...----------------...
"Dia datang," kata seorang pria di dalam gua yang gelap. Dengan berbekal sebuah obor di tangan, pria itu memanggil rekan-rekannya untuk mendekat. "Cepatlah, ini kesempatan kita, jangan sampai meleset," lanjutnya, masih dengan nada yang diturunkan.
Beberapa temannya mendekat, beberapa memegang obor yang sama, lalu di tangan yang lain, mereka telah siap dengan sebuah tombak besi yang berkilau dibawah cahaya bulan yang menyelinap masuk melalui celah maupun lubang pada langit-langit gua.
"Itu dia, Khuasar," ucap salah satu orang disana.
Seekor naga raksasa, masuk ke dalam gua itu. Naga dengan sisik hitam dan bermata merah itu berjalan tepat di hadapan mereka.
Langkah dari keempat kakinya menggetarkan tempat itu, meruntuhkan debu beserta bebatuan kecil di langit-langit, hingga memaksa keluar butiran keringat setiap orang yang sedang bersiap disana.
Dengan satu isyarat tangan, salah satu pria mengangguk dan berjalan mendekati Sang Naga. Cahaya bulan menerangi plat berwarna perak yang menyelimuti pria itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tanpa ragu, pria itu mulai memutar sebuah tong minyak kecil yang terikat dengan seutas tali, hingga dia lemparkan tong itu tepat mengenai sayap Khuasar.
"Minyak berhasil!" serunya berlari mundur.
Keberhasilan itu disambut baik oleh seorang pria yang sejak awal memimpin mereka. "Serang! Hajar monster itu sampai hangus!"
Tombak demi tombak melayang di udara, sebagian terpental terhalang bagian sisik yang kuat, namun tidak sedikit juga yang berhasil menembus masuk, bahkan memicu kobaran api besar yang mulai melahap tubuh hingga sayap Khuasar Sang Naga. Dia mengerang sakit, tubuhnya menghantam dinding gua karena panik.
Namun, Naga bukanlah makhluk lemah seperti rusa di hutan. Mereka memiliki insting bertarung, insting untuk bertahan hidup dan insting untuk membunuh yang jauh lebih baik dari makhluk manapun. Dengan satu kepakan sayap yang kuat, keadaan yang sebelumnya menjadi terang karena api, kini seketika kembali gelap disertai debu yang menyebar terhempas angin.
"Prajurit! Pertahankan posisi! Jangan berpisah!" tidak ada yang mampu dia lakukan selain menguatkan mental anak buahnya. Namun sayang, semuanya telah dibutakan oleh kegelapan dan tebalnya debu. Hingga teriakan terdengar tidak jauh dari tempatnya berdiri. Teriakan yang diikuti dengan warna merah dari api yang menyala, kembali menghangatkan suasana.
Salah satu prajurit bahkan berlari melewatinya dengan tubuh diselimuti oleh api. "Mundur!" serunya kepada beberapa prajurit yang masih memberikan perlawanan dengan melempar tombak api dan melepaskan anak panah. "Keluar! Tinggalkan tempat ini, segera!"
Sebagian orang mundur teratur, bergantian melempar tombak berlapis minyak yang telah disiapkan di lantai gua, sedangkan beberapa lainnya bahkan dengan berani melompat, mengayunkan pedang mereka yang berakibat pada kematian tragis mereka sendiri. Tentu, walaupun usaha mereka berhasil menghambat laju gerak Khuasar, serangan-serangan kecil seperti ini masih terlalu mudah untuk diantisipasi, bahkan bisa dibilang, serangan ini tidak ada bedanya dengan bunuh diri.
Gua yang terletak di dalam gunung es ini memiliki begitu banyak lorong yang luas, cukup luas untuk para prajurit itu berlari dan menyerang, namun tidak bagi Sang Naga. Ukurannya yang besar, membuat getaran yang mengguncang gua, hingga merobohkan bebatuan di sekitar lorong.
"Tolong aku!"
