Adegan di awali dengan wawancara antara pengacara dengan seorang tahanan bernomor punggung 5348.
Mereka duduk saling berhadapan dengan meja berbentuk kotak yang menjadi pemisah diantara keduanya. Di atas meja ada sebuah alat perekam, serta alat tulis guna menguraikan setiap kata yang dilontarkan oleh tahanan tersebut.
Angin yang berhembus melalui celah jendela kecil menciptakan sentuhan sejuk di paras cantik sang tahanan, berulang kali ia memejamkan kedua mata seraya meresapi setiap sentuhan angin yang masuk ke dalam pori-pori kulitnya, dan mengabaikan pertanyaan sang pengacara yang tengah berusaha memahami kasus yang sedang dialami nya.
“Nona Anna, halo? Apa kau mendengar ku?” sang pengacara muda yang bernama Rendy itu mencoba menyadarkan Anna dengan mengibaskan tangan tepat di depan wajah nya.
“Ugh! Iya maaf, sampai mana tadi?” timpal Anna yang terhanyut akan lamunan masa lalu nya sesaat.
“Kecurigaan mu terhadap teman baikmu, bisa kau sebutkan siapa nama teman baikmu yang telah menjebak mu?
Jika ada variabel lain dalam insiden yang terjadi 5 tahun silam, dan hal itu juga bisa membuktikan ketidakbersalahanmu, ku yakin tahun ini adalah tahun terakhirmu di penjara. Saya tidak bermaksud memaklumi tindakan seorang pembunuh, jika saya berada di posisi keluarga korban tidak hanya sekedar 10 tahun, tapi saya akan meminta hukuman mati untuk terdakwa.
Tapi beda ceritanya jika mereka menghukum orang yang salah, karena itu saya berada disini untuk membantumu nona Anna, tolong jelaskan lebih detail bagaimana kronologis yang sebenarnya terjadi di apartemen nona 5 tahun silam?”
“Aku sudah berteman dengannya selama 1 dekade, suka duka telah kita lalui bersama dari mulai kita remaja sampai beranjak dewasa, dia adalah orang yang sangat ku percaya. Kami bahkan memutuskan menyewa apartemen bersama di awal semester kita memasuki universitas Hansei Jakarta, alasan dia adalah ingin lebih dekat dengan kampus sedangkan aku … ingin terlepas dari keluargaku.
Aku sudah menganggapnya seperti adik perempuanku sendiri, apapun yang dia inginkan selalu ku penuhi, meskipun tak jarang permintaannya selalu membuatku kesal dan lelah. Tapi aku tetap tak bisa marah atau membencinya. Pada akhirnya setelah dumelan yang panjang aku akan tetap menuruti permintaannya seperti seorang pelayan yang patuh pada majikannya.
Semuanya berjalan dengan lancar, sampai akhir di tahun ke 4, saat aku mulai menjalin hubungan dengan seorang pria, tentu saja aku pasti mengenalkannya pada temanku, karena dia pun selalu begitu, bahkan dia selalu mengenalkanku sebelum mulai berkencan dan meminta pendapatku apakah dia harus menerima atau menolaknya,”
...****************...
9 tahun yang lalu.
Kisah cintaku berawal di musim semi yang indah. Ketika pria tahun ketiga itu tiba-tiba berlari menghampiriku dengan payung dan senyuman lebar sampai menenggelamkan kedua mata sipitnya.
Helai bunga sakura berterbangan menciptakan suasana romantis di sore itu, aku yang biasanya bersikap acuh dan dingin terhadap semua pria yang berusaha mendekatiku. Namun entah kenapa pria manis itu berhasil merobohkan dinding pertahananku dan membuatku percaya jika cinta itu memang ada.
Dia selalu membuatku terhanyut dalam semua ucapan manis juga perlakuan hangatnya padaku. Sampai aku tak sadar telah memberikan semua hal yang kumiliki padanya, termasuk seluruh kepercayaanku.
