NovelToon NovelToon

Terdampar Di Dimensi Protonema

Bab 1 : Gadis Aneh

"Taryon? Hey, kau dengar aku...?"

"Hmm? Psh.. Hah? Jam berapa ini?" seru pemuda bernama Taryon kepada seorang gadis di depannya. Gadis itu menatapnya datar.

"Ini sudah lewat jauh jam pulang kuliah... Untung aku kembali ke kelas, kalau tidak, kau mungkin terperangkap di kampus..." sahut si gadis bernama Kivrandee, dipanggil Dee oleh teman-temannya. Pemuda itu gelagapan segera membereskan buku-buku serta smart pamfletnya. Setelah itu dia pun segera mengikuti Dee yang sudah jalan lebih dulu.

Taryon dan Kivrandee adalah makhluk ras Venusian. Kota tempat mereka tinggal saat ini, Amalea, adalah kota pendidikan di negara Mariantis, Benua Kuvrane. Mereka berdua adalah remaja yang hidup dan telah lepas dari orang tua mereka ketika sudah lulus Nahdo-1 (atau semacam SMA, bagi reader yang tak paham)

Saat ini, mereka berdua tinggal di sebuah asrama berbentuk kastil, letaknya hanya sekitar setengah jam dari kampus mereka. Berhubung sudah sore, Dee memutuskan segera pulang saja. Kendaraan mereka yang autopilot, membuat segalanya serba nyaman tentunya. Namun pemuda ini, Taryon, belum terbiasa dengan segala fasilitas di kota ini.

Pria itu dahulu, bersama keluarganya tinggal di Cleylea, sebuah kota yang tak seberapa maju dibandingkan Amalea tentunya.

Ketika sampai di asrama kastil mereka, seperti biasa, Taryon dan Dee turun lebih dulu di lobi. Sementara kendaraan auto itu segera menuju parkirannya sendiri.

"Dee, catatan, please...?" ujar Taryon sambil menahan lengan Dee. Gadis itu menatap datar sahabatnya itu, lalu dia mengeluarkan dua smart pamflet dan memberikannya pada Taryon.

"Itu hanya catatan dari mulai kau tidur. Berubahlah, Yon. Sampai kapan kau berlaku seperti anak Nahdo?" ucap Dee memasang raut wajah cemas. Namun pemuda itu hanya cengengesan, lalu mengambil pamflet tersebut.

****

Keesokan harinya, Dee telah cabut lebih dulu ke kampus, sementara Taryon tampak santai. Mungkin ada yang mengira pemuda ini malas dan bodoh, namun kenyataannya Taryon tidak seperti itu. Dia pemalas, namun kemampuan analisis dan adaptasinya membuatnya dengan cepat mempelajari situasi dan kondisi.

Seperti saat ini, dia sedang mengutak-atik penemuan terbarunya, NEMA (Nether Eaves Malignant Alien) atau semacam alat pendeteksi dan pengendus Alien. Jika ditanya, buat apa dia menciptakannya. Jawabannya sangat singkat: iseng.

Namun alat tersebut masih prototipe, jadi dia tak yakin sebenarnya bagaimana alat itu bekerja. Ketika dia membereskan buku dan smart pamfletnya, tiba-tiba saja alatnya membunyikan sinyal seperti radio kusut. Taryon terkejut, dia segera menyampirkan tasnya dan memegang alat itu sambil keluar kastil dan mencari-cari keanehan itu.

Ketika dia mendekati pancuran air yang berada di antara gerbang depan dan kastil, alat itu bereaksi dan tiba-tiba mencetak data mengenai jadwal kemungkinan terjadinya penabrakan dimensi.

X : 0225, Y : 1.242, 2.5 jam tersisa

"Mck...kenapa lama sekali... Haizz.." cebik pemuda itu. Tampaknya dia harus bolos hari ini, namun waktu tersebut cukup untuknya ijin ke kampus. Maka Taryon pun segera memanggil Auto Mobilnya menggunakan remot dan segera melesat meninggalkan kastil.