"Kumohon, keluarkan kami dari sini, kami terjebak!"
Beberapa orang mulai menggali bebatuan yang menghalangi jalan keluar mereka. Siapapun yang melihatnya pasti akan berkata jika bebatuan besar itu akan mustahil untuk dipindahkan, mereka terjebak tanpa harapan akan datangnya bala bantuan.
Totalnya hanya tersisa tidak lebih dari sepuluh orang termasuk pemimpin mereka. Suara pedang yang ditarik keluar menggema di gua itu, suara berat dari atribut zirah besi dalam setiap gerakan mereka juga terdengar begitu nyata. "Jangan menjadi pengecut! Kita datang kesini memang untuk membunuh Khuasar. Setidaknya makhluk itu mengetahui jika Kerajaan Garreo akan membayar mahal untuk siapapun yang berhasil memenggal kepalanya," seru pemimpin mereka yang berdiri paling depan.
Lorong gelap didepan, perlahan menjadi terang benderang. Dua bola matanya yang merah menyala, tidak kalah menakutkan dari bola api yang perlahan terbentuk di dalam mulutnya. "Manusia, selalu saja bodoh!" ucap Khuasar didepan barisan prajurit itu. "Kalian bukanlah pahlawan, kalian hanya datang demi mengharapkan segunung emas."
"Sekarang, terimalah panasnya pembalasan ku!"
Pada detik itulah, tatapan gahar dari pemimpin ksatria itu memudar, melihat semburan api maha dahsyat itu melesat kearahnya, rasanya tidak ada cara lain selain berdiam dan menunggu. Namun, pada waktu yang sama, kehangatan api yang tadinya terasa kian panas, seketika kembali menjadi dingin. Tentu dia memejamkan kedua matanya karena pasrah. Akan tetapi, sorakan gembira dari anak buahnya seketika membuka kedua matanya lebar-lebar.
"Warlord telah tiba!"
"Kita selamat!"
kata mereka dengan melempar kedua tangan ke langit.
Orang misterius berbalut jubah serba hitam berdiri paling depan. Menghadap langsung kearah Khuasar. "Menarik! Aku suka ini!" kata naga itu dibarengi dengan tawa yang terdengar angkuh. "Mari tunjukkan kekuatanmu yang sesungguhnya... Warlord."
Tanpa basa-basi, orang berjubah itu menarik keluar sebilah pedang yang diselimuti oleh api berwarna biru dan berlari menyerang Sang Naga seorang diri.
"Hey! Kembaliannya kenapa hanya segini? Ini kurang 12.000."
"Ah iya! Maafkan saya pak."
"Ini kembaliannya, terimakasih sudah berbelanja disini."
Game VR nomor satu adalah julukannya. Berbagai macam game dengan beranekaragam genre dia babat habis tanpa perlawanan. Seakan tidak ada saingan, VR Horizon memang layak bertengger di podium nomor satu.
Game VR yang dibuat dengan perpaduan intelegensi buatan dan teknologi gaming terkemuka itu berhasil memikat jutaan player dihari pertama rilis. Tidak ada orang yang berpaling ketika memiliki kesempatan untuk bermain permainan itu.
Pengalaman gaming yang realistis lah, kunci kejayaannya. Pemain dari berbagai kalangan dapat menikmati game ini sesuai dengan preferensi mereka. Ada yang bermain untuk menghasilkan uang, ada yang berebut tahta tertinggi dan ada pula yang hanya sekedar mencari hiburan, semuanya tersedia di dunia Horizon.
Dengan kedua mata membulat kagum, pemuda itu tidak dapat menggeser bola matanya dari acara yang sedang ditayangkan TV minimarket. "Sepertinya, bukan ide yang bagus menonton TV sambil bekerja," keluhnya dengan membanting pantatnya diatas kursi. "Seandainya aku bisa memainkan game yang populer itu, pasti aku dapat menjadi Warlord hanya dalam waktu satu malam."
