Seorang gadis berumur 20 tahun sedang berlarian di lorong kampus tempat dia kuliah. Namanya adalah Attalea Arasya Veronika Lovandra. Gadis yang kerap dipanggil Ara ini berusaha untuk sampai dikelasnya agar dia tidak terlambat untuk mengikuti pelajaran yang paling tidak ia sukai.
Bukan karena pelajarannya yang susah atau lainnya, tetapi yang jadi masalahnya ia tidak menyukai dosen yang mengajar pelajaran itu dikarenakan dia seorang dosen yang dingin dan galak.
Nama dosen itu adalah Muhammad Raffasha Arendra , seorang dosen tampan berumur 24 tahun memiliki sifat yang galak, tegas, dingin, dan juga pelit terhadap nilai, sehingga hal itu membuat mahasiswa dan mahasiswi yang diajarnya takut untuk menentang keputusan yang diberikan dosen tersebut kecuali Ara yang selalu berani untuk menentang apa yang diperintahkan oleh Raffa, sehingga dia punya nama sendiri untuk dosennya itu yaitu 'PAK ESGAL' (PAK ES GALAK).
Tapi sayang, sepertinya tuhan tidak berpihak kepadanya. Dosen yang dipanggilnya Pak Esgal itu sudah berdiri tepat di pintu masuk kelas sambil melayangkan matanya yang tajam kearah Ara seperti mata burung elang.
"Mau kemana kamu?" Pak Raffa sudah berdiri dengan tampang datarnya.
"Bapak bicara sama saya?" tanya Ara polos.
"Gak, dinding dibelakang kamu. Ya kamu, emang siapa lagi?" tegur Pak Raffa yang mulai kesal.
"Hhehe ... kirain beneran sama dinding. Saya mau masuk kelas Pak, hari ini kan ada quis dari bapak." Tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kamu tau ada quis dari saya, tapi kenapa kamu terlambat?"
"Saya tadi ketinggalan bus lho Pak, terpaksa saya lari-larian kesini," jawab Ara.
"Banyak alasan kamu. Kamu terlambat jadi harus dihukum!" ucap Pak Raffa dengan muka datarnya.
"Lah, kok dihukum sih Pak? Biasanya kalo sama dosen lain, terlambat 3 kali baru dapat hukuman. Ini saya baru terlambat 1 kali itupun 3 menit masa dapat hukuman sih."
Ara tidak menerima dirinya dapat hukuman. Bagaimana juga ia hanya telat 3 menit, harusnya diberi keringanan, bukan?
"Tapi itu bukan saya, siapa yang terlambat datang dimatkul saya walaupun 3 menit itu sama saja, TERLAMBAT!" tegas Pak Raffa kembali sambil berusaha menahan emosinya yang ingin meledak.
"Ya sudah terserah bapak, setidaknya biarin saya ngerjain quis, Pak." Ara memelas, ia akan terus memohon supaya bisa ikut mengerjakan quis. Sangat disayangkan sekali jika dirinya tidak ikut, sedangkan semalaman ia begadang mempelajari semua materi-materi itu kembali.
"Kamu boleh mengerjakan quis dari saya, tapi menyusul. Sebelum itu kamu harus terima hukuman atas keterlambatan kamu hari ini," jelas Pak Raffa mulai melunak nada yang ia ucapkan itu. Lihatlah itu, demi ketenangan mahasiswa yang sedang mengerjakan quis dikelas, ia harus berusaha untuk bersabar menghadapi satu mahasiswi dihadapannya yang sedikit bar-bar ini.
"Lah kok gitu sih, Pak?" kata Ara yang sedikit tidak terima dengan yang dikatakan Pak Raffa.
"Memangnya kenapa, kamu keberatan? Kalau begitu nilai quis kamu 0!"
Ara tidak mau jika nilai kuisnya itu 0.
"Ish ... yaudah deh, Pak, saya nurut. Sekarang hukuman saya apa, Pak? Jangan bilang bapak nyuruh saya bersihin WC atau lari keliling lapangan basket SMA sebelah," ucap Ara yang sedikit curiga sambil menyipitkan matanya kearah dosennya itu.
