Occhio mask milik Dean sudah di ambang batas. Sebentar lagi sudah tidak berfungsi dan menyebabkan eternal fog hitam bisa masuk ke dalam hidungnya.
Lelaki paling gengsi sedunia itu enggan memberi tahu siapa pun. Termasuk Cora yang jelas-jelas berasa paling dekat dengannya. Tidak ada yang memerhatikan occhio mask milik Dean sebab semua tengah fokus mencari Strano yang masih bersembunyi. Sedari awal, Dean memang meremehkan misi kali ini. Ya, walaupun biasanya ia memang seperti itu. Hingga nekat memakai occhio mask yang berfungi tidak lebih dari tiga puluh menit. Seharusnya, ia mengambil yang baru seperti teman-temanya yang lain.
"Apa yang kau lakukan, Dean? Jangan melamun!" tegas Cora sebab melihat keanehan dari Dean.
"Berisik gadis lemah! Minimal bunuh dulu Strano yang menyemburkan kabut hitam sebelum berkomentar tentang!" Dean berseru tidak terima.
Cora langsung jengkel dibuatnya. Gadis berambut putih itu berpindah ke tempat yang agak jauh dari Dean. Sementara tanda-tanda pemilik semburan kabut hitam belum juga terlihat, namun kabutnya masih saja tebal. Pandangan semakin kabur. Para occhio harus menggunakan occhio mask dan occhio eyes untuk menjalankan misi. Occhio eyes sendiri merupakan alat seperti softlens yang berfungi untuk melindungi mata dari eternal fog juga membantu penglihatan di tengah-tengah kabut yang tebal.
Tak ada lagi yang berada dekat dengan Dean. Pemuda keras kepala itu mulai merasakan efek eternal fog jenis tingkat tinggi itu. Bagian berbahayanya adalah karena dapat mengakibatkan masuknya racun ke dalam tubuh, kesadaran hilang, bahkan jika orang yang menghirup terlalu banyak bisa menyebabkan kematian.
Pandangan Dean mulai kabur. Namun, bersamaan dengan itu, wujud Strano yang menyemburkan kabut hitam itu justru muncul di saat Dean sendirian. Seharusnya itu adalah kesempatannya untuk menarik pedang dan membunuh monster yang disebut Strano itu. Namun, tubuhnya seolah mati rasa. Efek kabut hitam terasa dalam sekejap. Tanpa berlama-lama, Dean kini jatuh hingga kepalanya menghantam tanah.
Strano berukuran besar itu melihat kesempatan bagus. Makhluk itu langsung berjalan ke arah Dean yang hampir kehilangan kesadaran. Kakinya terangkat satu. Hendak menginjak lelaki keras kepala itu.
Tebasan pedang bertubi-tubi langsung muncul dan mencincang tubuh Strano raksasa itu menjadi beberapa bagian.
Dean melihat kedatangan seseorang yang menolongnya, "Soren."
Seorang lelaki lincah dan sebaya Dean itu langsung mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Occhio mask. Lantas langsung dipasangkan pada Dean setelah melepaskan occhio mask yang lama. Kemudian, ia langsung menggendong Dean di belakang punggungnya.
Cora muncul setelah itu. Menatap takjub pada potongan strano dan menatap bingung pada Dean.
"Di mana, Archie?" Soren bertanya pada Cora.
Sementara itu, Dean kini sudah kehilangan kesadarannya.
"Dia bilang sudah mendengar suara daging yang dicincang. Jadi, dia sudah pulang duluan," jawab Cora.
Lelaki lincah bernama Soren itu tersenyum kecut, "Gadis itu! Dia pasti mengetahui keadaan Dean, tapi malah pergi sendiri tanpa membantu apa pun!"
"Iya. Dia mendengar suara kaki strano yang mendekat. Ia melihat lokasiku dan kamu. Tapi tidak dengan Dean. Artinya, strano itu memang sedang mengincar Dean. Dia hanya yakin bahwa kau akan datang menolongnya."
☆☆☆
Archie mengangkat nampan berisi makanan untuk makan malam. Ia melangkah cuek melewati Soren yang berdiri tegak menatapnya.
"Hei, mau ke mana kamu?" tanya Soren dengan ekspresi jengkel.