“Kau ini ada-ada saja, hahaha!” Anna terkekeh ketika pria manis nya itu telah sampai dihadapannya dan lantas memayunginya.
“Cuaca cerah begini ngapain pakai payung segala,” tambah Anna seraya mengangkat kepalanya ke atas untuk melihat payung berwarna pink dengan motif bung kecil yang dibawa oleh Bennedict.
“Ahh ini, hehehe!” timpal Bennedict masih dengan senyum lebar nya. “Kata siapa cuaca cerah? Banyak helai bunga yang berguguran, bagaimana jika ada serbuk bunga yang masuk ke dalam hidungmu dan membuatmu flu seharian, kau sudah minum obat alergi mu?” seru Bennedict dengan nada khawatir nya, dan lalu mengusap pipi kenyal Anna dengan penuh kasih sayang.
Anna memberikan seulas senyum seraya meraih tangan kekasihnya yang berada di pipinya, kemudian menggenggam nya.
“Belum, (respon Anna seraya menggeleng kepala) obatku sudah habis,”
“Tidak bisa, ayoo cepat! Kita ke apotik,” seru Bennedict yang langsung saja menarik lengan Anna dan berlarian bersama menerobos helai bunga sakura yang berterbangan di sepanjang jalan yang mereka lewati.
Aku sangat bersyukur sekali bisa bertemu dengan pria sepertinya, meski dia seringkali bersikap manja dan cenderung ceroboh, tapi dia adalah pria yang penuh dengan kehangatan, keceriaan dan … humoris. Dia memiliki semua kriteria sebagai pria idaman setiap wanita.
Mungkin … karena itu juga yang menyebabkan teman baikku tak tahan dan ikut jatuh cinta pada pesonanya.
...****************...
Selagi Bennedict membelikan obat alergi, Anna diminta untuk menunggu saja di salah satu kursi yang berada dipekarangan apotik.
Anna tak bisa untuk tidak memperhatikan kekasih nya itu yang kini terlihat panik di dalam apotik. Meski alergi yang dimiliki Anna tidak terlalu parah, namun tetap saja Bennedict selalu bersikap berlebihan seolah-olah hal itu bisa merenggut nyawa kekasihnya.
Brruugghh! Kaki Bennedict tak sengaja menghantam meja ketika ia sampai dan menyodorkan sebotol air mineral serta obat alergi milik Anna.
“Argh! Cepat minum!” seru Bennedict yang kemudian membantu membuka botol air mineralnya di tengah aktivitasnya mengusap lututnya yang terhantam barusan. Bennedict pun duduk di kursi yang berada di samping Anna.
“Astaga!” komen Anna yang hanya bisa menggeleng kepala, melihat kehebohan kekasihnya itu.
Anna meneguk pil obat alergi dan dilanjut mengaliri kerongkongannya dengan air mineral.
“Besok adalah hari jadi kita yang kedua minggu, apa yang ingin kau lakukan?” seru Bennedict yang lantas dibalas semburan air mancur oleh Anna yang mendengarnya.
“Hey! Kau gak apa-apa? Kau tersedak huh?” panik Bennedict yang buru-buru mengeluarkan sapu tangan miliknya kemudian membantu mengusap wajah dan pakaian Anna yang basah akibat semburan nya tadi.
“Tidak, apa kita harus merayakannya seminggu sekali? Dari yang ku dengar perayaan hari jadi hanya dilakukan setiap setahun sekali Ben, kau ini menganut konsep perayaan dari mana sih? Hahaha!” celetuk Anna seraya menaruh kembali botol air mineral di atas meja.
“Ya suka-suka aku dong! Mau ngerayain sehari sekali, seminggu sekali atau sebulan sekali, toh, ga merugikan siapapun kan?” gerutu Bennedict, ia menyilangkan kedua tangan diatas dada seraya memasang wajah julid nya pada Anna, karena merasa tersinggung dengan respon tak terduga kekasihnya yang terkesan tidak suka dengan ide nya untuk merayakan hari jadi setiap seminggu sekali.
