NovelToon NovelToon

Aku Diceraikan Suamiku Di Depan Selingkuhannya

Bab 1

“Ken, kenalkan ini Hani,” kata suamiku.

Aku bangkit dari dudukku sembari menguncir rambut sebahuku yang sejak tadi tergerai karena basah.

Aku menggendong Sanjaya putra kami yang baru berusia satu tahun, meninggalkan mereka tanpa sepatah kata pun. Aku masih kesal dengan Mas Pras yang semalam tidak pulang.

Pulang-pulang justru membawa perempuan, istri mana yang tidak kesal coba?

“Kami mau menikah, Mbak!” seru Hani saat merasa kehadirannya tidak kuhiraukan.

Langkah kakiku terhenti, mataku rasanya panas. Dengan seenaknya mengatakan ingin menikah tanpa memikirkan perasaanku.

Aku melanjutkan langkah kakiku, rasanya berat tapi aku berusaha menyeretnya.

“Niken!” panggil Mas Pras dengan suara lantang.

“Aku mau menidurkan Sanjaya dulu, tidak baik ini didengar putraku,” jawabku sembari membuka pintu kamar.

Aku menidurkan Sanjaya, menatap bayi mungil berparas tampan.

“Bobok yang nyenyak ya sayang, ibu ada urusan sebentar,” kataku sembari mencium kening Sanjaya.

Aku berjalan seraya berusaha menata hati, agar siap mendengarkan kabar dari suamiku. Aku duduk di depan Mas Pras yang sedang asyik bercanda dengan Hani.

Hani duduk tegak setelah sejak tadi bergelayutan manja, ia tersenyum manis kepadaku. Seolah tidak memiliki salah apa pun kepadaku, Benar-benar wanita tidak tahu malu.

“Aku ingin ceraikanmu,” kata Mas Pras dengan enteng.

Aku menatap kedua mata Mas Pras tanpa berkedip, tubuhku sekan membeku mendengar kata talak itu. Lama-lama hatiku semakin memanas, aku tak mampu meredam percikan bara api yang membara di hatiku.

“Kamu mau menceraikanku?!” ucapku dengan bibir bergetar.

Aku tak percaya mulut suamiku itu dengan gampang melontarkan kata cerai. Setelah dua tahun bersama menjalani hiruk pikuk rumah tangga.

“Ya, kecuali kau mengizinkan aku menikah dengan Hani,” katanya dengan merangkul perempuan di sebelahnya.

Aku mengambil gelas yang ada di depanku, lalu kusiramkan di wajah perempuan itu.

“Kau tidak punya harga dirikah?” bentakku. Emosiku sudah meluap-luap sebenarnya ingin menjambak rambut lurus karena rebonding.

“Niken! Jaga omongan dan kelakuan kamu!” bentaknya sembari mengusap wajah Hani yang basah.

“Mas, kenapa istrimu ini sangat kasar?” katanya dengan suara yang manja yang dibuat-buat sampai aku ingin muntah.

Aku ingin mencubit ginjalnya, bisa-bisanya bertanya kenapa aku kasar? Anak SMP saja tahu kalau dia patut aku kasari. Bahkan aku bunuh sekali pun, mungkin orang-orang akan memaklumi.

“Niken, aku tegaskan sekali lagi. Kau terima aku menikah lagi atau kamu aku ceraikan?” tanyanya dengan menatapku tajam.

Hani tersenyum, sudah merasa menang karena pembelaan Mas Pras.

“Apa alasan kamu menceraikanku?” tanyaku.

Aku sudah merelakan pergi dari rumah orang tuaku karena dirinya. Aku lebih memilih menikah dengan Mas Pras daripada dengan orang yang dijodohkan kepada keluargaku. Kini seenak jidatnya mencampakkan diriku yang sudah berkorban untuk dirinya.

“Mbak, kamu tidak sadar ya? Coba deh berkaca,” katanya sambil tertawa. Hani melihatku dengan tatapan risih.

Aku melihat dia bergidik sembari berdesis pelan ke arahku. “Jadi perempuan itu, harus bisa jaga diri.”

Dua tahun lalu tubuhku juga sebagus Hani, tapi semenjak aku hamil dan memiliki Sanjaya. Aku tidak berdandan lagi, aku lebih banyak mengurus rumah dan anak. Kadang juga membersihkan rumah ibu mertuaku yang rumahnya ada di sebelah.