Sialnya begitu sampai di kampus, pemuda itu tak langsung mendapat ijin bolos. Dia diceramahi selama kira-kira satu jam oleh Dekan dan Dosen pembimbing. Matanya bergulir setiap kali penceramah itu membandingkan dirinya dengan mahasiswa lain. Namun pemuda itu sama sekali tak membawa hal ceramah tersebut ke hatinya. Karena yang terpenting baginya adalah penelitian dan hasil. Bukan sekedar teori.

Dia sempat menyetting waktu lama dia pergi. Dan ternyata saat ini sudah lewat dua jam dari sejak dia berangkat ke kampus. Hatinya dongkol bukan kepalang, dia terburu-buru mencari jajanan pagi.

*Tit!!*

"Aduh gawat!!" Taryon terkejut ketika dia sedang membayar sarapannya ternyata waktu penungguan sang alien telah lewat!

Buru-buru dia berkendara pulang dan menyetel auto mobilnya ke mode darurat, agar lebih cepat sampai. Sekitar 20 menit kemudian, dia segera menghentikan mobilnya di depan gerbang dan tidak masuk. Taryon turun dari mobilnya dan meminta si mobil pergi parkir sendiri. Sementara dia akan berjalan menuju pancuran.

Hatinya terlonjak sumringah ketika melihat sesosok makhluk tergeletak tak jauh dari pancuran. Dia segera mendekati sosok itu.

"Hemm....wanita, yang jelas, baju apa ini yang dia pakai?! Standar kecantikan...aku tak paham, tapi dia agak mirip Dee sih..." monolog Taryon meneliti sosok gadis tersebut yang menurut feelingnya berdarah panas. Berbeda dengan dirinya yang dingin dan keras seperti batu.

Taryon menyentuh kulit gadis itu, lalu mencoba mengangkat wanita itu ala bridal style. Ringan! Dengan cepat dia membawa gadis itu ke gudang yang Taryon sewa di kompleks kastil tersebut. Beberapa mahasiswa dengan kecerdasan tinggi memang diberi kebebasan untuk menyewa sementara gudang, sebagai ruang untuk penelitian pribadi mereka masing-masing.

Dengan hati-hati, dia meletakkan gadis itu di ranjang sejenis brankar. Taryon segera menempelkan beberapa sensor di tubuh gadis tersebut, terutama di kepala dan lengannya.

Lalu dia mulai mengeluarkan Tabletnya yang terhubung dengan Quantum Komputernya. Dengan satu sentuhan di fitur tablet, benda itu segera menganalisa keadaan sosok tersebut. Taryon dengan cermat meneliti bagaimana komputernya menganalisa keadaan si gadis.

"Hmm? Manusia Hybrid Demis...?" celetuk Taryon ketika melihat data gadis tersebut. Sejenak pemuda itu meragukan hasil analisa tersebut. Dia pun mengulangi prosedur dan menjalankan kembali analisa dari Tabletnya.

Ternyata hasilnya sama. Pasrah dengan hasil yang tak meyakinkan, Taryon pun mulai membaca keterangan lain dari gadis tersebut. Matanya terbelalak ketika melihat keanehan dari data itu.

"APA?! BARU 5 TAHUN?!?"

Bab 2 : Makaria

*Degh*

Seorang gadis baru saja siuman dari tidur panjangnya, atau tepatnya dia pingsan sangat lama setelah muntah hebat. Perlahan dengan menopang pada siku tangannya dia melihat sebuah ruangan seperti campuran garasi dan ruangan teknisi. Terdapat banyak alat uji coba yang berhubungan dengan mesin. Sementara dia saat ini tidur di sebuah brankar seperti yang ada di rumah sakit.

Kalut, gadis itu mendadak ngeri, apakah dirinya dijadikan kelinci percobaan. Terdapat beberapa alat menempel di kepalanya. Dia segera mencabutnya. Gadis itu mencoba bernafas, ternyata tempat ini memiliki udara yang cukup fresh dibandingkan tempat asalnya.