“Hahaha!! Oke, oke, anggap saja kita hanya refreshing sepekan sekali, karena kesibukanku akhir-akhir ini di kampus dan di tempat kerja, kita tidak memiliki waktu cukup untuk bersama, bagaimana kalau besok kita Namsan tower?
Bukankah kau ingin sekali memasang gembok disana? Kita bisa berangkat pagi menggunakan kereta,” ujar Anna yang merekomendasikan tempat berlibur mereka berdasarkan keinginan kekasihnya beberapa hari yang lalu.
“SETUJU!!” seru Bennedict penuh antusias yang membuat Anna kembali tertawa bahagia melihat reaksi heboh kekasih nya itu.
Bersambung ...
Kembali ke tahun 2024.
“Hal yang paling ku sesali adalah, seharusnya aku tetap menggenggam tangannya, dan tidak terbakar oleh emosional ku, padahal jika aku bisa menurunkan emosional ku sedikit saja, sudah jelas semua itu hanyalah jebakan.
Raut wajah nya yang tampak gelisah dan penuh keputusasaan seolah ia baru saja tersadar dalam pengaruh obat, kaki nya yang bahkan tak bisa berjalan dengan benar, terus berusaha mengejar dan menarik lenganku.
Aku hanya menepis nya dengan kasar, dan semakin larut dalam kekecewaanku ketika aku mendapati kekasih dan sahabatku menghabiskan malam panas bersama.
Bahkan disaat terakhir sebelum aku menghilang dari pandangannya, dengan sisa kekuatan yang ia miliki, ia memeluk erat salah satu kakiku.
...****************...
“Kumohon Anna! Tolong dengarkan dulu penjelasanku, ini tidak seperti yang kau bayangkan! Hikssss! Hiksss! (pria malang itu menangis dan meraung sembari memeluk erat kaki Anna, namun dengan angkuhnya, Anna menendang dan mendorong tubuh pria lemah itu sampai menghantam lantai)
AKU TAK BISA HIDUP TANPAMU ANNA!! (teriak nya yang kembali terbangun dan bersimpuh di hadapan Anna, sembari menyatukan kedua tangannya ia terus merengek memohon ampunan kekasihnya yang tengah berada di puncak marahnya)
AKU LEBIH BAIK MATI ANNA!” setidaknya ancaman itu berhasil menghentikan langkah Anna, ia memutar tubuhnya lalu menurunkan pandangannya untuk melihat wajah Bennedict yang memerah dan banjir air mata.
“Begitu? Lakukanlah,” timpal Anna tanpa merasa iba sedikitpun, ia menatap Bennedict dengan bingkai matanya yang merah serta deraian air mata tanpa suara. Kedua tangannya mengepal kencang seolah ingin meninju siapapun yang ada dihadapannya saat ini.
“Kenapa? Kau takut?” ejek Anna disertai senyuman mengejeknya, karena mendadak Bennedict membeku dalam keterkejutannya mendengar reaksi tak terduga kekasihnya itu.
Anna kembali berbalik dan melanjutkan langkahnya meninggalkan Bennedict yang kini terduduk lemah diatas permukaan lantai marmer, sembari menyaksikan kekasih yang dicintainya itu menghilang dari lift yang ada di hadapannya.
Begitu pun dengan Anna yang membalas tatapan Bennedict dengan sorot mata tajam menusuk, sebelum akhirnya pintu lift memutus pandangan keduanya.
...****************...
“Kapan tepatnya nona Anna mengetahui jika semua itu hanyalah jebakan picik yang diciptakan oleh teman nona?” tanya Rendy sembari terus menggoreskan penanya di kertas putih.