"Tapi siapa juga diriku, bahkan aku sudah menabung dengan hanya memakan nasi bercampur garam selama sebulan, tapi perangkat bernama VR Horizon Googles itu masih juga belum bisa aku beli."
"Mungkin masih kurang lima juta lagi," kata pemuda itu meletakkan kepalanya diatas meja. "Rasanya ingin gila jika aku tidak segera memainkan game itu."
Sudah kesekian kalinya bel pintu utama minimarket berdering, akhirnya sudah waktunya bagi pemuda itu untuk pulang.
"Faran Aghanel!"
Teriakan pria gemuk barusan, menghentikan langkah pemuda bernama Faran Aghanel yang hendak pergi keluar. Ini sudah waktunya pulang, shift kerjanya seharusnya telah selesai jam 10 malam, tapi apa boleh buat, tidak ada kejelasan kontrak dari awal, membuat pemilik minimarket seakan menjadi penguasa.
"Sudah kubilang sapu lantainya dan lipat semua kardus di gudang sebelum dirimu pergi!" bentak pria gemuk itu seperti kesetanan. "Apa kau ingin aku potong gaji bulananmu?!"
"Tidak, Pak." Faran hanya mengangguk, meletakkan kembali tas ranselnya lalu pergi mengambil sapu. "Akan aku bereskan semuanya malam ini."
Delapan jam bekerja di tempat ini, rasanya seperti terjebak di neraka. Sudah tepat pukul 11 malam, Faran akhirnya dapat merasakan sejuknya angin malam. Dia mengayuh sepedanya dengan santai, memejamkan matanya sesaat, merasakan setiap angin yang menerpa wajahnya. "Aku harus kuat, ayah bekerja jauh lebih keras dariku, begitu juga dengan ibu dan juga adikku." Sedikit senyuman terukir diwajahnya, bersamaan dengan air mata yang mengalir keluar. Namun, siapa mereka, dua orang pria asing sedang berdiri didepan rumahnya dengan sebilah golok.
...[Bersambung]...
Rasanya ingin muntah, semuanya terasa begitu gelap, dingin dan menyakitkan. Ini bukan salah mereka juga, berhutang memang terpaksa dilakukan karena hanya ini satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tapi, bukankah cara ini tidak ada bedanya dengan bunuh diri?
"Faran!"
Satu kali lagi tendangan keras menyasar perutnya. Bunyi keras tercipta, seperti suara karung yang ditendang. "A-aku belum bisa melunasi semuanya sekarang, kumohon, jangan sakiti keluargaku... ," ujar pemuda itu meringkuk didalam sebuah gang yang sepi. "Aku akan melunasinya Minggu depan, aku berjanji."
"Apakah dia sudah terlihat seperti pengemis?" kata seorang pria yang mendaratkan sepatu kotornya tepat diatas kepala Faran.
Sedangkan pria lainnya terlihat lebih kalem, namun tatapannya jauh lebih kejam dibandingkan rekannya. Dia adalah orang yang memiliki uang serta kekuasaan jauh dari yang dimiliki makhluk rendahan didepannya. Dengan menghisap sebatang rokok yang kian habis terbakar, pria itu berjongkok didepan wajah Faran. "Dengarkan aku, belatung."
Tangannya dengan cepat mencengkram rahang Faran kuat-kuat, seakan ingin menghancurkan tengkorak pemuda itu. "Aku tidak peduli kau masih bersekolah atau tidak, aku tidak peduli akan kondisimu saat ini, aku juga tidak peduli dengan kehidupan miskin mu samasekali. Yang aku butuhkan hanyalah uangku yang telah kau pinjam, persetan dengan cara yang akan kau tempuh, jual ibumu, jual adikmu... dan lunasi semua hutangmu padaku besok!"
Dengan angkuh, pria itu melepaskan cengkeramannya, meludah ke samping sebelum pergi meninggalkan Faran yang masih terbaring disana, menatap langit malam yang seketika menurunkan hujan deras.
"Nak, apakah mereka sudah pergi?" tanya ibunya ketika Faran baru saja masuk ke dalam rumah.