"Dimana aku...?!" gumamnya. Dia melihat pintu, mencoba membukanya ternyata dikunci. Namun ruangan itu memiliki beberapa jendela. Perlahan dia mengendap mendekati jendela itu, ilmu mengintainya sudah terpahat di dirinya sejak kecil, karena dilatih oleh ayahnya yang setengah Manusia setengah Dewa. Namun dia tak mau mengumbar kemampuannya di tempat asing ini.

Perlahan dia mengintip keluar jendela. Dia melihat sebuah area taman yang sangat luas. Mungkin kalau kasar dihitung sekitar satu setengah hektar. Gadis itu melirik ke samping kanannya, terdapat sebuah bangunan kastil besar. Apa dia sedang berada di sarang mafia? Batinnya tambah kalut. Terlebih dia saat ini tidak dapat keluar dari ruangan ini.

Karena tak mau membuat masalah, dia memilih melihat-lihat benda yang berada di ruangan ini. Tebakannya bahwa ruangan ini seperti ruangan uji coba, tidak sepenuhnya salah. Hanya saja tampaknya pemilik garasi ini mengingatkan dia akan tokoh manusia yang pandai yang dapat membuat armor robot untuk dirinya sendiri. Hanya saja kalau dilihat, pemilik garasi ini mungkin hanya setengah dari tokoh tersebut. Terdapat banyak benda tampaknya merupakan hasil daur ulang. Membuat Gadis ini yakin pemilik garasi bukanlah orang yang berada.

Menunggu pemilik garasi tiba, gadis itu merasa lebih baik dia kembali tidur, agar fisiknya benar-benar pulih dari kelelahan, walau sejujurnya dia agak lapar saat ini.

****

Taryon baru saja kembali dari kuliah membosankannya. Dia segera pergi ke dapur untuk meminta beberapa cemilan. Ketika di kampus, dia baru ingat tidak memberikan cairan infus ke makhluk yang dia tawan saat ini. Karena itulah buru-buru dia memasukkan beberapa variasi makanan dan minuman ringan, dan setengah berharap ada diantaranya cocok dengan si Makhluk.

Setelah berjalan kurang lebih lima menit, dia tiba di depan gudangnya. Segera dia buka kunci gudang itu yang disertai beberapa sensor di tubuhnya. Hal yang terlihat pertama olehnya, dia yakin makhluk tawanannya itu sudah bangun, namun mungkin tidur lagi karena lemas. Terlihat peralatan pendeteksi fisiknya telah terlepas dari tubuh gadis itu.

Taryon menurunkan semua makanan dan minuman kecil ke dekat kulkas di gudangnya itu. Lalu mulai mencoba memeriksa fisik si Makhluk.

"Suhu tubuh meningkat dari sebelumnya, apakah ini penyakit?! Dia tampak lebih pucat. Gawat!" untunglah pria itu masih memiliki stok infus. Karena dirinya kadang menggunakan itu untuk ujicoba makhluk hidup yang kecil-kecil. Nasib baik dialami gadis itu, karena infus tersebut dapat menyesuaikan kebutuhan si penerima secara otomatis.

Karena itu setelah setengah jam kemudian, gadis itu akhirnya siuman dan hanya sedikit pusing. Taryon segera mendekati brankar tersebut.

"nhkn)$\=\=--_?!" ucap Taryon, membuat si gadis kebingungan. Melihat itu Taryon segera menepokkan tangan ke jidatnya. Segera pria itu mencari sesuatu di salah satu rak obat-obatannya. Dia mengambil sebuah pil berukuran diameter dua senti, segera dia memakan dan mengunyah cepat pil tersebut sambil merentangkan tangannya ke arah gadis itu. Seolah ingin berkata "tunggu sebentar"

Tak lama, Taryon telah menelan penuh pil tersebut, *Aa...a... Apakah kau memahami kata-kata saya?!" tanya Taryon sambil sedikit nyengir. Gadis itu tercengang, dia lalu mengangguk cepat. Pria itu menghela nafas lega. Sejenak tadi dia ragu pil itu sudah kadaluarsa atau belum, tapi tampaknya belum mengingat khasiat pil global liguistik itu masih berfungsi sebagaimana mestinya.

