NovelToon NovelToon

Pernikahan Luar Biasa

BAB 01 - Perempuan Hina

Dipinang adiknya, tapi dinikahi kakaknya. Loh!! Kok bisa? Terdengar konyol, tapi hal tersebut benar-benar terjadi pada Alisya Mahira. Gadis cantik berusia 22 tahun itu harus menelan pil pahit lantaran Abimanyu ~ calon suaminya jadi pengecut dan menghilang tepat di hari pernikahan.

Sebenarnya Alisya ikhlas, terlahir sebagai yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan tidak dapat membuatnya berharap lebih. Dia yang sadar siapa dirinya menyimpulkan jika Abimanyu memang hanya bercanda.

Siapa sangka, di saat Alisya pasrah, Hudzaifah yang merupakan calon kakak iparnya justru menawarkan diri untuk menggantikan Abimanyu yang mendadak pergi.

*****

"Hanya sementara dan ini demi nama baikmu juga keluargaku. Setelah Abimanyu kembali, kamu bisa pergi jika mau, Alisya." ~ Hudzaifah Malik Abraham.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

“Kamu cantik, sampai jumpa di hari pernikahan kita, Alisya.”

Sembari memandang wajahnya di cermin, Alisya tersenyum simpul tatkala mengingat kembali ucapan calon suaminya, Abimanyu Adikari.

Seorang pria tampan, juga mapan dan merupakan anak kedua dari konglomerat tersohor dari Jakarta yang sempat membuatnya menganga lantaran tiba-tiba datang dan menyampaikan niat baiknya.

Bagaimana tidak? Alisya adalah seorang putri yang terbuang. Hingga detik ini, dia tidak tahu asal usulnya, lahir dari rahim siapa dan siapa ayahnya. Alisya hanya tahu orang tua asuhnya, Abi Sean dan Umi Zalina yang tidak lain pendiri panti asuhan tempat dimana dia tinggal.

Dibesarkan dengan kasih sayang seorang Hamba yang mengabdikan hidup untuk mencari kebaikan, Alisya tumbuh menjadi wanita cantik dan juga mempesona.

Tidak hanya wajah, tapi akhlaknya juga demikian. Tak heran, kenapa Abimanyu yang merupakan keponakan orang tua asuhnya sampai terpikat sejak pertemuan pertama dan tak segan meminangnya.

Jangan ditanya bagaimana perasaan Alisya, jelas saja bahagia. Lembut tutur dan manisnya senyum Abimanyu membuat dia tersadar, bahwa wanita seperti dia juga memiliki hak yang sama untuk bahagia.

"Bismillah ... kali ini, tunjukanlah kalau kebahagiaan untuk Hamba memang ada, Ya Rabb," ucapnya dengan mata terpejam sembari mengelus dada.

Hingga di hari pernikahan, Alisya masih tidak percaya. Setelah satu tahun lalu sempat dilecehkan dan mengalami kekerasan sek-sual oleh laki-laki tak dikenal ketika coba-coba ikut ke pesta ulang tahun keluarga orang tua asuhnya, Alisya merasa dirinya terlalu hina dan tidak pantas untuk dimiliki siapa saja.

Tak heran kenapa dia sampai meminta lagi dan lagi pada Sang Khalik agar yang kali ini tidak bercanda. Abimanyu adalah harapan terakhirnya, hanya pria itu yang berhasil membuat hati Alisya goyah setelah bertekad untuk menutup hati seumur hidupnya.

Dan, belum kering bibirnya pasca meminta, dari luar terdengar kericuhan yang membuat Alisya penasaran. Tidak sendiri, beberapa teman sebaya yang menemaninya berada di kamar itu ikut bingung tentu saja.

"Ada apa, Sifa?"

"Sebentar, Alisya, biar aku yang periksa," tutur Sifa meyakinkan Alisya untuk tetap tenang dan menunggu di dalam kamar.

"Stop, Pa, stop!! Tidak ada gunanya paham tidak?!"

"Kau diam!! Jangan berusaha menyabarkan Papa, Hudzai!!"

