"AYAH! "
Gadis berseragam putih abu itu berteriak pada seorang pria setengah baya yang masih tampan itu. Pria itu berada di mobil yang terparkir di bahu jalan, depan sebuah rumah
"Astaghfirullahhaladzim.... "
Suara lirih di sampingnya membuat gadis itu menoleh saat akan menggedor kaca mobil.
Gadis itu tidak sendiri, ada wanita paruh baya yang masih terlihat cantik meski gurat - gurat halus mulai menghiasi wajahnya.
Wanita itu terhuyung danterduduk di trotoar dengan nafas tersengal, dia menekan dadanya.
"IBU...! "
Jerit gadis itu, dengan cekatan tangannya membuka tas tangan sang ibu, mengambil inhaler dan menyodorkan untuk di hirup.
"Ayah jahat! Aku benci ayah ! "
Jeritnya kembali saat melihat cinta pertamanya itu keluar dari mobil dan dengan panik mendekat ke arah mereka. Pria itu tak menggubris anaknya, di bopongnya tubuh ringkih yang telah membersamai langkah hidupnya itu.
Tubuh sang istri di bawanya masuk, di letakkan di bangku belakang, di ikuti sang gadis.
"Pergi dari sini! Atau aku teriak biar semua orang dengar kalau kau berbuat mesum dengan suami orang di dalam mobil. "
Gadis itu menatap nyalang wanita di samping sang ayah.
Dengan kuat di pukulnya kursi itu dari belakang.
Wanita yang di ancamnya merengut sambil menoleh menatap pria di balik kemudi dan mendapati isyarat agar pergi.
"Aawwww...!
Lepas!
Sakit!
Kurang ajar!
Rupanya kamu tidak pernah di ajari sopan santun sama ibu kamu... "
"Jangan ngomong soal sopan santun!
Kamu itu pelakor, sok sokan ngomong sopan santun. "
Gadis itu menjambak dan menarik rambut wanita itu dari belakang.
"Pergi, wanita sialan! "
Dilepasnya sepatu dan di putuskan ke kepala wanita itu bertubi tubi.
"AMARA ! "
"APA?
Ayah mau belain cewek ini, iya?
Biarin dia pergi!
Ayah harus membawa ibu ke rumah sakit!
Atau aku tidak akan pernah memaafkan ayah selamanya bila terjadi hal buruk yang menimpa ibu!
Ingat itu, Yah! '
Ada yang terluka di dalam sana, mengangs dan berdarah saat sang cinta pertama yang memperlakukannya bak putri raja, membentak nyaring. Mematahkan hatinya, menggoyahkan keyakinan.
"Aku nggak mau tahu ya, Mas!
Setelah mengantar mereka, susul aku ke villa!
Aku mau ke klinik, kepalaku sakit. "
Wanita itu memegangi kepalanya dan ada segenggam rambut yang rontok di telapak tangannya
Dia keluar dan mencegat taksi yang melintas, kepalanya terasa berdenyut akibat aksi bar - bar gadis remaja itu.
______________________________________
Pria itu tewas pada sebuah kecelakaan tunggal menuju puncak bersama sang kekasih simpanan, sang model amatir.
Sejak memergoki suaminya bersama wanita lain,
Ibu Amara di rundung sedih, di tambah dengan kematian pria yang sangat di cintainya membuat wanita itu depresi dan berujung mengenaskan.
Wanita sabar dan penuh kasih sayang itu memutuskan mengakhiri hidupnya dengan gantung diri.
Ya, wanita itu bunuh diri.
Dan sejak saat itu, Amara berubah jadi gadis pendiam, irama hidupnya pun berubah.
Dari serba ada menjadi tidak punya apa - apa. Dari seorang putri raja menjadi seorang upik abu.
Semua aset yang di miliki telah beralih nama menjadi milik orang lain. Entah sejak kapan kepemilikan semua aset jatuh kepada wanita simpanan ayahnya itu.