“Di malam ia terbunuh, saat itu aku mengirimkan pesan padanya, jika aku akan datang ke apartemen nya. Aku berlari sekuat tenaga setelah turun dari taxi, menuju apartemen nya yang ada dilantai 7.
Tapi aku terlambat, saat aku sampai di depan pintu, setengah tubuh Bennedict sudah terdorong ke belakang pagar, pria malang itu terjatuh ketika aku sampai di tepi pagar balkon, itulah yang menyebabkan aku berada disini sekarang,” Anna memaparkan setiap detail yang masih teringat jelas dalam memory nya.
“Bukankah dulu nona pernah memberikan info jika nona Anna sempat bertemu dengan seorang wanita petugas kebersihan di apartemen, tapi saya tidak melihat adanya catatan kesaksian dari petugas kebersihan tersebut,” Rendy kembali mengajukan pertanyaan lengkap dengan raut wajah yang mendukung kesungguhannya untuk membantu Anna terbebas dari hukuman yang tidak seharusnya ia terima.
“Mereka bilang tak bisa menemukannya, petugas itu bak hilang di telan bumi, kurasa seseorang sudah lebih dulu menemukannya, dan membuatnya pergi jauh. Sebenarnya aku pun tak berharap banyak dari persidangan ku sebelumnya, semua terasa aneh, pengacara yang disewa oleh ayahku sama sekali tidak membantu, ia lebih banyak terdiam dan terkesan menerima semua tuduhan yang dilayangkan oleh jaksa.
Bahkan, ketika jaksa meminta hukuman 10 tahun penjara, pengacaraku sama sekali tidak berniat melakukan banding, ia hanya terlihat pura-pura bersedih dibalik senyum mengerikan,” lirihnya seraya meremas kedua tangan dibawah meja untuk melampiaskan kekecewaan serta kekesalan yang menjadi satu, sementara pandangan sedihnya ia arahkan pada bolpoin sang pengacara muda tersebut.
“Maaf sebelumnya, tapi apakah hubungan nona Anna dengan keluarga tidak baik? Saya melihat disini, (ujarnya seraya membalik berkas riwayat kunjungan Anna yang dipinjamnya dari polisi yang bertugas) baik ayah maupun ibu anda tidak pernah sekalipun mengunjungi nona selama 5 tahun terakhir ini.
Dan juga … sebelumnya nona Anna menyebutkan jika kepindahan nona ke apartemen adalah untuk melepaskan diri dari keluarga. Apa yang melatarbelakangi retaknya hubungan nona dengan keluarga?” meski merasa kurang nyaman karena takut menyinggung perasaan Anna, namun Rendy tetap harus menanyakan hal tersebut sebagai bahan penunjang dalam memahami kasus yang menimpa klien nya.
“Sejak ibu kandungku meninggal 20 tahun yang lalu, dan ayahku menikah lagi dengan sahabat ibuku, sikap ayah mulai berubah dari hari ke hari, ayah sudah tidak terlalu perduli dengan kehadiranku di rumah. Bahkan saat aku pulang larut malam setelah menyelesaikan bermacam les akademik, ia sama sekali tak bertanya, apakah aku sudah makan? Ataukah lelah.
Setidaknya pertanyaan sederhana itu sudah cukup membuat hatiku merasa bahagia,” ungkap Anna yang terlihat berusaha menahan emosional nya dalam kedua mata yang berkaca-kaca.
Raut wajahnya saat ini jelas sekali menggambarkan rasa rindu nya terhadap sosok ayah yang pernah mencintainya sepenuh hati, sebelum akhirnya momen bahagia itu dihancurkan oleh hadirnya sang ibu tiri yang kerap kali mendominasi perhatian ayahnya.
“Apa ibu tirimu pernah memukulmu atau semacamnya?” lanjut Rendy.
“Tidak, dia tidak pernah melakukan kekerasan fisik terhadapku, tapi entah kenapa kehadirannya selalu bisa menarik semua perhatian ayah, sehingga mata ayah hanya tertuju padanya. Aku seolah-olah hanya butiran debu halus yang tak pernah terlihat,”
...****************...