"Kakak baik-baik saja?" timpal Melyn, adik perempuannya.
"Sudah," balas Faran tanpa menatap wajah ibunya. "Aku baik-baik saja."
Kondisi rumahnya begitu sempit, sederhana dan gelap. Siapapun yang masuk, akan dapat dengan mudah melihat seisi rumah, termasuk sebuah kamar berukuran 1,5 x 2 meter, yang lebih cocok disebut lemari penyimpanan dibandingkan sebuah kamar. Namun, disanalah biasanya Faran menghabiskan malamnya untuk beristirahat.
Dengan kondisi basah kuyup, pemuda itu melepas pakaiannya, menutup pintu kamar dan berbaring di tumpukan kapuk yang mereka sebut sebagai kasur. "Aku muak," ujarnya lirih. "Hari esok akan selalu seperti ini, bekerja lagi, sekolah lagi... ah iya, bahkan uangku tidak juga akan pernah terkumpul untuk biaya kuliah."
"Kenapa kehidupan ku sebangsat ini? Tubuhku seakan mati rasa. Apakah hidupku akan terus seperti ini?!"
"Jika saja aku lebih berani... atau paling tidak, jika saja ibu keluar saat orang-orang itu menghajarku, mungkin rasanya tidak akan sesakit ini," imbuhnya, berlinang air mata.
...[VR Horizon : Kebangkitan Pecundang]...
Keesokan harinya, semuanya berjalan dengan semestinya, seperti yang telah dia pikirkan pada malam itu, dan seperti yang telah dia takutkan pada malam yang sama. Pekerjaannya begitu memuakkan, tidak ada waktu sisa untuk menikmati masa libur sekolahnya, semua waktunya telah dia habiskan untuk bekerja dan melihat keributan yang terjadi di dalam keluarganya.
Setiap detik pada jam dinding diujung sana, terlihat begitu lambat. Faran terpaku olehnya, menanti shift kerjanya berakhir.
"Kembali lagi bersama kami di CMDC News! Ramai di media sosial hari ini, warga berdesakan membeli perangkat VR Horizon Googles untuk bermain game paling populer di dunia, yaitu VR Horizon."
"Bukankah itu siaran ulang?" ujar Faran kembali merapikan rak makanan ringan di minimarket. Dia samasekali tidak tertarik dengan berita yang baru saja muncul di televisi.
"Ini samasekali bukan hoax, apalagi orang bodoh yang berfikir jika ini adalah siaran ulang! VR Horizon Googles sedang promo besar-besaran, harganya kini turun hingga 50%!"
Mendengar berita itu, kedua alis Faran tersentak ke atas, matanya terbelalak dan bibirnya tersenyum sinting.
"Tunggu apa lagi?!" seru presenter TV. "Beli VR Horizon Googles di toko terdekat, stok terbatas!"
"Woy anjing!" Bapak gembul pemilik minimarket tidak dapat menahan amarahnya ketika melihat Faran yang berlari keluar. "Gajimu bulan ini akan aku potong setengahnya!"
""Ngomong-ngomong, yang barusan itu berita apa? Itu presenter berita atau sales?" pungkasnya, melihat kearah TV dengan menarik dagu.
Disisi lain, dengan penuh semangat, Faran mengayuh sepedanya dengan cepat. Rambutnya terbelah angin malam, dadanya terasa dingin, namun dia tidak peduli. Perkataan "stok terbatas" sepertinya telah melekat di benaknya, sekaligus memberikan sebuah alarm peringatan darurat yang terus berbunyi dikepalanya.
"Jam berapa sekarang? Jam 9 malam? Oh, jam 10 malam... tidak masalah, seharusnya masih tersisa untukku."
"Maaf stok promonya sudah habis, Kak."
Senyuman wanita cantik didepannya terlihat begitu kejam. Faran terduduk lemas, menyadari barang yang ingin dia beli telah habis, lebih tepatnya yang lagi promo. "Sia-sia diriku, yang hampir saja tertabrak truk, nyatanya aku sudah terlambat."