Aku menganggukkan kepala, tanda mengerti titik permasalahan yang sedang terjadi ini. Mas Pras mulai tidak mencintaiku karna tubuhku yang mengembang.

“Bagaimana?” tanya suamiku.

“Cerai saja Mas, kita akan lebih bahagia,” katanya dengan memeluk Mas Pras.

Hani sengaja memancing emosiku, dia tahu aku akan mengamuk. Dan tentu saja dengan mudah Mas Pras akan menceraikanku.

Hatiku memang terbakar, tapi aku tidak bisa terus menggunakan emosiku untuk melawan mereka.

“Menikahlah,” kataku dengan suara berat.

Aku bukan kalah dengan mereka berdua, tapi aku tidak bisa melihat mereka berdua itu hidup bahagia di atas penderitaanku.

Aku ikut andil merenovasi rumah, dan mengisi semua perabot rumah. Aku tidak akan sudi perempuan itu menikmatinya.

“Bagus, mulai sekarang kalian harus rukun. Aku akan berlaku adil dengan kalian berdua,” ucapnya dengan bibir yang merekah.

Dia sekarang sedang di atas angin setelah mendapatkan restu dariku. Mungkin dalam hati sedang menyenandungkan lagu madu tiga atau lagu jawa bojo loro.

“Semua tergantung Mbak Niken, kalau dia baik tentu saja aku bisa lebih baik,” katanya dengan tersenyum. Seolah di sini akulah yang menjadi penjahat.

“Hari sudah semakin malam, Mas suruh dia pulang,” suruhku.

Aku sudah muak dengan Hani yang terus bercengkerama dengan suamiku.

“Dia akan tidur sini malam ini, aku akan mengenalkan Hani kepada keluargaku,” kata Mas Pras.

“Mas, kamu tidur denganku ya malam ini. Aku takut tidur sendiri,” katanya dengan suara manjanya yang ingin membuat aku ingin menampar mulutnya dengan sendal.

“Bagaimana kalau kita tidur bertiga?” ajakku yang langsung di tatap aneh dengan Hani dan Mas Pras.

“Jangan macam-macam kamu,” kata Mas Pras tidak setuju. “Kamu tidur ruang tamu dulu, sayang. Setelah nikah baru kita tidur bersama,” kata Mas Pras dengan mengusap rambut Hani.

Aku menahan tawa, melihat Hani yang seperti anak remaja labil saat ngambek.

“Aku mau tidur bertiga dengan kamu sama Mbak Niken,” ujarnya bersikeras ingin tidur bareng.

Aku yakin, dia pasti tidak rela jika Mas Pras tidur berdua denganku.

“Ya sudahlah Mas, kasihan kan dia takut,” kataku sembari berjalan lebih dulu ke kamar.

Aku lebih dulu merebahkan tubuhku, sengaja aku taruh Sanjaya di tengah agar kami bertiga tidak tidur satu ranjang.

"Mas, aku tidur mana?" rengek Hani saat melihat tidak ada tempat untuk dia tidur.

"Kamu tidur di sebelah Sanjaya saja," kata Mas Pras sambil menunjuk anak lelaki kami.

"Mas, kamu tidak kangen sama Sanjaya?" ujarku mengkode Mas Pras agar dia yang tidur di sebelah Sanjaya.

Aku turun lagi dari kasurku, menarik tangan kekar Mas Pras.

"Sebenarnya, Sanjaya semalam demam dia terus memanggilmu, Mas," cetitaku dengan memasang wajah cemas.

"Lalu, bagaimana keadaan sekarang?" Pras panik sembari mengecek kening Sanjaya.

"Sudah membaik, kamu tidur sambil peluk dia. Pasti akan cepat sembuh," ujarku.

Mas Pras mengikuti omonganku, padahal semua itu hanya akal-akalanku saja.

Mas Pras menggendong Sanjaya sembari menyenderkan tubuhnya, aku pun duduk di sampingnya.

"Mas, aku tidur mana?!" rengeknya dengan wajah masam.

"Tidur saja di lantai," aku menunjuk lantai tepat dibawahku.

"Mas, aku tidak mau tidur di bawah!" bentaknya sampai membuat Sanjaya kaget dan menangis.

"Hani, bisa tidak kau pelankan suaramu. Anakku kaget," omel Mas Pras.

"Kamu menyalahkanku, aku mau pulang sekarang," katanya berlari keluar dengan mata yang berkaca-kaca.