Gadis itu melewati hari - hari yang pahit untuk bertahan hidup, keluarga yang dulu saat orang tuanya bergelimang harta selalu ada, kini semua meninggalkannya saat tahu dia tidak punya apa - apa lagi.
"Tunggu aku wanita sialan!
Akan ku buat kau menyesal!
Kenapa kau tak mati saja saat kecelakaan itu?
Kau harus membayar air mata dan penderitaan ibuku!
Aku akan membalas semua rasa sakit ini! "
Gadis itu menggenggam tanah kuburan sang ibu yang masih basah. Di genggamnya erat dengan tangan gemetar karena dendam.
Dan sepertinya alam pun mendengar sumpahnya yang di sambut dengan suara guntur yang menggelegar di sertai hujan lebat
Gadis itu berjalan keluar dari area pemakaman dengan wajah tertunduk, air mata yang mengalir tersamarkan dengan hujan yang membasshi seluruh tubuhnya.
Gadis itu mengulurkan tangan dan menengadah kelangit yang berwarna kelabu.
Dari ruang kerja di lantai dua rumahnya yang di kelilingi kaca, Ardian memperhatikan gadis itu.
"Gadis itu lagi? "
Tanya perempuan paruh baya yang memasuki ruangan itu, di belakangnya ada asisten rumah tangga mereka yang membawa nampan berisi dua cangkir teh beserta kudapan ringan.
"Ibu kenal dia? '
Ardian menoleh dan bertanya pada Maria.
"Amara namanya. Dia asisten rumah tangganya Ci Mely.
" Aku kok, agak familiar ya, bu? "
Maria duduk di sofa dan Ardian pun beranjak duduk berhadapan dengan Maria.
"Dia kuliah di kampusmu. Sambil kuliah dia juga nyambi kerja di rumah Ci Mely. Begitu yang ibu dengar dari Ci Mely. "
Mari menyesap pelan tehnya.
"Dari pagi sampai siang dia kerja di sana, sore sampai malamnya dia kuliah
Jangan bilang kalau kamu tertarik dan suka padanya. "
Pria itu tertawa pelan, sudah dua minggu dia memperhatikan gadis itu
________________________________________
"Amara! "
Pria itu menghentikan mobilnya dan mencondongkan badan di jendela mobil.
"Pak Ardian? "
"Naik! Sebentar lagi hujan! "
Gadis itu lalu mendongakkan wajahnya ke langit.
"Tidak merepotkan? "
"Tidak, saya juga mau ke kampus. "
Pria itu membuka pintu mobil. Amara pun masuk.
Titik air mulai jatuh perlahan dan semakin deras mengguyur.
_____________________________________________
"Ibu tidak sengaja melihatmu tadi dengan gadis itu. Sejak kapan? "
Maria bertanya saat minum teh di sore hari yang agak dingin, Ardian baru saja sampai dari kampus tempatnya mengajar.
Pria itu menatap sang bunda dan menghela nafas.
Maria mulai merasa ada gelagat tidak biasa putranya. Dengan sabar dia menunggu putranya itu berterus terang.
"Kenapa kamu selalu menyukai gadis yang kelihatan lemah dan memprihatinkan? "
Ardian diam, agak menunduk dengan dua diks yang di letakkan nya di atas paha dan kedua tangan yang menyatu.
"Dulu Sarah. Sekarang Amara.
Apa kamu tidak belajar dari pengalaman sebelumnya, Nak? "
"Yang terlihat itu tidak selalu benar. Bisa saja dia menutupi kelakuan aslinya, seperti Sarah,
istrimu itu. "
"Dan Sarah mau kau kemanakan?
Tidak mungkin dia menerima saat tahu kalau pasangannya mendua.
" Seburuk apapun istrimu, ibu tidak suka kau jadi lelaki penghianat.
Ibu tidak pernah mendidik mu seperti itu, berpikirlah panjang dan matang.