"Yasudah mbak, saya permisi, terimakasih," ujar Faran, berjalan keluar toko.
"T-tunggu! Apakah kakak begitu menginginkan VR Horizon Googles?"
Faran berhenti, "Apakah aku bisa mendapatkannya dengan harga murah?"
"Tentu saja," jawab si penjual. "Hmm... Lebih tepatnya, Kakak bisa membawa pulang paket lengkap dari VR Horizon Googles malam ini juga."
Wajahnya terharu, hampir menangis ketika mendengar jawaban itu. Rasanya ingin menikahi wanita penjual itu walaupun ini terdengar sinting. Tapi sungguh, kapan lagi bisa mendapatkan VR Horizon Googles dengan harga semurah ini dan langsung bisa dibawa pulang. "Jadi, gimana caranya mbak? Apa ada promo khusus?"
"Caranya dengan metode pembelian melalui kredit ya, Kak."
...[VR Horizon : Kebangkitan Pecundang]...
"Ini samasekali tidak murah," tangis Faran sambil memarkirkan sepeda didepan rumahnya. "Persetan dengan harganya, setidaknya aku bisa bermain game itu malam ini."
"Masalah uang aku bisa membuat konten makan rumput liar dipinggir jalan seperti tahun lalu." Mungkin dirinya benar-benar jadi sinting karena tekanan ekonomi.
Kotak kardus dari peralatan VR ini ternyata cukup besar, ditambah kondisi rumah yang gelap, Faran harus berhati-hati agar tidak membangunkan keluarganya. "Aku pikir mereka semua sudah tidur, baguslah."
"Sial, hampir saja aku menginjak kaki ayah," batinnya gugup setengah mati.
Digesernya pintu kamar yang terbuat dari triplek, "Kakak?" suara malaikat maut terdengar tepat dibelakangnya. "Itu apa?"
"Me-melyn, anu... akan aku jelaskan besok," jawab Faran gagap bukan main. "Mau seblak? Besok akan kakak belikan jika Melyn mau."
"Seblak?! Tentu saja aku mau!"
"Shhh!" -membungkam mulut adiknya dengan tangan- "Baiklah, kalau begitu... kembalilah tidur, besok kakak belikan, mengerti? Selamat tidur Melyn."
"Selamat tidur, Kak."
Rasanya terharu, sampai dia tidak bisa berkata-kata. Faran terus memandangi sebuah kacamata VR yang mereka sebut sebagai VR Horizon Googles. Kabel pengisian daya, buku panduan, pelindung kaca, bahkan kardus kemasannya sudah dia hirup baunya seperti seorang maniak. "Sialan, ini terasa seperti mimpi, aku akan menjadi Warlord malam ini juga!"
Selamat datang di dunia VR Horizon, di mana batas antara realita dan virtual mulai memudar.
...[Bersambung]...
"Semoga ayah dan ibu tidak marah saat melihat ini." Sedikit keraguan terlihat di wajah Faran ketika dia menatap kondisi kamarnya. Perangkat VR Horizon terlihat terlalu mewah berada disini, bagaimana pun, kontrakan mereka juga masih menunggak, belum hutang-hutang lainnya. "Aku dengar VR Horizon dapat menjual item in game menjadi uang di dunia nyata, apakah itu benar?" ujarnya sambil menatap VR Googles miliknya.
"Huh, lupakan, kita tidak akan pernah tahu sebelum mencobanya."
...[Loading Screen...]...
...[Selamat datang di VR HORIZON]...
...[Peringatan! Setiap avatar hanya memiliki satu nyawa. Avatar yang mati akan automatis log out dari game dan disarankan untuk membuat avatar baru agar dapat bermain game VR Horizon]...
...[Avatar telah siap]...
...[Persiapan memasuki game...]...
...[10]...
...[9]...
...[4]...
...[3]...
...[2]...
...[1]...
"Belum juga aku buat avatar nya."