Mas Pras menidurkan Sanjaya lalu mengejar Hani, aku berjalan pelan mengintip di pintu kamar.

Samar-samar aku mendengar rengekan manja Hani.

Aku menutup pintu kamar lalu menguncinya, "Ini baru permulaan, kita buat permainan makin seru besok."

Bab 2

"Pasangan serasi," kataku sembari memotret suamiku yang tidur berpelukan dengan Hani.

Aku pergi ke dapur untuk memasak, beberapa hari ke depan mungkin aku sudah tidak akan sibuk seperti ini.

Aku menaruh wajan keras mungkin lebih tepatnya membanting. Aku mengintip ke arah ruang tamu. Tampak Mas Pras dan Hani kaget.

"Mas, sepertinya istrimu itu sengaja!" rengeknya sembari mengucek kedua matanya.

Aku pura-pura fokus memotong sayur yang akan aku masak.

"Maksud kamu apa banting-banting wajan, bikin kaget tahu. Kasihan Hani," bentak Mas Pras.

"Mas, gosok gigi dulu. Bau,ih," kataku dengan lembut.

"Mas, dia itu tidak suka denganku," ujarnya sembari gelayutan di lengan Mas Pras.

"Udah tahu tidak suka, masih saja di sini. Kan cari penyakit," kataku dengan memotong wortel dengan keras.

"Tuh kan, Mas," tunjuknya sambil berdiri di belakang Mas Pras.

"Sudah sayang, jangan dengarkan. Sekarang mandi, nanti dandan yang cantik," katanya sembari mencubit pipinya. "Kita pergi ke KUA," imbuhnya sembari mendorong tubuh Hani meninggalkan dapur.

Aku mendengkus kasar, Mas Pras sengaja membuatku meradang. Tapi, aku tidak bisa emosi sekarang.

Setelah sayur sop yang kubuat matang, aku pergi mengunjungi rumah mertuaku. Aku menaruh mangkuk, lalu membuatkan teh hangat untuk kedua mertuaku.

"Buk, mungkin ini hari terakhir aku mengantar makanan dan bebersih rumah," kataku sembari menaruh nampan di meja.

"Kenapa?" tanya Rahayu ibu mertuaku sembari melipat koran yang sedang dibacanya.

"Sebentar lagi, ibu punya menantu baru," ujarku dengan menaruh cangkir.

"Oh, jadi mereka menikah?" tanya bapak mertuaku dengan santai.

"Jadi, ibu sama bapak sudah tahu?" tanyaku sembari menarik nampan dari meja.

"Kami memang sudah tahu, lagian apa masalahnya jika Pras menikah lagi?" tanya ibu mertuaku mengambil cangkir teh.

Hatiku rasanya semakin hancur, bisa-bisanya ibu mertuaku menanyakan masalah dengan perbuatan anaknya. Aku pikir, mereka akan kaget dengan pemberitahuanku ini. Ternyata aku salah.

Melihat respon dari mereka aku rasa meraka sudah tahu lebih dulu. Mungkin saja sudah diperkenalkan tapi belum resmi.

"Pak, bapak tidak mau menikah lagi?" tanyaku dengan seulas senyum dibibirku. "Aku punya teman, Janda sudah lima tahun. Dia cantik," imbuhku yang membuat ibu mertuaku meradang sampai membanting koran di meja.

"Maksud kamu apa suruh bapak menikah lagi?!" katanya dengan kedua mata melotot.

"Memang masalahnya apa buk kalau bapak menikah lagi?" tanyaku dengan sengaja membalikan perkataannya yang sangat ringan tadi.

Ibu mertuaku terpaku, sepertinya dia sadar jika ucapannya menjadi boomerang untuk dirinya sendiri.

"Ada apa?" tanya Mas Pras melihat wajah ibunya masam. "Niken, kau buat masalah, ya?" tuduh Mas Pras.

Aku masih dia memeluk nampan, aku ingin melihat pertunjukan yang akan terjadi.

"Mas, memangnya seperti ini ya perlakuan Mbak Niken sama keluargamu?" ucapnya sembari duduk di samping ibu.

Aku yakin, semua ini dia lakukan untuk mendapatkan simpati dari kedua mertuaku.

"Buk, kenalkan ini Hani," kata Pras memperkenalkan calon istrinya itu.

Ibu mertuaku melirik ke arah Hani, yang sejak tadi memasang bibir senyumnya.

"Hani, Buk," katanya sambil mencium punggung tangan ibu mertuaku.