Archie menoleh. Lalu mengangkat bahu. Kemudian melanjutkan perjalanannya menuju salah satu meja kosong untuk menyantap santapan malam hari.
"Sehabis misi pun kalian masih saja suka bertengkar. Lebih baik, lihat kondisi Dean sana." Seorang wanita yang merupakan perawat khusus para occhio berkata setelah melihat Soren dan Archie nyaris membuat keributan.
Kantin occhio semakin ramai. Daripada mengurus Archie sekarang, Soren bergegas menuju antrian agar tidak kehabisan daging ayam goreng jumbo itu seperti beberapa malam yang lalu. Urusan Archie akan dilanjutkan nanti. Untuk sekarang, ia akan mengurus perut dulu.
Soren bahkan duduk di tempat yang jauh dari Archie. Agar emosinya bisa terkontrol. Sebab ini bukan kali pertama Archie seperti itu. Bahkan hampir pada setiap misi. Jika dirasa sudah selesai, maka Archie akan pulang meninggalkan teman-temanya di Danger Mori. Padahal, pulang sendiri juga berisiko sebab strano kerap kali muncul mendadak dan dari tempat yang tidak disangka-sangka. Archie memang bisa saja melawannya seorang diri. Tapi tidak menutup kemungkinan jika yang muncul dalam jumlah besar sehingga sulit untuk dikalahkan seorang diri.
"Hei, musuh kita hanya strano. Bukan manusia," ujar seorang gadis yang duduk di dekat Soren. Soren mendengus. Merasa tersindir.
Gadis manis itu memencet sesuatu yang mirip gelang di tangannya. Lalu munculah hologram berisi rekaman aksi Soren.
"Hentikan, Annora. Semua orang bisa melihatnya!" Soren berkata tegas.
Kamera pengintai kota kerap kali terhalang melihat keadaan karena eternal fog. Namun, jika sudah terekam, maka hasilnya akan jelas. Para ilmuan sedang meneliti alat canggih yang bisa digunakan untuk mengawasi para occhio dengan lebih baik lagi.
"Dean akan mengamuk jika melihat ini. Dia yang lemah tidak berdaya seperti itu. Ah, andai saja misi tadi aku diajak juga. Aku akan menertawakannya sepuas hati," ucap Annora semangat.
"Itu bukanlah hiburan. Misi tadi adalah kabut hitam. Aku tidak yakin jika kamu bisa bertahan sampai strano itu ditemukan. Bisa jadi, nasib kamu malah lebih parah dari Dean."
"Hei, aku tidak selemah itu!" seru Annora sambil manyun. Sementara Soren tersenyum tipis.
Kabut hitam menguras tenaga lebih banyak. Oleh sebab itu, yang dipilih pada misi eternal fog hitam adalah para occhio yang lebih mengandalkan fisik. Serta memiliki ketahanan fisik lebih kuat. Annora bukan tipe occhio yang seperti itu. Ia lebih ke arah mata-mata. Sebab penglihatannya tajam. Seharusnya ia cocok untuk ikut pada misi eternal fog mana pun. Hanya saja, fisiknya tidak sekuat Soren, Dean, Archie dan Cora.
"Hei, kalian sudah lihat rekaman Dean yang tak berdaya itu? Aku lega sekali melihat si keras kepala itu kena batunya." Orang-orang mulai membicarakan rekaman misi yang tadi. Sebenarnya kamera pengawasan misi memiliki penjaga yang hanya dengan izinnya rekaman itu bisa tersebar. Jika dirasa tidak layak disebar atau mengandung rahasia tertentu, maka para occhio dan para masyarakat kota tidak akan bisa menontonnya.
"Tapi, kasihan juga sama Dean. Kenapa Alroy tidak memotong bagian video Dean." Annora berkata.
"Kenapa sekarang kamu malah baik kepadanya?" tanya Soren.
Hologram yang muncul pada lengan juga bisa diatur pemiliknya sesuka hati agar tidak dilihat oleh semua orang. Namun, Annora sudah seperti seseorang yang tidak punya privasi. Ia tidak pernah mengaktifkan sistem privasi pada hologramnya.
Tiba-tiba Cora muncul dan duduk di tengah-tengah Soren dan Annora, "Soren, dilihat-lihat. Kamu sudah bertambah kuat saja."