Lagi, ketika pintu sempat terbuka lantaran Sifa bermaksud mengecek keluar, suara keributan itu makin jelas.

Alisya yang merasa hal ini sudah semakin mengkhawatirkan jelas tidak dapat tinggal diam. Tanpa peduli larangan dari temannya, Alisya mantap melangkah untuk memastikan sendiri apa yang terjadi di luar sana.

Perlahan, Alisya membuka pintu kamar dan anggota keluarga besar calon suaminya sebagian besar sudah di sana.

Raut wajah mereka tidak dapat didefinisikan, semua terlihat masam. Firasat Alisya sama sekali tidak baik-baik saja, terlebih lagi ketika melihat pria tua yang kini duduk di kursi roda tengah ditenangkan istri dan juga putrinya.

"Gimana, Ra? Benar dia lari?"

"Kalau dilihat dari pesan yang dia kirim pada Hudzai memang benar, Abimanyu membatalkan pernikahan tanpa alasan."

Deg

Mata Alisya membola, baru saja membuka pintu dia sudah dihadapkan dengan fakta yang menciptakan luka menganga di dalam hatinya.

Tanpa kata, dia masih memerhatikan orang-orang di sana yang memang belum sadar akan hadirnya.

"Hudzai ... apa dia benar-benar menolak teleponmu?"

"Tepatnya tidak bisa, Pa, nomornya tidak lagi bisa dihubungi."

"Benar-benar buat malu, apa maumu sebenarnya, Abimanyu!!" Bersamaan dengan teriakan menggema seorang pria paruh baya itu, sebuah kaca yang terpajang di dinding seketika jadi pecah seribu.

Ya, pecah seribu dan persis hati Alisya saat ini, tanpa perlu bertanya dan mengeluarkan air mata dia paham apa yang kini terjadi.

Lagi, Tuhan mungkin belum merestui langkahnya, cintanya dibuat patah dan harapannya pupus sudah. Abimanyu yang dia kira berbeda ternyata sama, Alisya kembali merasa terbuang begitu saja.

Dalam waktu sekejab, entah apa yang membuatnya berubah pikiran sampai membatalkan pernikahan tepat di beberapa menit sebelum akad dilaksanakan.

Kebahagiaan yang tadi dia rasakan seketika luruh sudah, tergantikan dengan air mata yang dengan lancangnya turun tanpa aba-aba.

Harus kemana lagi dia berharap? Bahkan pria yang menjanjikan cinta bisa dengan gampang membuangnya persis barang tidak berguna.

"Sehina itukah aku sampai sakralnya pernikahan kamu buat candaan, Mas."

.

.

Sungguh kacau sekali keadaan kala itu, Alisya hancur, keluarga Megantara dibuat malu terlebih Zean yang menjadi orangtua Abimanyu. Sedikit pun dia tidak meduga, pengalaman pertamanya menikahkan seorang putra akan seburuk ini.

Hendak bagaimana dia sekarang? Semetara semua rencana baik dari akad hingga pesta pernikahan sudah begitu matang. Ribuan tamu sudah diundang karena dia bangga putranya meminang seorang wanita secara jantan.

Pria itu berusaha untuk tenang, dengan dada yang kini kembang kempis dan berpikir hendak bagaimana dia menghadapi para tamu yang sudah berdatangan.

"Sekali lagi, Papa mohon hubu_"

"Tidak perlu, Pa."

Perintah Zean terpotong tatkala suara lembut itu terdengar. Tatapan mereka sontak teralihkan pada pemilik mata bening yang berdiri di ambang pintu.

Sejak tadi mereka sibuk sendiri, sampai tidak sadar jika Alisya juga turut berada di antara mereka. Dan, hadirnya Alisya justru membuat Zean semakin sakit kepala karena wanita itu justru pasrah menerima dan menormalisasikan perbuatan Abimanyu.

"Apa katamu?"

"Saya ikhlas ... mungkin saya yang tidak pantas, jika Mas Abi sudah memberikan keputusan untuk membatalkan pernikahan, tidak apa," ucapnya hampir terputus karena sembari menahan tangis.