"Ehemm...baiklah, hemm...selamat datang di dimensi saya? Darimana asal anda dan kenapa anda bisa tersesat kemari...?!" ucap Taryon, berusaha tidak terlalu menekan gadis itu dengan banyak informasi, namun juga bertanya pertanyaan yang sangat basic agar memudahkan si gadis memilih jawaban.

"Nama saya Makaria, biasa dipanggil Ria. Saya tak sengaja terkena sinar kosmik yang menyebabkan saya terlempar ke dimensi lain secara acak. Asal saya..." gadis itu lalu menceritakan sedikit mengenai planet dan negara dimana dia dulu berasal kepada Taryon. Pria itu segera menulis cepat di smart pamfletnya, garis-garis besar data mentah dari gadis tersebut.

Setelah Ria selesai bercerita, Taryon segera mencoba mencocokkan data itu ke database di galaksinya saat ini. Taryon memiliki akses ke Asosiasi Galaksi Verusian atau Verusian Intergalactic Association (ViA), karena memang kepandaiannya itu. Verusian adalah nama planetnya saat ini. Kenapa namanya Verusian, karena letaknya sama persis dengan Venus di dimensi galaksi bima sakti saat ini. Agar pembaca mendapat gambaran jelas.

Ria terkesima dengan kepiawaian pemuda itu mengutak-atik smart pamfletnya yang jelas dengan bahasa yang tidak dia mengerti sama sekali. Lalu tak lama, pemuda itu stop mengutak atik. Perlahan dia menyodorkan smart pamfletnya ke gadis itu.

"Kamu sangat jauh dari dimensi asalmu, Ria. Maaf, nama saya Taryon, saya seorang Verusian, atau lebih dikenal Venusian di dimensi dimana kamu berasal. Planet dimana kamu berasal, mirip dengan planet Neo-Gaia kondisinya. Setidaknya itu saja yang saat ini saya bisa bantu. Saya harap kamu ga keberatan tinggal disini untuk sementara waktu? Saya tak cukup ada kuasa membantumu pulang saat ini...maaf" ucap Taryon dengan nada iba.

Hati Ria mencelos, namun dia juga memahami keadaan Taryon, "Apakah memungkinkan apabila identitas saya dirahasiakan saat ini? Saya ingin tahu lebih banyak mengenai dimensi ini dan planet yang kamu sebut tadi...?!" usul Ria, berusaha positif thinking sambil tersenyum canggung.

"Tentu, tentu. Tapi kita perlu mendandanimu agar setidaknya mirip dengan pakaian dari planet Neo-Gaia. Umm... Bolehkah untuk sementara kamu tinggal disini, jangan khawatir aku mengambil banyak makanan tadi, semoga ada yang cocok denganmu? Aku akan menghubungi seseorang untuk membantu sedikit soal ini. Tenanglah, dia orang yang bisa jaga rahasia, dia sahabatku" ucap Taryon sambil membalas tersenyum. Dia lalu segera keluar dari gudang itu setelah Ria mengangguk paham.

"Hallo, Dee? Aku butuh bantuan, like, level besar saat ini? Apa kamu ada koleksi pakaian dari Neo-Gaia?!" ucap Taryon cepat tanpa jeda, membuat lawan bicaranya tercengang.

"Dasar mesum!!" sahut Dee lalu memutuskan panggilan secara sepihak.

"Eh...?!" celetuk Taryon bingung.

Bab 3 : Verusian

"Jadi maksudmu, dia datang dari dimensi lain. Yang mirip dengan manusia di Neo-Gaia? Itu sebabnya kamu mau pinjam barang cosplayku?" bisik Dee sengit ke Taryon. Saat ini mereka berada di luar gudang sewaan Taryon, sementara Makaria berada di dalam menunggu keputusannya.

"Mck...Ini hanya sementara! Lagipula tak mungkin dia berjalan-jalan di luar pake baju kuno begitu?!" sahut Taryon gusar.