Solar Wind. Sebuah kota yang merupakan tempat markas pusat para Occhio. Occhio sendiri mungkin mirip dengan tentara. Bertugas menjaga keamanan kota bahkan negara. Tidak sembarang orang bisa menjadi bagian dari occhio, sebab tugas yang dijalankan sangat sulit dan berbahaya. Usia minimal untuk menjadi seorang occhio adalah tujuh belas tahun. Usia lebih tua tidak menjamin bahwa mereka lebih hebat dibandingkan occhio yang masih belasan tahun. Namun bukan berarti juga yang lebih senior itu lebih lemah. Semua ditugaskan berdasarkan jenis eternal fog yang muncul, juga berdasarkan kemampuan yang cocok untuk menghadapinya.
Para occhio sendiri harus tinggal di dalam markas. Mirip seperti asrama. Terdiri dari gedung dia puluh lantai. Lantai paling atas diisi oleh kepemimpinan occhio. Sedangkan ke bawahnya diisi oleh para occhio dan para pekerja yang berkepentingan untuk occhio. Ada pun lantai paling bawah adalah untuk tamu. Biasanya, dikunjungi oleh pihak keluarga dari occhio atau orang-orang yang melaporkan kejadian aneh yang terlihat di Danger Mori.
"Bagaimana dengan lukamu, Soren?" tanya Liu, salah satu perawat yang menanga occhio yang terluka.
"Hanya luka kecil. Strano bodoh itu pikir bisa memutuskan leherku dengan mudah. Padahal, lengannya tidak lebih tajam dari boneka berbulu." Soren menjawab bangga. Pemuda berusia delapan belas tahun itu mengalami luka lebar yang panjang di lehernya. Namun tidak dalam. Gerakannya yang gesit bisa menghindari serangan strano yang menyerang ganas dengan lengan yang berfungsi seperti pisau. Setelah memberikan sedikit luka pada leher Soren, Soren langsung mengayunkan pedang hingga leher strano itu yang putus.
Wanita berusia tiga puluhan tahun itu tersenyum. Mereka bertemu di koridor ketika Soren hendak meminta izin untuk melihat kota di malam hari. Sedangkan Liu baru selesai mengobati occhio lainnya.
"Kamu baru saja pulang dari misi, Soren. Lukamu juga belum sembuh," ujar seseorang yang merupakan salah satu yang bertugas untuk memberikan atau menolak izin para occhio. Biasanya yang meminta libur, cuti, pulang atau hanya sekedar jalan-jalan melihat kota. Kamera pengawas selalu aktif ke mana pun para occhio pergi. Selain untuk memantau misi, juga untuk mengetahui apa saja yang dilakukan mereka. Apakah jujur dengan apa yang dikatakan ketika izin, atau berbohong. Karena tak jarang dari mereka yang diam-diam pulang ke rumahnya. Jika itu terjadi, maka occhio yang melanggar akan terkena hukuman. Hukuman paling berat adalah dikeluarkan dari anggota occhio secara permanen.
Katanya, beberapa kali occhio mendapatkan hukuman tersebut. Yakni dikeluarkan dari keanggotaan occhio secara permanen. Namun, di luar sana mereka malah menggunakan kekuatan yang telah didapatkan selama menjadi anggota occhio untuk melakukan tindakan yang tidak benar. Seperti mencuri, merampok dan sejenisnya.
"Saya terbayang darah hijau strano yang mengenai wajah saya, pak. Itu membuat saya mual. Jadi, mungkin dengan menghirup udara di malam hari sambil melihat keindahan kota akan membuat saya lebih baik. Lagipula, ini hanya luka ringan. Tidak perlu waktu lama untuk sembuh. Liu juga sudah mengobati," jawab Soren meyakinkan.
Pria itu terdiam sejenak. Soren sudah melakukan misi dengan baik hari ini. Ia juga jarang sekali meminta izin.
"Baiklah, tapi kembali sebelum jam sepuluh. Kalau tidak, saya akan menyuruh penjaga untuk mengunci gerbang agar kamu tidak bisa masuk."
Soren mengangguk mantap, "Terima kasih!"
☆☆☆
"Jadi, kalau kakak ke mana pun pasti akan dilihat dari kamera pengawas?" tanya seorang anak lelaki kepada Soren.