"Ini bukan hanya tentang kalian berdua ... tapi keluarga besar dan_"

"Ya Tuhan, Papa!!"

Tak perlu dijelaskan dengan kata-kata, apa yang terjadi sudah sangat jelas secara kasat mata.

"Bawa papa ke rumah sakit, Khay!!"

"Tidak mau, Opa harus lihat Abi nikah dulu," ucap Opa dengan napas yang kian sulit.

Hal itu tentu saja membuat Zean makin frustrasi. Saat itulah, Hudzai yang sebenarnya menerima amanah secara langsung via telepon dari Abimanyu mengambil keputusan.

Sempat tidak bersedia pasca Abimanyu meminta untuk menggantikan posisinya sementara, Hudzai kini mengambil keputusan dan dengan tegas dia berucap.

"Biarkan aku yang menggantikan Abimanyu, Pa."

"Apa?"

.

.

- To Be Continued -

...Bismillah ... Assaalamualaikum, Penduduk Bumi. Desy Puspita kembali dengan karya baru di bulan ini. Setelah sempat dilema karena kemarin ada beberapa pilihan, Author memutuskan untuk Hudzai lebih dulu....

...Mohon maaf jika terlalu lama menunggu, semoga semua bisa diajak kerja sama seperti di Azkara (Tidak menumpuk bab) dan yang masih nyimpen vote boleh langsung lempar di Hudza ya ... see you, semoga menghibur 💨...

BAB 02 - Seserius Ini?

"Apa?"

"Biar aku yang menggantikannya," ulang Hudzai untuk kedua kali.

Semua mata sontak tertuju padanya, termasuk mata sendu Alisya yang sejak tadi sudah tidak ada harapan di dalamnya.

"Hudzai kau bercanda?"

Setelah tadi hanya bisa melihat dan tidak bisa berbuat banyak, Sean selaku orangtua asuh dari Alisya kini angkat bicara. Dia mendekat dan sepertinya hendak menanyakan hal serius padanya.

"Aku serius, Om Sean."

"Serius?"

"Ehm, sejak dulu Om tahu aku tidak begitu suka bercanda, 'kan?"

Pria itu mengangguk, jujur saja ada kelegaan tatkala jalan keluar dari permasalahan ini sudah mulai terlihat. "Syukurlah ... tapi Om ingin tanya lebih dulu."

"Tanya? Tanya apa?"

"Apa kau tidak ingin nadzor lebih dulu?"

"Nadzor?"

"Iya, seperti yang kau tahu Alisya sama saja seperti putriku ... karena itu, aku tidak ingin ada kekecewaan yang nanti membuatnya kembali sakit lagi, minimal lihat wajahnya lebih dulu agar kau bisa meyakinkan diri untuk menikahinya, Hudzai," papar pria bermata teduh dengan rahang terpahat sempurna itu.

Bukan karena Sean tidak percaya, dia tahu Hudzai sangat berbeda. Pria itu bukan tipe seseorang yang suka menggoda seperti Abimanyu dan sejak dulu memang tidak pernah mengkhianati ucapannya.

Karena itu, Sean tidak ingin nantinya ada penyesalan yang membuat Alisya mungkin kembali terbuang dan lagi-lagi terluka. Walau sebenarnya menurut Sean mustahil Hudzai akan kecewa perihal cantiknya, tapi tetap saja selera manusia berbeda.

Penjelasan Om Sean tampaknya Hudzai pertimbangkan, terbukti dia sempat terdiam sembari menatap ke arah wanita dengan cadar yang menutupi wajah cantiknya itu.

"Tidak perlu ... aku siap menikahi Alisya, dan aku pastikan dia tidak akan sakit untuk kedua kalinya," tegas Hudzai tanpa melepaskan tatapan matanya dari manik sendu Alisya yang terlihat memerah.

Lagi, setelah tiga bulan lalu Alisya dibuat berkaca-kaca tatkala Abimanyu meminangnya, hari ini Hudzai sukses membuat hatinya porak-poranda.

