mendadak suram. "Ya, saya sangat tahu. Maka dari itu alangkah lebih baik jika Duke mempunyai rekan bisnis yang dapat diandalkan daripada saya yang lemah ini"
Areya bicara dengan sopan tapi kenapa dada Napios terasa panas. Gigi mulai menggertak dengan rahang berakar. Setiap frasa yang terlontar terasa seperti bensin yang siap membakar, ia harus keluar sebelum terbakar.
Namun sebuah ketukan mengambil alih atensi Areya dan Napios yang hendak beranjak.
"Masuk," suruh Areya.
Seseorang masuk dengan pakaian lusuh dan kusam terlebih ia terlihat membawa nampan dengan teh diatas nya. Tyrese, dengan polosnya masuk ke dalam ruangan.
"Permisi, maaf mengganggu. Saya membawakan teh,"
Sungguh Areya ingin terbahak sekarang. Pasti rasanya malu sekali saat melihat teh sudah tersedia di atas meja. Padahal kebetulan saja kebiasaan Areya menyajikan kudapan sebelum tamu datang. Lumayan, berjaga-jaga apabila terlambat. Selagi menunggu, Areya bisa makannya.
"Siapa yang menyuruhmu membawakan teh?" tanya Napios sebelum menelisik Areya dengan sinis.
Tyrese menunduk malu, tak dipersilahkan masuk padahal membawa nampan yang lumayan berat.
"Maaf saya berinisiatif sendiri, Duke,"
"Jujur saja, tidak ada yang akan menghukum mu," ucap Napios dengan mata yang tak lepas menatap Areya.
"benar kan, nona Ranhy?" Lanjutnya sambil menatap sinis. Areya mengendikkan bahu,
"Tentu," Ujar Areya acuh tak acuh.
Dianugerahi umur cukup panjang membuat Areya dapat bertemu dengan berbagai macam orang. Rencana busuk kecil seperti ini tidak sulit untuk diartikan seperti rencana Tyrese yang satu ini. Ia sengaja membawa teh agar nanti duke Napios akan beranggapan kalau salah satu dari keluarga tirinya yang melakukan itu, lalu dengan mudahnya Tyrese mendapatkan rasa simpati dari Duke muda itu. Rencananya terlalu mudah dibaca oleh Areya. Ah tidak mungkin orang bodoh pun akan tau rencana murah ini.
Mari kita buat titel pemeran utama itu menjadi hayalan semata
"Saya berkata jujur, Duke," jawab Tyrese lembut.
"Setelah sekian lama dikelilingi oleh para Lady berparas cantik, saya yakin anda sudah tahu maksud dari adik tiri saya, Duke," ucap Areya,
"atau anda tidak mengerti? baiklah saya bantu perjelas, Tyrese mencoba menarik perhatian pada anda,"
"Ti-tidak, Kak!" Tyrese buru-buru membantah, sementara di telinga dan pipi muncul semburat merah muda.
"maaf saya hanya melakukannya sebagai bentuk kesopanan, Duke,"
Melihat reaksi Tyrese dan sikap Ranhy, Napios sedikit tidak enak telah berburuk sangka. Seandainya memang benar ada niat mempermalukan, air muka Ranhy pasti congkak dan merendahkan. Selama beberapa saat menunggu, tidak ada tanda-tanda datang. Gadis Marquise itu tetap tenang.
"Mohon maaf, Duke, sepertinya saya harus pergi ke kamar mandi sebentar," ucap Areya seraya beranjak.
Tidak ada salahnya memberikan kesempatan kepada si ular ini untuk mencoba memikat hati sang Duke.
"sementara saya pergi. Adik saya akan menemani anda,"
Di sebrang Tyrese, Napios ikut berdiri saat Areya hendak beranjak
"Rasanya pertemuan kita cukup sampai disini, saya ada urusan lain,"ungkapnya,
"Mengenai proposal nona tadi akan saya pikirkan kembali,"
Areya sedikit terkesan. Pasalnya ia Menduga kalo sang Duke akan tetap tinggal dan terjerat oleh pesona lugu Tyrese seperti orang bodoh, namun sepertinya otak masih bekerja dengan benar. Baguslah, setidaknya ia masih bisa berpikir.
"Saya akan kirimkan proposal dengan tulisan yang lebih baik kalau begitu,"
Napios hanya mengangguk, "Ya,"
"Mari Duke, saya antar ke depan!" dengan tidak tahu malunya Tyrese menawarkan diri saat Napios mulai berjalan keluar.
"Tidak perlu, Lady," tolak Napios dingin,
"terimakasih atas sambutan dan tehnya," Tanpa menunggu jawaban, Napios melewati Tyrese begitu saja.
Areya bertepuk tangan dalam hati. Pelajaran pertama belumlah seberapa. Masih banyak kejutan yang menanti si ular pemeran utama. Ada keyakinan bahwa cepat atau lambat akan datang perlawanan. Topeng yang selama ini tak bercela pada akhirnya akan terlepas begitu saja.
"Mau masuk tidak?" pertanyaan Areya menyadarkan Tyrese yang masih berdiri di ambang pintu.
"Tidak, Kak," balas Tyrese.
"aku akan kembali ke kamar, permisi,"
Begitu berbalik sorot binar berganti menjadi kilatan merah. Kelembutan terganti tawar. Nampan digenggam keras dengan remasan disebelah gaun yang digunakan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!