"Terus gender ku apa? Belum juga milih."
"Ini cara mainnya gimana, sih? Tidak ada analog atau semacamnya."
Semua keluh kesahnya menghilang ketika sinar matahari menerangi wajahnya. Tidak hangat, tapi tetap menyilaukan. "Aku sudah masuk?"
"Menyingkir lah dari sana!"
Kaget bukan main, saat Faran mencoba menoleh kearah suara teriakan itu. Namun tanpa dia sadari, satu goblin sedang melompat kearahnya dengan sebilah pisau. "Grwaa!"
Faran hanya bisa nyengir, saat tubuhnya terasa kaku saking takutnya. Beruntung, sebuah anak panah terlebih dahulu mendarat tepat di pelipis makhluk itu sebelum berhasil mendekati Faran.
"A-apa yang terjadi?" tanya Faran dengan kikuknya. "Apakah tidak ada tutorial atau semacamnya?"
Ternyata seorang pria berzirah lengkap itulah yang baru saja menolongnya. Pria yang sama, yang telah memberinya peringatan. "Apa yang kau lakukan dengan hanya berdiri disana?! Apa kau player baru?"
"Ah a-aku... iya aku baru saja main game ini, tapi—"
Belum selesai berbicara, pria barusan terlebih dahulu menepuk bahu Faran dengan senyuman penuh semangat yang terkesan menjijikan. "Selamat datang di VR Horizon, Gate 1 adalah neraka, kau tahu?" dibarengi dengan tawa gila dibalik helm besinya.
Sedangkan Faran hanya bisa nyengir, dia juga baru menyadari bahwa ternyata dirinya juga mengenakan pakaian yang sama dengan pria itu. Zirah besi berwarna silver lengkap dengan helm dan pedang yang tergantung di pinggang bagian kiri. "I-ini benar-benar... ,"
"Sangat keren."
Faran tidak henti-hentinya melihat lingkungan disekitarnya. Kini dia berada di bagian atas sebuah benteng, dimana peperangan hebat sedang terjadi antara ras manusia melawan para goblin.
"Apa kau sudah selesai? Bantu kami menahan gelombang goblin ini, gelombang terakhir akan segera datang!" panggil pria tadi dari kejauhan.
Faran tak ambil pusing, dia juga telah melihat kondisi rekan-rekannya yang tampak terdesak. "Aku datang," kata pemuda itu dengan sedikit tertawa antusias.
Tanpa ragu Faran mengayunkan pedangnya, menumpas makhluk hijau yang menghalangi jalannya.
...[XP +1]...
...[XP + 4]...
'XP adalah poin yang dapat meningkatkan level avatar'
"Jadi, hanya dengan membunuh monster kecil ini levelku dapat bertambah? Tapi 1 XP per goblin terbilang sangat sedikit." Faran mulai merasakan bagaimana sensasi pertempuran didalam game. Tentu saja itu tidaklah sesulit yang dia bayangkan, justru terasa begitu menyenangkan. "Sepertinya aku perlu membunuh makhluk yang lebih kuat dari ini."
"Gelombang terakhir telah datang!"
Seruan salah satu prajurit disana membangkitkan semangat Faran lebih jauh lagi. Namun senyumannya memudar setelah dirinya bergabung dengan rekan-rekannya dan menatap kearah Utara, tepatnya kearah di mana gelombang terakhir itu datang.
"Waa! Banyak sekali," jerit Faran sampai tersandung kebelakang.
Sebuah Troll (makhluk yang jauh lebih besar dari goblin) sedang mendekat bersama dengan ratusan goblin. Tak hanya Faran, orang-orang disekitarnya juga terlihat ketakutan dengan kehadiran monster itu, walau memang hanya Faran yang terlihat paling terpukul.
"Archer bersiap!" seru pria yang tadi bertemu dengan Faran. Rasa kagum saat melihat semangat pria itu membangkitkan semangat Faran, dia mencoba bangkit menguatkan kakinya.