"Rumah tanggamu hanya perlu kau perbaiki, jangan kau abaikan kerusakan di dalamnya, lalu kau mencari rumah baru demi kenyamanan hati dan pikiranmu. "
Pria itu menatap sendu ibunya. Cintanya telah berlabuh di dermaga yang salah.
"Mungkin kami berasal dari tempat, dan kondisi yang sama hingga aku tertarik padanya.
" Bukan wanita - wanita kelas atas yang hidup glamour yang sering ibu kenalkan padaku dulu. "
"Aku perlu mengingatkan ibu, anakmu ini dulunya seperti mereka yang berjuang keras untuk hidup.Anak yang tidak memiliki keluarga.
" Tangan hangat inilah yang menggandeng, memberikan perlindungan, kasih sayang yang tidak mungkin aku rasakan sebelum bertemu dengan mu, Bu.
Ia meraih tangan Maria dan mengecupnya.
"Hati lembut inilah yang selalu mengutamakan kebahagiaanku diatas yang lain. Aku telah di didik dengan sangat baik oleh ibu, dan setelahnya murni kekuranganku yang mungkin selalu mengambil keputusan demi membahagiakan Ibu.
" Aku tahu! Alasan apapun tidak akan jadi benar. Apa ibu tidak ingin jadi nenek? "
Air mata Maria terurai, ia di campakkan begitu saja oleh orang yang di cintainya karena tidak bisa memberikan ahli waris untuk orang tuanya.
Ia berhasil sukses dan memilih hidup sendiri, membesarkan Ardian sebagai anak angkatnya seorang diri. Diasuhnya Ardian sebagai pelipur lara dan temannya di hari tua.
"Apakah...? Apakah Sarah juga mandul.? "
Pria itu menggeleng.
"Dia tidak ingin punya anak, Bu. Dia menganggap mempunyai anak akan menyurutkan karirnya. Mempunyai anak menurutnya akan merampas semua yang telah ia miliki. "
"Ijinkan aku menikah lagi, Bu!
Ku mohon restui aku.
Aku ingin mewujudkan mimpi ibu untuk menimang cucu. " Pria itu berlutut di depan Maria.
Wanita itu tak sanggup bicara, syok mendengar pengakuan anaknya.
Di satu sisinya tidak membenarkan sikap anaknya di sisi lain keinginan untuk memiliki penerus begitu kuat.
"Baru pulang, Sarah "? Sapa Maria.
" Bu.! Iya, Bu. " Sarah menyahut, dia kikuk.
Mendekat ke arah sang mertua yang duduk di sofa ruang tamu, meraih tangan wanita paruh baya itu dan mencium punggung tangannya.
"Capek? "
"Banget.Ibu belum tidur? "
Ibu dan suamimu sengaja belum makan malam, kita sudah terlalu lama tidak menghabiskan waktu untuk makan malam bersama.
Ibu sudah masak makanan kesukaanmu.
Makan, ya? "
Maria berdiri dan berjalan menuju ruang makan.
Sarah mendengar suara langkah, dia berjinjit, berniat mengejutkan.
"DOR! "
"Sarah ! "
"Abang, sini! " Di tariknya suami nya ke tepi
"Kenapa, sih? "
"Ibu ngajak makan malam. Kamu tahu, kan aku tidak bisa makan jam segini?
Apalagi tadi teman - temanku tadi sore ngajak makan.
Bantu aku bujuk ibu biar aku ngga usah ikut makan, ya? Pleeeaas... !
Hmmm, atau gini aja, aku temani kalian makan.
Ya, Bang! Please..! "
Sarah menangkupkan tangannya di depan dada.
Ardian menghela nafas, di tatapnya wajah cantik itu.
"Ibu nggak selalu nginep di sini, Sarah.
Ibu hanya ingin merayakan kebersamaan kita yang sudah lama hilang.
Ini hanya makan malam biasa, dan ngga lama, penuhilah sesekali.