Flashback 19 tahun yang lalu, sepeninggalnya ibu kandung Anna. Garendra ayah kandung dari Anna langsung menggelar pernikahan keduanya dengan sahabat dari Clarissa ibu kandung Anna, yakni Claudine.
Dan kini Claudine pun tengah mengandung putra pertama mereka, hanya tinggal menunggu hari saja sampai saat nya Claudine melahirkan.
Anna kecil yang baru saja menuruni tangga pun lantas bergegas bergabung di ruang makan keluarga bersama dengan kedua orang tuanya yang ternyata sudah lebih dulu menyantap sarapan pagi nya tanpa menunggu kehadiran Anna.
Pada awalnya Anna pernah melakukan aksi protes, meminta mereka untuk setidaknya menunggu agar bisa menyantap sarapan pagi bersama. Keluhannya itu memang di sikapi penuh kelembutan oleh ibu tirinya, ia meminta maaf dan akan mencoba menuruti keinginan putri tirinya itu.
Namun semua ucapan manisnya hanyalah omong kosong belaka, keesokan harinya mereka kembali mendahului Anna, bahkan kali ini mereka bangun cukup pagi, ketika Anna sampai di ruang makan kedua orang tuanya telah menyelesaikan sarapan paginya dan dengan acuhnya meninggalkan Anna sendirian di ruang makan.
Ketika Anna kembali mengeluh dan meminta penjelasan, ibu tirinya berdalih jika ayahnya memiliki rapat penting di pagi hari bersama dengan klien nya di luar kota, itulah yang membuat keduanya memajukan jadwal sarapan pagi mereka.
Bukan hanya itu, sekarang-sekarang ini ayah nya terasa sangat sulit di dekati, untuk meminta bantuan menyelesaikan soal sekolahnya pun ia selalu menolaknya dengan berdalih ia memiliki banyak pekerjaan kantor, bahkan di hari liburnya ia selalu berada di ruang kerjanya.
Anna kecil mulai merasa sangat kesal dengan pengabaian ayahnya, ia pun memutuskan untuk bertindak dengan caranya sendiri, agar ayahnya kembali memperhatikan dan menyayanginya seperti dahulu.
Pada dasarnya Anna memang sudah pintar, ia selalu mendapat nilai tertinggi sekalipun tidak belajar.
Namun kali ini ia memutuskan untuk menjawab semua soal dengan jawaban yang salah, dengan begitu pihak sekolah pasti akan memanggil kedua orang tuanya, dan membicarakan masalah yang terjadi sehingga nilai Anna bisa turun secara drastis.
Di ruang tamu, terlihat Anna sedang terduduk di sofa dengan perasaan harap-harap cemas nya selagi menunggu kepulangan kedua orang tuanya dari sekolah.
Mungkin ini terdengar aneh, tapi sungguh reaksi itulah yang di harapkan oleh Anna kecil yang malang, ia ingin ayahnya mengamuk dan memarahinya habis-habisan karena kini nilai sekolahnya benar-benar anjlok.
Di tambah beberapa hari sebelumnya Anna juga sempat terlibat perkelahian dengan teman sebangkunya, sampai teman sebangkunya mendapat luka goresan di sikutnya karena di dorong kasar oleh Anna.
Namun sebuah harapan yang dapat memperbaiki hubungannya kembali dengan ayahnya itu pupus, ketika sang ayah hanya …
“Ibumu akan mendaftarkanmu les di berbagai mata pelajaran, dan untuk teman sebangkumu, kedua orang tuanya sudah sepakat untuk tidak mempermasalahkannya lebih lanjut, kau bisa kembali ke sekolah setelah 1 minggu di skors,” begitulah katanya, dengan pembawaannya yang cukup tenang dan terkesan tidak terlalu mempermasalahkan nya.