"Ini hanya game, kalau aku mati, ya tinggal main lagi dari awal," kata pemuda itu ketika bangkit dengan menancapkan pedangnya ke sela-sela batu benteng untuk memudahkan dirinya berdiri.
"Tembak!"
Perintah prajurit yang mungkin seorang pemimpin itu diikuti dengan barusan prajurit lainnya dengan melepaskan ratusan anak panah kearah musuh. Namun, tak lama setelahnya, lantai dan dinding benteng seketika menjadi memerah, menyala saat sebuah batu besar yang terbakar oleh api menghantam dan meledak tepat mengenai pria barusan.
...[Sambungan player ini telah terputus]...
Setidaknya seperti itulah panel yang muncul diatas pria itu, ketika Faran selesai mengamati kejadian mengerikan barusan. "B-bang? Padahal kita belum juga kenalan."
Satu, dua, tiga bola meteor datang menghancurkan benteng dan seisinya. "Bukankah ini terlalu sulit?!" keluh Faran kepada rekan-rekan lainnya yang masih terus memberikan perlawanan, namun tidak ada satupun yang menghiraukan keluhannya.
Disaat yang sama, beberapa goblin telah berhasil menaiki benteng, tak terkecuali Troll yang hampir saja menghancurkan tubuh Faran dengan tangan besarnya yang lebih keras dari batu. Beruntung, pemuda itu dengan sigap berguling menghindar.
Belum juga bangkit dengan sempurna, pedangnya harus kembali dia ayunkan untuk menumpas goblin yang melompat kearahnya. Beberapa rekannya disana juga mulai terbantai.
"Sial! Sepertinya aku harus mengulang lagi dari awal, ini terlalu sulit."
...[Sambungan player ini telah terputus]...
"Lebih baik aku bermain dengan anjingku ditaman saja," lanjut player lainnya.
...[Sambungan player ini telah terputus]...
Namun Faran tidak putus asa. "Bagaiman... bagaimana aku menyerah disini, jika aku baru saja menghabiskan semua uangku untuk bermain game ini." Pemuda itu bangkit dengan kuda-kuda yang mantap.
...[Grath, Troll level 30]...
"Majulah monster jelek!" pekik Faran memegang erat pedangnya dengan kedua tangan.
Keadaannya menjadi begitu dingin ketika Troll didepannya mengangkat kakinya tepat diatas kepala Faran. Bahkan sekalipun dia memiliki perisai, dia tidak akan mampu menahan serangan itu. Namun, disinilah keseruannya dimulai, sebuah siluet hitam di langit tampak begitu silau karena terangnya cahaya matahari.
Faran memperhatikan dengan kagum, bagaimana wanita itu melompat tepat di atas kepala botak Troll itu dan mulai membelah wajah hingga perut monster itu dalam sekali serang. Suaranya terdengar begitu menjijikkan bagaimana pedang itu membelah daging.
Sedangkan Faran yang dibawah, hanya bermandikan darah kotornya saja, dia pun dengan sigap menghindari tubuh monster itu yang seketika ambruk tak bernyawa. "Apakah kau juga player?" tanya Faran.
"Ya," balas wanita itu, berdiri angkuh diatas mayat Sang Troll. "Namaku Aqua."
...[Level 44 - Aqua]...
Sebuah panel data tentang wanita itu seketika muncul didepan Faran.
Aqua berjalan mendekat setelah menumpas beberapa goblin yang datang menyerang tanpa harus melihat kearah mereka.
Zirahnya berkilau, potongan pada zirahnya juga pas, mengikuti lekuk tubuhnya yang ramping. Penampilannya benar-benar mirip seorang ksatria yang kuat, lengkap dengan helm besi yang melindungi kepalanya. "Siapa namamu, pemula?" ujar wanita itu seraya merapikan poni rambut yang keluar dari helmnya.
Faran yang kagum sekaligus terpesona, menjawab dengan serius dan lantang. "Kenalin, namaku Cinta!"
...[Bersambung]...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!