"Dua minggu lagi Mama, Papa dan Jena akan kembali ke Jakarta untuk bertemu dengan calon istri kamu, Justin!" Seru Mama Amanda.
Justin yang sedang duduk di kursi kebesarannya terkesiap. Tak menyangka jika ibunya akan memajukan jadwal kedatangannya ke Jakarta dua minggu lebih cepat dari waktu yang sudah ditentukan sebelumnya.
"Setibanya Mama di Jakarta nanti, Mama mau langsung ketemu sama calon istri kamu!" Lanjut Mama Amanda tanpa peduli jika Justin belum menjawab perkataannya.
Justin memijat kepalanya yang terasa sakit. Dia tahu kedatangan kedua orang tuanya kembali ke Jakarta untuk apa. Tentu saja menangih janjinya yang ingin menikah dengan kekasihnya dalam waktu dekat. Namun sayang, di saat rencana tersebut sudah sampai di telinga kedua orang tuanya, kekasih yang sudah menjalani hubungan dengannya dua tahun belakangan ini justru mendapatkan panggilan kerja di luar negeri dan baru bisa kembali setahun lagi.
"Justin?" Mama Amanda akhirnya memanggil nama sang putra karena Justin hanya diam saja seperti orang tuli tak mendengar perkataannya.
"Iya, Mah." Sahut Justin.
"Kamu udah dengar perkataan Mama kan?" Tanya Mama Amanda memastikan. Dia takut jika perkataannya sejak tadi tak didengar oleh Justin dan membuatnya hanya membuang tenaga untuk berbicara.
"Aku mendengarnya, Mah. Tapi kenapa Mama buru-buru sekali balik ke sini? Kenapa gak jadi sebulan lagi aja?" Tanya Justin. Dia berharap jawaban yang diberikan sang mama nanti akan membuatnya merasa lega.
"Karena kebetulan Papa kamu kerjaannya lagi gak sibuk di sini dan adik kamu juga libur kuliah. Jadi Mama dan Papa sepakat untuk kembali lebih awal dari waktu yang sudah ditentukan. Lagi pula, Kakek dan Nenek kamu udah gak sabar mau lihat kamu menikah!" Jelas Mama Amanda.
Harapan Justin lenyap begitu saja. Ternyata kedua orang tuanya memiliki alasan yang cukup logis hingga memutuskan kembali lebih awal ke Jakarta.
"Justin, pokoknya kamu gak perlu banyak mikir. Urusan pernikahan kalian, biar Mama yang urus. Kamu dan calon kamu cukup duduk diam dan terima beres!" Kata Mama Amanda. Wanita yang telah melahirkan Justin itu terlihat begitu semangat mempersiapkan pernikahan untuk putranya dan wanita yang belum ia kenal bahkan belum ia ketahui namanya.
Ya, Mama Amanda memang tidak terlalu mempermasalahkan tentang siapakah calon istri putra sulungnya. Menurut Mama Amanda, selagi Justin mencintai wanita itu, maka Mama Amanda yakin jika wanita itu adalah pilihan terbaik untuk putranya.
Justin masih bergeming. Dia merasa tak tega jika harus mematahkan semangat sang mama yang ingin segera melihatnya menikah. Tak hanya mamanya saja, kakek dan neneknya yang tak lagi muda pun sudah tak sabar melihatnya menikah dan menimang cucu dari dirinya.
"Sepertinya kamu lagi sibuk kerja. Ya sudah, Mama matikan telefonnya dulu. Semangat kerjanya ya, sayang!" Kata Mama Amanda. Wanita itu berpikir positif jika anak sulungnya sedang sibuk saat ini sehingga tidak bisa diajak berbicara.
Justin menatap datar layar ponselnya yang telah mati setelah tak lama Mama Amanda mematikan sambungan telefonnya. Kebingungan pun melanda dirinya karena memikirkan niat sang mama yang ingin kembali ke Jakarta dalam waktu dekat.
"Bagaimana ini, apa yang harus aku katakan pada Mama jika aku tidak membawa Marsha saat bertemu dengan Mama nanti?" Gumam Justin. Kepala pria itu terasa semakin sakit memikirkan alasan terbaik apa yang akan ia berikan pada sang mama agar mamanya yang sudah semangat ingin melihat dan berkenalan dengan calon menantunya itu tidak kecewa.
***
Selamat datang di karya baru Shy. Jangan lupa komen dan rate bintang ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️ dulu ya sebelum lanjut🤗
Di tengah kebingungan yang melanda, Justin mencoba menghubungi Marsha berniat mempertanyakan sesuatu kepadanya. Namun beberapa kali mencoba menghubunginya, Marsha tak kunjung mengangkat panggilan telefon dari Justin hingga membuat pria itu jadi frustrasi.