Pengakuan Hudzai yang dengan tegas mengatakan bersedia untuk menggantikan Abimanyu sebagai suaminya jauh lebih mengejutkan menurut Alisya.

Bukan karena apa-apa, tapi sejauh yang dia ketahui Hudzai adalah pria tak tersentuh dan sulit didekati. Abimanyu saja sudah bagaikan mimpi, kini justru Hudzai yang menawarkan diri.

Jelas lebih jauh lagi, bahkan hendak menyebutnya dalam doa saja Alisya merasa tidak pantas, apalagi berharap lebih akan diperistri.

"Ehem baiklah!!"

Deheman Papa Zean mengalihkan tatapan Hudzai. Pandangan mereka yang tadi sempat terkunci seketika buyar, Alisya menundukkan pandangan, pun dengan Hudzai tentu saja.

"Jika memang Hudzai bersedia ... maka tidak ada yang berubah benar 'kan?"

"Hem, benar."

"Kebetulan penghulunya sudah menunggu ... ganti bajumu," titah Papa Zean yang benar-benar Hudzai ikuti.

Didampingi mama dan adik perempuannya, Hudzai diantar ke ruang ganti. Walau memang bukan pakaian pengantin yang asli, tapi setidaknya ada perbedaan mana keluarga besar dan juga mempelai pria.

"Huft!! Untung saja aku punya dia, bayangkan jika tidak? Kita malu sekeluarga."

"Benar, Hudzai lagi-lagi menyelamatkan nyawa Om kali ini," celetuk Azka setelah sejak tadi juga hanya bisa diam dan menyaksikan omnya ngamuk persis tengah kesetanan.

"Benar, memang hanya dia yang normal!! Ini semua karena Ab_"

"Sudahlah, jangan diperpanjang ... ada baiknya kita tunggu saja di luar," pungkas pria itu kemudian berlalu dan diikuti oleh yang lainnya.

Setelah sempat sekacau itu, suasana kini sedikit lebih tenang, napas mereka sudah agak lega. Opa Mikhail yang tadi sudah seperti akan benar-benar tutup usia kini sedikit lebih baik.

Semua berkat Hudzai, pria pengalah yang sejak kecil dididik menjadi penyayang dan mengorbankan banyak hal untuk orang-orang di sekitar, terutama kedua adiknya.

Tidak hanya kali ini, tapi sejak dahulu Hudzai memang mengalah di berbagai sisi. Sejak kecil dia mengalah soal mainan, hingga dewasa juga kebahagiaan Abimanyu yang dia utamakan.

Selesai dengan studi-nya di New York Hudzai memilih menjadi seorang perintis dan mendirikan start-up atas namanya sendiri agar Abimanyu mewarisi perusahaan keluarganya.

Semua sudah Hudzai lakukan, dan kini dia lagi-lagi harus mengorbankan diri bahkan mungkin kebahagiaannya untuk menikahi pengantin yang ditinggal melarikan diri.

.

.

Kendati begitu, walau semua ini dia lakukan dengan terpaksa, Hudzai tidak terlihat keberatan sama sekali. Bahkan di depan penghulu, dia bersikap layaknya pengantin biasa.

Seolah benar-benar ingin dan menerima, bahkan senyum hangatnya masih terbit tatkala sang penghulu melemparkan candaan pada calon pengantin sebagai penghangat suasana.

Semua Hudzai lalui dengan sepenuh hati, bahkan prosesi ijab qabul juga begitu khidmat. Lantangnya suara Hudzai tatkala mengucapkan sighat qabul tidak hanya membuat Alisya terpesona, tapi keluarga besarnya juga demikian.

Tanpa terbata-bata dan dalam satu tarikan napas, Hudzai melafazdkannya hingga membuat air mata Alisya menetes detik itu juga.

"Alhamdulillah, bagaimana para saksi ... sah?"

"Sah!!"

Abimanyu yang dia harapkan akan mengucapkan kata-kata itu nyatanya tega pergi tanpa alasan dan kini digantikan oleh pria dengan semua kesempurnaan dalam hidup hingga membuat Alisya merasa kian tidak pantas untuknya.