Aku melihat Hani yang berlaku sangat sopan, memberikan energi positif setelah aku membut keributan sebelum kedarangan mereka berdua.

"Manis sekali, pantas Pras kepincut," celetuk ibu mertuaku.

"Buk, Pak, aku sudah mempersiapkan semua persyaratan pernikahan. Kami akan segera pergi ke KUA," katanya meminta izin dari kedua orang tuanya.

Aku diam, pura-pura kuat melihat tekad suamiku. Aku menghayalkan, menyaksikan pernikahannya laku ku bakar semua yang ada. Pasti seru.

"Bapak tidak sekalian?" sarkasku yang membuat Mas Pras menatapku heran.

"Kenapa memandangiku seperti itu, Mas?" imbuhku ketika pandangannya tidak segera beralih. Sorot matanya mengatakan jika dia membutuhkan penjelasan dari lontaran kalimatku.

"Kenapa kamu ngomong seperti itu sama bapak?" ujarnya masih bertanya-tanya dengan maksud ucapanku.

"Ya siapa tahu bapak mau menikah lagi, soalnya kan kata ibu nggak ada masalah," ujarnya sembari beranjak keluar dari ruang tamu.

...----------------...

"Sekarang aku sudah resmi menjadi istri Mas Pras," katanya dengan menunjukan cincin dan buku nikah mereka.

Aku tak bergeming, aku sibuk mengajak Sanjaya bercanda.

"Niken, selama seminggu ke depan aku akan tidur dengan Hani," ucapnya sembari duduk di sofa sembari melepas peci yang dipakainya.

Disusul dengan Hani yang masih memakai kebaya warna putih dengan mahkota siger.

Aku tidak tahu sejak kapan mereka menyiapkan semua ini, sampai-sampai langsung menikah pagi itu juga setelah mendapatkan restu dariku dan kedua orang tuanya.

Aku juga tidak tahu, mereka resepsi di mana sampai menjelang isyak baru pulang ke rumah.

"Kita akan tidur di mana Mas?" tanya Hani dengan memeluk manja Mas Pras. "Di kamarmu gimana?" tanya Hani dengan senyum ke arahku.

Aku tahu dia sedang mempermainkanku, dia mulai ngelunjak ketika sudah resmi menjadi istri ke dua.

"Niken ...," kata Mas Pras terdengar menggantung.

Aku mengangkat kepalaku, "Mas, sebenarnya aku sudah merapikan kamar sebelah. Seperti waktu kita menikah dulu," ujarku dengan menggendong Sanjaya yang mulai merengek.

"Kamar yang wangi dipenuhi dengan bunga," ucapku ku hentikan. Aku mengingat malam itu kami sangat bahagia. Melepaskan masa lajang dengan ikatan cinta.

"Kamu tidak mau tidur di sana?" kataku pura-pura menginginkan tempat itu.

Aku tahu, Hani pasti tidak ingin kalah denganku duku saat menikmati malam pertama dengan Mas Pras.

"Ok, aku akan tidur di kamar itu sama Sanjaya," kataku sembari berjalan mendekati kamar.

Aku lumayan ketar-ketir karena prediksiku salah, Hani tidak tergoda dengan kamar yang sudah aku sediakan.

"Tunggu, aku mau tidur di kamar itu!" teriaknya ketika aku hendak membuka pintu.

Aku menghela napas, lalu memutar tubuhku, "Yakin kamu tidak mau tidur di kamarku sama Mas Pras?" tanyaku membuat dia bingung.

"Yakin," jawabnya sembari menggandeng Mas Pras. "Atau kamu mau mengungsi dulu ke rumah ibu? Takutnya kamu tidak bisa tidur karena terganggu," ejeknya.

Aku tersenyum, "Aku akan tidur sangat nyenyak malam ini. Selamat menikamati," ujarku segera masuk ke kamar.

"Satu, dua, tiga ...," hitungku lalu tertawa saat mendengar jeritan dari Hani.

Aku puas sekali malam ini, aku memang menyiapkan bunga di kamar yang akan di tiduri oleh Mas Pras dan Hani.

Pasti Hani dan Mas Pras pikir taburan bunga mawar yang sangat banyak. Sehingga membuat kamar bernuansa romantis.

Nyatanya bunga yang kutabur adalah bunga macan kerah. Bunga yang biasanya digunakan sebagian orang mandi untuk menghilangkan sawan.