"Sejak menetap di singapura, Marsha sulit sekali untuk dihubungi." Gumam Justin. Jika biasanya Justin dapat mengerti dengan kesibukan Marsha, kini justru tidak. Justin sedikit sebal karena di saat ia sangat membutuhkan Marsha untuk saling bertukar pendapat, kekasihnya itu sangat sulit untuk dihubungi.
Tak memiliki tempat untuk bertukar pikiran untuk saat ini, Justin pun menghubungi salah satu sahabat baiknya. Dia meminta mereka untuk bertemu karena ada hal penting yang ingin ia bicarakan. Untung saja tidak ada drama dalam ajakan tersebut. Sahabat baik Justin langsung saja mengiyakannya hingga akhirnya kini mereka sudah berada di sebuah kafe yang menjadi tempat mereka untuk bertemu.
"Jadi ada masalah apa sehingga kamu mengajakku bertemu di sini?" Tanya Leon. Sahabat baik Justin sejak mereka masih duduk di bangku sekolah pertama.
Justin menceritakan permasalahannya. Mendengar ceritanya tersebut, Leon pun mengangguk seakan dapat menangkap inti permasalahan tersebut.
"Apa kamu gak mau jujur pada Tante Amanda kalau saat ini Marsha sudah pindah ke Singapura dan gak bisa menikah dalam waktu dekat?" Tanya Leon.
Justin menggeleng. "Aku takut membuat Mama jadi kecewa. Kamu tahu sendiri gimana senangnya mama aku saat tahu rencanaku ingin menikah dalam waktu dekat!" Balas Justin.
"Lantas apa yang ingin kau katakan pada Tante Amanda kalau dia jadi datang ke sini dan mempertanyakan keberadaan Marsha?" Lagi, Leon bertanya dan membuat Justin menghembuskan napas kasar di udara.
"Aku gak tau. Maka dari itu aku ajak kamu ketemuan di sini. Aku gak sanggup buat mama kecewa. Kamu tau sendiri gimana mama, nenek dan kakek menginginkan aku menikah dalam waktu dekat ini."
Leon diam. Dia mencoba berpikir untuk mencarikan solusi atas permasalahan Justin saat ini. Mengerti jika Leon sedang berpikir, Justin pun ikut diam tak mengajak pria itu untuk berbicara.
"Menurutku, jika kamu gak bisa membawa Marsha pulang ke sini dalam dalam waktu dekat, solusi terbaik yang bisa kamu ambil untuk gak buat Tante Manda kecewa hanyalah membawa peran pengganti untuk Marsha." Kata Leon.
"Peran pengganti, maksud kamu gimana?" Justin nampak tak mengerti.
Leon menghela napas sejenak kemudian menjelaskan maksud perkataannya. Mendengar perkataannya tersebut, lantas saja membuat kedua kelopak mata Justin melotot sempurna.
"Jangan bercanda, kamu. Aku gak mungkin memperkenalkan wanita lain sebagai calon istriku pada mama. Bisa kecewa mama nantinya jika mengetahui aku berbohong kepadanya dan tak jadi menikah dengannya!"
"Memangnya kamu punya cara lain untuk keluar dari permasalahan kamu saat ini? Jika tidak, menurutku hanya itulah caranya agar kamu bisa keluar dari permasalahan kamu saat ini dan gak buat Tante Manda yang sudah berharap jadi kecewa.
Justin bergeming. Semakin frustrasi saja dia dengan permasalahannya saat ini. Jika saja Marsha tak mendapatkan tawaran pekerjaan di Singapura, pasti saat ini hidupnya tidak akan rumit. Dia bisa membawa Marsha bertemu dengan ibunya dan memperkenalkannya sebagai calon istri.
"Tapi siapa wanita yang mau aku bawa bertemu mama, Leon? Dan wanita mana yang mau diajak bekerja sama agar tidak memborkan kebohonganku pada Mama?" Tanya Justin.
Leon kembali berpikir. Namun baru saja beberapa saat memikirkan siapa wanita tersebut, fokusnya sudah terganggu saat mendengarkan suara benda terjatuh dari arah yang tidak terlalu jauh dari dirinya.
Pandangan Leon dan Justin sontak tertuju pada sosok wanita yang tidak sengaja menjatuhkan piring dan gelas bekas pelanggan ke atas lantai akibat tersenggol oleh anak kecil yang berlarian di dalam kafe.