"Jika kamu mau, saya persilahkan saja. Tapi sebenarnya bukan itu hukuman kamu," sahut Pak Raffa santai.
"Lah kalau bukan itu, trus apa?" Ara pun mulai kebingungan. Biasanya yang namanya hukuman sekolah ya gak jauh dari yang ia sebutkan tadi.
"Sepertinya lama-lama saya semakin sibuk di kampus ini dan saya membutuhkan seorang asisten. Jadi, sebagai hukumannya kamu saya tunjuk sebagai Asdos saya. Saya tidak menerima penolakan," tegasnya.
"APA???! Jadi Asdos Pak Esgal? Gak, gak, gak, saya gak mau!" ucap Ara sedikit terkejut dengan yang dikatakan oleh si dosen galak itu.
"Sudah saya bilang, nama saya bukan 'Esgal'!" kata Pak Raffa
"Ya, saya tau, tapi saya memang pengen manggil bapak gitu karena namanya cocok sama bapak yang dingin kek es batu dan galak," jelas Ara panjang kali lebar yang dibalas tatapan datar dari sang empu.
Kurang asem emang_-
"Terserah kamu, bisa naik darah saya kalau terus debat sama kamu."
"Tapi saya tidak mau jadi Asdos, Pak!" Ara sedikit berteriak karena Dosen itu sudah mulai masuk ke dalam sedangkan ia masih kesal dan tidak terima dengan hukuman yang diberikan oleh Raffa.
"Saya tidak peduli! Mau atau tidak kamu harus jadi Asdos saya. Jika tidak nilai kamu akan saya buat E dimatkul saya!" kata Pak Raffa tegas dan dingin
"Dasar pemaksa, dingin, kejam, gak punya perasaan, pelit lagi tuh. Mainnya sama nilai doang," sindir Ara kepada Raffa yang sudah mulai masuk ke kelas.
"Saya dengar itu!"
"Saya sengaja!!!"
Dasar kulkas berjalan!
Merasa tenggorokannya kering akibat terlalu banyak teriak, Ara pun pergi ke kantin tanpa berpamitan dengan Pak Raffa. Ara tau kalau peraturan sang dosen galaknya itu sangat ketat. Jika saja mereka sedang tidak di kampus, sudah dipastikan Ara akan mencakar habis-habisan wajah dosennya yang tampan itu.
"Dasar gadis cerewet! Pagi-pagi udah bikin tensi gw naik," ucap Pak Raffa dalam hati sambil mengelus dadanya.
Setelah dirasa tenang, Raffa melihat jam tangannya sebentar.
10.29
Itu artinya waktu habis, dan sudah waktunya quis itu dikumpulkan meskipun belum siap mereka kerjakan. Karena selama mengajar, Raffa berusaha menunjukkan kepada para mahasiswanya untuk disiplin waktu.
"Perhatian! Waktu sudah habis, jadi kumpulkan semua lembar kerja kalian." Raffa bersiap-siap dan mulai mengambil lembar kerja mahasiswa karena ia mulai sadar waktu mengajarnya sudah habis bahkan dia tidak sempat mengawasi muridnya yang lain akibat mengurusi satu orang murid yang bikin naik darah itu.
"Baik, Pak."
Belum selangkah, Raffa kembali membalikkan badannya.
"Oh ya! Siapa nama teman kalian yang terlambat tadi," tanya Raffa mengingat dia belum tau nama gadis itu.
"Namanya Attalea Arasya Veronika Lovandra, Pak." Seseorang bernama Kila menjawab pertanyaan Pak Raffa sambil mengacungkan tangan.
"Kalau begitu, tugas akan saya kirimkan kepada teman kalian itu, deadline lusa. Jangan sampai ada yang tidak mengerjakan. Paham!!"
"Paham, Pak."