Aku tidak menghiraukan teriakan dan umpatan sari Hani dan Mas Pras. Aku memeluk batal guling, bibirku tak bisa berhenti tertawa sampai pipiku pegal.

"Besok apa lagi ya?"

Bab 3

"Syukurin," kataku saat melihat Mas Pras dan Hani tidur di sofa. Saat bangun pasti tubuh mereka pegal-pegal.

Terlalu berani macam-macam denganku sih. Mungkin mereka pikir aku perempuan lemah seperti di sinetron azab.

Aku mendorong gagang pintu melihat kamar yang sengaja aku kasih bunga macan kerah satu karung. Dan sengaja berserakan di kasur serta di lantai juga.

"Ternyata mereka mau bebersih juga, rajin," pujiku yang lebih tepatnya ejekan untuk mereka.

...----------------...

Hari ini aku lebih santai daripada biasanya, aku hanya cukup mengurus anakku dan diriku sendiri.

"Mbak, kau sengaja kan ingin menggagalkan malam pertamaku dengan Mas Pras!" ketusnya saat aku masuk ke ruang tamu.

"Pengantin baru pagi-pagi udah marah-marah aja, tuh jigong urus in," ujarku dengan menahan tawa.

"Kau sengaja kan?" Hani mendorong pundakku kasar.

"Sengaja? Apa yang kau bicarakan?" Aku pura-pura tidak mengerti dengan semua yang telah aku lakukan.

"Kau tak sah berpura-pura!" bentak Hani sembari menggebrak meja.

"Pelan-pelan, tangan halusmu itu bisa terluka," kataku dengan senyum.

"Mas!" teriak Hani yang membuat Mas Pras keluar dari kamar dengan menarik karung berisikian setengah bunga macan kerah.

Aku menggigit bibir bawahku agar tidak kelepasan tertawa.

"Lihat kelakuanmu? Kau boleh cemburu tapi tidak seperti ini," kata Mas Pras dengan menaruh karung.

"Memang salahku di mana?" ucapku denga tanpa dosa.

Memang, mereka yang berdosa harusnya!

Hani. berdesis, terlihat maduku itu ingin menyerangku. Ke dua tangannya mengepal erat.

"Gara-gara kau, aku dan Mas Pras tidak bisa tidur!" geram Hani.

"Loh, bagus dong kalian pasti sangat menikmatinya," kataku sembari berjalan menuju dapur untuk mencuci mangkuk bekas Sanjaya sarapan.

"Mas," rengek Hani terdengar meminta bantuan Mas Pras untuk berbicara denganku.

Rengekan maduku sangat di dengar oleh Mas Pras, ia tampak ingin mengamuk denganku. Tapi, aku tetap berusaha untuk tenang.

"Mulai malam ini, kamar kita menjadi kamar aku sama Hani," bentak Mas Pras.

"Jangan keras-keras Mas, kasihan Sanjaya," aku memeluk erat putraku yang ketakutan.

"Baiklah, aku akan pindah sama Sanjaya," ujarku agar suamiku itu tenang.

"Mana sarapanku?" tanya Mas Pras ketika keadaan kami semua sudah tenang. Dia duduk di meja makan diikuti oleh Hani.

"Aku belum masak," jawabku santai. Aku ikut duduk di depan mereka.

"Niken, apa yang kau lakukan. Kenapa jam segini belum masak?" omel Mas Pras.

"Niken!" panggil Ibu mertuaku sembari mendekati meja makan.

"Ada apa, Buk?" tanyaku sembari berdiri mempersilahkan ibu mertuaku duduk. Sedangkan aku berdiri di sampingnya.

"Niken, kau tidak membuatkan sarapan buat bapak sama ibu. Bahkan teh sama kopi juga tidak ada," ungkap ibu mertuaku dengan wajah kesal.

Biasanya aku sudah membuatkan kopi sejak pukul enam pagi.

"Ibu, kemarin Niken sudah bilang kalau tidak membuatkan sarapan sama teh," kataku sambil memegang pundak ibu mertuaku.

"Niken, kau ini kenapa?" Mas Pras mendelik ke arahku.

"Buk, Mas, sekarangkan ada Hani. Kalian mintalah sama Hani, bukankah dia istri kesayanganmu?" aku menatap Mas Pras dengan sangat senang.

"Aku memasak? Yang benar saja kuku-kukuku bisa rusak," ujarnya dengan melihat kuku yang terawat.

Tapi, mulai sekarang aku pastikan kalau Niken tidak akan bisa memanjangkan kukunya.