"Kuno bagimu, tapi antik bagiku. Baiklah, akan kupinjamkan beberapa baju Neo-Gaia. Tapi pastikan kau beli beberapa barang disana kalau dia bisa mencari tempat sendiri disana!" ucap Dee sambil tersenyum sinis. Taryon memandangnya malas, dia pun lalu mengajak Dee masuk ke gudang tersebut. Tak lupa Taryon memberikan satu pil global linguistik miliknya sebelum bertemu dengan Makaria

"Salam kenal, Girl. Namaku Kivrandee, sahabat lama Taryon." ucap Dee santai tanpa canggung menyalam Makaria. Gadis itu sendiri tampak bingung namun juga kagum dengan penampilan dua venusian dihadapannya. Yang pria tampak garang namun gaya bicaranya seperti orang terpelajar. Sementara yang wanita, tampak anggun namun gaya bicaranya sedikit tomboy.

"Hai juga, saya Makaria. Panggil saja Ria. Umm...Kivra..apa?"

"Panggil saja aku Dee. Lebih mudah dan lebih seperti Neo-Gaia-ish!" sahut Dee santai sambil berpose seperti biasanya ketika dia ikut event cosplay. Maka dengan menggunakan overcoat milik Dee, Makaria pun diselundupkan ke dalam asrama berbentuk kastil tersebut.

Ketika berjalan cepat, Makaria melirik cincin yang tersemat aman di tangan kirinya. Dia menghela nafas pelan cincin itu tak terlepas darinya. Cincin berbatu Ruby itu diberikan padanya beberapa bulan sebelum dia terlempar ke dimensi ini. Namun ketika dia melirik ke gelang yang dipakai di pergelangan tangan kanannya. Hatinya mencelos. Gelang itu berubah menjadi gelang kain biasa, bukanlah lagi smartwatch unik yang biasa dia pakai. Namun gadis itu tetap tegar, dan berharap perubahan gelangnya itu hanya sementara.

"Yon, kau cari tau dulu bagaimana kontak dengan Neo-Gaia. Sementara Ria di kamarku dulu" bisik Dee. Pemuda itu pun mengangguk dan segera berlalu ke arah lain. Tampaknya asrama itu memegang teguh pemisahan gender. Kamar wanita berada di lantai tiga, sementara pria di lantai satu dan dua.

Makaria dan Dee bergerak cepat sebelum mereka disapa siapapun menuju kamarnya. Dua menit berlalu akhirnya mereka tiba di depan pintu yang agak besar dengan tinggi dua setengah meter. Dibukanya pintu itu, Makaria langsung terperangah dengan fasilitas dan barang-barang di dalamnya.

Terdapat berak-rak buku di satu sisi, lalu beberapa alat fitness yang terlihat jauh lebih futuristik dari yang diketahui Makaria. Di satu sudut juga terdapat lemari baju cukup dalam satu setengah meter, Dee sedang asyik memilih baju disana. Juga terdapat beberapa pasang sepatu.

Terlepas dari barang glamornya, kamar Dee juga memiliki meja belajar besar yang lebih seperti meja eksperimen. Karena terdapat banyak denah dan blueprint beberapa bangunan.

"Salah satu jurusan yang kuambil, Arsitek...heh!" ucapnya bangga.

"Salah satu...?" celetuk Makaria, dia tak paham apakah anak Venusian diharuskan menjalani kuliah banyak fakultas sekaligus.

"Yup. Setiap mahasiswa diwajibkan ambil lebih dari satu jurusan. Dan aku pilih lima! Haha...." gelak Dee riang. Sejenak Makaria tersenyum kecut. Mengingat orang terpandai di dimensi asalnya saja cuma mampu ambil dua jurusan. Tapi ini lima, bagaimana mengesankannya otak seorang Venusian? pikirnya.

"Selain arsitek, apalagi yang kamu ambil...?" tanyanya hati-hati, takut terdengar terlalu mencampuri urusan. Namun Dee menjawab santai.