Tak heran, pasca saksi berkata sah dan Hudzai dipersilahkan menghampirinya, Alisya menunduk dalam dan tidak lagi mendengar apa-apa. Mungkin dia akan terkesan persis wanita yang kurang bersyukur, tapi saat ini dia merasa bersalah dan tidak pantas saja untuk suaminya.

"Alisya ... hei, Nak."

"Heuh?" Alisya menoleh, suara lembut Umi Zalina sejenak menyadarkannya hingga wanita itu mengerjap pelan.

"Dengerin Pak Kiyai bilang apa?"

Alisya menggeleng, karena dia memang tidak mendengar sama sekali ucapan pria di hadapannya itu.

"Astaghfirullah, cium suamimu," titah Umi Zalina sontak membuat mata Alisya membulat sempurna.

"Ci-cium, Umi?"

"Iya, sana cepat."

"Tapi masa cium di sin_"

"Tangannya," ralat Umi Zalina cepat disertai tepukan di pundak Alisya lantaran sadar jika memang salah bicara.

"Oh, salim?"

"Nah iya, tadi mau ngomong itu salah lagi," sahut Umi Zalina malu sendiri.

Tidak sendirian, Alisya juga malu sebenarnya. Bukan malu perkara salah mengartikan ucapan Umi Zalina, tapi tatapan beberapa orang di sekitarnya.

Perlahan, Alisya mengulurkan tangannya yang terasa dingin sampai mungkin basah saking gugupnya. Tatapan lekat Hudzai memiliki pesona tersendiri hingga degub jantungnya tidak aman sama sekali.

Selesai cium punggung tangan, Alisya pikir sudah selesai dan jantungnya bisa sedikit lebih tenang. Siapa sangka, yang tadi baru permulaan karena kini Hudzai kian mengikis jarak dan menyentuh ubun-ubunnya dengan telapak tangan.

“Allahumma inni as aluka khairahaa wa khaira maa jabaltahaa 'alaihi, wa a'udzubika min syarrihaa wa syarri maa jabaltahaa 'alaihi.”

Tanpa diperintahkan, dan bahkan tidak menunggu diarahkan, Hudzai melakukan sesuatu yang membuat Alisya berdesir dari ujung rambut hingga ujung kakinya. "Ya Tuhan apa yang terjadi? Kenapa dia justru seserius ini?"

.

.

- To Be Continued -

BAB 03 - Hanya Sementara

Alisya masih menerka-nerka apa yang kini tengah dia alami. Entah musibah atau anugerah, tapi dinikahi Hudzaifah terlalu indah untuk disebut musibah.

Dia memang tidak pernah mengenal Hudzaifah secara personal, tapi sejauh yang Alisya ketahui pria itu adalah idaman para santri di pondok pesantren milik keluarga orangtua asuhnya.

Tegasnya Hudzai kala mengucap sighat qabul dan lembut suaranya kala melafadzkan doa tepat di ubun-ubun rasanya sudah cukup untuk dijadikan alasan kenapa jantungnya selalu berdebar setiap waktu.

Sejenak dia bertanya kemana letak hatinya yang kemarin sudah tertuju untuk Abimanyu? Apa mungkin kekagumannya lenyap seketika tatkala pria itu pergi tanpa kata? Atau mungkin Hudzai terlalu pandai dalam merebut hatinya? Atau, bisa jadi perasaan ini hanya sementara.

Alisya menggeleng pelan, dia tidak ingin terlalu lancang. Sekalipun Hudzaifah sudah sah sebagai suami, tapi Alisya tetap berusaha untuk sadar diri.

Abimanyu yang kala itu seolah akan menjadikan dia sebagai dunia, nyatanya bisa pergi begitu saja. Lantas? Hendak berharap apa dirinya pada Hudzaifah yang datang sebagai pengganti demi keluarganya.