"Ya terserah, kau lebih memilih kuku atau perut suami dan mertuamu kelaparan," ujarku sembari duduk di sebelah ibu mertua.

"Mas, bilang lah sama istri pertamamu dia pasti sengaja kan tidak kerasan di sini," Hani melipat kedua tangannya di dada dengan bibirnya yang manyun.

"Niken ... ,"

"Mas, kita kan juga harus bagi tugas. Aku sudah kerepotan loh menjaga Sanjaya. Dia sudah mulai aktif," aku menggunakan Sanjaya sebagai alasan.

Padahal, selama ini aku bisa menghendel semuanya sampai aku lupa merawat diriku sendiri.

Rahayu berdiri, "Hani, cepat buatkan sarapan untuk bapak dan ibu. Kita sudah lapar," titahnya lalu pergi kembali ke rumahnya.

Aku melihat mertuaku ini tidak mau ikut campur dengan rumah tanggaku. Mungkin, karena aku meminta bapak menikah lagi. Jadi, ibu berpikir 1000 kali lagi untuk berdebat denganku.

"Kau benar tidak ingin memasak untukku lagi?" tanya Mas Pras.

Aku menganggukkan kepala cepat, aku ingin tahu apa saja yang bisa dilakukan oleh perempuan manja itu.

"Ok, mulai sekarang uang bulanan Hani yang pegang," kata Mas Pras. Dia tampak mengancam aku.

Aku mendelik melihat uang 600 ribu yang di berikan kepadaku, dan tiga juta lebih untuk Hani.

"Mas, ini nggak adil dong, ini untuk kebutuhan Sanjaya juga tidak cukup," aku tak terima dengan pembagian yang tidak adil.

"Kan kamu sendiri yang minta, kamu tidak mau memasak untukku sama ibu," katanya seolah senang membalikan ucapanku.

Aku mengambil jatah bulananku yang sangat pas-pasan, bahkan bisa saja kurang. Aku masuk ke kamar dengan membanting pintu.

"Mbak, ingat nanti malam kamar itu milik kita!" teriak Hani dengan puas.

Aku tidak bisa tinggal diam dengan perlakuan Mas Pras dan Hani.

...----------------...

"Maaf, Mbak, hari ini aku tidak masak. Cuma beli dan buat berdua," ujar Hani sengaja ingin membalasku.

Aku diam melewati Mas Pras dan Hani, aku membuka kulkas mengeluarkan bahan-bahan yang ada.

Aku tidak akan mati kelaparan karena tidak diberikan makanan olehnya.

Aku melirik ke meja makan, aku akan menbuat Mas Pras berpindah mendekatiku sebentar lagi.

Hampir setengah jam aku bergelut di dapur, makan malam kali ini aku sengaja memasak mie kuah seafood kesukaan Mas Pras yang sudah lama tidak aku masak.

Aku menarik kursi, segera melahap mie seafoodku dalam keadaan panas.

"Kau membuat mie seafood kesukaanku?" kata Mas Pras sembari meletakkan sendoknya.

Aku melihat wajahnya yang ingin saat aku menyeruput kuah kentalnya.

"Kamu bilang tidak ada yang paling disukai selain istrimu," sarkasku dengan memasukan udang ke dalam mulut.

"Mas, cuma mie kayak begitu. Kita beli jangan kayak orang susah," kata Hani kesal melihat ketertarikan Mas Pras terhadap masakanku.

"Benar kata istrimu, beli lah, uang banyak ini. Masa kau masih mau minta milikku," ujarku meneruskan makan.

Hani beranjak kesal saat Mas Pras diam saja, ia memandangiku. Ralat, mie seafood buatanku sampai dia tidak menghiraukan Hani merajuk.

"Ayo, pergi!" Hani sudah berdandan.

"Aku cuma mau makan mie buatan Niken, bukan yang dijual di sana. Rasanya berbeda," kata Mas Pras bersikeras.

Aku segera menyeruput kuah sampai habis, "Minta aja istrimu itu memasak. Masa kamu tidak ingin mencicipinya," ujarku sembari membawa mangkuk yang sudah kosong ke wastafel.

"Sayang, kamu belum pernah buatkanku makanan. Tolong buatkan ya?" Mas Pras memegang tangan Hani.

Aku berjalan meninggalkan dua sejoli yang sedang berdebat, "Akan aku tunjukan perbedaan kualitasku dengan istri barumu."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!