"Aku ambil Ekonomi, Komunikasi Antar Planet, Kedokteran Pedriatik dan Psikologi" membuat Makaria ternganga, semua jurusan itu sangat tak relevan satu sama lain! Namun untungnya ada satu jurusan yang pernah gadis itu pelajari di dimensinya. Tapi dia tak mau bertanya lebih jauh karena takut silabusnya berbeda dengan dimensi ini.

"B-bagaimana dengan pemuda tadi?" tanya Makaria berusaha menahan hasrat untuk memuji terlalu tinggi makhluk dihadapannya.

"Ouh...Taryon. Dia jauh diatasku...dia ambil delapan jurusan..." ucap Dee lemah, seakan dia hanya kerikil dibandingan pria tadi. Makaria menjadi gelagapan melihat wajah muram Dee. Walau kulitnya pucat seperti batu sedimen, namun raut sedih masih terlihat jelas di gadis Venusian tersebut.

"Ah-tapi kalian bersahabat kan? Jadi itu cukup penting! Kalian bisa saling membantu..."

"Jurusannya tak ada yang sama denganku..." potong Dee.

"M-maksudku, kalau kalian menikah, anak kalian bisa menjadi sangat hebat kan hehehe...?!" sejenak Dee menatap Makaria sambil tersenyum. Dia lalu mendekat dan memeluk gadis itu erat. Namun Makaria merasa tulangnya remuk hingga dia kelepasan,

"A-auw!"

"Oh maaf, aku lupa Manusia Neo-Gaia mempunyai fisik tak sekuat kami..." ucap Dee segera melepas pelukannya.

Setelah itu, Dee meminta Makaria mencoba beberapa pakaian Neo-Gaia yang dia punya. Dari sudut pandang Ria sendiri, pakaian-pakaian tersebut mengingatkan dia dengan film-film futuristik di dimensi asalnya. Apakah itu berarti Neo-Gaia memiliki sejarah yang sama dengan Bumi di dimensi asalnya? Pikiran Makaria berkecamuk.

Akhirnya Dee menetapkan empat pasang pakaian dan dua pasang sepatu untuk Makaria. Ria merasa aneh, walau pakaian futuristik itu terlihat tertutup, namun ketika dia memakainya, dia tak merasa panas sama sekali. Seakan pakaian itu memiliki ventilasi penyerap angin dingin di sekitarnya.

"Baju ini bagus sekali" celetuk Ria.

"Hah? Kukira ini malah yang paling buluk diantara semuanya, eh, bukan maksudku kamu jelek memakainya. Kamu cukup cantik untuk standar Neo-Gaia. Y-yang penting kamu suka deh bajunya!" ucap Dee salah tingkah. Namun Ria tak mempermasalahkan pakaiannya saat ini. Baginya, dapat berbaur ke masyarakat lebih baik daripada mengendap-ngendap sana-sini.

Tak lama, mereka berdua pun turun ke lantai dasar. Disana Taryon menunggu mereka sambil memegang sebuah smart pamflet.

"Sekarang kita kemana? Makan dulu? Sambil mau kujelaskan beberapa hal nih..." tanya pemuda itu.

"Kita cari restoran penduduk Neo-Gaia aja, kurasa beberapa makanan Verus ga cocok buat Ria..." Ria setuju banget dengan ucapan Dee. Dia memang merasa agak sembelit memakan salah satu cemilan yang dibawa Taryon yang kerasnya hampir seperti batu.

Taryon pun segera mengajak mereka ke lobi depan kastil. Dengan remotnya, dia memanggil Auto Mobil agak besar seperti mobil SUV di dimensi Makaria. Dan mereka pun duduk dengan nyaman didalamnya, sementara mobil itu otomatis mencari restoran sesuai kriteria yang dipesan Dee.

Makaria hanya terdiam memandang kecanggihan teknologi di dimensi ini. Sejenak dia agak bersyukur dia terlempar di dimensi baru ini, bayangkan apabila dia terlempar ke dimensi primata dan gelang Sistemnya tak bekerja. Gadis itupun geli memikirkan nasibnya apabila menjadi manusia jaman batu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!