Iya, tanpa dijelaskan Alisya tahu betul tujuan Hudzai sampai rela mengalah. Terbukti, setelah akad tepat ba'da magrib tadi, yang menjadi tujuan utama pria itu adalah Opanya, bukan istri.

Dari kejauhan Alisya hanya bisa memandangi, di ruang keluarga Hudzai memijat lengan pria berisi yang duduk manis di sofa dan dikelilingi para cucunya.

"Alisya."

"Iya, Kak?"

Pemilik mata teduh dan senyum manis tatkala menghampiri salah-satu anak asuh kesayangan Uminya.

"Deketin, kenapa cuma dilihat?" tanyanya sedikit menggoda. Walau tahu saat ini hati Alisya mungkin hancur, tapi semua berusaha untuk menjaga perasaan gadis malang itu.

Alisya menggeleng, senyumnya tertahan sembari mere-mas ujung kerudungnya.

"Loh kenapa? Dia suamimu."

Masih sama, Alisya tetap menggeleng dan wajahnya kini bersemu merah. "Malu, Kak Iqlima."

"Aih malu, sama suami masa malu? Ayo ikut," ajak Iqlima sembari menarik pergelangan tangan Alisya segera.

Sontak hal itu membuatnya panik, sama sekali tidak Alisya duga bahwa Iqlima akan datang dan menangkap basah dirinya tengah memantau sang suami.

Degub jantungnya yang tadi sudah tak karu-karuan, kini semakin menjadi. Terlebih lagi, sambutan adik iparnya juga begitu baik tatkala mereka kian dekat.

"Alisya_ Eh maksudnya Kak Alisya duduk sini ... samping kak Hudzai kosong!!" Haura, adik iparnya sampai rela pindah tempat duduk demi menciptakan ruang agar pasangan pengantin itu bisa lebih dekat.

Sungguh Alisya terharu dibuatnya, tapi hendak mendekat dia tidak memiliki keberanian karena Hudzai juga tidak mengatakan apa-apa.

Lagi, diamnya Alisya membuat Iqlima gemas sendiri. Mendapati wanita itu tak kunjung bergerak padahal sudah dipersilakan, muncuk ide brilian yang mungkin akan membuat Alisya semakin panik.

"Ehm, Kak Hudzai!!"

"Iya, Iqlima? Kenapa?" sahut Hudzai sejenak menatap ke arah Iqlima sembari terus memijat tangan Opanya.

Iqlima senyum-senyum tidak jelas, sementara Alisya masih menunduk karena merasa canggung berada di antara mereka.

"Iqima? Jawab kakakmu tanya," desak Opa Mikhail lantaran sudah penasaran dibuatnya.

"Gini, Opa ... tadi Alisya bilang mau ngomong sesuatu sama kak Hud_"

"Eh, Kak?!" Sesuai dugaan, Alisya panik setengah mati bahkan dia yang tadi hanya menunduk kini mengangkat wajahnya dan bingung hendak bersikap bagaimana.

"Kenapa? Kan kamu sendiri yang bilang gitu," ucap Iqlima lagi dan celakanya, Hudzai segera beranjak sementara lidah Alisya mendadak kelu seketika.

Dia kebingungan, hendak mengatakan tidak, tapi Hudzai sudah lebih dulu mengira Iqlima sungguhan. Sementara itu, pembuat ulahnya hanya mengulas senyum disertai kedua jempolnya.

Benar-benar tidak bisa diduga, siapa sangka seorang Iqlima yang lemah lembut bisa mendorongnya ke dasar jurang dalam satu kali kesempatan.

Alisya yang telanjur malu tidak punya pilihan lain selain mengekor di balik punggung suaminya.

"Alisya bilangin Hudzai jangan lama-lama ya!!"

"Ih Habil apasih, biarin mereka bicara!!"

"Pemanasannya maksudku," tambah Habil lagi dan berakhir gelak tawa dan geplakan yang entah dari siapa, Alisya tidak tahu juga.

Akan tetapi, yang jelas Alisya mendengar percakapan mereka da candaan itu sukses membuat wajahnya bersemu merah.

.

.