Soren mengangguk. Padahal, ia sedang ingin menyendiri. Namun, tiba-tiba ada anak kecil yang menghampiri ketika tengah duduk santai di bangku taman.
"Bagaimana jika Kakak mau ke kamar mandi?" Anak itu bertanya lagi.
"Tak masalah. Sudah ada sensor privasi. Apa yang sekiranya tidak layak untuk ditangkap kamera, maka otomatis kamera pengawas akan gelap dengan sendirinya." Soren menjawab, menahan rasa jengkel karena ketenangannya luntur sudah.
"Aku senang sekali. Bisa bertemu secara langsung dengan seorang occhio. Kalau sudah besar nanti, aku juga mau jadi occhio."
Soren tersenyum kecut. Mengingat betapa sulitnya menjadi bagian dari anggota occhio. Bahkan pada saat itu, ia nyaris mundur dan memilih untuk melanjutkan sekolahnya. Dulu, Soren mendaftarkan diri sebagai occhio ketika baru lulus SMP. Sedangkan para occhio yang masih berusia sekolah, memiliki tempat khusus di markas untuk belajar selayaknya siswa pada umumnya.
Lalu, ia lolos dua tahun kemudian setelah mengalami masa-masa sulit. Dari ratusan orang yang mendaftar kala itu, hanya dua puluh orang yang terpilih.
"Siapa occhio paling cantik di sana, kakak?"
Sebuah pertanyaan yang membuat Soren semakin jengkel. Anak sekecil itu malah menanyakan hal seperti itu. Kepada Soren yang tidak terbiasa dalam memuji paras seseorang. Biasanya, ia hanya memuji kemampuan temannya ketika melakukan misi atau sekedar latihan ringan.
"Berapa usiamu sekarang?" Soren melemparkan pertanyaan untuk mengalihkan pembicaraan.
"Tujuh tahun. Aku sering lihat kakak yang berjalan dengan gagah saat ke luar dari pembatas kota menuju Danger Mori. Makanya, aku sangat senang ketika melihat kakak tiba-tiba sudah duduk di taman yang hampir setiap malam aku kunjungi."
Semakin lama, anak itu semakin cerewet. Ia mengutarakan apa pun di luar topik yang ditanyakan Soren. Sementara jam masih lama untuk mencapai angka sepuluh. Sialnya, kini Soren justru ingin cepat-cepat kembali ke asrama sebab adanya anak cerewet itu.
"Apakah aku bisa berkunjung ke gedung itu, kakak?" tanya anak itu dengan mata berbinar.
"Bisa kalau kamu ada kepentingan. Kalau tidak, maka tidak bisa."
Anak itu manyun tanda kecewa setelah mendengar jawaban dari Soren. Sebab ia menyadari juga bahwa ia tidak punya kepentingan untuk ke sana. Ia tidak memiliki keluarga yang menjadi occhio atau seseorang yang bekerja di markas occhio. Ia hanya orang biasa dan berkehidupan sederhana. Namun, cita-citanya sangat besar untuk menjadi salah satu anggota occhio. Membayangkan betapa kerennya ia ketika mengayunkan pedang.
"Kenapa kamu tidak pulang?"
"Nanti, aku hanya menjadikan rumah sebagai tempat untuk tidur. Selebihnya, aku akan terus berkeliaran keliling kota."
"Orang tuamu tidak mencarimu?"
"Tidak. Mereka tidak peduli padaku. Aku sudah terbiasa menyendiri."
"Lalu, temanmu?"
"Tidak ada, juga. Mereka selalu bilang kalau aku itu aneh."
"Aneh bagaimana?"
"Karena aku banyak omong."
"Memangnya banyak omong itu termasuk hal yang aneh?"
"Entahlah. Tapi—,"
Tiba-tiba anak itu mengambil pisau kecil dari sakunya dan menyayatnya pada lengan Soren. Soren sangat terkejut. Bukan karena apa yang dilakukan anak itu, melainkan apa yang berhasil dilakukan anak itu. Ia berhasil melukai Soren di saat ia dalam keadaan lemah dan tidak berpikir akan hal yang tiba-tiba dilakukan anak itu. Untuk pertama kalinya, Soren mulai tertarik menatap anak itu.
"Bagaimana bisa?"
"Aku bisa melihat posisi lengah seseorang."