"Untuk kamu, tolong berikan nomor Attalea ke saya." Menunjuk ke arah Kila.
"Baik, Pak." Kila pun segera mengirim nomor temannya yang sudah buat sang dosen ganteng seantoro kampus menjadi mencak-mencak hanya karena terlambat 3 menit.
"Saya permisi, selamat siang."
"Siang, Pak."
***
"Dasar dosen nyebelin!! Kalau tau gini, mending gw gak datang aja tadi." ucap Ara kesal mengingat kejadian tadi didepan kelasnya. Saat ini Ara berada di kantin bersama 2 temannya yaitu Kila dan Rena.
"Harusnya lo senang, Ra. Banyak mahasiswi yang mau jadi Asdos Pak Raffa, secara kan Pak Raffa ini dosen termuda dan tertampan dikampus ini setelah Pak Adi," ujar Rena sambil memuji-muji ketampanan seorang Raffa Arendra
"Ho'oh, apalagi kalau tau Pak Raffa masih belum punya. Tinggal lo gebet aja." Kila ikut manambahkan.
"Ihh ... siapa juga yang mau sama dosen kek dia, beraninya ngancam nilai doang, galak lagi tuh. Baru satu hari ketemu dia aja bawaannya marah mulu apalagi ketemu tiap hari. Lama-lama pengen gw cakar tu mukanya."
"Lo ngomong gitu nanti kena karmanya lho," kata Rena, mengingat sedari tadi temannya itu menjelek-jelekan dosen yang membuat para mahasiswi meleleh dengan ketampanannya tetapi tidak berlaku dengan Ara.
"Gak mungkin!!" ucap Ara yang sudah terlalu kesal dan tidak memedulikan perkataan Rena yang mungkin saja suatu saat akan terjadi padanya.
***
To be continued!
"Dasar dosen nyebelin!! Kalau tau gini, mending gw gak datang aja tadi." ucap Ara kesal mengingat kejadian tadi didepan kelasnya. Saat ini Ara berada di kantin bersama 2 temannya yaitu Kila dan Rena.
"Harusnya lo senang, Ra. Banyak mahasiswi yang mau jadi Asdos Pak Raffa, secara, 'kan Pak Raffa ini dosen termuda dan tertampan di kampus ini setelah Pak Adi," ujar Rena sambil memuji-muji ketampanan seorang Raffa Arendra.
"Ho'oh, apalagi kalau tau Pak Raffa masih belum punya. Tinggal lo gebet aja." Kila ikut manambahkan.
"Ihh ... siapa juga yang mau sama dosen kek dia, beraninya ngancam nilai doang, galak lagi tuh. Baru satu hari ketemu dia aja bawaannya marah mulu apalagi ketemu tiap hari. Lama-lama pengen gw cakar tu mukanya."
"Lo ngomong gitu nanti kena karmanya lho," ujar Rena, mengingat sedari tadi temannya itu menjelek-jelekan dosen yang membuat para mahasiswi meleleh dengan ketampanannya tetapi tidak berlaku dengan Ara.
"Gak mungkin!!" tegas Ara yang sudah terlalu kesal dan tidak memedulikan perkataan Rena yang mungkin saja suatu saat akan terjadi padanya.
"Benar kata Rena, Ra. Nggak ada yang gak mungkin di dunia ini. Bisa aja Pak Raffa itu jodoh lo."
"Nggak mungkinlah. Kalau pun berjodoh, yang ada gw malah jadi babunya bukan istrinya." Ara tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupan rumah tangganya jika suaminya nanti adalah Raffa si dosen es galak itu.
"Hhaaha ... Ara, Ara. Gak bakalan kalau lo jadi babunya, lo itu gadis yang cerewet, dan susah diatur pasti lo debat mulu ama tu dosen," ejek Renata.
"Iya, apalagi kalau marah, udah mirip singa betina," ucap Kila yang ikutan mengejek Ara jugan
"Eh, kalau Ara singa betina, Pak Raffa singa jantan dong, haha ...." Rena menambahkan sembari tertawa kikik dengan Kila. Ara pun hanya menatap datar mereka.