Ayah dan ibunya berlalu begitu saja masuk ke dalam kamar, meninggalkan Anna kecil yang kini menundukan kepalanya, seraya meremas kedua tangan untuk melampiaskan kekesalannya.
“Hiksss!! Hikksss!!” Gadis kecil itu hanya bisa menangis sejadi-jadinya membiarkan sisi lemahnya menguasai dirinya saat ini.
...****************...
Bersambung...
“Sejak saat itu saya mulai berhenti merengek dan berusaha membiasakan diri dengan perubahan yang terjadi di rumah, rumah yang pernah saya anggap sebagai tempat ternyaman di dunia, yang tersisa kini hanyalah cuplikan kenangan masa lalu yang seringkali muncul memenuhi pikiran saya,” ungkap Anna yang tak tahan untuk tidak meneteskan bulir air mata kepedihannya.
“Baik, saya mengerti, jadi … dimana keberadaan teman nona saat ini? Kita harus membuat dia mengaku dan menceritakan kejadian yang sebenarnya, agar nona Anna bisa terbebas,” respon Rendy yang peka terhadap kondisi emosional Anna saat ini, jika Anna dibiarkan terus menceritakan konflik yang terjadi dalam keluarganya kemungkinan besar Anna akan kehilangan kendali dan memecah keheningan kala itu dengan tangisan pedihnya.
“Jika Anda ingin membantu membebaskan saya, tolong bantu cari petugas kebersihan itu saja. Dia bisa memberikan saya alibi dan membebaskan saya dari tuduhan ini, saya … tidak ingin melibatkan teman saya, karena dia juga sudah membayar perbuatannya, saya tak ingin menambahkan penderitaannya lagi,” Anna menuturkan rasa keberatannya jika Rendy sampai melibatkan teman nya dan membuatnya masuk ke dalam penjara untuk menggantikan nya.
“Hmmp, beruntung sekali teman nona, memiliki teman baik seperti nona, jika hal ini terjadi pada orang lain, mungkin mereka akan berusaha terus mencari pengacara yang bisa memutar balikan keadaan, kemudian membalasnya bagaimana pun caranya.
Tapi dari yang saya dengar, selama 5 tahun ini nona tampak tenang dan tak berniat kembali menaikan kasus nona ke persidangan, meski ada beberapa pengacara yang bersedia membantu nona,”
“Hhahaaa!” terdengar pekikan tawa Anna yang lantas membuat Rendy sedikit terhentak karena tak menduga akan perubahan kondisi hatinya, yang sebelumnya tampak murung layaknya seseorang yang telah kehilangan harapan hidupnya. Kini wanita berparas blasteran itu tertawa lepas hingga menenggelamkan kedua bola mata birunya, dan juga dimple kecil yang ada di salah satu pipinya tak luput dari pandangan Rendy.
“Jangan salah paham, bukannya saya betah tinggal di penjara, hanya saja … semua pengacara yang saya temui sebelum dirimu, mereka tidak terlihat mempercayaiku, uluran tangan mereka, senyum mereka, dan semua ucapan janji mereka yang berkata bisa membantu membebaskanku, hanyalah omong kosong belaka.
Karena bagi mereka, kemenangan adalah intinya, sedangkan kebenaran yang aku katakan hanyalah sebuah bentuk perasaan putus asaku, yang menolak untuk mendapat hukuman, mereka semua … hanya memandangku sebelah mata, dan mengutukku di dalam hatinya,” Papar Anna yang masih diselingi tawa kecilnya yang membuat Rendy mulai merasa canggung dan salah tingkah.
“La … lantas, apa membuat yang ini, ehh maaf! Maksudku, ma … maksud saya apa yang membuat nona bersedia mempercayai saya saat ini?” ujar Rendy yang gelagapan begitu Anna mengeluarkan pesona dari senyum dan tawa cerah nya, yang membuat pria manapun akan langsung meleleh dibuatnya.