Annora tersenyum bangga ketika mendengar pengumuman yang menyebutkan bahwa ada kabur hijau yang muncul dari dua puluh sisi. Ia sudah seperti spesialis pembasmi kabut hijau karena penglihatan tajamnya sangat cocok untuk eternal fog jenis itu. Sebab kabt hijau merupakan jenis eternal fog yang paling membuat pandangan buram. Oleh karena itu, occhio dengan penglihatan tajam sangat dibutuhkan untuk misi tersebut.
"Kelas G. Annora, Dean dan Soren. Silakan bergabung dengan sembilan belas divisi lainnya di lantai dua." Seorang pria yang bertanggung jawab untuk kelas G yang memiliki total occhio sebanyak tiga puluh orang itu berseru tegas.
"Hei, tumben sekali kalian berdua diminta bersamaku untuk misi ini," ujar Annora.
Walaupun eternal fog hijau paling pekat untuk menghalangi pandangan, namun strano yang menyemburkannya tidaklah terlalu sulit ditemukan dan tidak terlalu kuat. Hanya saja, bagian merepotkan adalah tentu saja dalam menerobos kabut.
Dean mendengus. Ia memakai occhio mask yang kemarin digunakan untuk menjalankan misi.
Cora terlihat mendekat. Lantas menepuk pundak Annora, "Baru kemarin kamu bilang ingin menjalankan misi dengan Soren. Sekarang semua sudah terkabul."
"Ah, apa istimewanya Soren. Dia bahkan tidak akan menang melawanku. Kelebihannya hanya pada kecepatan," pungkas Dean tidak Terima.
Memang ada yang berbeda dengan hari ini. Biasanya, mereka dikelompokkan dengan anggota yang itu-itu saja. Tapi kali ini, Annora justru bersama Soren dan Dean. Biasanya Soren dan Dean satu tim dengan Cora dan Archie.
Ketiga remaja itu langsung berjalan beriringan sebelum pria tadi kembali dan menatap mereka dengan mata merah yang menyeramkan.
Annora tidak bisa melepaskan senyumannya. Gadis ramah dengan rambut bercat warna ungu muda itu memang sangat bahagia berada di sisi Soren. Bukan berarti karena ia memiliki perasaan terhadap Soren. Hanya saja ia memang senang dan nyaman berada di dekat Soren.
"Hei, berhenti tersenyum gadis aneh. Kau membuatku mual," ketus Dean.
"Berisik, dasar berandal!" Annora membalas.
Masing-masing orang telah berbaring berdasarkan timnya. Annora, Dean dan Soren yang merupakan perwakilan dari kelas G bertugas di titik 5. Masing-masing eternal fog hijau saling menebal. Namun diyakini bahwa lokasi strano saling berjauhan. Oleh sebab itu setiap tim hanya menjalankan misi pada satu titik saja.
Benda terbang mirip selancar raksasa yang disebut Furaisafin itu adalah alat transportasi para occhio menuju pembatas antara kota dan Danger Mori. Para occhio akan memulai misi dari sana. Semua sudah terparkir di halaman depan markas. Untuk misi sendiri mereka tidak perlu menggunakan benda terbang karena melawan strano adalah pertarungan di permukaan tanah sebab mereka biasanya bersembunyi di tempat rendah hingga bawah tanah.
"Hei, lihat! Itu Ivory," ujar Annora sambil menunjuk seorang gadis di ujung sana. "Aneh sekali. Misi gampang seperti ini malah menurunkan Ivory. Tanpa senjata pun strano itu pasti akan musnah di tangan Ivory."
Beberapa orang yang berbaris di dekat mereka langsung menoleh karena suara Annora. Soren dan Dean langsung membuang wajah. Seperti malu dengan tingkah Annora.
☆☆☆
"Bagaimana, apakah sekarang kamu sudah melihat tanda-tandanya?" Dean bertanya sambil mendesak Annora.
"Sebentar, Dean. Aku tidak berkonsentrasi karena ucapanmu!"
"Apanya yang penglihatan tajam. Kamu bahkan lebih beban dibanding Cora."
Terdengar suara dari arah semak-semak di balik pohon tumbang. Soren langsung melesat. Meninggalkan Annora dan Dean yang masih asik berdebat.
Zing zing zing!