"Huft ... ketawain aja gw terus." Ara mulai kesal dengan perkataan temannya.
"Oh ya Ra, Pak Raffa minta nomor lo tadi. Katanya dia mau ngirim tugas ke lo, deadline nya lusa," kata Kila yang baru ingat tugas dari Pak Raffa
"Astaghfirullah, kenapa lo kasih sih," tanya Ara sambil menepuk jidatnya yang dibalas cengiran oleh Kila
"Hhehe..."
"Pasti 5 detik lagi, dia nyuruh gw ke ruangannya." Ara menatap ponselnya dan mulai menebak. Tiba-tiba datang notifikasi di hpnya Ara yang bertanda ada pesan masuk.
Tring!
0852xxxxxxxx : Attalea, keruangan saya sekarang!
"Anjayyy, lho bener, Ra. Ini nomornya Pak Raffa," ucap Kila terkejut melihat notifikasi di hp Ara. Ya, yang mengirim pesan itu adalah Pak Raffa alias Pak Esgal bagi si Ara
"Hhaha...lo berbakat jadi cenayang, Ra," kata Rena sambil menepuk pelan bahu Ara. Ia pun tidak ambil pusing candaan teman-temannya itu.
"Gw pergi dulu," kata Ara pada kedua temannya itu. Kemudian ia melangkah pergi menuju ruangan si Dosen Killer.
"Semangat Ara, aku padamu," teriak Kila sambil tertawa dengan Rena dari kejauhan yang masih didengar oleh Ara.
"Dasar dosen gila!" ucap Ara kesal dalam hati.
Sudah cukup untuk hari ini. Bagi Ara, hari ini adalah hari yang paling sial selama dia kuliah. Dari bangun telat sampai debat dengan dosen galaknya itu. Jika Ara tau ini akan terjadi, dia akan memilih rebahan seharian dirumah dan dia tidak akan menjadi Asisten Dosennya itu. Sungguh Ara ingin sekali memutilasi Dosen itu.
***
Ruangan Pak Raffa
10 menit di ruangan Raffa sudah membuat Ara bertambah kesal. Bagaimana tidak. Semenjak dia datang di ruangan ini, Ara hanya disuruh duduk oleh Raffa sampai pekerjaannya selesai.
Ya Allah, ngatain dosen sendiri dosa nggak ya. Dari tadi gw disini kayak jadi patung aja, nanya malah dikacangin mulu, mau keluar malah pintu udah dikunci ama dia, bosannya... . Kalau cuma nyuruh nemenin dia kenapa harus gw sih, kan bisa suruh pacar atau istrinya gitu, menyebalkan. Untung aja hari ini gak kerja, kalau nggak udah dipotong gaji gw. Hufft...sabar Ara, orang sabar disayang Allah. Tapi gw laper... mudah-mudahan maag gw gak kambuh lagi. Sabar ya cacing-cacing disana, nanti pas pulang baru gw kasih makan, enggak lama kok.
"Ngapain liatin saya seperti itu?"
Terkejut? Iyalah, tiba-tiba saja Raffa berbicara dengan menatapnya tajam seperti mata burung elang.
Astaghfirullah, sabar Ara ....
"Kenapa? Bapak nggak suka? Saya ini lagi marah lo, Pak. Kenapa bapak manggil saya?" ucap Ara.
"Saya tidak memanggil kamu. Saya hanya mengirim pesan sama kamu."
Itu sama saja bambank_-
"Iyain, dah. Kenapa bapak nyuruh saya kesini? Saya udah belain ninggalin makanan saya untuk datang kesini, eh taunya pas sudah disini saya malah dikacangin. Mending saya gak datang aja tadi."
"Oh,"
"Ha! Saya bicara panjang lebar, bapak cuma jawab 'Oh' doang? Keterlaluan!"
"Sudah siap bicaranya? Sekarang saya yang akan bicara. Jangan kamu potong!" ucap Raffa.