Bersama teman - temanmu, kapanpun itu, kamu bisa, dengan alasan menghargai mereka.
Tapi untuk makan malam bersama ibu, kamu mikir dia kali.
Apa perasaan teman dan kolega lebih penting dari pada perasaan mertua dan suamimu? "
Wanita itu tertunduk. Dia kehilangan kata - kata. Rungunya mendengar suara langkah menjauh. Mau tidak mau dia harus menyusul, sambil merutuk dalam hati dengan kesal.
____________________________________________
" Kapan ada jadwal kosong, Sarah? "
Tanya Maria setelah mereka makan malam dan kini bersantai di teras samping menghadap taman.
"Ada tiga hari, Bu pertengahan dan akhir bulan. Kenapa, Bu? "
Suami istri itu salin tatap.
"Pas! Ibu sudah buat janji dengan dokter Anggi.
Kalian bisa program hamil di klinik miliknya. "
Wajah Sarah mengeras, terlihat urat - urat lehernya kaku.
Di tolehnya sang suami dengan tatapan tajam.
Ardian hanya menatap datar istrinya dan memutus tatapan mereka terlebih dulu.
"Kalian sudah menikah enam tahun dan kalian sama - sama subur.
Ibu ingin sekali memiliki cucu. " Maria tersenyum hangat.
"Bukan berarti ibu ingin ikut campur urusan rumah tangga kalian.
Ibu rasa itu wajar jika setiap orang tua menginginkan penerus. "
"Iya, Bu. Nanti aku ambil cuti, ya?
Masuk, yuk! Sepertinya akan turun hujan, nanti ibu sakit kalau terlalu lama di luar. "
Ardian menuntun sang ibu menuju kamar tamu.
Dia mengerti istrinya mulai tidak nyaman dan berusaha menjaga perasaan dua wanita terkasihnya itu.
"Pikirkan kembali, Sarah!
Anak adalah buah cinta kalian.
Buktikan cinta itu masih ada dan kuat.
Cukup ibu saja yang seperti ini, jangan kalian. "
Ucap Maria sebelum dia beranjak dengan tangan Ardian yang memeluk bahunya.
Di teras, Sarah mengepalkan tangannya den
gan kuat. Mertuanya memang tidak salah, namun keterdiaman sang suami yang membuatnya marah.
Dia menganggap Ardian mendukung keinginan mertuanya itu
______________________________________________
"Harusnya Abang belain aku!
Abang kan sudah tahu alasanku untuk tidak ingin punya anak?
Dulu kamu setuju, tapi sekarang mengapa kayak gini jadinya? "
Sarah mengeluarkan segala kedongkolan hatinya saat berada dalam kamar mereka.
"Bulan depan itu setelah jadwal kosong, aku tanda tangan kontrak.
Ratusan orang sudah aku singkirkan demi mendapatkan kontrak itu.
Kalau program hamilnya berhasil gimana?
Berantakan semua, Bang. "
Ardian hanya diam mendengar luapan kekesalan istrinya, dia duduk di sofa sedang Sarah duduk di bangku meja riasnya.
'Ini rezeki buat aku, Bang. Aku ngga mau semua yang ku lakukan sia - sia. "
Ardian berlalu ke kamar mandi dan hal itu membuat Sarah semakin meradang.
"Abang ngomong dong sama ibu! Aku ngga mau ikut program hamil.
Ibu bisa bilang begitu karna ibu ngga pernah merasakan bagaimana punya anak. "
Sarah berteriak agar terdengar oleh suaminya yang berada di kamar mandi.
Dia merasa mertuanya memaksakan kehendak, dia teringat bagaimana dulu orang tuanya kesusahan menghidupi dirinya dan saudara yang lain.
Melihat bagaimana repotnya sang ibu mengurusi anak - anaknya, bagaimana bapaknya bekerja keras untuk menghidupi mereka. Dan sang ibu yang hampir depresi saat bapaknya tewas di tempat kerja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!