Lagi-lagi Anna tersenyum manis, melihat sikap Rendy yang mendadak jadi gagap cukup membuatnya terhibur, “Karena … Anda mirip dengan pria itu, pria yang seharusnya saya percayai sampai akhir,” ungkap Anna yang lalu mengeluarkan secarik foto dan menunjukannya pada Rendy.
Rendy cukup tercengang dengan kemiripan mereka, bagaimana mungkin mereka yang bukan siapa-siapa bisa memiliki kemiripan hampir 90% seperti layaknya anak kembar. Tak cukup dengan melihat fotonya diatas meja, Rendy meraih foto itu seraya mengamati setiap detail wajah pria yang kini telah beristirahat dengan tenang di tempat yang cukup jauh.
Bennedict Gabriel, mantan kekasih dari Annalese Seravina.
“Hmmp, baiklah, kalau begitu sampai jumpa di persidangan 2 bulan lagi, saya pastikan akan menemukan wanita petugas kebersihan itu seperti yang nona minta, saya … akan tunjukan pada nona Anna, jika keadilan itu masih ada, dan saya tidak akan menghancurkan kepercayaan yang nona Anna berikan pada saya,” ujar Rendy seraya mengembalikan foto kekasih Anna yang telah tiada itu pada pemiliknya.
“Ya, terimakasih pengacara Rendy,” ucap Anna diakhiri senyum manisnya yang kemudian menaruh foto kekasihnya kembali ke dalam saku seragam tahanannya.
Rendy lagi-lagi terhentak ketika melihat aura manis yang terpancar melalui paras cantik bak putri dalam negeri dongeng.
Kedua mata biru yang menyimpan banyak misteri, hidung kecil nan mancung, serta bibir kecil berwarna pink alami membuat Rendy tak kuasa menahan rasa kikuk nya ketika seulas senyum manis terukir di wajah nya, lagi dan lagi … senyuman itu begitu manis dan cukup berhasil menggetarkan seluruh tubuh Rendy.
Hatinya meleleh, seiring dengan pipinya yang mulai merona, ia benar-benar telah dibuat jatuh hati oleh pesona Annalese, meski usianya sudah berada di penghujung 30 an, tapi tak lantas mengurangi kecantikannya sedikitpun.
Sebaliknya, Anna malah tampak seperti gadis yang masih berumur 20 tahunan, tak jauh berbeda dengan usia Rendy saat ini, yakni 26 tahun.
Mereka berdua bangkit dari kursi kemudian saling berjabat tangan untuk menutup wawancara di siang itu.
“Kau tak perlu merasa terbebani dengan kasusku pengacara Rendy, saya akan menerima semua keputusan hakim di persidangan. Meski pada akhirnya hasilnya tetap sama, saya baik-baik saja. Terimakasih sudah mau menjadi pendengar yang baik, dan juga sudah mempercayai saya,” ucap Anna sebelum keduanya mengakhiri jabat tangan, dan Anna pun pergi bersama dengan polisi yang akan mengawal nya kembali ke sel tahanan.
Sementara sang pengacara muda itu masih tetap berdiri di tempat sembari memperhatikan punggung Anna yang kian menjauh darinya dengan tatapan penuh rasa simpati.
“Tenang saja, kak Anna, kau bisa mempercayaiku, aku pasti akan mengeluarkanmu dari tempat ini, itulah janjiku untukmu,” Rendy bermonolog seraya mengepalkan kedua tangannya untuk menunjukan semangat nya yang menggebu-gebu.
...****************...
Di halaman depan penjara.
Begitu Rendy keluar dari pintu utama, ia langsung di sambut oleh sebuah mobil SUV berwarna hitam yang berhenti tepat dihadapannya, seolah memang sang supir sudah menunggu cukup lama di tempat lain.
“Bagaimana?” tanya seorang pria yang duduk di belakang kemudi, begitu Rendy mendaratkan bokongnya di sebelah kursinya.