"Saya menyuruh kamu kesini untuk bantu saya periksa tugas adik tingkat kamu. Kamu tidak lupa kan kalau kamu ini sekarang sudah jadi Asdos saya. Saya tidak peduli mau kamu belom makan atau sudah, yang penting jika saya menyuruh kamu, kamu harus nurut karena saya TIDAK MENERIMA PENOLAKAN!" tegas Raffa dengan menekankan tiga kata terakhir.
"Sudah kan Pak, sekarang saya mau jawab," jawab Ara.
"Pertama, saya tidak mau meriksa tugas sebanyak itu karena itukan tugas dosen, bukan saya. Kedua, saya tau saya sudah jadi Asdos bapak, kalau bukan karena paksaan saya ogah jadi Asdos. Jadi intinya, saya mau pulang, mending rebahan di rumah lagi dari pada saya disini, buang-buang waktu aja. Saya permisi Pak." Ara pamit sambil membawa bukunya.
Saat mau membuka pintu, tiba-tiba Raffa berkata, "Yakin mau pulang? Padahal saya mau kasih soal quis hari ini lho untuk kamu kerjakan disini daripada kamu ngerjainnya bareng adek tingkat kamu, apa kamu mau?" Dia duduk sambil menyilangkan tangannya di dada. Menatap mahasiswi bar-bar itu dengan senyum smirk khas miliknya.
Ngerjain quis bareng adek tingkat? Pasti soalnya beda. Mending gw kerjain sekarang aja.
Setelah mantap dengan hatinya, Ara pun mengurungkan niatnya untuk pulang. Ia berbalik dan melihat Raffa sedang tersenyum ke arahnya.
MasyaAllah, senyumnya manis banget.
Untuk sesaat ia terlena dengan senyuman Raffa, karena selama mengajar, dosennya ini sangat jarang sekali tersenyum. Bukan jarang saja, mungkin tidak pernah, maybe.
"Hei! Malah melamun. Gimana? Jadi tidak?"
Ara pun tersadar ketika Raffa berbicara dengan melambaikan tangan depan wajahnya.
"Hehe ... bener ya pak mau kasih soalnya sekarang?"
"Oh, tidak jadi deh, bukannya kamu mau pulang. Kan kamu sendiri bilang kalau kamu mending rebahan dirumah daripada buang-buang waktu disini." Kembali memasukkan tangan kedalam saku dan berjalan menuju kursi kebesarannya.
Emang ya, kalo orang ganteng itu pasti selalu memasukkan tangan ke saku celana sampingnya biar terlihat cool.
***
To be continued!
"Saya tarik ucapan saya, Pak. Jadi, izinin saya ngerjain kuisnya sekarang ya, Pak? Saya janji akan nurut hari ini," ucap Ara dengan menangkup kedua telapak tangannya seperti orang mengucapkan salam.
"Hmm ... ok, tapi dengan satu syarat. Kamu harus selesaikan periksa tugas adik tingkat kamu itu. Jika sudah selesai, baru saya kasih soalnya untuk kamu kerjakan hari ini. Gimana, deal?"
Demi nilai Ra, lo harus terima tawarannya Pak Es galak ini.
"Ok, deal!"
"Nih, tolong periksa semuanya." Raffa memberikan beberapa kertas yang dapat diketahui bahwa kertas itu adalah lembar kerja hasil adik tingkatnya.
Buset! Banyak bener, kira-kira berapa kelas nih. Gw curiga si bapak gak ngapa-ngapain.
"Trus bapak ngapain?" tanya Ara.
"Saya periksa yang itu," balasnya sambil menunjuk kearah sofa. Ara pun mengikuti arah tunjuknya Ara, ternyata malah lebih banyak yang diperiksa oleh Raffa dibandingkan dengan dirinya.
Banyak juga ya yang diperiksa si bapak. Mending gw cepat-cepat selesain, biar bisa pulang cepat.
Raffa dan Ara pun mengerjakan tugasnya masing-masing tanpa ada suara.