"Lila, dia Lila kan, teman kita saat SMA dulu?" Tanya Leon pada Justin dan diangguki Justin sebagai jawaban
***
Selamat datang di karya baru Shy. Jangan lupa komen dan rate bintang ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️ dulu ya sebelum lanjut🤗
Justin dan Leon fokus menatap Lila yang saat ini sedang mengambil gelas dan piring bekas yang terjatuh di atas lantai. Seorang wanita muda yang diperkirakan adalah ibu dari anak yang tadi menyenggol Lila pun turut membantu seraya meminta maaf atas perbuatan anaknya.
Lila hanya mengangguk mengiyakannya. Buru-buru dia membereskan kekacauan tersebut dan membersihkan lantai agar bersih seperti sedia kala. Setelah selesai, dia bergegas menuju dapur untuk meletakkan piring dan gelas kotor.
"Aku gak nyangka kalau Lila bakalan jadi karyawan kafe saat ini." Komentar Leon setelah kepergian Lila. Padahal dari yang tahu dulunya, Lila adalah gadis yang cerdas dan memiliki banyak prestasi saat sekolah. Sangat disayangkan sekali jika karir wanita itu hanya sampai sebatas pelayan kafe saat ini.
Justin hanya mengangguk tanpa memberikan komentar. Saat sekolah dulu, dia memang cukup mengenali Lila, namun hanya sebetas kenal saja. Tidak terlalu mengetahui bagaimana kehidupan wanita itu dengan rinci.
"Jadi gimana, kamu udah tahu siapa wanita yang bisa diajak bekerja sama denganku?" Tanya Justin. Dia mengalihkan cerita Leon dari Lila kembali ke topik utama mereka.
"Aku masih memikirkannya. Beri aku waktu untuk berpikir sebentar." Kata Leon.
Justin mengiyakannya. Sepertinya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menemukan wanita yang pas untuk diajak bekerja sama dengan dirinya.
Saat hendak melanjutkan pembicaraan mereka ke hal lain, ponsel Justin berbunyi dan memperlihatkan panggilan dari asistennya. Mendapatkan panggilan untuk segera kembali ke perusahaan karena ada permasalahan yang harus ia selesaikan segera, Justin pun berpamitan pergi lebih dulu pada Leon.
Sementara Leon, memutusakan tak langsung pergi meninggalkan kafe karena melihat Lila yang kini berjalan terburu-buru ke arah kamar mandi dengan kepala tertunduk. Entah dorongan dari mana, Leon segera bangkit dari posisi duduk dan mengikuti Lila hingga tiba di depan kamar mandi.
Bagaikan seorang penguntit, Leon memperhatikan gerak-gerik Lila hingga akhirnya mencuri dengar pembicaraan wanita itu dengan seseorang di sambungan telefon.
"Apa, Bu. Lila harus nyiapin uang lima ratus juta buat nebus rumah ayah jika tidak mau disita pihak bank?" Tanya Lila. Kedua bola mata wanita itu berkaca-kaca mendengar rumah masa kecilnya akan ditarik pihak bank karena sang ibu tidak bisa melunasi hutangnya di bank sampai saat ini.
"Ya, jika kamu masih mau rumah ini selamat, maka siapkan uangnya. Jangan lupa, kamu juga harus nyiapin uang buat bayar uang semester adikmu!" Kata Ibu tiri Lila di seberang sana.
Lila terhenyak. Tak menyangka jika sang ibu membebankan hal tersebut kepada dirinya. "Lima ratus juta, dari mana Lila bisa dapetin uang sebanyak itu, Bu? Jangankan lima ratus juta, lima ratus ribu aja Lila gak punya." Balas Lila.
"Kau masih punya tubuh yang bisa kau pergunakan untuk menghasilkan uang!" Ketus ibu tiri Lila tanpa belas kasih.
Lila menggelengkan kepala. Dia merasa sakit hati mendengar ibu tirinya yang secara tidak langsung meminta dirinya menjual diri untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka saat ini.
"Aku gak mau jual diri hanya untuk mendapatkan uang, Bu!" Tegas Lila. Dia bukanlah wanita murahan yang mau menjual tubuh demi mendapatkan uang yang banyak.
"Alah, jangan sok suci kamu. Kamu itu sebenarnya sama aja dengan ibu kamu yang suka jual diri pada banyak pria!" Balas ibu tiri Lila yang membuat hati Lila semakin sakit mendengar kisah masa lalu ibu kandungnya diungkit kembali oleh ibu tirinya.
***
Selamat datang di karya baru Shy. Jangan lupa komen dan rate bintang ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️ dulu ya sebelum lanjut🤗
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!