“Dia tetap tak ingin melibatkan wanita itu, dan hanya meminta temukan petugas kebersihan yang sampai saat ini belum diketahui keberadaannya,” sahut Rendy seraya memasang sabuk pengamannya sebelum sang pengemudi menancap gas meninggalkan area depan penjara.
“Hmmp, aku akan membantumu menemukannya, asalkan kehadirannya bisa membebaskan kakakku apapun akan ku lakukan, meski harus mencari ke ujung dunia,” ujarnya dengan penuh keteguhan, di tengah fokusnya memperhatikan jalan di depan.
“Ciiih! Mau bertindak sok pahlawan? Kemana aja kau selama 5 tahun ini, kulihat kau juga tak pernah mengunjunginya,” dengus Rendy lengkap dengan tatapan sinis nya.
“Itu karena kak Anna yang melarang ku, aku pernah mengunjunginya sekali, tapi dia malah mengusirku, dia bahkan tak pernah menganggap ku sebagai adiknya selama ini, dia … selalu membenciku,” ungkap nya lirih yang membuat Rendy pun memasang wajah simpatiknya dan merasa bersalah karena sudah salah paham.
“Aku sendiri gak tahu kenapa alasannya membenciku dan memperlakukanku dengan sikap dinginnya, kami berdua seperti orang asing yang tinggal dalam 1 atap,” pria muda itu kembali mencurahkan isi hati terdalam nya pada teman nya Rendy, yang dikenalnya di tempat les akademik beberapa tahun yang lalu.
“Tapi … apa kau tak tahu, konflik apa yang terjadi antara kakakmu dan kedua orang tuamu? Dari yang kudengar hubungan mereka kurang baik,”
“Aku juga tak begitu mengerti awal mulanya bagaimana, hanya saja memang kak Anna sangat tertutup dan bahkan jarang ngobrol dengan papi atau pun mami, kak Anna lebih sering menghabiskan waktunya diluar rumah dan di kamar sampai akhirnya kak Anna di izinkan untuk ngekost di dekat kampus bersama dengan temannya,”
'Kurasa Brian masih terlalu kecil saat itu, untuk mengetahui penyebab perubahan kak Anna, Brian hanya berfikir jika sikap Anna sejak awal memang sudah tertutup dan dingin,' Rendy membatin seraya memperhatikan bagian samping wajah adik tiri Anna itu.
“Ada apa?” tanya Brian yang terusik dengan tatapan aneh karibnya itu, ya meskipun mereka terpaut usia 6 tahun, tapi Brian lebih sering langsung memanggil nama Rendy dibanding berbicara dengan sopan.
“Tidak, mungkin saja kau kurang berusaha untuk menunjukan kasih sayangmu pada kak Anna, kau harus lebih mendekatinya lagi Brian,” ujar Rendy yang mencoba memberikan saran pada Brian.
Brian hanya terdiam dalam helaan nafas beratnya seakan tengah menghempaskan semua keluh kesahnya.
“Tapi btw … apa kau tahu rupa mantan kekasih kakakmu?” Rendy kembali melanjutkan perbincangan mereka.
“Tidak, kenapa?” sahut Brian seraya menoleh sesaat ke arah Rendy yang sedang mengarahkan pandangannya ke luar jendela.
“Aku baru saja melihatnya,”
“Apa?! Maksudmu hantunya?” pekik Brian yang bergidik mendengar pengakuan Rendy.
“Sial! Fotonya maksudku! Kak Anna menunjukan fotonya padaku, dan … “
“dan apa?!” tagih Brian yang tak sabar menantikan kelanjutan kalimat Rendy.
“Dia mirip sekali denganku,” ungkap nya.
“APA!! YAK!! Jangan berpikir kau bisa mengencani kakakku yak! Langkahi dulu mayatku!” geram Brian dengan penuh emosional yang menggebu-gebu.
...****************...
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!