***
Saat hendak memeriksa tugas terakhir, Ara kebingungan mengenali tulisan yang ada disana, tulisan yang berantakan dengan sedikit coret-coretan yang mirip tulisan anak TK.
"Pak, ini kenapa tulisannya kek cakar ayam sih, kayak tulisan anak TK."
"Mana saya tau, kamu tanya aja sama yang punya."
"Hufft ... nih bapak aja yang periksa, saya nggk ngerti," kata Ara dengan memberikan kertas jawaban yang tulisannya seperti cakar ayam itu kepada Raffa.
Tidak sampai 10 menit, akhirnya Ara sudah menyelesaikan semuanya.
"Pak, saya sudah siap. Ada lagi gak tugas yang mau diperiksa?"
Mumpung gw lagi bagus moodnya.
"Tidak, sudah semua. Nih soalnya kamu kerjakan. Waktumu 30 menit," kata Raffa dengan memberikan soal quis yang ia janjikan.
Asyik ... mudah-mudahan soalnya nggk jauh dari materi yang gw pelajari semalam.
"Baik, Pak."
30 menit berlalu.....
Semua soal sudah dijawab oleh Ara, tiba-tiba saja ia matanya terasa berat untuk dibuka dan akhirnya ia tertidur diatas kertas kuisnya, sehingga dia tidak mendengar bahwa Raffa sudah memanggilnya berkali-kali dari tadi.
"Ta, ini sudah tiga puluh menit, kumpulkan sekarang!"
"Ta!"
"Atta!"
Merasa tidak ada jawaban dari sang mahasiswi, Raffa pun menghampiri Ara dengan sedikit khawatir takut mahasiswinya ini pingsan mengingat perkataanya bahwa ia meninggalkan makan siangnya tadi.
Rupanya Ara hanya tertidur saat mendengar suara dengkuran halus yang keluar dari mulutnya.
Benar-benar ya nih anak, saya kira kamu pingsan.
"Kamu ini pintar tapi cerewet dan susah diatur," katanya saat menilai lembar quis yang sudah dikerjakan oleh Ara tadi.
Mendengar ada seseorang yang suaranya sangat familiar di telinganya, Ara pun bangun dari tidurnya untuk memastikan orang tersebut siapa.
"Eh, bapak. Maaf pak saya ketiduran, hehe ...."
"Kamu tidur sampe lupa waktu, ileran lagi," ucap Raffa, sebenarnya tidak ada tetapi sepertinya seru juga untuk mengganggu mahasiswinya itu.
"Ha? Masa sih Pak. Saya gak ileran ya,"
Masa iya sih gw ileran? Jangan-jangan gw dikerjain lagi_-
Dalam hati Raffa, ia tertawa melihat komik Ara yang tidak terima jika dirinya ada iler.
"Pak nilai quis saya berapa?" tanya Ara
"Hampir mencapai sempurna. Ternyata kamu pintar juga," sahut Raffa
Dia muji gw pintar?
"Oh, iya dong. Bapak aja yang baru tau," kata Ara yang terlalu PD
"Pintar tapi rese," ejek Pak Raffa
Sudah kuduga..... Harusnya lo percaya setiap Pak Raffa memuji sesuatu pasti diiringi dengan ejekan, kaya gini nih.
"Ishh, bapak tu, ya. Padahal tadi saya udah mau terbang lo pak eh malah dijatuhin. Bapak kali yang rese,"
"Kamu kalau ngomong sama saya tidak ada hormat-hormatnya ya," kata Pak Raffa tiba-tiba serius.
"Emang kita lagi upacara bendera ya pak pake hormat-hormat segala."
"Enggak nyambung, Atta!"
"Bapak kenapa manggil saya dengan nama depan saya, sih? Kenapa gak panggil Ara, Rara, Lea atau apa kek."
Lagian ya, Pak. Geli dengarnya kalau bapak manggil saya Atta.
"Suka-suka saya, saya ini dosen kamu jadi saya bebas manggil kamu dengan sebutan apa saja," ujar Raffa terlalu santai.