Pedang tajam Soren langsung berayun kilat memotong salah satu strano di titik 5. Pandangan buram akibat eternal fog hijau tidak menghalangi langkah kilat Soren.
"Berpencar! Kalian berdua tidak bisa diandalkan jika terus mengoceh. Masih ada beberapa strano lagi yang bersembunyi di titik ini." Soren berseru tegas. Berhasil memutus perdebatan Annora dan Dean.
"Cih, apanya yang penglihatan tajam!" seru Dean lagi sebelum berlalu untuk berpencar mencari strano.
Gelang tipis pada pergelangan tangan Soren, Annora, Dean dan semua occhio yang sedang bertugas berkedip. Tanda sudah ada titik yang berhasil diatasi. Padahal, durasi waktunya belum mencapai lima menit.
Melihat informasi itu, Dean mendengus. Merasa iri karena mereka baru mengalahkan satu strano.
"Ah, itu dia!" Annora berseru heboh hingga terdengar jelas pada tempat Soren dan Dean.
Pedang tajam Annora terhunus. Menebas seekor strano yang ternyata lincah itu. Ia tidak melawan. Namun berlari menjauh dengan sayatan luka kecil yang ditorehkan Annora.
"Tidak! Jangan menghilang lagi!"
"Berisik gadis lemah! Mengalahkan satu ekor saja tidak bisa!" Suara Dean terdengar dari jarak beberapa meter.
Zing!
Kali ini satu tebasan Annora mengenai lengan strano hingga putus. Namun strano itu masih bisa berlari.
"Sial. Lebih baik aku bertemu strano yang melawan daripada yang penakut seperti ini. Menjengkelkan!"
Belasan menit berlalu. Akhirnya Annora berhasil menebas leher strano hingga mati. Ia sudah cukup berpeluh. Padahal hanya berhasil membunuh satu.
Zing zing zing!
Lagi-lagi gerakan kilat Soren. Ia sudah membunuh sebelas ekor.
Zing zing zing!
Disusul Dean yang berhasil membunuh sembilan ekor.
Strano terakhir muncul. Mereka langsung berkumpul di tempat yang sama. Soren dan Dean sengaja diam. Agar makhluk terakhir itu dibasmi oleh Annora. Namun, pandangan kedua laki-laki itu membuat Annora grogi. Terutama karena Soren. Hingga tubuhnya gemetar dan membuat pedang terjatuh sebelum ia sempat mengarahkan pedang ke arah strano. Strano yang melihat itu langsung melompat ke arah Annora yang tidak memegang senjata itu. Namun Dean langsung melesat dan menebas strano tersebut sekaligus untuk menyelamatkan Annora.
Dean mendekatkan wajahnya pada Annora, "Benar, 'kan. Lebih beban dibanding Cora!"
Daripada terpaku dengan Annora dan Dean, Soren langsung mengambil tabung kecil penampung eternal fog. Dalam sekejap. Kawasan tempat mereka sudah bersih dari eternal fog. Dean langsung membuka occhio mask-nya. Ia memang sebenarnya benci memakai masker. Tapi ia tidak mungkin bisa berada di tengah-tengah eternal fog tanpa bantuan occhio mask. Sehingga, ia terpaksa memakainya daripada sengaja bunuh diri di kabut berbahaya itu.
"Baik, bagian kita sudah selesai. Tersisa empat bagian lagi yang belum," ujar Soren.
"Sial, kita menjadi lima tim terlama dalam misi ini. Semua karena gadis lemah ini. Apanya yang penglihatan tajam. Apanya yang spesialis kabut hijau."
"Cukup, Dean!" tegas Annora dengan air mata yang terjatuh. Ia sudah sangat kenyang dengan perkataan tajam dari Dean.
"Kita akan kesulitan menemukan lokasi strano jika tanpa penglihatannya. Aku tahu, mereka jarang berada di dekat-dekat tempat Annora karena mereka tahu bahwa Annora dapat melihat posisi mereka lebih baik dibanding kita," ucap Soren menengahi yang dilanjutkan dengan menekan remot untuk mendatangkan Furaisafin. Benda terbang yang mirip selancar raksasa itu.
"Cepatlah naik, dasar cengeng!" tegas Dean. Sengaja tidak mendahului Annora untuk menaiki Furaisafin. Sebab sebenarnya ia sedikit menyesal karena sudah keterlaluan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!