Hingga tiba di kamar, rasa malu Alisya masih terus menghantui. Hendak apa dia sekarang? Iqlima juga sembarangan, dan kini dia yang justru kebingungan.

Hingga beberapa menit, Alisya masih berdiri di tempat dan sama sekali tidak ada pergerakan karena diamnya Hudzai juga tak terdefinisikan.

"Alisya."

Alisya mengangkat wajahnya, sejak tadi selalu menunduk sudah seperti menghadapi atasan, baru ketika suara lembut Hudzai memanggilnya dia memiliki keberanian.

"Tutup pintunya," titah Hudzai lembut, tapi sukses membuat Alisya patuh dan berlalu seketika.

Sesekali Alisya menggelengkan kepala, entah kemana otaknya sampai lupa dan membiarkan pintu terbuka begitu saja.

Usai menjalankan perintah sang suami, dia perlahan mendekat dan tetap bingung apa yang kini akan dia lakukan. Haruskah dia buka cadarnya? Tapi Hudzai sama sekali tidak meminta.

"Tadi Iqlima bilang ada yang ingin kamu bicarakan ... apa?"

Deg

Baru pertanyaan itu, tapi jantung Alisya sudah dibuat berdegub kencang seakan hendak lepas dari tempatnya. Sejenak, dia berusaha mengatur napas dan mencari topik pembicaraan yang akan dia bahas.

"Ehm ... aku_" Suaranya kecil sekali, Hudzai sampai mengerutkan dahi tatkala mendengar suaranya.

Jujur, ini pertama kali mereka bicara, sebelumnya tidak pernah. Selama ini dia hanya mendengar tentang sosok Alisya dari Abimanyu, adiknya.

Wanita paling lemah lembut yang pernah dia temui kalau menurut Abimanyu, tapi Hudzai tidak menduga bahwa suaranya akan sekecil ini.

"Aku apa?" tanya Hudzai lagi dan kali ini dia tidak melepaskan pandangannya dari Alisya.

Semakin ditatap begitu, kemampuan Alisya untuk bicara seolah musnah dan suaranya semakin mengecil saja. Dia mengatupkan bibir dan susah payah mengatur napas karena ternyata menghadapi Hudzaifah lebih butuh energi dibanding Abimanyu yang lebih banyak bicara.

"Atas nama Mas Abimanyu ... aku minta maaf karena in_"

"Suaramu tidak begitu jelas, aku buka cadarnya boleh ya?" Hudzai mendekat, perlahan menunduk hingga mereka kian intens saja.

Alisya yang tak kuasa menolak pesona mata tajamnya sontak mengangguk, toh memang haknya sebagai suami jadi tidak masalah.

Begitu mendapat lampu hijau, Hudzai dengan hati-hati membuka sehelai kain yang menutupi kecantikan sang istri. Bukan hanya Alisya yang berperang dengan detak jantungnya, tapi Hudzai juga.

Membuka cadar Alisya sudah seperti membuka pakaian, gugupnya luar biasa. Hingga, di detik pertama Hudzai menatap wajah cantiknya, pria itu sempat terkesima.

Tatapan keduanya kembali terkunci untuk kesekian kali. Hanya sesaat, karena setelahnya Hudzai segera mengalihkan pandangan dan menjauhkan wajahnya.

"Jangan terlalu dipikirkan, ini hanya sementara saja," ucapnya kemudian dan membuat mata Alisya mengerjap pelan.

"Maksudnya?"

Hudzai kembali menatapnya, tapi dari jarak yang agak sedikit jauh tentu saja. "Pernikahan kita," ucapnya sengaja menggantung, dan firasat Alisya sudah tidak enak jujur saja.

"Pernikahan kita kenapa?"

"Hanya sementara dan ini demi nama baikmu juga keluargaku. Setelah Abimanyu kembali, kamu bisa pergi jika mau, Alisya," pungkas Hudzai kemudian berlalu pergi meninggalkan sang istri yang terus menatap punggungnya.

"Sekalipun kamu perintahkan, aku tidak akan pernah mau!!"

.

.

- To Be Continued -

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!