Oke, ada orang yang pernah berkata 'Dosen selalu benar' dan sudah terbukti sekarang. Apalah dayaku seorang Mahasiswi kentang:-)
"Terserah deh Pak, saya mau pulang, udah mau jam 5. Saya permisi Pak. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
***
Di Halte
"Duh, ini keknya gak ada bus yang datang deh. Trus gw pulangnya gimana? Malah disini sepi lagi," ucap Ara yang tiba-tiba perasaannya menjadi tidak tenang.
Hari pun sudah sore, para warga kampus sudah banyak yang pulang, dan tidak ada tanda-tanda bus akan datang ataupun tranportasi umum lainnya. Sehingga, Ara pun sekarang semakin tidak tenang. Niatnya ingin pesan Go-Jek, ternyata kosong. Alhasil ia harus menunggu di halte bus dekat kampusnya berada.
Saat sedang duduk di halte, tiba-tiba datanglah tiga orang pria yang menurut Ara mereka itu adalah preman. Ada yang berbadan besar dan tinggi, ada yang pendek dan berisi, dan ada yang kurus tapi tinggi.
"Hai cantik? Lagi nungguin siapa sih, sendiri aja kayaknya," kata salah seorang preman itu yang berbadan besar dan tinggi.
"Iya, mending sama kita aja biar gak kesepian, iya kan, guys?" sambung preman yang kurus dan tinggi
"Iya, haha ...."
Bukannya takut, Ara malah menatap datar mereka karena ia sudah kenal dengan preman-preman seperti mereka sebelumnya.
"Bukan urusan kalian! Kalian itu mending cari kerjaan yang halal biar berkah daripada gangguin orang, yang ada malah nambah dosa apalagi mau masuk bulan Ramadhan, harus banyak berbuat baik supaya dapat pahala."
"Beraninya ya ceramahin kita, mau mati lo!" ancam preman itu. Ara pun tidak takut dengan ancaman mereka, malah terlihat semakin menantang menurutnya.
"Oh berani dong, saya gak takut mati karena hidup dan mati itu ada ditangan Allah."
"Kurang ajar! Mati lo ditangan gw. Ayo guys kita bunuh cewek ini!"
"Mau bunuh saya ternyata. Oke, ayo lawan gw."
Ara pun harus melawan mereka. Untung saja ia pernah belajar taekwondo dengan guru ngajinya waktu smp. Mengingat ia belum makan seharian ini, dia tidak bisa membuang-buang waktu seperti biasanya. Disela-sela perkelahian, seseorang datang membantu Ara melawan para preman itu.
"Pak Es? Eh, maksudnya Pak Raffa, ngapain bapak kesini?" tanya Ara sedikit kaget.
Ya, seseorang itu adalah seseorang yang selalu dipanggil Ara dengan sebutan 'Pak Es'.
"Udah, kamu diam aja!" kata Raffa.
"Wah ... ada pahlawan kesiangan nih yang datang."
"Bukan pahlawan kesiangan namanya bro tapi pahlawan kesorean, haha..."
"Oh iya ya, sekarangkan udah sore, haha..."
"Baiklah, kita bunuh saja mereka berdua!"
Ara dan Pak Raffa pun melawan para preman itu. Tidak cukup waktu lama sampai pada akhirnya, para preman itu kalah dengan wajah yang babak belur dan tergeletak diaspal. Ara merasa kasian karena para preman itu sudah tidak berdaya lagi dan memutuskan untuk berhenti memukul mereka, bagaimanapun juga Ara tidak tega melihat orang yang sudah lemah dipukuli lagi oleh orang lain. Beda dengan Pak Raffa, dia terlihat sudah tersulut emosi saat ini dan sepertinya ia ingin menghabisi para preman itu.
Gawat! Bisa-bisa mereka mati ditangan Pak Raffa. Gw gak bisa biarin ini, gw harus cegah Pak Raffa.
***
To be continued!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!